Anda di halaman 1dari 96

TATALAKSANA PASIEN KUSTA

Dr. Yuli
DIAGNOSIS
Definisi :
• Penyakit menular dan kronik
• Mycobacterium leprae
(M.Leprae) Sifat intraseluler
obligat)
• Afinitas pertama  Saraf
Perifer/Tepi  Sel Schwan
• Kulit, mukosa (mulut), saluran
pernapasan bagian atas, sistem
Organ tubuh lainnya
• Tidak saraf pusat
CARDINAL SIGN

Kulit Mati PENEBALAN BTA POSITIF


Rasa SARAF & G3.
FUNGSI
Slit Skin Smear

Bercak Putih
/Hipopigmentasi Sensoris Motoris Otonom
Bercak Merah : Mati Rasa Lemah Kulit Kering
Hiperpigmentasi (paresis) dan retak
Lumpuh retak
(Paralisis)
otot

Kusta bilamana terdapat satu dari tanda tanda utama


Tersangka Kusta
1. Tanda – tanda pada Kulit
– Bercak kulit yg merah/putih pada kulit misal
wajah
– Bercak Kurang mati rasa
– Bercak yang tidak gatal
– Kulit mengkilap atau bersisik
– Kulit yang tdk berambut
– Lepuh tidak nyeri
Tersangka Kusta
2. Tanda – tanda pada syaraf
– Nyeri tekan atau spontan pada syaraf
– Rasa kesemutan anggota badan
– Kelemahan anggota gerak/wajah
– Adanya cacat/deformitas
– Luka/ulkus yang sulit sembuh

3. Lahir dan tinggal didaerah endemik kusta dan


mempunyai kelainan kulit yang tdk sembuh
dengan pengobatan rutin, terutama bilamana
terlibat saraf tepi.
Mana yang merupakan lesi lepra?
Diagnosis Banding

Psoriasis : bercak merah


berbatas tegas, dgn sisi berlapis

Makula bentuk bundar/oval,


dgn sisik, rasa raba normal

Pigmen kulit hilang total


Warna Kulit amat Puti
Alur Diagnosis & Klasifikasi
Cardinal Sign

Ada Ragu Tidak Ada


Kusta Tersangka Bukan Kusta
Jumlah Bercak Observasi
Penebalan Saraf BTA
3-6 bln
& G3 Fungsi
BTA Tanda Utama

Bercak 1-5 Bercak > 5


Syaraf : 1 Syaraf >1 Ada Ragu Tidak ada
BTA : (-) BTA : (+) Rujuk
PB MB
Tujuan
Dasar Jenis

Klasifikasi
KLASIFIKASI
Dasar Tujuan Jenis
Manifestasi Klinik a. Jenis a. Madrid
• Jumlah Lesi Kulit Pengobatan b.Ridley
• Jumlah Saraf b.Lama c. India
terganggu
Pengobatan d.WHO
Hasil Pemeriksaan
c. Perencanaan • PB
•BTA
Positif/Negatif Logistik • MB
Selluler (Cell Mediated Immunity/ CMI oleh Lymposit T,
semakin banyak Lymposit T Semakin Kebal
Humoral (Humural Immun) : Cell Anti Body
Normal Hubungan Kekebalan Seluler dgn Klasifikasi Kusta
CMI

Jenis Kusta

R.Jobling (1962)
T TT BT BB BL LL L
Tuberculoid Lepromatous
Madrid (1953)
PB MB WHO 1997)
Tanda Utama Kusta
TANDA UTAMA PB MB
Bercak Putih Jumlah 1-5 Jumlah >5
Penebalan saraf Hanya 1 Lebih dari 1
tepi disertai
gangguan fungsi (
mati rasa dan atau
kelemahan otot,
didaerah yang
dipersarafi saraf
BTA BTA Negatif Positive

