Anda di halaman 1dari 39

BLOK 8 GINJAL DAN CAIRAN

TUBUH MODUL IV EDEM ANASARKA


KELOMPOK 21
Vickrie Yosafat T (1110011)
Janice Surjana (1110040)
Patricia Sowita (1110064)
I Made Dhama K A (1110048)
Stephanie Widjaja (1110096)
Albertcornus Dwi S (1110098)
Maria Jessica (1110135)
Claudia Yevinni V (1110136)
Yulianti Tjahyadi (1110156)
Histologi Ginjal
 Ginjal terbagi menjadi 2 bagian : Korteks dan
Medulla
 Korteks
 Corpuscullum Renalis Malphigi : Capsula Bowman,
Glomerulus
 Tubulus Contortus Proksimal
 Tubulus Contortus Distal
 Lengkung Henle Pars Descenden segmen tebal
 Lengkung Henle Pars Ascenden segmen tebal
- Medulla
- Lengkung Henle Pars Descenden segmen tipis
- Lengkung Henle Pars Ascenden segmen tipis
- Tubulus Kolingentes
- Ductus Papillaris Bellini
Corpuscullum Renalis Malphigi
 Terdiri dari capsula bowman dan glomerulus
 Terdiri dari 2 kutub yaitu polus vascularis dan polus urinalis.
-Glomerulus : anyaman pembuluh darah kapiler yang berasal
dari arteriol afferen glomerulus. Terdapat lamina basalis yang
terdiri dari lamina rarae interna, lamina rarae eksterna, dan
lamina densa.
-Kapsula Bowman : terdiri dari lamina visceralis dan lamina
parietalis.
 Lamina visceralis : terdapat sel podosit
 lamina parietalis : epitel selapis gepeng
 Terdapat ruang yang terdapat di antara kedua lapisan
tersebut yang disebut dengan spatium Bowmani yang berisi
ultra-filtrat
Barrier Filtrasi
 Fungsi : penyaring ukuran komponen darah
sehingga dapat mencegah sel darah dan protein
yang memiliki molekul yang besar untuk masuk
ke ruang urinarius.
 Barrier filtrasi meliputi :
 Diafragma yang menutupi lubang-lubang kapiler
(capillary fenestration)
 Penyatuan lamina basalis sel endotel kapiler dan
podosit
 Diafragma yang meliputi filtration slits yang terdapat
di antara pedikel
Faal
 Struktur membran filtrasi yang terdiri dari sel endothelium glomerulus, membran
basalis, dan epitel kapsula bowman sangat sesuai digunakan untuk proses filtrasi
karena :
 Glomerulus memiliki jumlah kapiler yang banyak sehingga permukaan
filtrasinya luas
 Pembuluh darah yang masuk (arteriol afferent) memiliki diameter yang lebih
besar dari pembuluh darah yang keluar (arteriol efferent)
 Membran filtrasi yang tipis

 Membran filtrasi yang normal tidak dapat ditembus oleh protein yang terdapat
dalam plasma darah.

 Gaya yang mempengaruhi proses filtrasi di glomerulus :


 Tekanan hidrostatik glomerulus (Pg)
 Tekanan osmotik larutan koloid di glomerulus (Pop)
 Tekanan hidrostatik kapsula bowman (Pc)
 Gaya filtrasi (Pf)
Pf = Pg - (Pop + Pc)
GFR

 Faktor-faktor yang mempengaruhi GFR :


