Anda di halaman 1dari 30

DIFTERI

GINA PUSPITA SARI AB. P. 111 2015 2176


NOVI SAFITRI NURDIN 111 2015 2247

PEMBIMBING : dr. Paulus, M.Kes, Sp.THT-KL


Bagian Ilmu THT-KL
Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia
Makassar
2018
PENDAHULUAN
• Difteri adalah penyakit akut yang disebabkan oleh
toksin yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheriae
• Infeksi ini menyebabkan gejala -gejala lokal dan
sistemik,efek sistemik terutama karena eksotoksin
yang dikeluarkan oleh mikroorganisme pada tempat
infeksi. Masa inkubasi kuman ini antara 2 - 5 hari,
penularan terjadi melalui kontak dengan penderita
maupun carrier
ANATOMI TONSIL
• Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan
limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan
kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil
yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan
tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk
lingkaran yang disebut cincin Waldeyer
• Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan
limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil
pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi
oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan
pilar posterior (otot palatofaringeus).
• Cincin Waldeyer merupakan jaringan
limfoid yang mengelilingi faring. Bagian
terpentingnya adalah tonsil palatina dan
tonsil faringeal (adenoid).
HISTOLOGI

• Secara histologis tonsil


mengandung 3 unsur utama
yaitu jaringan ikat atau
trabekula (sebagai rangka
penunjang pembuluh darah,
saraf dan limfa), folikel
germinativum (sebagai pusat
pembentukan sel limfoid
muda) serta jaringan
interfolikel (jaringan limfoid
dari berbagai stadium).
VASKULARISASI
Tonsil mendapat pendarahan
dari cabang-cabang A. karotis
eksterna, yaitu :
• A. Maksilaris eksterna (A.
fasialis) dengan cabangnya A.
tonsilaris dan A. Palatina
asenden.
• A. Maksilaris interna dengan
cabangnya A. palatina
desenden.
• A. Lingualis dengan
cabangnya A. lingualis dorsal.
• A. Faringeal asenden.
PERSARAFAN
• Tonsil bagian atas
mendapat sensasi
dari serabut saraf V
melalui ganglion
sfenopalatina dan
bagian bawah dari
saraf glossofaringeus
(N.IX)
• Adenoid atau tonsil faringeal adalah jaringan limfo epitel
berbentuk triangular yang terletak pada aspek porterior.
Adenoid berbatasan dengan kavum nasi dan sinus
paransalis pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius
– telinga tengah – kavum mastoid pada bagian lateral.
Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ke tujuh
embryogenesis. Adenoid akan terus bertumbuh hingga usia
kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami regresi
(kemunduran).
• Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan
dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah
anterior massa ini terdapat foramen sekum
pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh
papilla sirkumvalata
• Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu :
• Menangkap dan mengumpulkan bahan
asing dengan efektif.
• Sebagai organ utama produksi antibodi
dan sensitisasi sel limfosit T dengan
antigen spesifik
• Ukuran Tonsil:
• T0 : Post Tonsilektomi
• T1 : Tonsil masih terbatas dalam Fossa Tonsilaris
• T2 : Sudah melewati pillar anterior belum melewati garis
paramedian (pillar post)
• T3 : Sudah melewati garis paramedian, belum melewati garis
median
• T4 : Sudah melewati garis median
DIFTERI
DEFINSI
• Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan
oleh Corynebacterium Diphteriae.Infeksi
biasanya terdapat pada faring, laring,
hidung dan kadang pada kulit, konjungtiva,
genitalia dan telinga. Infeksi ini
menyebabkan gejala-gejala lokal dan
sistemik, efek sistemik terutama karena
eksotoksin yang dikeluarkan oleh
mikroorganisme pada tempat infeksi
EPIDEMIOLOGI
Kasus difteri tidak pernah mereda , Jumlah kasus difteri di
Indonesia pada tahun 2006, 2008, 2009, 2010 dan 2011 berturut-
turutadalah 432, 210, 187, 432, dan 650 kasus. Sebanyak 11
anak meninggal dunia dari 333 kasus difteri yang muncul di
Jawa Timur (Jatim) selama tahun 2011. Karena itu, pemerintah
Provinsi Jatim menetapkan KLB difteri 7 Oktober 2011, bahkan
tahun ini di Sumatera Barat pada Januari 2015 sebanyak lima
orang dinyatakan suspek atau diduga difteri