Bila salah satu dari tanda utama MB ditemukan ,


maka pasien diklasifikasi MB
Kusta PB
Kusta MB
Tanda Lain utk Klasifikasi Kusta
PB MB
Distribusi Unilateral atau Bilateral Simetris
bilateral asimetris
Permukaan Bercak Kering dan kasar Halus mengkilap
Mati rasa pada bercak Jelas Biasanya kurang jelas
Batas Bercak Tegas Kurang tegas
Deformitas Proses terjadi lebih Terjadi pada tahap
cepat lanjut
Ciri khas Madarosis, hidung
Pelana , Wajah
singa(facies Leonina,
ginekomasti pada laki
laki
PEMERIKSAAN
Morbus Hansen
KERUSAKAN SARAF

Sensoris Motoris Otonom

Anastesi paresis/paralisis kulit kering


Riwayat Kontak/Penyakit/Obat
Anamnesis
Riwayat Syaraf yg dicurigai
Pandang
Kulit
Raba

Au.Magnus
Pemeriksaan Klinis
Radialis

Ulnaris
Syaraf Medianus

BTA + Kutaneus Medialis

Peroneus
Lab
Tibialis Post
BTA -
Persiapan Pemeriksaan Kulit
• Tempat
– Cukup cahaya
– tdk boleh lgs dibawah sinar
matahari
– Menja kenyamanan org
diperiksa

• Waktu
– Siang hari agar cahaya
cukup
• Orang yang diperiksa
– Diberi penjelasan
– Periksa seluruh tubuh
– Anak-anak cukup celana
pendek
Pemeriksaan Pandang
1. Org yang akan diperiksa berhadapan dengan
petugas dan dimulai dari kepala (muka, cuping
telinga ki ri/kanan. Pipi kanan/kiri hidung, mulut
dagu leher bagian depan.
2. Pundak kanan , lengan bagian belakang, tangan
jari jari tangan (penderita diminta meluruskan
tangan ke depan dengan telapak tangan
menghadap keatas) , telapak tangan, lengan
bagian dalam, ketiak dada dan perut kepundak
kiri lengan kiri dst,
3. Putar badan kesisi yang lain
4. Tungkai kanan bagian luar dari atas ke bawah,
bagian dalam dari bawah keatas, tungki kiri
dengan cara yang sama
5. Bagian belakang telinga, bagian belakang leher,
punggung, pantat, tungkai belakang dan telapak
kaki.
6. Perhatikan setiap bercak (makula) bintil-bintil
(nodulus), jaringan parut, kulit yang keriput dan
setiap penebalan kulit.
7. Bilamana meragukan putarlah penderita pelan-
pelan dan periksa pada jarak ½ meter
8. Perhatikan semua kelainan dan catatlah.
Pemeriksaan Rasa Raba Kulit
• Periksa rasa raba pada kelainan kulit dengan
menggunakan kapas yang diruncing ujungnya
secara tegak lurus pada kelainan kulit yang
dicurigai
• Sebaiknya penderita duduk pada saat
pemeriksaan
• Sebelumnya petugas menenangkan bahwa
bilamana tubuhnya tersentuh oleh kapas, ia harus
menunjuk kulit yang disentuh dengan jari
telunjuknya.
• Menghitung jumlah sentuhan atau
menunjukkan jari tangan keatas utk daerah yg
sulit dijangkau. Ini dikerjakan dengan mata
terbuka, kalau sudah jelas dilakukan dengan
mata tertutup
• Disarankan mulai test pada daerh yang sehat.
• Kelaianan kelainan dikulit diperiksa secara
bergantian dari daerah yang sehat ke yang tdk
sehat (anestesi)
Bentuk lesi pada lepra
Pemeriksaan Saraf Tepi

