Anda di halaman 1dari 24

Pengkajian Pada Sistem Saraf Kranial

Kelompok 13
Sistem Persarafan
Sistem persarafan terdiri dari sel-sel saraf yang disebut
neuron dan jaringan penunjang yang disebut neuroglia .
Tersusun membentuk sistem saraf pusat (SSP) dan
sistem saraf tepi (SST). SSP terdiri atas otak dan
medula spinalis sedangkan sistem saraf tepi merupakan
susunan saraf diluar SSP yang membawa pesan ke dan
dari sistem saraf pusat. Sistem persarafan berfungsi
dalam mempertahankan kelangsungan hidup melalui
berbagai mekanisme sehingga tubuh tetap mencapai
keseimbangan
Bagian bagian yang menyusun otak

1. Otak elsternal

2. Medula oblongata

3. Pons

4. Otak tengah
Sistem saraf kranial

Saraf kranial adalah simpul-simpul saraf yang


berada di kepala (cranium = kepala). Saraf kranial
adalah saraf-saraf yang langsung keluar dari otak,
lain dengan saraf spinal yang keluar dari segmen-
segmen medula spinalis. Pada manusia, terdapat
dua belas pasang saraf kranial. Hanya pasangan
saraf pertama dan kedua yang keluar dari otak
besar (cerebrum), sisanya 10 pasang saraf kranial
keluar dari batang otak. Saraf kranial merupakan
bagian dari sistem saraf sadar.
Bagian – bagian saraf kranial

1. Saraf kranial nervus olfaktorius

2. Saraf kranial II – nervus optikus

3. Saraf kranial III - nervus okulomotorius

4. Saraf kranial IV – nervus trokhlearis

5. Saraf kranial V – nervus trigeminus

6. Saeaf kranial VI nervus abdusen


Lanjutan ….

7. Saraf kranial VII – nervus facialis

8. Saraf kranial VIII – nervus vestibulokokhlearis

9. Saraf kranial IX – nervus glossofaringeus

10. Saraf kranial X – nervus vagus

11. Saraf kranial XI – nervus asesorius

12. Saraf kranial XII – Nervus hipoglosus


Cara pemeriksaan 12 saraf kranial
1. Nervus Olfaktorius/ N ( sensorik ) Nervus olfaktorius diperiksa
dengan zat – zat (bau-bauan) seperti : kopi, the dan tembakau.

Cara pemeriksaan : tiap lubang hidung diuji terpisah. Pasien


atau pemeriksaan menutup salah satu lubang hidung pasien
kemudian passion disuruh mencium salah satu zat dan tanyakan
apakah pasien mencium sesuatu dan tanyakan zat yang dicium

Penilaian : pasien yang dapat mengenal semua zat dengan


baik desebut daya cium baik (normosmi). Bila daya cium
kurang disebut hiposmi dan bila tidak dapat mencium sama sekali
disebut anosmi.
Lanjutan…
2. Nervus Optikus/ N II

a. Ketajaman penglihatan Pasien disuruh membaca buku dengan jarak 35


cm kemudian dinilai apakah pasien dapat melihat tulisan dengan jelas,
kalau tidak bisa lanjutkan dengan jarak baca yang dapat digunakan
klien, catat jarak baca klien tersebut. Pasien disuruh melihat satu
benda, tanyakan apakah benda yang dilihat jelas/kabur, dua bentuk
atau tidak sama sekali/buta.

b. Cara pemeriksaan lapang penglihatan : alat yang digunakan sebagai


objek biasanya jari pemeriksaan. Fungsi mata diperiksa bergantian.
Pasien dan pemeriksa duduk atau berdiri berhadapan, mata yang akan
diperiksa berhadapan sejajar dengan mata pemeriksa. Jarak antara
pemeriksaa dan pasien berkisar 60-100 cm. mata yang lain ditutup.
Objek digerakkan oleh pemeriksa pada bidang tengah kedalam sampai
pasien melihat objek, catat beberapa derajat lapang penglihatan klien.
Lanjutan…
3. Nervus okulomotorius/N III (motorik)

Cara pemeriksaan : Dioperasikan apakah terdapat edema


kelopak mata, hipermi konjungtiva,hipermi sklerata kelopak mata
jatuh (ptosis), celah mata sempit (endophtalamus), dan bola mata
menonjol (exophtalamus).

4. Nervus Trokhlearis/ N IV (motorik)

cara pemeriksaan: Pemeriksaan pupil dengan menggunakan


penerangan senter kecil.
Lanjutan…
5. Nervus trigeminus / N V (motorik dan sensorik)

Cara pemeriksaan : pasien disuruh mengatup mulut kuat-kuat


kemudian dipalpasi kedia otot pengunyah (muskulus maseter
dan temporalis) apakah kontraksinya baik, kurang atau tidak
ada. Kemudian dilihat apakah posisi mulut klien simetris atau
tidak, mulut miring.