 Aliran darah yang masuk
 Efek vasaokontriksi arteriol afferent dan efferent
 Autoregulation
 Symphatetic nervous system
ISTILAH
 Protein tamm-Horsfall = Protein (glikoprotein) yang membentuk
cast/silinder, dihasilkan oleh sel-sel tubulus ginjal pada keadaan
stress (stagnasi aliran darah ke ginjal), lebih mudah terbentuk
saat pH urine asam dan kadar protein serum yang tinggi.
 Proteinuria massif = Pada urin ditemukan protein yang lolos
filtrasi sebanyak >3,5 g/1,73 m2/24 jam pada dewasa atau >40
mg/m2/24 jam pada anak
 Oedem anasarca = pembengkakan yang terjadi di seluruh bagian
tubuh yang disebabkan oleh retensi cairan berlebih
 Shiffing dullness = Pemeriksaan asites. Dullness + pada daerah
abdomen (biasa timpani), saat pasien berubah posisi, maka
dullness juga pindah.
 Hepar just palpable = hepar teraba
ISTILAH
 Pitting oedem = Pembengkakan (oedem) yang ketika
ditekan, maka permukaan bagian yang oedem butuh waktu
yang lama untuk kembali rata
 Lipid droplets = Tetesan lemak pada urin
 Oval fat body = sel epitel tubulus ginjal yang terinfiltrasi
tets-tetes lipid akibat adanya lipiduria karena gangguan
metabolisme lemak, seperti pada sindrom nefrotik
 Oliguria = Volume urine di bawah volume normal akibat
penurunan pembentukan urin sehingga frekuensinya juga
menurun
 Anorexia = nafsu makan menurun
 Nausea = mual
DEFINISI

 Kelainan pada glomerulus dengan kumpulan


gejala klinik :
 Proteinuria masif (>3,5 g/1,73 m2/24 jam pada
dewasa atau 40 mg/m2/24 jam pada anak)
 Hipoalbuminemia (<2,5 g/dl)
 Edema anasarka
 Hiperlipidemia
 Hiperkoagulabilitas
 Bisa juga disertai hematuria, hipertensi, serta
penurunan fungsi ginjal
INSIDENSI & EPIDEMIOLOGY

 Pria : Wanita = 2 : 1
 Terutama pada usia 2-6 tahun
 Anak 15x lebih banyak dari dewasa
 Insidensi di AS 2-7 kasus/100.000 anak /tahun
KLASIFIKASI
Berdasarkan etiology
SN Primer
 Kelainan minimal (KM)
 Glomerulosklerosis ( GS) : GS fokal segmental (GSFS), GS
Fokal Global (GSFG)
 Glomerulonefritis proliferative mesangial difus (GNPMD)
 Glomerulonefritis proliferative mesangial difus eksudatif
 Glomerulonefritis kresentik (GNK)
 Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
 GNMP tipe I dengan deposit subendothelial
 GNMP tipe II dengan deposit intramembran
 GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial
 Glomerulopati membranosa (GM)
 Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)
SN Sekunder

 Pasca infeksi (HN, Hepatitis B dan C, Sifilis,


Malaria)
 Keganasan (leukemia, tumor Wilms,
Feokromositoma)
 Penyakit vaskuler kolagen (SLE, RA,
Poliarthritis nodosa)
 Obat ( OAINS, Probenesid, lithium, warfarin)
 Lain-lain (DM, Sickle Cell Anemia,
Amiloidosis, Henoch Scholein Purpura (HSP),
racun)
KLASIFIKASI

Berdasarkan histopatologi
 SN perubahan minimal
 SN perubahan non minimal

Berdasarkan respon terhadap pengobatan


steroid :
 Steroid responsive
 Tidak steroid responsive
ETIOLOGY

SN Primer
 Idiopatik, berhubungan dengan genetic, imunologik,dan alergi.
 Berhubungan dengan histopatologi glomerulus.

SN Sekunder
 Dari luar ginjal, pada anak yang paling sering SLE dan HSP.
 Disebabkan juga oleh :
 pasca infeksi (sifilis, virus sitomegalo, hepatitis, rubella, malaria,
toksoplasmosis, HIV), penyakit kolagen vaskuler (SLE, RA,
Poliarthritis nodosa), diabetes mellitus, nefritis herediter,
amiloidosis, keganasan (leukemia, lymphoma, tumor Wilms,
phaeokromositoma), racun dan obat-obatan (probenesid,
fenoprofen, captopril, lithium, warfarin, penisilamin,
trimetadion).
PATOGENESIS SINDROM NEFROTIK KELAINAN
MINIMAL
Peningkatan
permeabilitas
glomerulus

albuminuria Reactive
Loss of vit-D hepatic
binding protein protein
synthesis
hypoalbuminemia (termasuk
lipoprotein)
Absorbsi Ca di
usus menurun
Tekanan osmotik
Loss of anticoagulant di darah turun
protein (antithrombin Serum
III) lipoprotein
hypocalemia di filtrasi di
edema glomerulus

hypercoagulability hypovolemia
Hyperlipidemia +
artherosclerosis
BB meningkat
Loss of
globulin Lipiduria, oval
fat bodies,
fatty cast