Gambaran kasus difteri di dunia berdasarkan WHO


diperkirakan ada 2500 kematian pada tahun 2011 dan pada
tahun 2013 masih ditemukan 4680 kasus difteri.
ETIOLOGI
• Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae, kuman ini dikenal
juga dengan sebagai basil Klebs-Löffler, karena ditemukan pada tahun 1884
oleh bakteriolog Jerman, Edwin Klebs (1834-1912) dan Friedrich Löffler
(1852-1915).
• Bakteri ini berbentuk batang ramping berukuran 1,5-5 um x 0,5-1 um, tidak
berspora, tidak bergerak, termasuk Gram positif, memiliki banyak bentuk
(polymorph), memfermentasi glukosa, menghasilkan eksotoksin, dan tidak
tahan asam. Bersifat anaerob fakultatif, namun pertumbuhan maksimal
diperoleh pada suasana aerob. Ciri khas C. diphteriae adalah pembengkakan
tidak teratur pada salah satu ujungnya, yang menghasilkan bentuk seperti
"gada" (club shape)
CARA PENULARAN DIFTERI
PATOGENESIS
Patogenesis difteri didasarkan pada dua faktor penentu utama
yaitu :

Kemampuan strain
C.difteri untuk Kemampuannya
berkoloni di rongga untuk menghasilkan
nasofaring dan / atau toksin difteri.
pada kulit,

Membentuk Menghasilkan
Pseudomembran eksotoksin
•.

MANIFESTASI KLINIS
Biasanya pembagian dibuat menurut tempat atau lokalisasi jaringan
yang terkena infeksi. Pembagian berdasarkan berat ringannya
penyakit, sebagai berikut:

Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung


dengan gejala hanya nyeri menelan.

Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring


(dinding belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan
pada laring.

Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan
gejala komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis
(kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).
•Difteri faring dan tonsil

Masa inkubasi difteri adalah 2-5 hari (berkisar, 1-10 hari).Penyakit ini
dapat melibatkan hampir semua membrane mukosa. Gambaran klinik
tergantung pada lokasi anatomi yang dikenai.

Beberapa tipe difteri berdasarkan lokasi anatomi adalah pasien :


Difteri faring dan
Difteri hidung
tonsil
Mula-mula tampak pilek, Pada kondisi yang lebih berat diawali
dengan radang tenggorokan dengan
kemudian secret yang peningkatan suhu tubuh yang tidak
keluar tercampur darah terlalu tinggi, pseudomembran awalnya
hanya berupa bercak putih keabu-abuan
sedikit yang berasal dari yang cepat meluas ke nasofaring atau ke
pseudomembran. laring, nafas berbau, dan ada
pembengkakan regional leher tampak
Penyebaran seperti leher sapi (bull’s neck). Dapat
pseudomembran dapat terjadi sakit menelan, dan suara serak
serta stridor inspirasi walaupun belum
mencapai faring dan laring. terjadi sumbatan laring.
Difteri laring Difteri kutaneus dan
vaginal
Gejala gangguan nafas berupa
suara serak dan stridor inspirasi
jelas dan bila lebih berat timbul
sesak nafas hebat, sianosis, dan Gejala berupa luka mirip
tampak retraksi suprasternal serta sariawan pada kulit dan
epigastrium.Ada bull’s neck, vagina dengan pembentukan
laring tampak kemerahan dan membran diatasnya.
sembab, banyak sekret, dan
permukaan ditutupi oleh
pseudomembran
TANDA DAN GEJALA

Demam, suhu tubuh


Batuk dan pilek yang
meningkat sampai
ringan.
38,9 derjat Celcius,

Sakit dan
Mual, muntah , sakit
pembengkakan pada
kepala.
tenggorokan

Adanya pembentukan
selaput di tenggorokan
Kaku leher
berwarna putih ke abu
abuan kotor.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Bakteriologik. Preparat apusan kuman difteri dari bahan apusan
mukosa hidung dan tenggorok (nasofaringeal swab).
b. Kultur lesi tenggorokan dibutuhkan untuk diagnose klinis, untuk
isolasi primer menggunakan agar Loeffler, atau agar tellurite Tinsdale.
c. Darah lengkap : terdapat penurunan kadar hemoglobin dan
leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar
albumin. Pada urin terdapat albuminuria ringan
d. Ureum dan kreatinin (bila dicurigai ada komplikasi ginjal).
e. Urin lengkap : protein dan sedimen.
f. EKG secara berkala untuk mendeteksi toksin basil menyerang sel otot
jantung dilakukan sejak hari 1 perawatan lalu minimal 1x seminggu,
kecuali bila ada indikasi biasa dilakukan 2-3x seminggu.
g. Schick Tes: tes kulit untuk menentukan status imunitas penderita,
suatu pemeriksaan swab untuk mengetahui apakah seseorang telah
mengandung antitoksin
TATALAKSANA

a. Anti Diphtheria Serum (ADS)