• Tempat terjadinya
kerusakan syaraf
• Perabaan saraf tepi
Fungsi Normal Beberapa saraf Tepi
Fungsi
Saraf
Motorik Sensorik Otonom
Auricularis Magnus Mempersarafi area
belakang telinga
Facialis Mempersarafi Kelopak Rasa raba telapak
mata agar bisa menutup tangan, jari kelingking &
separuh jari manis
Ulnaris Mempersarafi Ibu Jari, Rasa raba telapak
telunjuk dan jari tengah tangan bagian ibu jari, Mempersarafi kelenjar
telunjuk, jari tengah, keringat, kelenjar
separuh jari manis minyak dan pembuluh
darah
Radialis Kekuatan Pergelangan
tangan
Peroneus Communis Kekuatan Pergelangan
kaki
Tibialis Posterior Mempersarafi jari kaki Rasa raba telapak kaki
Perabaan (Palpasi) saraf tepi
Prosedur Umum
• Pemeriksa berhadapan dengan pasien
• Perabaan dilakukan dengan tekanan ringan
sehingga tdk menyakiti pasien
• Pada saat meraba syaraf, perhatikan :
– Apakah ada penebalan/ pembesaran
– Apakah ada saraf kiri dan kanan sama besar atau
bedah
– Apakah ada nyeri atau tidak
• Perhatikan mimik pasien, tanpa menanyakan
sakit atau tidak
1. Saraf Auricularis Magnus
• Penebalan saraf Auricularis magnus tdk selalu
ditemukan melalui palpasi, sebagian besar
melalui insfeksi
• Pasien diminta untuk memalingkan wajah dari
sisi yang akan diperiksa dengan memandang
kearah bahu, bila memang tdk ditemukan
penebalan saraf ini maka telusuri daerah
bagian sisi leher dari bagian atas arah
Craniomedial ke Caudolateral
2. Saraf Radialis
• Paling Sulit diraba krn letaknya tidak
superfisial
• Pemeriksaan Palpasi saraf ini terutama adanya
nyeri pada perabaan
• Telusuri daerah lateral 1/3 lengan atas kira2
antara pertemuan triceps Brachii Caput
Longum dan lateral
3. Saraf ulnaris
• Tangan kanan pemeriksa memegang lengan kanan bawah penderita dengan
posisi siku sedikit ditekuk sehingga lengan penderita dalam keadaan rilax
• Dengan jari telunjuk tengah kiri pemeriksa mencari nervus Ulnaris disulcus
ulnaris yaitu pada lekukan diantara tonjolan tulang dan tonjolan kecil
dibagian medial (epicendilus medialis)
• Dengan tekanan ringan gulirkan pada syaraf ulnaris, dan telusuri keatas dgn
halus sambil melihat mimik/reaksi penderita tampak kesakitan atau tidak
kemudian dengan prosedur yang sama memeriksa N. ulnaris kiri (tangan kiri
pemeriksa memegang lengan kiri penderita dan tangan kanan pemeriksa
meraba N. ulnaris kiri penderita dst.)