Cara pemerikasaan reflek kornea : pada saat pasien melihat


keatas , lakukan sentuhan ringan dengan sebuah gumpalan
kampas kecil di daerah temporal masing-masing kornea bila
terjadi kedipan mata, dan keluarnya air mata adalah respon yang
normal.
Lanjutan…
6. Nervus abdusen / N VI (motorik)

Cara pemeriksaan : Fungsi otot bola mata dinilai dengan


keenam arah utama yaitu lateral. Latera atas, medial atas, medial
bawah, lateral bawah, keatas dan kebawah. Pasien disuruh
mengikuti arah pemeriksaan yang dilakukan pemeriksa sesuai
dengan keenam arah tersebut.

7. Nervus fasialis/N VII (motorik dan sensorik)

Cara pemeriksaan : dengan memberikan sedikit berbagai zat


di 2/3 lidah bagian depan seperti fula, garam dan kina. Pasien
disuruh menjulurkan lidah pada waktu diuji dan selama
menentukan zat-zat yang dirasakan klien disebutkan atau ditulis
dikertas oleh klien.
Lanjutan…
8. Nervus akustikus / N VIII (sensorik)

a. Pengdengaran : diuji dengan mendekatkan, arloji ketelinga


pasien di ruang yang sunyi. Telinga diuji bergantian dengan
menutup salah satu telinga yang lain. Normal klien dapat
mendengar detik arloji 1 meter. Bila jaraknya kurang dari satu
meter kemungkinan pasien mengalami penurunan
pendengaran.

b. Keseimbangan : dilakukan dengan memperhatikan apakah klien


kehilangan keseimbangan hingga tubuh bergoyah-goyah
(keseimbangan menuurun) dan normal bila pasien dapat
berdiri/berjalan dengan seimbang.
Lanjutan…
9. Nerrvus glosso-faringeus/ N IX (motorik dan sensorik )

Cara pemeriksaan : dengan menyentuhkan tongspatel


keposterior faring pasien. Timbulnya reflek muntah adalah normal
(positif), negative bila tidak ada reflek muntah (motorik).

10. Nervus vagus /N X (motorik dan sensorik).

Cara pemeriksaan : pasien disuruhn membuka mulut lebar-


lebar dan disuruh berkata “aaah” kemudian dilihat apakah terjadi
regurgitasi kehidung. Lihat kesimetrisan pita suara dan observasi
denyut jantung klien apakah ada takikardi atau brakardi.
Lanjutan…
11. Nervus aksesorius/N XI (motorik)

Cara pemeriksaan : dengan menyuruh pasien menengok kesatu


sisi melawan tangan pemeriksa sedang mempalpasi otot wajah test
angkat bahu dengan pemeriksa menekan bahu pasien ke bawah
dan pasien berusaha mengangkat bahu keatas. Normal bila klien
dapat melakukannya dengan baik, bila tidak dapat kemungkinan klien
mengalami parase.

12. Nervus hipoglosus (motorik)

a. Cara pemeriksaan : pasien disuruh menjulurkan lidah dan


menarik lidah kembali, dilakukan berulang kali. Normal bila
gerakan lidah terkoordinasi dengan baik, parese /miring bila
terdapata lesi pada hipoglosus.
Lanjutan…
b. Pemeriksaan reflek
i. Refleks biseps
Dalam keadaan duduk : lengan bawah dalam pronasi rileks di atas paha
Dalam keaadaan berbaring : lengan ditaruh diatas bantal, lengan bawah
dan tangan di atas abdomen. Taruh ibu jari pemeriksa di atas tendon
biseps, tekan bila perlu untuk meyakinkan regang otot optimul, sebelum
mengetok.

ii. Refleks triseps

Posisi hampir sama dengan reflex beseps. Oleh karena tendon


pendek, kadang-kadang sukar mengetok sejumlah seribu : sekaligus .
sebaiknya pemeriksa melakukan dari arah samping belakang pasien
untuk memeriksa kontraksi. Ketokan dilakukan 5 cm di atas siku.
lanjutan…
iii. Refleks lutut / patell

Dalam posisi duduk : kaki tergantung dan rileks Dalam posisi berbaring :
tangan atau lengan bawah pemeriksa ditaruh dibawah lutut pasien, refleksi
sendi lutut kira-kira 20 derajat, sedangkan tumit pasien harus tetap berada di
atas tempat tidur. Bila perlu tangan pemeriksa diganti bantal supaya
kontraksi otot disamping terlihat dapat diraba pula. Palu reflek diketokan
diatas tendon lutut berganti-gatnti kanan dan kiri.

iv. Refleks archiles

Dalam posisi duduk : sama dengan posisi reflex biseps, kaki


dorsoflrkdi optimul untuk mendapatkan regangan cukup. Dalam posisi
berbaring : dilakukan fleksi panggul dan lutut sambil sedikit rotasi paha
keluar ketok tendon tumit/archiles dengan palu reflex.
Tujuan Pemeriksaan Saraf Kranial

