Kolegium Anestesiologi & Terapi Intensif Indonesia Pendahuluan IASP : Pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan dan berhubungan dengan kerusakan jaringan yang sudah terjadi ataupun potensi terjadinya kerusakan jaringan
Respon nyeri dipengaruhi oleh faktor:
- Genetik - Latar belakang budaya - Jenis kelamin - Umur Nyeri pasca bedah: - Akut - Kronis (>3bulan) Tujuan pengelolaan nyeri pasca bedah: - mengurangi/ menghilangkan nyeri dan ketidaknyamanan dengan efek samping minimal serta biaya yang semurah mungkin (Ritchey RM, 2006)
Konsekuensi nyeri pasca bedah yang tak terkontrol:
- meningkatkan morbiditas - memperpanjang masa penyembuhan - memperlambat kembalinya aktivitas normal - meningkatkan biaya perawatan - dapat berkembang menjadi nyeri kronis Peran positif nyeri: ― Peringatan adanya kerusakan jaringan ― Imobilisasi, membantu proses penyembuhan
Efek negatif nyeri:
Jangka pendek: – Penderitaan fisik dan emosional – Sulit tidur – Hipertensi takhikardi – Peningkatan konsumsi O2 – Gangguan motilitas usus PONV – Efek negatif fungsi respirasi (retensi sekret, pneumonia, atelektasis) – Mobilisasi lambat tromboemboli Jangka panjang: – Bertahan menjadi nyeri kronis – Perubahan tingkah laku pada anak ANALGESIA UNTUK PASCA BEDAH SESAR
Manajemen nyeri selama menyusui harus diperhatikan:
⁻ Dampak obat pada ASI dan bayi ⁻ Gunakan dosis rentang terrendah ⁻ Hindari efek samping langsung: mual, muntah, sedasi ⁻ Hindari efek tak langsung: gangguan interaksi ibu-bayi, ekskresi obat lewat ASI ⁻ Larut dalam lemak ⁻ BM rendah Semakin mudah ⁻ Ikatan protein kecil diekskresi melalui ASI ⁻ Bentuk tak terionisasi Obat-obat yang digunakan A. Gol. Non Opioid - Parasetamol: ekskresi lewat ASI = 2% (aman) - Ibuprofen : ekskresi lewat ASI = < 1% (aman) - Diklofenak, Ketorolak: minimal (AAP=aman) - Indometasin = <1% (bayi aman, ibu agitasi&psikosis) - Parekoksib (COX2 SI) : data (-) B. Gol. Opioid - Morfin : Feilberg dkk (2005), ± 6% ASI, bioavailabilitas bayi 25% aman - Fentanil, alfentanil: 3% ASI aman - meperidin: neurobehavior tidak dianjurkan (Wittels, dkk 2005) - Tramadol ? C. Obat-obat Lain
Tabel 1. Obat analgetik sistemik dan keterangannya.
Ketorolak 3 0.025–0.037 Produsen: ketorolak kontraindikasi pada ibu
Bertolak belakang dengan American Academy of Pediatrics : bahwa pemberian ketorolak dapat digunakan saat menyusui Opioid Butorfanol 3 1.9(PO) 0.7 Tak ada laporan efek yang tak diinginkan (IM) Kodein 3 2.5 Kemungkinan akumulasi
Komentar Tramadol menekan reuptake serotonin dan norepinefrine,
serta merupakan agonis opioid lemah.
Efisiensi analgesia, 100 mg tramadol ekuivalen dengan 5-15
mg morfin. Parasetamol
Rute pemberian (i) IV: 30 menit sebelum akhir pembedahan.
(ii) Oral
Dosis 4 x 1 g paracetamol/hari (2g propacetamol/hari).
Dosis dapat diturunkan (3 x 1 g/hari) pada pasien
dengan gangguan hepar.
Pengawasan Skor nyeri.