• Difteria Hidung 20.000 Intramuscular,
• Difteria Tonsil 40.000 Intramuscular / Intravena.
• Difteria Faring 40.000 Intramuscular / Intravena.
• Difteria Laring 40.000 Intramuscular / Intravena.
• Kombinasi lokasi diatas 80.000 Intravena Difteria
+ penyulit, bullneck 80.000-100.000 Intravena.
• Terlambat berobat (>72 jam) 80.000-100.000
Intravena.
b. Antibiotik
Dosis:
• Penisilin prokain 25.000-50.000 IU/kgBB/hari
intramuskuler, selama 14 hari atau bila hasil
biakan 3 hari berturut-turut negatif.
• Eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari, maks 2 g/hari,
per oral, tiap 6 jam selama 14 hari.
• Penisilin G kristal aqua 100.000-150.000
U/kgBB/hari, i.m. atau i.v. , dibagi dalam 4 dosis,
diberikan selama 14 hari.
c. Kortikosteroid
Prednison 2 mg/kgBB/hari.
d. Simptomatis
Dapat diberikan antipiretik untuk menurunkan
demam, jika pasien anak gelisah berikan sedatif,
dan apabila batuk bisa diberikan antitusif.
e. Pengobatan Penyulit
Pengobatan terutama ditujukan untuk menjaga
agar hemodinamika tetap baik. Bila tampak
kegelisahan, iritabilitas serta gangguan pernafasan
yang progresif merupakan indikasi tindakan
trakeostomi.
Difteria
Hidung
Angina Plaut
Difteria Vincent
(Stomatitis
Kulit ulcero
membranosa)

DIFERENSIAL
DIAGNOSIS

Difteria Difteria
Laring Faring
Penyakit kelainan
darah, seperti
Leukemia Akut,
Angina
agranulositosis,
Infeksi
mononukleosis
KOMPLIKASI
Miokarditis bisa
menyebabkan
gagal jantung

Tertutupnya Kelumpuhan saraf


jalan nafas oleh atau neuritis
pseudomembran perifer
menyebabkan
yang gerakan menjadi
mengakibatkan tidak terkoordinasi
sumbatan dan gejala lainnya

Kerusakan saraf
Kerusakan yang berat bisa
ginjal (nefritis) menyebabkan
kelumpuhan
PROGNOSIS
Virulensi kuman dan Status kekebalan
penderita

Lokasi dan perluasan membran

Kecepatan terapi dan Ada atau


tidaknya komplikasi

Keadaan umum penderita, misalnya


prognosisnya kurang baik pada
penderita gizi kurang.

Umur penderita, karena makin muda


umur anak prognosis makin buruk
DAFTAR PUSTAKA

• Cindy Weinbaum,dr. Centers for Disease Control and Prevention Epidemiology and Prevention of
Vaccine-Preventable Diseases, 13th Edition. April 2015.p 1-12.
• Imunisasi Efektif Cegah Difteri diunduh tanggal 15 Januari 2018 dari
http://www.depkes.go.id/article/view/16021500001/imunisasi-efektif-cegah-difteri.html
• B Viswanatha, DO and Arlen D Meyers. Tonsil and Adenoid Anatomy : Overview, Gross
Anatomy, Microscopic Anatomy. July 20, 2015.p 1-10.
• Jácomo, AL., Akamatsu, FE., Andrade, M. and Margarido, NF. Pharyngeal Lymphatic Ring:
Anatomical Review. June 18, 2010. P 1-3.
• Ted L. Hadfield, Peter McEvoy, Yury Polotsky, Vsevolod A. Tzinserling, and Alexey A.
Yakovlev. The Pathology of Diphtheria. 2000. p 1-5.
• Satari, Hindra Irawan. Current Evidences in Pediatric Emergencies Management: Diphtheria Re-
emerging Disease. 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. p 25-23
• Murphy, John R. Corynebacterium Diphtheriae diunduh tanggal 15 Januari 2018 dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK7971/
• Murtaza Mustafa, IM.Yusof, Jeffree, EM.Illzam, SS.Husain, AM.Sharifa. Diphtheria: Clinical
Manifestations, Diagnosis, and Role of ImmunizationIn Prevention. August, 2016. p 1-6.
• Rusmarjono dan Arsyad Soepardi, Efiaty. 2010. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid.
Dalam : Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.W., ed. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI, h.220-24.

Anda mungkin juga menyukai