TBG Ig

hipotyroid Mudah infeksi


DIAGNOSIS BANDING
Lesi Minimal
 Definisi
Lipoid nephrosis atau penyakit Nil,kelainan imunologi dari disfungsi sel T
 Insidensi
(Anak)
pria : wanita = 2 : 1
70-90%
(dewasa)
Pria : wanita = 1 : 1
10-15%
 Gejala Klinis
Proteinuria berat, mikrohematuria, dan leukosituria
 Etiologi
Kelainan sel T (merusak podosit)
Glomerulosklerosis fokal
segmental

 Definisi : Sklerosis pada glomerulus yang disebabkan


virus atau toksin menyebabkan perubahan
hemodinamika ginjal yang terdiri dari berbagai
macam lesi glomerulus dan berbagai macam derajat
proteinuri.
 Insidensi : Anak = 10-15%
Dewasa = 10-20%
 GK : Proteinuria, hipoalbuminemia, oedem
 Etio : Virus atau toksin yang menyebabkan
perubahan hemodinamika ginjal (hiperperfusi dan
peningkatan tekanan intra glomerulus
Glomerulonefritis proliferative
mesangeal difus
 Definisi : Suatu penyakit genetic autosomal
resesif yang dapat terjadi sendiri atau
sebagian dari sindrom Danys – drash yang
ditandai deposisi kompleks imun dengan
proliferasi sel – sel mesangeal.
 Insidensi : Sejak lahir
 GK : inflamasi glomerulus kronis, proteinuria,
hipoalbuminemia, oedem,hematuria,
hipertensi, strabismus.
Glomerulonefritis
membranoproliferatif (GNMP)
 Definisi : GNMP idiopatik dan GNMP
sekunder
 Insidensi : Anak = 5% (8 – 16 tahun)
Dewasa jarang
 GK : Hematuria, proteinuria,
 Etiologi : Idiopatik tetapi biasanya ditandai
dengan hipokomplementemia
Glomerulonefritis Membranosa
(GM)
 Definisi : Satu bentuk SN yang sering terjadi
(idiopatik atau sekunder)
 Insidensi : Dewasa = 30-40%
Anak = < 5%
 GK : Permeabilitas vaskuler ginjal meningkat,
proteinuria dan gejala sindroma nefrotik
 Etiologi : Deposit kompleks imun di ruang
subepitel.
Antibodi dapat dibentuk karena hepatitis B, SLE.
Non medikamentosa

 Diet
 35 kal/kgbb/hari (KH>)
 protein: 0,8-1 g/kgbb/hari
 Diet rendah garam
 Vit. D2
 Vit. E
 Suplemen Mg 40-60 mg/hari
 Kalsium
Medikamentosa

 Penatalaksanaan SN meliputi;
 terapi spesifik untuk kelainan dasar
ginjal atau penyakit penyebab (pada
SN sekunder),
 mengurangi atau menghilangkan
proteinuria,
 memperbaiki hipoalbuminemi serta
mencegah dan mengatasi penyulit
 penggunaan kortikosteroid pada SN, di antaranya:

 prednison 125 mg setiap 2 hari sekali selama 2 bulan


kemudian dosis dikurangi bertahap dan dihentikan setelah
1-2 bulan jika relaps

 pada orang dewasa adalah prednison/prednisolon 1-1,5


mg/kg berat badan/hari selama 4 minggu diikuti 1 mg/kg
berat badan selang 1 hari selama 4 minggu. Sampai 90%
pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24
minggu, namun 50% pasien akan mengalami kekambuhan
setelah kortikosteroid dihentikan

