Anda di halaman 1dari 73

Aplikasi Keperawatan pada

bayi/anak dengan gangguan


sistem pencernaan
Kelompok 5
Dwi widya astuti
Fadillah nur kosugih
Haerunnisa
Ista livia dini
Laras dyah saputri
mardiani
Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja
yang lebih banyak dari biasanya (normal 100 – 200 ml per jam
tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair
(setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang
meningkat
Penyebab
Menurut Widoyono (2008) penyebab diare dapat
dikelompokkan menjadi :
 Virus : Rotavirus (40-60%), Adenovirus
 Bakteri : Escherichia coli (20-30%), Shigella sp. (1-2%) Vibrio
cholera.
 Parasit : entamoeba histolytica (<1%), Giardia lamblia,
Cryptosporidium
 Keracunan Makanan
 Malabsorpsi : karbohidra, lemak, dan protein.
 Alergi : makanan, susu sapi,
 Imunodefisiensi : AIDS
Patofisiologi
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan
osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain
itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding
usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian
terjadi diare. Gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan
hiperperistaltik dan hipoperistaltik.
Gejala Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah,
demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau
kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung
lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat
dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau
gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut.
Komplikasi Penyakit Diare

Kekurangan cairan/dehidrasi
Infeksi berat
Ketidak seimbanagn dengan elektrolit
Malnutrisi
Klasifikasi diare

 Dehidrasi ringan : dimana berat badan menurun 3 – 5 %


dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 ml/kgBB.
 Dehidrasi sedang : dimana berat badan menurun 6 – 9 %
dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 – 90
ml/kgBB.
 Dehidrasi berat : dimana berat badan menurun lebih dari 10
% dengan volume cairan yang hilang sama dengan atau
lebih dari 100 ml/kgBB
Penatalaksanaan Medis

Dasar-dasar penatalaksanaan diare pada anak


Pada dehidrasi ringan diberikan :
 Oralit + cairan
 ASI/susu yang sesuai
 Antibiotika (hanya kalau perlu saja)
Pengobatan diare lebih mengutamakan pemberian cairan,
kalori dan elektrolit yang bisa berupa larutan oralit (garam
diare) guna mencegah terjadinya dehidrasi berat, sedangkan
antibiotika atau obat lain hanya diberikan bila ada indikasi yang
jela
Asuhan Keperawatan ( Diare )

 Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2
tahun pertama kehidupan. Keluhan Utama
 Riwayat Penyakit Sekarang
• Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat Nutrisi
• Riwayat Kesehatan Keluarga
• Riwayat Kesehatan Lingkungan
Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan

 Pertumbuhan
 Perkembangan
 Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan,
bergaul dan mandiri
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Penunjang
 Penatalaksanaan Diare
Diagnosa Keperawatan

 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang.
 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
 Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses
infeksi skunder terhadap diare.
 Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan
peningkatan frekwensi diare.
 Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan
BB menurun terus menerus.
 Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40
x/mnt )
Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak
cekung.
Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
Rasional : Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin.
Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
2. Pantau intake dan output
Rasional : Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat
keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3. Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan
kehilangan cairan 1 lt
4. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
Rasional : Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5. Kolaborasi :
Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
Rasional : koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
6. Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
Rasional : Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
7. Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
Rasional : Anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang
Diagnosa 2 :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungandengan tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama
dirumah di RS kebutuha nutrisi terpenuhi
Kriteria : Nafsu makan meningkat dan BB meningkat atau
normal sesuai umur
Intervensi : Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan
berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
Rasional : Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang
mengiritasi lambung dan sluran usus.
1. Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau
sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
Rasional : situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
2. Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
Rasional : Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
3. Monitor intake dan out put dalam 24 jam
Rasional : Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan 4.
Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain : terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
5. obat-obatan atau vitamin ( A)
Rasional : Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan
dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
 Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan
selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
 Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
 Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio
leasa)
Intervensi :
 Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
Rasional : Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal
fungsi tubuh ( adanya infeksi)
 Berikan kompres hangat
Rasional : merangsang pusat pengatur panas untuk
menurunkan produksi panas tubuh
 Kolaborasi pemberian antipirektik
Rasional : Merangsang pusat pengatur panas di otak
Aplikasi keperawatan pada bayi/anak dengan gangguan
gizi obesitas dan kwashiorkor dan maramus

