Anda di halaman 1dari 25

JURNAL READING :

PREVALENSI DAN FAKTOR RESIKO


OTITIS MEDIA AKUT PADA ANAK-
ANAK DI KOTAMADYA JAKARTA
TIMUR
OLEH :
BELLAVIA FRANSISCA
TSA ZAKIAH PUTRI
ANATOMI TELINGA
Definisi
◦Otitis media adalah peradangan sebagian atau
seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius,
antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.
◦Otitis media akut merupakan inflamasi pada
telinga tengah dalam waktu 3 minggu pertama.
Prevalensi
◦ OMA biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan sering mengenai
bayi dan anak-anak. Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak berhubungan
dengan belum matangnya system imun. Pada anak-anak, makin tinggi frekuensi ISPA,
makin besar resiko terjadinya OMA. Bayi dan anak-anak mudah terkena OMA Karena
anatomi saluran eustachi yang masih relative pendek, lebar, dan letaknya lebih
horizontal.2 Gambaran ini meningkat menjadi 62%. Pada umur 3 tahun menjadi 81%.
Pada umur 5 tahun menjadi 91%. Setelah umur 7 tahun, insiden menurun.3
◦ OMA lebih sering terjadi pada kelompok umur yang lebih muda (0 sampai 5 tahun)
dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (5 sampai 11 tahun). Pada umur 6
bulan, sekitar 25% dari semua anak mendapat satu atau lebih episode OMA. Pada
umur 1 tahun ISPA yang terjadi dalam rentan waktu yang tidak lama. Telah ditemukan
bahwa 29-50% dari keseluruhan ISPA (rhinitis, bronchitis, sinusitis, dll.) bekembang
menjadi OMA. Dengan pertimbangan tingginya insiden ISPA sehingga membuat
insiden OMA sudah diperkirakan sebelumnya.4
Etiologi
Sumbatan
tuba
eustachius

Etiologi
OMA

virus bakteri
Faktor resiko
◦Usia  bayi dan anak-anak
◦Konsumsi ASI yang menurun
◦Alergi
◦Kongenital
◦Trauma atau cedera
Klasifikasi dan Gejala
Stadium Anamnesis Otoskopi
Diawali dengan ISPA dan - Membran timpani:
1. diikuti dengan gejala di Retrkasi, warna mulai hiperemia
telinga: -Kadang-kadang tampak
Oklusi - Terasa penuh adanya air fluid level
- Gangguan pendengaran
-Otalgia hebat -Membran timpani:
2.
-Gangguan pendengaran Edema dan hiperemia
Hiperemis -Febris, batuk, pilek -Eksudat serosa dan sukar terlihat
-Pada bayi dan anak
/presupur
kadang disertai dengan:
asi gelisah, rewel, kejang,
gastroenteritis
-Belum terjadi otorea atau
otorea serosa
- pasien tampak sangat sakit - Membran timpani:
3. Supurasi - nadi dan suhu meningkat - Edema dan hyperemia
- nyeri hebat di telinga - Menonjol keluar ( bulging)
- Eksudat purulen

- Otorea, mukopurulen - Membran timpani:


4. Perforasi - Otalgia dan febris mereda Perforasi, sentral, kecil di
- Gangguan pendengaran kuadran antero-inferior
- Masih ada batuk dan pilek - Sekret: mukopurulen
kadang tampak pulsasi
- Warna membran timpani
hiperemia

Gejala-gejala pada stadium - Membran timpani:


5. Resolusi sebelumnya sudah banyak Sudah pulih menjadi
mereda normal kembali
Kadang masih ada gejala - Masih dijumpai lubang
sisa: perforasi
Tinitus dan gangguan - Tidak dijumpai sekret lagi
pendengaran
Diagnosis
◦ Anamnesis

• Keluhan utama : • Otalgia


• Suhu tubuh tinggi (39,5℃
pada stad. Supurasi)
otalgia • Rasa penuh di
• Gelisah dan sukar tidur • Suhu tubuh tinggi telinga
• Menjerit tiba-tiba saat tidur • Riwayat batuk, pilek • Rasa kurang
• Diare dengar
• Kejang
• Memegang telinga yang sakit
• Ruptur timpani Sekret
mengalir ke liang telinga
luar, suhu tubuh turun, dan
mulai tertidur dengan
tenang
Diagnosis
◦Px fisik  otoskop
 garpu tala : ditemukan tuli konduktif
◦Pemeriksaan penunjang  timpanosentesis
(penusukan
terhadap gendang telinga)
 timpanometri : Untuk
menilai keadaan adanya
cairan di telinga tengah
Penatalaksanaan
 Stadium Oklusi. Bertujuan untuk membuka tuba eustachius. Diberikan
obat tetes hidung.
◦ HCl Efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 tahun
◦ HCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak >12 tahun atau dewasa.
◦ Sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
Stadium Presupurasi. Diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgetik. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila membran
timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Untuk
terapi awal, diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat dalam
darah.
◦ Ampisilin 4 x 50-100 mg/KgBB
◦ Amoksisilin 4 x 40 mg/KgBB/hari
◦ Eritromisin 4 x 40 mg/KgBB/hari
Penatalaksanaan
 Stadium Supurasi. Pasien harus dirujuk untuk dilakukan
miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu,
analgesik juga diperlukan agar nyeri dapat berkurang.
 Stadium Perforasi. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama
3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
 Stadium Resolusi. Biasanya akan tampak sekret keluar. Pada
keadaan ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu,
namun bila masih keluar sekret diduga telah terjadi mastoiditis.
Pada stadium ini, harus di follow up selama 1 sampai 3 bulan
untuk memastikan tidak terjadi otitis media serosa.
Komplikasi