.
4. N. peroneus communis (Poplitea Lateralis)
• Penderita diminta duduk dengan kaki dalam
keadaan relax
• pemeriksa berada dihadapan penderita dengan
tangan kanan pemeriksa kaki kiri dan tangan kiri
memeriksa kaki kanan
• Pemeriksa dengan jari telunjuk dan tengah meraba
caput fibula (di bawah lutut, tulang yang paling
menonjol ke samping luar/lateral), N. Peroneus
terletak persis di belakang caput fibula tersebut
• Dengan tekanan yang ringan syaraf tersebut digulir
bergantian kiri dan kanan sambil melihat
mimik/reaksi penderita
5 N. Tibialis posterior
• Penderita masih dalam posisi duduk relax
• Dengan jari telunjuk dan tengah pemeriksa meraba saraf nervus
tibialis posterior pada bagian belakang dan bawah dari bagian mata
kaki sebelah dalam (maleolus medialis), dengan tangan menyilang
tangan kiri memeriksa saraf Tibialis kiri dan tangan kanan
memeriksa saraf Tibialis Posterior kanan
• Dengan tekanan ringan digulir sambil melihat mimik/ reaksi dari
penderita
3. Pemeriksaan Fungsi Saraf
Pelaksanaan Pemeriksaan
Pemeriksaan Pandang
• Org yang diperiksa menghadap sumber cahaya
• Periksa dari Kepala sampai kaki
• Perhatikan setiap bercak, penebalan kulit dlsb
• Perhatikan kelainan dan kecacatan
Periksa Rasa Raba
• Gunakan kapas yang dilancipkan dgn menyentuhkan
ujung dari kapas secara tegak lurus pada kulit yang
dicurigai
• Terangkan terlebih dahulu jika orang yang diperiksa
merasakan sentuhan , ia harus menunjukkan kulit yang
disentuh
• Jika sulit dijangkau menghitung jumlah sentuhan
1. Mata
• Penderita diminta memejamkan
mata sambil diminta sedikit tutup
menengadah
• Dilihat dari depan/Samping apakah
mata tertutup dengan
sempurna/tidak ada celah
• Bagi mata yang menutup tdk rapat,
diukur lebar celahnya, lalu diukur
dengan Opthalmoskop kira2 3mm
• Fungsi sensoris mata (saraf
Trigeminus : pemeriksaan
Sensitivitas Kornea tdk dilakukan di
lapangan
Tes motorik (Paresis / Paralisis)
2. Tangan
Fungsi Sensorik Saraf Ulnaris dan Medinus
• Posisi Pasien { Tangan yang akan diperiksa
diletakkan diatas meja/paha pasien atau
bertumpu pda tangan kiri pemeriksa sehingga
semua ujung jari tersangga.
• Jelaskan pada pasien apa yg akan dilakukan
padanya, sambil memperagakan dengan
sentuhan ringan ari ujung ballpoint pada
tangannya atau satu atau 2 titik pada telapak
tanganny.
• Bila pasien merasakan sentuhan diminta
untuk menunjuk tempat sentuhan dengan jari
yang lain
• Test diulang sampai mengerti dan kooperatif
• Pasien diminta menutup mata atau menoleh
kearah berlawanan
• Usahakan titik tersebut diacak, bila pasien
tidak bisa menunjuk 2 titik atau lebih berarti
ada gangguan rasa raba pada saraf tersebut
Fungsi Motorik Kekuatan Otot
Pemeriksaan kekuatan jari kelingking
• Tangan kiri pemeriksa memegang ujung manis, tengah dan telunjuk
tangan kanan pasien, dengan telapak tangan pasien menghadap keatas
dn posisi tangan ekstensi ( jari kelingking bebas bergerak dan tidak
terhalang tangan pemeriksa)
• Minta pasien mendekatkan (adduksi) dan menjauhkan dari jari lainnya.
Bila pasien dapat melakukannya , minta ia menahan dari kelingkingnya
pada posisi jauh dari yang lain, kemudian jari telunjuk pemeriksa
mendorong pada bagian pangkal kelingking.
Bila ragu lakukan :
• Minta pasien menjepit sehelai kertas yang diletakkan antara jari manis
dan kelingking , sambil pemeriksa menarik kertas dan menilai ada
tidaknya tahanan kertas tersebut
Kesimpulan :
• Bila tahanan (+) ………kuat/K
• Bila menutup (+), tahanan (-) ………lemah tahanan/LT
• Bila gerakan buka-tutup (-), hanya bisa bergerak ke atas bawah
……..lumpuh/P
Saraf Medianus ( Kekuatan Ibu Jari )
• Tangan Kanan pemeriksa memegang jari telunjuk
sampai jari kelingking tangan kanan pasien
menghadap keatas dan dalam posisi ekstensi
• Ibu Jari pasien ditegakkan keatas sehingga tegak
lurus terhadap telapak tangan pasien ( seakan
akan menunjuk kearah hidung dan pasien diminta
untuk mempertahankan posisi tersebut
• Jari telunjuk pemeriksa menekan pangkal ibu jari
pasien yaitu dari bagian batas antara punggung
dan telapak tangan mendekati telapak tangan
Saraf Radialis (Kekuatan Pergelangan Tangan)
• Tangan kiri pemeriksa memegang punggung lengan bawah
tangan kanan pasien
• Pasien diminta menggerakan pergelangan tangan kanan
atas dan ke bawah/ekstensi fleksi
• Pasien diminta bertahan pada posisi ekstensi (keatas) lalu
dengan tangan kanan pemeriksa menekan tangan pasien
kebawah kearah fleksi