Obesitas
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi
akibat akumulasi jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat
mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi bila besar dan
jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang
Etiologi Obesitas
 Genetik
 Aktivitas fisik
 Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap
pengendalian berat tubuh
 Perilaku makan
 Neurogenik
 Hormonal
 Dampak penyakit lain
Patofisiologi

Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa pengontrolan


nafsu makan dan tingkat kekenyangan seseorang diatur oleh
mekanisme neural dan humoral (neurohumoral) yang
dipengaruhi oleh genetik, nutrisi,lingkungan, dan sinyal
psikologis.
.Manifestasi klien

Paha tampak besar, terutama pada bagian proximal, tangan relatif kecil dengan jari – jari
yang berbentuk runcing.
Kelainan emosi raut muka
Dada dan payudara membesar
Abdomen, membuncit
Lengan atas membesar
Pada penderita sering ditemukan gejala gangguan emosi
Komplikasi
Berhubungan erat dengan Sindrom metabolik merupakan satu
kelompok kelainan metabolik selain obesitas, meliputi
resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa, abnormalitas
lipid dan hemostasis, disfungsi endotel dan hipertensi
Penatalaksanaan

 Merubah gaya hidup


 Terapi Diet
 Aktifitas Fisik
 Terapi perilaku
 Farmakoterapi
Asuhan Keperawatan Obesitas

Pengkajian
1). Identitas Pasien
2). Riwayat kesehatan
3). Pemerikasaan fisik
4). Pemeriksaan penunjang
5).Pola fungsi kesehatan
Diagnosa keperawatan yang munkin muncul

 Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh yang


berhubungan denganintake makanan yang lebih.
 Gangguan pencitraan diri yang berhubungan dengan
biofisika atau psikosial pandangan pasien tehadap diri.
 Hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan
ungkapan atau tampak tidak nyaman dalam situasi sosial.
 Pola napas tak efektif yang berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru, nyeri, ansietas, kelemahan dan obstruksi
trakeobronkial.
Perencanaan
Setelah pengumpulan data, megelompokkan dan menentukan
diagnosa keoerawatan yang mungkin muncul, maka tahapan
selanjutnya adalah menentukkan prioritas, tujuan dan rencana
tindakkan keperawatan.
Diagnosa 1 : Perubahan nutrisi Lebih dari kebutuhan tubuh
yang berhubungan dengan intake makanan yang lebih.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi kembali normal.
Kriteria hasil : Perubahan pola makan dan keterlibatan individu
dalam program latihan Menunjukan penurunan berat badan.
Intervensi :
1. Kaji penyebab kegemukan dan buat rencana makan dengan
pasien
2. Timbang berat badan secara periodic
3. Tentukan tingkat aktivitas dan rencana program latihan diet.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentujan keb kalori dan
nutrisi penurunan berat badan.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penekan
nafsu makan (ex.dietilpropinion)
Rasional :
1. Mengidentifikasi / mempengaruhi penentuan intervensi
2. Memberikan informasi tentang keefektifan program
3. Mendorong pasien untuk menyusun tujuan lebih nyata dan
sesuai dengan rencana
4. Kalori dan nurtisi terpenuhi secara normal
5. Penurunan berat badan
Diagnosa 2 : Gangguan pencitraan diri b.d biofisika atau
psikosial pandangan pasien tehadap diri.
Tujuan : Menyatakan gambaran diri lebih nyata
Kriterian hasil : Menunjukkan beberapa penerimaan diri dari
pandangan Idealism Mengakui indiviu yang mempunyai
tanggung jawab sendiri
Intervensi :
 Beri privasi kepada pasien selama perawatan
 Diskusikan dengan pasien tentang pandangan menjadi gemuk dan apa
artinya bagi pasien trsebut.
 Waspadai mitos pasien / orang terdekat
 Tingkatkan komunikasi terbuka dengan pasien untuk menghondari
kritik.
 Waspadai makan berlebih
 Kolaborasi dengan kelompok terapi
Rasional :
 Individu biasanya sensitif terhadap tubuhnya sendiri
 Pasien mengungkapkan beban psikologisnya
 Keyakinan tentang seperti apa tubuh yang ideal atau motifasi
dapat menjadi upaya penurunan berat badan.
 Meningkatkan rasa kontrol dan meningkatkan rasa ingin
menyelesaikan masalahnya Pola makan terjaga dan
Kelompok terapi dapat memberikan teman dan motifasi
Diagnosa 3 : Hambatan interaksi sosial b.d ungkapan atau
tampak tidak nyaman dalam situasi social
Tujuan : Mengungkapkan kesadaran adanya perasaan yang
menyebabkan interaksi sosial yang buruk
Kriteria hasil : Menunjikan peningkatan perubahan positif
dalam perilaku sosial dan interpersonal.
Intervensi :
1. Kaji perilaku hubungan keluarga dan perilaku sosial
2. Kaji penggunaan ketrampilan koping pasien
3. Rujuk untuk terapi keluarga atau individu sesuai dengan
indikasi