Komentar Lebih baik dikombinasi dengan NSAID lain atau opioid.
Kombinasi kodein+parasetamol Rute pemberian Oral Dosis Parasetamol 500 mg + kodein 30 mg Pengawasan Skor nyeri, efek samping, sedasi. Komentar Mekanisme aksi melalui konversi menjadi morfin. Obat ini tidak berguna pada kelompok pasien dengan defisiensi converting enzyme. NSAID Rute pemberian (i) IV: diberikan 30-60 menit sebelum operasi selesai. (ii) Oral Durasi: 3-5 hari. Dosis (i) NSAID konvensional : ketorolak: 3 x 30-40 mg/hari (hanya IV) diklofenak: 2 x 75 mg/hari ketoprofen: 4 x 50 mg/hari (ii) NSAID selektif : meloksikam 15 mg/hari COX-2 inhibitors: Parekoksib : 40 mg dilanjutkan 1-2x40 mg/hari (IV) atau selekoksib: 200 mg/hari. Pengawasan Skor nyeri. Fungsi ginjal pada pasien gangguan jantung atau ginjal, lansia, dan pasien dengan kejadian hipotensi berat. Efek samping gastrointestinal.
NSAID non selektif sebaiknya dikombinasi dengan proton inhibitor (omeprasol)
pada pasien yang berrisiko dari efek samping gastrointestinal. Komentar Dapat dikombinasi dengan parasetamol dan/atau opioid atau analgesia regional pada nyeri sedang dan berat. D. Analgesi Regional Continuous Central Neuraxis Blockade (CCNB) 1. Continuous epidural analgesia 2. Continuous spinal analgesia
Cara pemeliharaan analgesia:
a. Continuous infusion: kumulatif tinggi, efek samping > b. Intermittent top-up: jam kerja dokter > c. Patient Controlled epidural Analgesia (PCEA): kepuasan pasien >, dosis < Tabel 2. Contoh anestetik lokal dan kombinasinya
atau Levobupivakain atau Fentanil 2-4 mcg/ml atau Bupivakain 0,1-0,2% (1-2 mg/ml)
Dosis untuk pemberian 6-12 cc/jam
kontinyu (level lumbal atau torakal)
Dosis untuk PCA Bolus : 2 ml (2-4 ml)
Minimum Lockout Interval : 10 menit ( 10-30 menit) Dosis maksimum per jam yang direkomendasikan : 12 ml Penutup – Manajemen nyeri pasca bedah apapun memerlukan kerjasama multidisiplin dan multiprofesional yang baik – RS yang melakukan pembedahan harus menyiapkan tim manajemen nyeri, dengan struktur sesuai dengan tempat masing-masing – Pada pasca bedah sesar, nyeri dapat mengganggu interaksi awal antara ibu dan bayi – Perlu perhatian tentang dampak pada ASI dan dosis serta perhatian dokter Contoh alur Manajemen Nyeri: Peran rumah sakit dalam manajemen nyeri Rumah sakit berperan dalam pengelolaan nyeri pasca bedah dengan standar yang sesuai pedoman nasional maupun internasional Strategi pengembangan tim pengelola nyeri akut/pasca bedah Anggota: anestesiologis, perawat khusus nyeri, bedah spesialis, farmasis Tugas: perencanaan manajemen nyeri, pelatihan staf, quality control, audit Penanggung jawab keseluruhan: anestesiologis
Mengimplementasikan pengelolaan nyeri pasca bedah
Tugas : membuat post anesthetic care unit dan bangsal, serta membuat tanda pengenal untuk staf yang bekerja disana. Di bangsal Dokter dan perawat bertanggung jawab dalam seluruh pengelolaan, termasuk pengelolaan nyeri, dan bekerja sama dengan tim nyeri. perawat dari tim nyeri merupakan orang pertama yang dihubungi, sementara anestesiologis dan farmasi harus tersedia untuk konsultasi TERIMA KASIH