Kesimpulan :
• Bila tahanan (+) ………. Kuat /k
• Bila tahanan (-) ………..lt/lemah tahanan
• Bila gerakan fleksi-ekstensi (+) terbatas ……… lg/lemah
gerak
• Bila gerakan ekstensi (-) ………….lumpuh/
Pemeriksaan Fungsi Saraf Sensoris Tibialis Posterior
– Kaki kanan penderita diletakkan pada paha kiri, usahakan telapak kaki
mengadap keatas
– Tangan kiri pemeriksa menyanggah ujung jari kaki penderita
– Cara pemeriksaan sama seperti pada rasa raba tangan, titik-titik yang
diperiksa sesuai dengan form POD
– Pada daerah yang menebal boleh sedikit menekan dengan cekungan
berdiameter 1 cm
– Jarak penyimpangan yang bisa diterima maximal 2,5 cm
Kesimpulan:
- Bila rasa (+) …………….v
- Bila rasa (+) …………… x
Fungsi Motorik Saraf Peroneus Communis (Poplitea Lateralis)
• Penderita diminta mengangkat ujung kaki dengan tumit tetap terletak dilantai /
ekstensi maksimal (seperti berjalan dengan tumit)
• Penderita diminta bertahan pada posisi ekstensi tersebut lalu pemeriksa dengan kedua
tangan menekan yang punggungan kaki penderita kebawah / kelantai
Kesimpulan :
• Bila tahanan (+) ………… kuat / k
• Bila ekstensi (+), tahanan (-) ……… lemah tahanan / lt
• Bila gerakan ekstensi terbatas ………… lemah gerak /lg
• Bila gerakan ekstensi (-) ………. Lumpuh / P
Pengobatan
Monoterapi (1949) = DDS
PB = 3-5 Tahun
Seumur Hidup
MB = 5-10 Tahun
1964 = Resisten DDS

1982 (WHO) Rekomendasi MDT (Multi Drug Therapy)


A. Tujuan Pengobatan
• Memutuskan rantai penularan
• Mencegah resistensi obat
• Memeprpendek masa pengobatan
• Meningkatkan keteraturan berobat
• Mencegah terjadinya cacat atau
bertambahnya cacat
Pengobatan (Komprehensif)
Aspek Prinsip Terapi
• Obat Kusta • Diagnosa Penyakit
• Fisioterafi • Obati Manusianya
• Rekonstruksi – Gizi
• Psikoterapi – Ekonomi
– Pendidikan
• Rehabilitasi
Yang Membutuhkan MDT
• Pasien baru dan blm pernah mendapat MDT
• Pasien ulangan :
– Relaps
– Masuk kembali setelah default
– Pindahan (masuk)
– Ganti Klasifikasi/Type
PB Dewasa
Cara Minum Jenis Obat Lamanya Follow up Cara
minum Monitor
obat
Minum Rifam 600 mg
Depan DDS 100 mg
Petugas
(Hari I) CT/RFT
6-9 bln Surveilance
2 Tahun
Minum di DDS 100 mg
rumah
(Hari 2 -28)
MB Dewasa
Cara Minum Jenis Obat Lamanya Follow up Cara
minum Monitor
obat
Minum Rifam 600 mg
Depan DDS 100 mg
Petugas Lampren 300 mg
(Hari I) CT/RFT
12 -18
Surveilance
Minum di DDS 100 mg bln 2 Tahun
rumah Lampren
(Hari 2 -28) (Clafazimine) 50
mg
Untuk Anak
Dosis Anak :
- Rifampisin = 10-15 mg/kgBB
- Dapson = 1-2 mg/KgBB
- Lampren = 1 mg/KgBB
Tipe PB Anak
Jenis Obat < 5 Tahun 5-9 Thn 10-15 Thn > 15 Tahun Ket

Rifamfizin 300 450 600 Didepan


mg/bln mg/bln mg/bln Petugas

DDS Berdasar 25 50 100 Didepan


kan Berat mg/bln mg/bln mg/bln Petugas
Badan
25 50 100 Dirumah
mg/bln mg/bln mg/bln
Tipe MB Anak
Jenis Obat < 5 Tahun 5-9 Thn 10-15 Thn > 15 Tahun Ket

Rifamfizin 300 450 600 Didepan


mg/bln mg/bln mg/bln Petugas

DDS 25 50 100 Didepan


mg/bln mg/bln mg/bln Petugas

Berdasar
25 50 100 Dirumah
kan Berat
mg/bln mg/bln mg/bln
Badan
Lampren 100 150 300 Didepan
mg/bln mg/bln mg/bln Petugas
50 mg 2x 50 mg 50 Dirumah
seminggu setiap 2 mg/hari
har1
Sediaan dan Sifat Obat
DDS (Dapson) Diamino Diphenil Sulphone
• Tablet putih 50 mg, 100 mg
• Bakteriostatik = menghambat pertumbuhan
kuman kusta
• Dosis dewasa : 100 mg/hari, anak : 50 mg/hari
(10-15 Tahun)
Sediaan dan Sifat Obat
Lampren (B663) Klafazimin
• Kapsul coklat 50 mg, 100 mg
• Bakteriostatik = menghambat pertumbuhan
kuman kusta, bakterisial lemah dan anti
implamasi
• Minum sesudah makan
Sediaan dan Sifat Obat
Rifamfisin
• Kapsul coklat 150 mg, 300 mg, 450 mg, 600
mg
• Bakterisidal yaitu 99% kuman mati dalam satu
kali pemberian
• Minum setengah jam sebelum makan

Penunjang : Vitamin B1, B6, B12


Pasien dengan keadaan khusus
1. Hamil dan busui regimen MDT aman untuk ibu
dan anak;
2. Tuberkulosis : bila menderita kusta , maka obat
TBC dan Kusta diberi bersamaan dengan dosis
Rifamfisin sesuai TBC
3. TB dan Kusta MB : cukup Dapson dan Lampren,
lama terapi sesuai MB. Bila pengobatan TB
selesai lanjut Blister MB
4. Bila PB Allergi dgn Dapson : ganti dengan
Lampren
5. Bila MB alergi dengan Dapson pengobatan hanya
2 yaitu : Rifam dan Lampren
Efek Samping
Masalah Nama Obat Penanganan
Ringan
Air seni merah Rifamfisin Konseling : Penjelasan yang benar
Prubahatn warna kuli Clafazimin Konseling : Penjelasan yang benar
Gastrointestinal Semua Obat Obat diminum dengan makanan
Anemia Dafson Beri tablet Fe dan AS. Folat