Rasional :
1. Keluarga dapat membantu merubah perilaku sosial pasien
2. Mekanisme koping yang baik dapat melindungi pasien dari
perasaan Kesepian isolasi
3. Pasien mendapat keuntungan dari keterlibatan orang
terdekat untuk memberi dukungan.
Etiologi

Kwashiorkor terjadi karena adanya defisiensi protein pada


anak karena kandungan karbohidrat makanan tersebut tinggi,
tapi mutu dan kandungan proteinnya sangat rendah. Faktor
yang paling mungkin adalah menyusui, ketika ASI digantikan
oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak seimbang. Selain
makanan yang tidak mengandung protein, penyakit
kwashiorkor juga dapat ditimbulkan karena gangguan
penyerapan protein, misalnya pada keadaan diare kronik,
kehilangan protein secara tidak normal
 Edema, umunya seluruh tubuh terutama pada punggung kaki (dorsum pedis).
 Wajah membulat dan sembab.
 Pandangan mata sayu.
 Rambut tipis kemerahan seperti
Tanda warna
danjagung,
Gejalamudah di cabut tanpa rasa sakit
dan rontok. Anak yang rambutnya keriting dapat menjadi lurus.
 Perubahan status mental, apatis, dan rewel.
 Tidak nafsu makan.
 Pembesaran Hati.
 Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata diperiksa pada posisi berdiri atau duduk.
 Warna kulit pucat. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement
dermatosis).
 Sering disertai: penyakit infeksi, umumnya akut; anemia; dan diare.
Patofisiologi

Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme


jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi
dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainanan
yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel
yang meyebabkan edema dan lemak dalam hati.
Epidemiologi

Kwashiorkor paling sering terjadi di negara yang belum


berkembang atau masih dalam garis kemiskinan. Negara-
negara yang paling sering terdeteksi penyakit ini adalah
negara-negara di benua Afrika. Kwashiorkor cenderung terjadi
di negara-negara dimana serat dan makanan digunakan untuk
menyapih bayi (misalnya umbi jalar, singkong, beras, kentang
dan pisang) sedikit mengandung protein dan sangat banyak
mengandung zat tepung,
Manifestasi Klinis

Salah satu manifestasi yang paling serius dan konstan adalah


imunodefisiensi sekunder. Misalnya, campak dapat memburuk
dan mematikan pada anak malnutrisi. Pada anak dapat terjadi
anoreksia, kekenduran jaringan subkutan, dan kehilangan
tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat serta
sering terjadi infiltrasi lemak
Perubahan-perubahan pada kwashiorkor
sebagai berikut.

 Wujud umum:
secara umum, penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus,
atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial
serta asites. Muka penderita seperti moon face akibat
terjadinya edema.
Retardasi pertumbuhan
Perubahan mental
 Kelainan rambut
 Kelainan kulit
 Kelainan gigi dan tulang
Komplikasi dan Prognosis
Kwashiorkor yang tidak cepat diatasi akan mengakibatkan
marasmus bahkan marasmus-kwashiorkor. Anak akan mudah
terserang infeksi, seperti diare, ISPA (infeksi saluran
pernapasan atas), TBC, polio, dan lain-lain. Lebih dari 40%
anak-anak yang menderita Kwashiorkor meninggal karena
gangguan elektrolit, infeksi, hipotermia, dan kegagalan jantung
Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium:
 penurunan kadar albumin serum merupakan perubahan yang
paling khas
 glukosa dalam darah rendah
 ekskresi hidroksiprolin urin yang berhubungan dengan
kreatinin dapat turun
 asam amino esensial plasma turun terhadap angka asam
amino non esensial dan dapat menambah aminoasiduria.
2. Pemeriksaan air kemih menunjukkan peningkatan ekskresi
hidroksiprolin dan adanya amino asidulia.
3. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat
4. Pemeriksaan autopsi penderita kwashiorkor menunjukkan
kelainan pada hampir semua organ tubuh
Penatalasanaan
Dalam mengatasi kwashiorkor adalah dengan memberikan
makanan bergizi secara bertahap. Bila bayi menderita
kwashiorkor, maka bayi tersebut diberi susu yang diencerkan
Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah anak


terkena Kwashiorkor adalah mencukupi kebutuhan protein
yang lengkap dengan mengkonsumsi sumber protein yang
dikombinasikan antara sumber protein hewani dan sumber
protein nabati sehingga saling melengkapi jumlah protein yang
harus dikonsumsi bayi setiap hari
Asuhan Keperawatan kwashiorkor