 Pada anak-anak diberikan prednison 60 mg/m2 luas


permukaan tubuh atau 2 mg/kg berat badan/hari selama 4
minggu, diikuti 40 mg/m2 luas permukaan tubuh setiap 2
hari selama 4 minggu
 Pada pasien yang tidak responsif terhadap
kortikosteroid, untuk mengurangi proteinuri
digunakan terapi simptomatik dengan angiotensin
converting enzyme inhibitor /ACEI, misal :

 kaptopril atau enalapril dosis rendah, dan dosis ditingkatkan


setelah 2 minggu, atau

 obat antiinflamasi non-steroid (OAINS), misal indometasin


3x50mg. Perlu diperhatikan bahwa OAINS menyebabkan
penurunan progresif fungsi ginjal pada sebagian pasien(20).
Obat ini tidak boleh diberikan bila klirens kreatinin < 50
ml/menit
 Pada pasien yang sering relaps dengan kortikosteroid
atau resisten terhadap kortikosteroid dapat digunakan
terapi lain, yaitu
 Siklofosfamid memberi remisi yang lebih lama daripada
kortikosteroid (75% selama 2 tahun) dengan dosis 2-3 mg/kg
bb./hari selama 8 minggu.
Efek samping siklofosfamid adalah depresi sumsum tulang,
infeksi, alopesia, sistitis hemoragik dan infertilitas bila
diberikan lebih dari 6 bulan

 Klorambusil diberikan dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg bb./hari


selama 8 minggu.
Efek samping klorambusil adalah azoospermia dan
agranulositosis
 Pada kasus SN yang resisten terhadap steroid
dan obat imunospresan, saat ini dapat diberikan
suatu imunosupresan baru yaitu mycophenolate
mofetil (MMF) yang memiliki efek menghambat
proliferasi sel limfosit B dan limfosit T,
menghambat produksi antibodi dari sel B dan
ekspresi molekul adesi, menghambat proliferasi
sel otot polos pembuluh darah. Dosis MMF
adalah 2 x 0,5-1 gram.
 Untuk mengurangi edema diberikan diet rendah
garam (1-2 gram natrium/hari) disertai diuretik
(furosemid 40 mg/hari atau golongan tiazid)
dengan atau tanpa kombinasi dengan potassium
sparing diuretic (spironolakton)

 Pada pasien SN dapat terjadi resistensi terhadap


diuretic. Pada pasien demikian dapat diberikan
infus salt-poor human albumin.
 Untuk mengatasi hiperlipidemi dapat digunakan
penghambat hidroxymethyl glutaryl co-enzyme A
(HMG Co-A) reductase
 Untuk mencegah hiperkoagulabilitas yaitu
tromboemboli yang terjadi pada kurang lebih
20% kasus SN (paling sering pada nefropati
membranosa), digunakan dipiridamol (3 x 75
mg) atau aspirin (100 mg/hari) sebagai anti
agregasi trombosit dan deposisi fibrin/thrombus
 Jika terjadi tromboemboli, harus diberikan
heparin intravena/infus selama 5 hari, diikuti
pemberian warfarin oral sampai 3 bulan atau
setelah terjadi kesembuhan SN
komplikasi
 Sistem imun menurun -> resiko terkena infeksi meningkat
 Malnutrisi
 Anemia
 Defisiensi vit D -> masalah pertumbuhan tulang
 Kolesterol meningkat -> meningkatkan resiko penyakit
jantung
 Resiko pembentukan trombosis meningkat
 Tekanan darah meningkat, akibat kerusakan pada
glomeruli dan BUN meningkat
 Bila fungsi ginjal terus menurun -> GGA -> GGK
 Dehidrasi
Prognosis

 Quo ad vitam: ad bonam


 Quo ad functionam: dubia ad bonam
 Quo ad sanathionam: dubia ad bonam

Anda mungkin juga menyukai