Masalah Nama Obat Penanganan


Serius
Ruam kulit yang gatal Rifamfisin Hentikan Dapson Rujuk
Alergi/urticaria DDS dan Rifam Hentikan ke2nya dan rujuk
Icterus (Kuning) Rifamfisin Hentikan Rifam dan rujuk
Shock, purpura, gagal ginjal Rifamficin Hentikan dan rujuk
OBAT KUSTA BARU
• OFLOKSASIN
– Merupakan obat turunan fluorokuinolon
yang paling efektif thd M.leprae
– Kerja melalui hambatan thdp enzim girase
DNA mikobakterium
– Dosis percobaan: 400 mg/ hari selama 1
bulan
OBAT KUSTA BARU
• MINOSIKLIN
– Merupakan turunan tetrasiklin yang aktif thdp
M.lepra karena sifat lipofiliknya mampu
menembus dinding sel kuman
– Cara kerjanya menghambat sintesis protein
– Obat ini dapat menembus kulit dan mencapai
jaringan saraf yang mengandung banyak kuman
– Dosis uji klinis: 100 mg/ hari selama 2 bulan
OBAT KUSTA BARU
• KLARITROMISIN
– Merupakan obat golongan makrolid (spt
eritromisin & roksitromisin)
– Mempunyai efek bakterisidal setara dengan
ofloksasin & minosiklin ada mencit
– Bekerja dengan menghambat sintesis
protein
– Dosis uji klinis: 500 mg/ hari
Tata Laksana Kusta
pada Kondisi Khusus
• Pasien yang tidak bisa mengonsumsi Rifampisin
(alergi, penyakit sistemik lain, resisten)
• Pasien yang menolak untuk mengonsumsi
Klofazimin
• Pasien yang tidak dapat mengonsumsi Dapson
• Keadaan khusus lainnya
Tidak Dapat Mengonsumsi
Rifampisin (1)
WHO Expert Committee on Leprosy (1997): regimen 24 bulan pada
dewasa dengan kusta MB yang tidak dapat mengonsumsi Rifampisin
Lama Terapi Obat Dosis
6 bulan Klofazimin 50 mg per hari
Ofloksasin 400 mg per hari
Minosiklin 100 mg per hari
Dilanjutkan dengan
18 bulan Klofazimin 50 mg per hari
dengan:
Ofloksasin 400 mg per hari
atau
Minosiklin 100 mg per hari
Tidak Dapat Mengonsumsi
Rifampisin (2)
• WHO Study Group on Chemotherapy of Leprosy
(1994):
– Pemberian 500 mg Klaritromisin per hari dapat
menggantikan penggunaan Ofloksasin atau Minosiklin
pada 6 bulan pertama untuk pasien MB
Menolak Mengonsumsi Klofazimin
(1)
• Pada tata laksana pasien MB, Klofazimin regimen
12 bulan MDT dapat diganti menjadi:
– Ofloksasin, 400 mg per hari selama 12 bulan, ATAU
– Minosiklin, 100 mg per hari selama 12 bulan
Menolak Mengonsumsi Klofazimin
(2)
• WHO Expert Committee on Leprosy (1997)
– Pasien dewasa MB yang menolak konsumsi Klofazimin
dapat menjalani regimen 24 bulan yang mencakup:
• Rifampisin, 600 mg per bulan selama 24 bulan,
• Ofloksasin, 400 mg per bulan selama 24 bulan, DAN
• Minosiklin, 100 mg per bulan selama 24 bulan.
– Hasil kurang memuaskan
Tidak dapat mengonsumsi Dapson
(1)
• Akibat efek toksik yang berat oleh Dapson
sehingga Dapson harus segera dihentikan

• Pada pasien MB, Dapson dihentikan dan tidak ada


modifikasi lebih lanjut

• Pada pasien PB, Dapson diganti Klofazimin sesuai


dosis Klofazimin pada MDT MB
Tidak dapat mengonsumsi Dapson (2)
Regimen PB pada pasien yang tidak dapat
mengonsumsi Dapson
Rifampisin Klofazimin
Dewasa 600 mg per 50 mg per DAN 300 mg
(50-70 kg) bulan dengan hari per bulan
supervisi dengan
supervisi
Anak 450 mg per 50 mg, DAN 150 mg
(10-14 tahun) bulan dengan dua hari per bulan
supervisi sekali dengan
supervisi
Situasi khusus
• Reaksi kusta:
– Tipe 1: Reaksi Reversal (RR)
– Tipe 2: ENL (Eritema Nodosum Leprosum)
Gambaran Klinis:
Reaksi Reversal
• Kelainan kulit lama bertambah aktif, lebih eritem
dan udem.
• Dapat timbul kelainan kulit baru.
• Dapat disertai neuritis dan nyeri sendi.
Reaksi Reversal (1)
Reaksi Reversal (2)
Gambaran Klinis:
ENL
• Kelainan kulit lama tidak berubah
• Timbul benjolan, eritem, nyeri
• Dapat disertai neuritis, nyeri sendi, mata silau
(fotofobia), udem jari-jari tangan/kaki.
• Gangguan pada organ tubuh lain.
Reaksi ENL
Tata laksana
• Tata laksana dengan prednison atau metilprednisolon oral
bersamaan dengan MDT.