Pengkajian
 Identitas Pasien
 Riwayat sakit dan Kesehatan
 Riwayat penyakit sekarang
 Riwayat Peri natal (prenatal dan Intranatal, post natal)
 Riwayat penyakit keluarga.
 Pengkajian Psikososial
 Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas
 Riwayat nutrisi
 Riwayat pertumbuhan perkembangan
 Pola nutrisi dan metabolisme
 Pola aktivitas dan latihan
 Pola eliminasi
Pemeriksaan Fisik

Penampilan Umum
 Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat,
kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan
pretibial serta asites.
 Pengukuran Antopometri
Berat badan menurut usia < 80 % dari berat badan normal
usianya. LLA (Lingkar Lengan Atas) <14cm
Pemeriksaan Penunjang
 Penurunan kadar albumin (Kadar Albumin normal : 3.5-5.0 g/dl)
 Penurunan kadar kreatinin
 Kurangnya kadar kalsium, kalium dan magnesium
 Penurunan kolesterol (Kadar Kolesterol normal : < 200 mg/dl)
 Kadar globulin dalam serum kadang-kadang menurun akan
tetapi tidak sebanyak menurunnya albumin serum, hingga pada
kwashiorkor terdapat rasio albumin/globulin yang biasanya 2
menjadi lebih rendah, bahkan pada kwashiorkor yang berat
ditemukan rasio yang terbalik (Kadar globulin normal: 2.0- 3.5
g/dl)
 Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah
dari pada asam amino non essiensial.
Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul
 Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
berhubungan dengan asupan kalori dan protein
yang tidak adekuat.
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat,
anoreksia dan diare.
 Gangguan kekurangan cairan berhubungan
dengan intake cairan tidak adekuat.
 Gangguan persepsi sensori (penglihatan)
berhubungan dengan defisiensi vitamin A.
Diagnosa 1: Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
Tujuan/ kriteria hasil : pasien mampu bertumbuh dan berkembang
sesuai usianya.
Intervensi:
 Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-
tugas perkembangan sesuai uisa anak.
 Kaji keadaan fisik kemampuan anak.
 Lakukan pemberian makanan/minuman sesuai terapi diit pemulihan.
 Lakukan program antropometrik secara berkala.
 Lakukan stimulasi tingkat perkembanngan sesuai dengan usia klien.
 Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan
perkembanagan (puskesmas/posyandu)
Rasional

 Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang


keterlambatann pertumbuhan dan perkembangan anak.
 Untuk mengetahui pertumbuhan fisik dan tugas
perkembangan anak yang belum tercapai sesuai umur.
 Diit khusus untuk pemulihan nutrisi diprogramkan secara
bertahap sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan
toleransi system pencernaan.
 Untuk menilai perkembangan masalah klien.
Diagnosa 2: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan
diare.
Tujuan dan kriteria hasil : kebetuhan nutrisi pasien adekuat.
Intervensi:
 Kaji antropometri.
 Kaji pola makan klien.
 Berikan intake makan tinggi potein, kalori, mineral, dan vitamin.
 Timbang berat badan.
 Tingkat pemberian ASI dengan pemasukan nutrisi yang adekuat
pada ibu
 Kolaborasi dengan ahli gizi.
 Untuk menentukan berat badan, osteometri dan resiko berat
berlemak, kurus.
 Untuk mengetahui kebiasaan makan klien.
 Untuk mempertahankan berat badan, kebutuhan memenuhi
metabolik dan meningkatkan penyembuhan.
 Untuk menentukan diet dan menetahui keefektifan terapi.
 Pemberian ASI yang adekuat mempengaruhi kebutuhan
nutrisi si anak dan pemasukan nutrisi pada ibu dapat
meningkatkan produksi ASI si ibu.
 Diangnosa 4: Gangguan persepsi sensori (penglihatan)
berhubungan dengan defisiensi vitamin A.
 Ketiraeria hasil : tidak terjadi gangguan persepsi sensori
(penglihatan)
Intervensi :
 Kaji ketajaman pengelihatan.
 Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani
keterbatasan pengelihatan, contoh : kurangi kekacauan, atur
prabot, perbaiki sinar yang suram dan masalah pengelihatan
malam.
 Kolaborasikan untuk dilakukan Test adaptasi gelap.
 Lakukan kolaborasi untuk pemberian obat sesuai indikasi,
pemberian vitamin A dalam dosis terapeutik yaitu vitamin A
oral
Rasional :
1. Untuk mengetahui ketajaman pengelihatan klien dan sumber
pengelihatan
menurut ukuran yang baku.
2. Pada saat intervensi dini mencegah kebutaan, pasien
menghadapi kemungkinan kehilangan pengelihatan sebagian atau
total, meskipun kehilangan pengelihatan telah terjadi tidak dapat
diperbaiki meskipun dengan pengobatan kehilangan lanjut dapat
dicegah.
3. Untuk menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan
perubahan
lapang pandang atau kehilangan pengelihatan dan akomodasi
pupil terhadap sinar lingkungan
Pengertian Maramus
keadaan kurang gizi yang disebabkan karena rendahnya
konsumsi energi kalori dan protein dalam makanan sehari-hari
sehingga mengakibatkan tidak adekuatnya intake kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh
Etiologi

1. Pemasukan kalori yang tidak mencukupi, sebagai akibat


kekurangan dalam susunan makanan.
2. Kebiasaan-kebiasaan makanan yang tidak layak, seperti
terdapat pada hubungan orang tua-anak yang terganggu atau
sebagai akibat kelainan metabolisme atau malformasi bawaan.
3. Gangguan setiap sistem tubuh yang parah dapat
mengakibatkan terjadinya malnutrisi.
Tanda dan Gejala

 Wajah seperti orang tua.


 Pertumbuhan dan perkembangan terganggu.
 Terjadi pantat begi karena terjadi atrofi otot.
 Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput
dan turgor kulit jelek.
 Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang
jelas.
 Nadi lambat dan metabolisme basal menurun.
Patofisiologi
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja
membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga untuk
memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya
seperti asam amino untuk komponen homeostatik
Komplikasi
• Defisiensi Vitamin A
• Infestasi Cacing
• Bronkopneumonia
• Noma
Penatalaksanaan
1. Atasi / cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah dehidrasi
3. Koreksi gangguan keseimbang elektrolit
4. Obati / cegah infeksi dengan pemberian antibiotik
Pencegahan
 Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun Ditambah
dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur
6 tahun ke atas.
 Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan
lingkungan dan kebersihan perorangan.
 Pemberian imunisasi.
 Mengikuti program keluarga berencana
 Penyuluhan/pendidikan gizi
Asuhan Keperawatan Maramus

• Pengkaian
Alasan Masuk
Focus pengkajian marasmus
menurut Mi Ja Kim
Diagnosa Keperawatan
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake
makanan tidak adekuat (nafsu makan
berkurang).
Defisit volume cairan berhubungan
dengan diare.
Gangguan integritas kulit berhubungan
dengan gangguan nutrisi/status metabolik.
Rencana perawatan

1.
Tujuan & kriteria hasil
 Tujuan : Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
 Kriteria hasil : meningkatkan masukan oral
Intervensi
1. Dapatkan riwayat diet
2. Dorong orang tua atau anggota keluarga lain untuk
menyuapi anak atau ada disaat makan.
3. Sajikan makan sedikit tapi sering.
Rasional
1.Untuk mengetahui asupan Kalori
2.untuk meningkatkan selera makan
3.meningkatkan asupan nutrisi
4. proses penyembuhan pada anak
2.
Tujuan : Tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil : Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan
suhu, turgor kulit baik.
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
2. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
3. Ukur haluaran urine dengan akurat
3.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil :
kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal
Intervensi :
1. Monitor kemerahan,
pucat,ekskoriasi
2.Dorong mandi 2x sehari dan gunakan lotion setelah mandi.
3.Massage kulit Kriteria hasil ususnya diatas penonjolan tulang
Lanjutan,,,,
Rasional
1.mengetahui keadaan umum

2.untuk meningkatkan personal hygiene

3.mempelancar peredaran darah

Anda mungkin juga menyukai