Pemeriksaan fisik ini dilakukan sebagaimana pemeriksaan


fisik lainnya dan bertujuan untuk mengevaluasi keadaan fisik
klien secara umum dan juga menilai apakah ada indikasi
penyakit lainnya selain kelainan neurologis. Dalam
melakukan pemeriksaan fisik sistem persarafan seorang
perawat memerlukan pengetahuan tentang anatomi fisisiologi
dan patofisiologi dari sistem persarafan pengalaman dan
keterampilan perawat diperlukan dalam pengkajian dasar
kemampuan fungsional sampai manufer pemeriksaan
diagnostic canggih yang dapat menegakkan diagnosis
kelainan pada persarafan.
Hasil Pemeriksaan Pada Saraf Karnial
1. Nervus Olfaktorius/N I (sensorikk)

Hasil : Pasien yang dapat mengenal semua zat dengan baik disebut
daya cium baik (normosmi). Bila daya cium kurang disebut hiposmi dan
bila tidak dapat mencium sama sekali disebut anosmi.

2. Saraf optikus (N.II)

Hasil :
• Pada pasien dengan pemeriksaan ketajaman pengelihatan jika pasien tidak
bisa membaca kurang dari 6\6 maka pasien menderita miopi
• Pada pemeriksaan lapang pengelihatan untuk mengetahui seberapa jauh
lapang pandang pasien dan mengetahui apakah ada indikasi pasien
memiliki masalah pada mata salah satunya yaitu glaukoma.
Lanjutan…
3. Nervus Okulomotorikius/N III (motorik)

Hasil : Jika pada pasien saat dilakukan pengkajian ada beberapa


masalah yang menyebabkan bola menonjol kemungkinan pasien
terindikasi mengalami tekanan intrakranial.

4. Nervus Trokhlearis/N IV (motorik)

Hasil : Pupil mata yang terkena cahaya senter secara tiba-tiba akan
mengecil dibanding pupil mata yang tidak terkena cahaya dari senter. Mata
yang terkena cahaya secara tiba-tiba akan mengecil secara cepat dan iris
mendekat secara cepat, sedangkan mata yang tidak terkena.
Lanjutan…
5. Nervus Trigeminus/N V (motorik dan sensorikk)

Hasil :

• Pemeriksaan fungsi motorik nervus V (trigeminal) dengan mempalpasi otot


maaseter dan temporalis. Pasien diminta untuk mengatupkan gigi rapat-
rapat dan membuka mulut. Lesi nervus trigeminal unilateral dapat
menyebabkan deviasi rahang ke bagian yang lumpuh

• Refleks hentakan rahang (jaw jerk reflect) dapat diperiksa dengan meminta
pasien merilekskan otot rahangnya dan membuka sedikit mulut. Pemeriksa
menempatkan ibu jari ke dagu pasien dan memukulkan palu refleks dengan
ibu jari pasien sebagai alasnya. Refleks yang normal adalah pasien sedikit
megatupkan mulutnya setelah mendapatkan rangsangan.
Lanjutan…
6. Nervus Abdusens/N VI (motorik)

Hasil : Normal bila pasien dapat mengikuti arah dengan baik.


Terbatas bila pasien tidak dapat mengikuti dengan baik karena kelemahan
otot mata, ninstagmus bila gerakan bola mata pasien bolak balik
involunter.

7. Nervus Fasialis/N VII (motorik dan sensorik)

Hasil : Nervus fasialis mensarafi hampir semua otot di wajah, kecuali


otot mastikasi yang disarafi oleh nervus kranialis V (trigeminal).
Lanjutan..
8. Nervus Akustikus/N VIII (sensorikk)

Hasil : Bila jaraknya kurang dari satu meter kemungkinan pasien


mengalami penurunan pendengaran. Jika pasien mengalami penurunan
keseimbangan pasien tidak bisa berdiri tegah

9. Nervus Glosso-faringeus/N IX (motorik dan sensorik)

Hasil : Timbulnya reflek muntah adalah normal (positif), negative bila


tidak ada reflek muntah.
Lanjutan….
10. Nervus Vagus/N X (motorik dan sensorikk)

Hasil :Pemeriksa dapat memperhatikan apakah pasien memiliki suara


serak atau sengau. Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan
mengatakan “aaa”. Bila terjadi kelumpuhan (palsy) maka uvula akan berdeviasi
ke arah yang sakit

11. Nervus Aksesorius/N XI (motorik)

Hasil : Normal bila klien dapat melakukannya dengan baik, bila tidak
dapat kemungkinan klien mengalami parase.

12. Nervus Hipglosus/N XII (motorik)

Hasil : Normal bila gerakan lidah terkoordinasi dengan baik, parese/miring


bila terdapat lesi pada hipoglosus.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai