Anda di halaman 1dari 29

Hanafi

1820312003
Pendahuluan
 Kebanyakan para klinisi mempunyai permasalahan
dalam menentukan diagnosis
 Suatu uji diagnostik tidak hanya uji di laboraturium
dan alat tetapi prinsip diagnostiknya
 Nilai dari suatu uji tergantung dari accuracy
 Sama dengan uji prognosis: tetapi ada perbedaan
utama yaitu variabel keluarannya
Struktur Dari Uji Diagnostik
1. Nilai variabel prekditor :
Dikotom, kategorial, atau berkesinambungan
2. Variabel keluaran:
Ada atau tidaknya penyakit ditentukan dengan gold
standard
Pada uji prognostik variabel keluaran adalah keluaran
dari suatu penyakit
 Keterbatasan dari baku emas adalah :
a) Baku emas sering merupakan yang paling
mengandung resiko,secara teknis sulit, mahal atau
tidak praktis contoh : postmortem biopsi otak
b) Untuk beberapa keadaan seperti angina pectoris
tidak didapatka baku emas
Membandingkan dengan baku emas yang tidak
sempurna akan menghasilkan kesimpulan yang salah
bahwa uji yang baru lebih jelek dari baku emas yang
sedangkan faktanya lebih baik.
Karakteristik alat uji diagnostik
Sensitivitas dan spesifisitas
a) Batasan
- Sensitivitas : proporsi dari subjek yang berpenyakit yang
mempunyai uji yang positif – menunjukan seberapa baik
sesuatu uji itu dalam mengidentifikasi pasien dengan
penyakit
FB / (PB + NS)
PB = positif benar (true positive)
NS = negatif semu (false negative)
Sesuatu uji yang sensitif jarang salah dalam menentukan
orang dengan penyakit
- Spesifisitas : proporsi dari subyek tanpa penyakit yang
menunjukan uji negatif – menunjukan seberapa baik
sesuatu uji dalam mengidentifikasi orang tanpa
penyakit
NB / (NB + PS)
NB = negatif benar (true negative)
PS = positif semu (false positive)
Suatu uji yang spesifik jarang mengklasifikasi orang
tanpa penyakit sebagai orang yang sakit
b) Penggunaan uji-uji yang sensitif dan spesifik
 Suatu uji yang sensitif perlu dipilih apabila dianggap
penting untuk tidak kehilangan penyakit yang akan
dideteksi.
 Uji yang sensitif berguna pula apabila probabilitas
penyakit adalah rendah dan tujuan uji adalah
menentukan penyakit
 Uji spesifik sangat membantu apabila hasil ujinya
positif ( fletcher RH, 1988 )
c) Pertukar tambahan antar sensitivitas dan spesifisitas
 Suatu pertukar tambahan (trade offs) antara
sensitivitas dan spesifisitas diperlukan bila data klinik
merupakan rentangan (range) nilai
 Dalam keadaan demikian tempat titik potong yaitu
titik pada kesinambungan antara normal dan
abnormal, ditetukan secara kesukaanya (arbittory)
d) isu-isu yang mempengaruhi sensitivitas dan
spesifisitas
 Standar yang dipilih kurang kesahihannya (validitas)
 Spectrum dari pasien
Pasien semula yang akan digunakan dalam
menentukan sensitivitas dan spesifisitas dari suatu uji
adalah pasien yang jelas mempunyai penyakit dan
dibandingkan dengan sesorang yang jelas pula tidak
berpenyakit.
 Bias
Kadang sensitiviatas dan spesifisitas dari suatu uji
yang tidak ditegakkan berdasarkan cara dalam
menegakkan diagnosis sebenarnya ini akan
menimbulkan bias
 Peluang
Nilai Sensitivitas dan spesifisitas didapat dari
pengamatan sampel yang relatif sedikit dari orang
dengan atau tanpa penyakit. Semakin kecil sampel
makin lebar interval kepercayaannya dan makin besar
sampel makin sempit interval kepecayaannya.
Karakteristik Kinerja Uji
Nilai Prediktif
 Nilai Prediktif Positif adalah probabilitas bahwa sesorang
hasil dengan uji positif benar mempunyai penyakit
NPP = P ( D + ? T + ) = Sakit dengan uji positif
Semua yang dengan uji positif
 Nilai prediktif Negatif adalah probabilitas bahwa seseorang
dengan hasil uji negatif benar tidak mempunyai penyakit.
NPN = P ( D - / T - ) = tanpa penyakit dengan uji negatif
Semua dengan uji negatif
 Likelihood Ratio
Merupakan cara alternatif dalam menggambarkan
kinerja dari uji diagnostik. Likilihood ratio
merangkum informasi seperti halnya
sensitivitas/spesifisitas dan dapat dipakai untuk
menghitung probabilitas dari penyakit sesudah
sesuatu hasil uji positif atau negatif. Likilihood ratio
tergantung pada odds . Odds adalah rasio dari dua
probabilitas.
1. Odds = probabilitas kejadian
1 – Probabilitas Kejadian
2. 2. Probabilitas = Odds
1 + Odds
Contoh : Kalau dikatakan Oddsnya adalah 4 : 1
bahwa sebuah tim basket A akan menang
petandingan hari ini berarti bahwa tim A akan
mempunyai probabilitas 80% untuk menang atau
dapat dikatakan pula bahwa tim basket A
kemungkinan menang 4 kali dibanding lawan
lainnya.
 Biasanya :Likelihood Ratio dari nilai tertentu suatu uji
diagnosis adalah probabilitas dari hasil uji orang
dengan penyakit dibagi dengan hasil uji pada orang
tanpa penyakit. Likelihood Ratio menyatakan berapa
kali lebih besar (atau lebih kecil) kemungkinan suatu
hasil uji yang didapatkan pada orang sakit
dibandingkan dengan orang yang tidak sakit
 Likelihood ratio mempunyai tiga sifat yang bila
digabungkan akan merupakan strategi diagnostik
yang sangat kuat. Pertama, karena proporsi yang
menghasilkan likelihood ratio dihitung dihitung
secara vertikal seperti sensitifitas dan spesifisitas,
maka likelihood ratio tidak perlu berubah dengan
perubahan dari prevalensi (atau probabilitas pra uji)
penyakit. Kestabilan ini disebabkan pula karena sifat
kedua dari likelihood rario yaitu karena adanya pilihan
dalam menghitung likelihood ratio untuk beberapa
tingkatan tanda, gejala atau hasil uji dari pada hanya
memakai 2 tingkat (level 2 x 2) .
 Likehood ratio lebih stabil daripada sensitivitas dan
spesifisitas apabila terjadi perubahan prevalensi, ini
desebabakan karena apabila pasien yang merupakan
campuran ( yang ringan dan berat ) untuk suatu
penyakit yang dituju berubah masing-masing
prevalensinya, maka sensitivitas dan spesifisitas akan
berubah demikian pula nilai prediktifnya. Sifat yang
ketiga likelihood ratio adalah bahwa ia dapat dipakai
sebagai kekuatan untuk memperpendek daftar dari
hipotesa diagnostik
Hubungan antara karakteristik Uji
Diagnostik
1. Sensitifitas dan NS
 Menentukan sensitifitas dalam arti nilai NS ( negatif semu
)
Sensitifitas = P ( T+ / D + ) = 1 – P ( T- / D _+ )
= 1 – NS
=1– c
a+c
Uji yang sensitif adalah uji yang mempunyai efektivitas
tinggi dalam mendeteksi penyakit ( yaitu yang mempunyai
NS yang rendah ). Apabila pengujian sensitivitasnya
sempurna ( sensitivitas = 1,0 ), maka semua orang yang
sakit mempunyau hasil positif dan tidak satu kasuspun
yang akan luput ( nilai negatif semu = 0 )
2. Menentukan nilai negatif semu dalam artian
sensitifitas
Karena T+ dan T- dalah saling meniadakan maka
sensitifitas
[ P( T+ / D +)] = a dan nilai NS [ P( T+ / D +)] = a
a+c a+ c
adalah komplemen dan penjumlahannya adalah 1
sehingga :
P ( T - / D + ) = 1 – P ( T + /D +)