• Jika durasi tata laksana kortikosteroid melebihi 4 bulan,


direkomendasikan untuk pemberian Klofazimin 50 mg per
hari hingga terapi kortikosteroid selesai.

• Pada ketergantungan steroid atau pada kasus fenomena Lucio


dapat diberikan tablet Thalidomide 200-300 mg setiap hari.
Skema pemberian prednison

2 Minggu pertama 40 mg/hari (1x8 tab) pagi hari sesudah makan


2 Minggu kedua 30 mg/hari (1x6 tab) pagi hari sesudah makan
2 Minggu ketiga 20 mg/hari (1x4 tab) pagi hari sesudah makan
2 Minggu keempat 15 mg/hari (1x3 tab) pagi hari sesudah makan
2 Minggu kelima 10 mg/hari (1x2 tab) pagi hari sesudah makan
2 Minggu keenam 5 mg/hari (1x1 tab) pagi hari sesudah makan

Catatan:
1 tablet prednison (5 mg) setara dengan 1 tablet metilprednisolon (4 mg)
Indikasi merujuk: PPK 2 dan 3
1. BTA ≥ 3+ saat selesai pengobatan
2. Indeks morfologi tidak mencapai 0%
3. Reaksi reversal maupun ENL berat
4. Relaps, reinfeksi, resisten
5. Neuritis akut dan berat
6. Alergi obat
7. Ulkus plantar yang kronik
8. Komplikasi dengan penyakit lain
9. Rencana tindakan operasi
10. Rehabilitasi medik/fisik khusus
11. Lain-lain, termasuk masalah sosial dan psikologik
• Bila ada komplikasi pada organ tubuh lain, maka
tata laksana harus diintegrasikan dengan bidang
ilmu terkait, seperti saraf, mata, bedah ortopedi,
bedah vaskular, penyakit dalam, rehabilitasi
medik.
TATA LAKSANA
NON MEDIKAMENTOSA
Tata laksana non medikamentosa
• Edukasi mengenai penyakit, pengobatan, dan efek
samping pengobatan.
• Edukasi perawatan kulit, kaki, dan tangan yang
mati rasa.
• Edukasi perawatan luka.
• Edukasi untuk deteksi gangguan mata.
Kesimpulan
Kusta

Diagnosis dan tata laksana

PPK 1
Penyulit

Rujuk -1
PPK 2
Penyulit

Rujuk -2
PPK 3
• PPK 1 :
– Kusta tipe PB dan MB tanpa komplikasi
– Reaksi tipe 1 dan 2 ringan
• PPK 2:
– Kusta tipe PB dan MB dengan komplikasi
– Reaksi tipe 1 dan 2 sedang – berat
– Melibatkan disiplin ilmu lain terkait (Neurologi, Bedah,
Mata, Rehabilitasi Medik, dan lain-lain)
• PPK 3:
– Bila diperlukan tata laksana khusus dengan sarana lebih
lengkap. Contoh: tindakan bedah vaskular, rekonstruksi,
flap, dan lain-lain
Terima kasih
Referensi
• World Health Organization. WHO Model Prescribing Information:
Drug Used in Leprosy. Geneva:WHO. 1998.
• Bryceson A dan Pfaltzgraff. Leprosy Third Edition. Singapore:
Longman Singapore Publisher Ltd.1990.
• Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan
Penyakit Kusta. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.2014.
• World Health Organization [internet]. MDT Regiments; (4 Agustus
2015). Diunduh dari: http://www.who.int/lep/mdt/MDT_Regimens.pdf.
• Indian Association of Leprologist. First Edition. Jaypee Brothers
Medical Publishers. Ltd. 2010.

Anda mungkin juga menyukai