◦Intra-Temporal : ◦Intra-Kranial :
◦Abses ◦Abses ekstradura
subperiosteal ◦Abses perisinus
◦Labirintitis ◦Tromboflebitis sinus
lateral
◦Paresis fasial
◦Abses otak
◦Petrositis ◦Meningitis otikus
JURNAL
PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
Otitis media akut (OMA) merupakan
penyakit telinga yang paling sering
terjadi pada anak-anak. Di Indonesia
belum ada data nasional baku yang
melaporkan angka kejadian OMA
TUJUAN
◦Sebagai dasar penelitian berskala nasional
dalam memperoleh angka prevalensi
penyakit telinga tengah khususnya OMA di
Indonesia
◦Mengetahui prevalensi OMA dan gambaran
karakteristik factor-factor resiko OMA pada
anak-anak di kotamadya Jakarta Timur
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi epidemiologi
dengan metode deskriptif potong lintang. Subjek
penelitian dipilih secara multistage stratified
randam sampling, bertingkat dari kecamatan
hingga kelurahan berdasarkan tingkat
kepadatan penduduk. Kemudian dilakukan
secara spontan secara spatial random sampling
berdasarkan nomor rumah.
SAMPEL PENELITIAN
Subyek dari penelitian ini adalah 1565 orang yang terdiri
atas dewasa dan anak-anak bersedia diwawancara
dan melakukan pengisian kuesioner, hanya 1360 orang
yang lanjut ke pemeriksaan THT. Dari 1360 subyek,
didapatkan sejumlah 511 anak dengan rentang usia 0-18
tahun. Terdapat 9 anak dengan serumen prop yang
tidak berhasil diekstraksi sehingga dieksklusi dari
penelitian. Akhirnya diperleh jumlah subyek sebesar 502
anak.
HASIL PENELITIAN
◦ Karakteristik subjek di kodya Jakarta Timur
1. Subyek penelitian berusia 2,4 bulan-18 tahun terbagi dalam lima klasifikasi usia
dengan jumlah terbanyak pada klasifikasi usia 5-12 tahun (50,39%).
2. Jumlah subyek berjenis kelamin laki-laki (50,39%) lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan (49,61%).
3. Sebagian besar tingkat pendidikan ayah dan ibu subyek penelitian adalah SLTA
(56,97% dan 50,19%)
4. Sebagian besar pekerjaan ayah subyek penelitian merupakan karyawan swasta
(45,62%) dan pekerjaan ibu subyek penelitian merupakan ibu rumah tangga
(66,93%), dengan penghasilan keluarga di atas Rp. 1.800.000/bulan (54,78%) lebih
banyak dibandingkan di bawah Rp.1.800.000/bulan (45,22%)
Hasil penelitian
◦ Prevalensi dan gambaran karakteristik faktor resiko
Pada penelitian ini, jumlah terbanyak subyek penderita OMA didapatkan :
1. Kelompok usia 2-5 tahun (44,44%)
2. Jenis kelamin laki-laki (70,37%)
3. Status gizi kurang (55,56%)
4. Memiliki gejala batuk pilek (66,67%), dan tidak ada yang mendapatkan gejala rhinitis
alergi
5. Mendapatkan pajanan asap rokok (70,37%)
6. Tinggal di kawasan padat penduduk (62,92%) di kelurahan cawing
7. Penghasilan keluarga dibawah Rp.1.800.000/bulan (59,26%)
Hasil penelitian
8. Subyek penderita OMA (85%) dengan usia di bawah 5 tahun mendapatkan ASI
dengan lama pemberian ASI terbanyak 6-11 bulan (30%)
9. Subyek penderita OMA dengan usia di bawah 5 tahun mendapatkan susu botol
(65%), sebagian besar (70%) diberikan susunya dengan posisi berbaring.
10. Separuh (50%) subyek penderita OMA dengan usia dibawah 5 tahun
menggunakan dot dan sebagian besar (90%) mendapatkan imunisasi lengkap
◦ Hubungan factor- factor resiko OMA dengan angka kejadian OMA
Hubungan factor resiko yang bermakna secara statistic terhadap kejadian OMA
adalah usia (p<0,001; OR=11,36), jenis kelamin (p=0,029; OR=2,50), riwayat ISPA
(p<0,001; OR=14,07), dan lingkungan tempat tinggal (p=0,016; OR=2,60).
Hasil penelitian
◦ Faktor resiko yang memiliki kecenderungan penyebab terhadap kejadian OMA,
namun secara statistic tidak bermakna adalah pajanan asap rokok (p=0,066;
OR=2,18), dan pendapatan rumah tangga (p=0,135; OR=0,55). Dari keempat factor
risiko yang bermakna terhadap kejadian OMA pada anak-anak di kotamadya Jakarta
timur, didapatkan factor resiko usia (p<0,001; OR=10,00) dan ISPA (p<0,001; OR=10,01)
yang paling bermakna dan dominan terhadap kejadian OMA. (koefisien
determinan=0,410)
KESIMPULAN
Angka prevalensi OMA pada anak-anak di kotamadya Jakarta timur tahun 2012 sebesar
5,38 %. Faktor resiko usia dan ISPA merupakan factor resiko yang paling bermakna dan
dominan terhadap kejadian OMA.

Anda mungkin juga menyukai