c =1 a
a+c a+c
Nilai NS = 1- sensitifitas
2. Spesifisitas dan nilai positif semu ( PS )
 Menentukan dalam arti nilai PS
Spesifitas = P ( T-/D- ) = 1-P (T +/D-)
Spesifisitas = 1 – PS
d = 1- b
b+d b+d
Suatu uji yang spesifik adalah uji yang jarang
memberikan hasil positif pada orang yang tidak
mempunyai penyakit (uji yang mempunyau nilai
positif semu rendah )
 Menentukan nilai PS dalam artian spesifitas
Spesifisitas P ( T-/D- ) dan nilai PS, P ( T+/D- ) dalah
kopmlemen dan penjumlahannya adalah 1, sehingga

P ( T+/D-) = 1 – P ( T-/D- )
Nilai PS = 1 – spesifitas
b =1 d
b+d b+d
Menilai Suatu Uji Diagnostik baru
Suatu studi dai uji diagnostik yang baru mempunyai
karakteristik sebagai berikut
1. Adanya komparasi dengan baku emas yang dapat
diterima
2. Adanya komparasi yang dilakukan dengan pembuatan (
blinding )
3. Hasil-hasil yang tidak termasuk dalam baku emas.
Penentuan pasien sebagai sakit atau bebas sakit oleh
baku emas hendaknya tidak tergantung dari hasil dari
prosedur yang sedang dinilai
4. Adanya keterandalan dan keseksamaan (Reabillity &
Accuracy )
5. Penggunaan sampel yang merentang sesuai dengan
spektrum penyakit
o Suatu uji dignostik yang baru yang secara efektif
membedakan individu yang jelas sakit ( Misal pasien
Rumah Sakit) dari individu yang jelas sehat ( Misal
Sukarelawan normal ) akan kurang berguna dalam
kenyataannya dalam membedakan penyakit yang dituju
dengan penyakit lain dengan tanda dan gejala yang sama.
o Apabila nilai variabel uji diagnostik dikorelasikan denga
beratnya penyakit , maka uji diagnostik akan mendeteksi
pasien dengan penyakit yang sudah jelas atau sudah lanjut,
tetapi kurang berguna untuk mengidentifikasi pasien pada
awal penyakitnya yaitu saat yang paling efektif untuk
intervensi pengobatannya
6. Adanya batasan yang jelas dan sesuai dengan normalitas,
metode diagnosis yang terbaik secara klinis dalam
menentukan normalitas :
a. Metode nilai perediksi untuk seleksi kriterion positivitas.
Prediksi yang terpenting dalam batasan kriterion
positivitas adalah tergantung dari keputusan apakah hal
itu jelek untuk mengatakan pasien itu sakit padahal dia itu
tidak sakit (positif semu) atau menyatakan pasien bebas
penyakit padahal ia sakit (negatif semu)
b. Kurva ROC (Receiver Operator Characteristic).
Merupakan tayangan grafik dari hubungan antara
sensitifitas dan spesifisitas dari suatu uji diagnostik. Kurva
ini merupakan suatu alat sederhana dalam
mengaplikasikan metode prediksi untuk pemilihan
kriterion positivitas. Kurva ROC dibentuk dengan
menentukan lokasi angka positif benar atau sensitifity
terhadap angka positif semu (1 – spesifisitas) untuk
beberapa pilihan kriterion positifitas.
7. Suatu uji yang baru dapat memberikan keuntungan
dengan uji yang sudah ada yaitu lebih mudah
dikerjakan, kurang rasa sakitnya, lebih aman, lebih
cepat atau lebih murah dari uji yang sudah ada.
Uji multipel
1. Uji Paralel
• Rentetan uji dilakukan dengan serempak (Concurrent)
a. Dilakuan apabila diperlukan penilaian yang cepat
(Kedaruratan, pemeriksaan fisik rutin)
b. Hasil positif salah satu uji merupakan pernyataan
adanya penyakit.
Uji multipel dalam bentuk paralel meningkatkan
sensitifitas dan dengan demikian meningkatkan pula nilai
prediksi negatif. Dilain pihak, spesifisitas dan nilai prediksi
positif menurun. Dengan uji ini penyakit jarang luput
dalam deteksinya, tetapi diagnosis positif semu menjadi
lebih mungkin
2. Uji serial
• Uji serial dilakukan apabila tidak diperlukan penilaian
cepat atau apabila beberapa uji yang ada harganya mahal
atau menganung risiko. Apabila uji-uji yang ada semuanya
mahal, atau mengandung risiko, maka uji yang paling
spesifik harus dipakai terlebih dahulu.
• Untuk dinyatakan positif, semua uji-uji yang dilakukan
harus memberikan hasil positif (T1+ , T2+)
Uji multiple berbentuk seri memaksimalkan spesifisitas
dan nilai prediksi positif, tetapi menurunkan sensitifitas
dan nilai prediksi negatif. Uji ini memberikan kepastian
bahwa nilai hasil uji positif menyatakan adanya suatu
penyakit tetapi meningkatkan risiko bahwa penyakit luput
dari pemeriksaan.
3. Likelihod Ratio Secara Seri
Apabila suatu seri dari uji digunakan, probabilitas
secara keseluruhan dapat dihitung dengan
menggunakan likelihood ratio untuk masing masing
hasil uji, apabila masing masing uji sudah
dilaksanakan, odds pasca uji menjadi odds pra uji
untuk uji berikutnya. Pada akhirnya, probabilitas baru
dari penyakit didapatkan yang memperhitungkan
informasi yang diberikan oleh semua uji dalam seri
Pertanyaan
Daftar Pustaka
Fletcher. 1988. Sari Epidemiologi Klinik. Gadjah Mada
University Press: Jogjakarta

Soeparto, P dkk 1998. Epidemiologi Klinis. Gramik FK


UNAIR: Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai