Anda di halaman 1dari 22

MISTENIA

GRAVIS

KELOMPOK 3

Milda afrilianda fahmi


Jon carlos tobing
Lena Selviani (
Marlina sinaga
DEFINISI MYASTENIA
GRAVIS
Miastenia gravis merupakan bagian dari
penyakit neuromuskular. Miastenia gravis adalah
gangguang yang memengaruhi transmisi
neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di
bawah kesadaran seseorang (volunter).
Miastenia gravis merupakan kelemahan otot yang
parah dan satu-satunya penyakit neuromuskular
dengan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan
otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat
memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal).
(Price dan Wilson, 1995).
EPIDEMIOLOGI

Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang


ditemui.Angka kejadiannya 20 dalam100.000
populasi.Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada
umurdiatas 50tahun.Wanita lebih sering menderita penyakit ini
dibandingkan pria dan dapat terjadi padaberbagai usia. Pada
wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu
sekitar 28tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi
pada usia 60 tahun.
ANATOMI

Pengetahuan tentang anatomi dan fungsi normal dari


neuromuscular junction sangatlah pentingsebelum memahami tentang
miastenia gravis. Tiap-tiap serat saraf secara normal bercabang
beberapa kali dan merangsang tiga hingga beberapa ratus serat otot
rangkamotor end-plate. Ujung-ujung saraf membuat suatu
sambungan yang disebut neuromuscular junction atau sambungan
neuromuscular Membran presinaptik (membran saraf), membran post
sinaptik (membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian
pembentuk neuromuscular junction. Bagian terminal dari saraf motorik
melebar pada bagian akhirnya yang disebut terminal bulb, yang
terbentang diantara celah-celah yang terdapat di sepanjang serat saraf
PATOFISIOLOGI
Observasi klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan
autoimun yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia gravis, misalnya
autoimun tiroiditis, sistemik lupus eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-
lain.Sehingga mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting
pada patofisiologi miastenia gravis. Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai
“penyakit terkait sel B”, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B
justru melawan reseptor asetilkolin. Peranan sel T pada patogenesis miastenia
gravis mulai semakin menonjol. Walaupun mekanisme pasti tentang hilangnya
toleransi imunologik terhadap reseptor asetilkolin pada penderita miastenia gravis
belum sepenuhnya dapat dimengerti.Timus merupakan organ sentral terhadap
imunitas yang terkait dengan sel T, dimana abnormalitas pada timus seperti
hyperplasia timus atau timoma, biasanya muncul lebih awal pada pasien dengan gejala
miastenik.
Lanjutan…

Subunit alfa juga merupakan binding site dari asetilkolin.Sehingga pada pasien
miasteniagravis, antibodi IgG dikomposisikan dalam berbagai subklas yang berbeda,
dimana satu antibodi secara langsung melawan area imun ogenik utama pada subunit
alfa.Ikatan antibody reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan
terhalangnya transmisi neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain : ikatan
silang reseptor asetilkolin terhadap antibodi anti-reseptor asetilkolin dan mengurangi
jumlah reseptor asetil kolin padaneuromuscular junction dengan cara menghancurkan
sambungan ikatan pada membrane post sinaptik, sehingga mengurangi area permukaan
yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-reseptor asetilkolin yang baru disintesis
ETIOLOGI

Autoimun : 7) Obat-obatan :
1) direct mediated • Antibiotik (Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin,
antibody erythromycin)
• B-blocker (propranolol)
2) Virus
• Lithium
3) Pembedahan • Magnesium
4) Stres • Procainamide
• Verapamil
5) Alkohol
• Chloroquine
6) Tumor mediastinum • Prednisone
MANIFESTASI KLINIS
1) Kelemahan otot mata dan wajah (hampir selalu ditemukan)
– Ptosis
– Diplobia
– Otot mimik
2) Kelemahan otot bulbar
– Otot-otot lidah
– Suara nasal, regurgitasi nasal
– Kesulitan dalam mengunyah
– Kelemahan rahang yang berat dapat menyebabkan rahang terbuka
– Kesulitan menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan è batuk dan tercekik saat minum
– Otot-otot leher
– Otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh daripada otot-otot ekstensor
Lanjutan….

3) Kelemahan otot anggota gerak


4) Kelemahan otot pernafasan
- Kelemahan otot interkostal dan diaphragma menyebabkan
retensi CO2 è hipoventilasi è menyebabkan kedaruratan
neuromuskular
- Kelemahan otot faring dapat menyebabkan gagal saluran nafas
atas
KLASIFIKASI MYASTENIA
KLASIFIKASI KLINIS

Hanya menyerang otot –otot okular, disertai ptosis dan


KELOMPOK I MIASTENIA OKULAR diplopia. Sangat ringan, tak ada kasus kematian
KELOMPOK MIASTENIA UMUM

- awitan (onset) lambat, biasanya pada mata, lambat laun


menyebar ke otot – otot rangka dan bulbar
- Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap
terapi obat baik
MIASTENIA UMUM RINGAN - Angka kematian rendah

- Awitan bertahap dan sering disertai gejala – gejala


okular, lalu berlanjut semakin berat dengan terserangnya seluruh otot –
otot rangka dan bulbar
- Disartria, disfagia, dan sukar mengunyah lebih nyata
dibandingkan dengan miastenia gravis umum ringan. Otot – otot
pernapasan tidak terkena
- Respons terhadap terapi obat : kurang memuaskan dan
MIASTENIA UMUM SEDANG aktifitas klien terbatas, tetapi angka kematian rendah
Lanjutan…

1. Fulminan akut :
- Awitan yang cepat dengan kelemahan otot – otot rangka dan bulbar dan mulai
terserangnya otot – otot pernapasan
- Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan
- Respons terhadap obat buruk
- Insiden krisis miastonik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi
- Tingkat kematian tinggi
1. Lanjut :
- Miastenia gravis berat timbul paling sedikit dua tahun setelah awitan gejala – gejala
kelompok I atau II
- Miastenia gravis dapat berkembang secara perlahan atau tiba – tiba
MIASTENIA UMUM BERAT - Respons terhadap obat dan prognosis buruk

- Miastenia dg kelemahan yg progresif dan terjadi gagal nafas à mengancam jiwa


- Kelanjutan dari mistenia generalisata berat
- Onset terjadi tiba2 dan biasanya dipicu oleh infeksi saluran pernafasan atas yg
berkembang menjadi bronkhitis atau pnemoni,pekerjaan fisik yg berlebihan, melahirkan, penggunaan
KRISIS MIASTENIA urus2
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Laboratorium
- Anti-acetylcholine receptor antibody
85% pada miastenia umum
60% pada pasien dengan miastenia okuler
- Anti-striated muscle
Pada 84% pasien dengan timoma dengan usia kurang dari 40 tahun
- Interleukin-2 receptor
Meningkat pada MG
Peningkatan berhubungan dengan progresifitas penyakit
2) Imaging
- X-ray thoraks
Foto polos posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi timoma sebagai massa mediatinum anterior
- CT scan thoraks
Identifikasi timoma
- MRI otak dan orbita
Menyingkirkan penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak digunakan secara rutin
Lanjutan…
3) Pemeriksaan klinis
- Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak diatas bidang kedua mata
selama 30 dtk, akan terjadi ptosis
- Melirik ke samping terus menerus akan tjd diplopia
- Menghitung atau membaca keras2 selama 3 menit akan tjd kelemahan pita
suara à suara hilang
- Tes untuk otot leher dg mengangkat kepala selama 1 menit dalam posisi
berbaring
- Tes exercise untuk otot ekstremitas, dg mempertahankan posisi saat
mengangkat kaki dg sudut 45° pd posisi tidur telentang 3 menit, atau duduk-berdiri
20-30 kali. Jalan diatas tumit atau jari 30 langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali.
PENATALAKSANAAN

– Periode istirahat yang sering selama siang hari menghemat kekuatan.


– Obat antikolinesterase diberikan untuk memperpanjang waktu paruh asetilkolin di taut neuro moskular.
Obat harus diberikan sesuai jadwal seetiap hari untuk mencegah keletihan dan kolaps otot.
– Obat anti inflamasi digunakan untuk membatasi serangan autoimun.
– Krisis miastenik dapat diatasi dengan obat tambahan,dan bantuan pernapasan jika perlu.
– Krisis kolinergik diatasi dengan atropin (penyekat asetilkolin) dan bantuan pernapasan,sampai gejala
hilang. Terapi antikolinesisterase ditunda sampaikadar toksik obatb diatasi.
– Krisis miastenia dan krisis kolinergik terjadi dengan cara yang sama,namun diatasi secara berbeda.
Pemberian tensilon dilakukan untuk membedakan dua gangguan tersebut.
KOMPLIKASI

1) Gagal nafas
2) Disfagia
3) Krisis miastenik
4) Krisis cholinergic
5) Komplikasi sekunder dari terapi obat
Penggunaan steroid yang lama :
Osteoporosis, katarak, hiperglikemi
Gastritis, penyakit peptic ulcer
Pneumocystis carinii
ASKEP MIATENIA GRAVIS

Pengkajian

– Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis kelamin,dannstatus


– Keluhan utama : kelemahan otot
– Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat dan
presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan
kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien
mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang
sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat
menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.
Lanjutan…

– Pemeriksaan fisik :
B1(breathing): dispnea,resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut, kelemahan
otot diafragma
B2(bleeding) : hipotensi / hipertensi .takikardi / bradikardi
B3(brain) : kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi
okular,jatuhnya mata atau dipoblia
B4(bladder) : menurunkan fungsi kandung kemih,retensi urine,hilangnya sensasi
saat berkemih
B5(bowel) : kesulitan mengunyah-menelan,disfagia, dan peristaltik usus turun,
hipersalivasi,hipersekresi
B6(bone) : gangguan aktifitas / mobilitas fisik,kelemahan otot yang berlebih
DIAGNOSA KEPERAWATAN

– Ketidakefektifanpola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan


– Gangguan persepsi sensori bd ptosis,dipoblia
– Resiko tinggi cedera bd fungsi indra penglihatan tidak optimal
– Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik
umum, keletihan
– Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan
kata, gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus otot fasial atau oral
– Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi
verbal
INTERVENSI

Intervensi Rasionalisasi

1. Ketidakefektifanpola nafas yang


berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan
 Untuk klien dengan penurunan
- Tujuan kapasitasventilasi, perawat mengkaji
Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan frekuensipernapasan, kedalaman, dna bunyi
intervensi polapernapasan klien kembali efektif nafas,pantau hasil tes fungsi paru-paru tidal,
kapasitas vital, kekuatan inspirasi),dengan
- Kriteria hasil : interval yang sering dalammendeteksi masalah
•Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan pau-paru, sebelumperubahan kadar gas darah
1. Kaji Kemampuan ventilasi arteri dansebelum tampak gejala klinik.
dalam batas normal
•Bunyi nafas terdengar jelas  Dengan mengkaji kualitas, frekuensi,
 Respirator terpasang dengan optimal 1. Kaji kualitas, frekuensi,Dan kedalaman dankedalaman pernapasan, kita
pernapasan,laporkansetiap perubahan dapatmengetahui sejauh mana perubahan
yang terjadi. kondisiklien.

1. Baringkan klien dalamposisi yang  Penurunan diafragma memperluas daerah dada


nyamandalam posisi duduk sehingga ekspansi paru bisa maksimal

 Peningkatan RR dan takikardi merupakan


1. Observasi tanda-tanda vital (nadi,RR) indikasi adanya penurunan fungsi paru
Lanjutan…

Intervensi Rasional

1. Gangguan persepsi sensori bd ptosis,dipoblia • untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami
- Tujuan 1. Tentukan kondisi patologis klien gangguan.
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
- Kriteria hasil : 1. Kaji gangguan penglihatan terhadap  untuk mempelajari kendala yang berhubungan
•Adanya perubahan kemampuan yang nyata perubahan persepsi dengan disorientasi klien.

•Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang


1. Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan  agar klien tidak kebingungan dan lebih
telaten dan seksama berkonsentrasi.

1. Observasi respon perilaku klien, seperti


menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi
setiap saat.  untuk mengetahui keadaan emosi klien

1. Berbicaralah dengan klien secara tenang dan  memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap
gunakan kalimat-kalimat pendek. masalah dapat dimengerti.
Lanjutan…

Intervensi Rasionalisasi
1. Resiko tinggi cedera bd fungsi 1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan  Menjadi data dasar dalam melakukan intervensi
indra penglihatan yang tidak optimal aktivitas selanjutnya
- Tujuan
Menyatakan pemahaman terhadap
faktor yang terlibat dalam kemungkinan
cedera.
 Sasaran klien adalah memperbaiki kekuatandan daya
- Kriteria hasil : tahan. Menjadi partisipan dalampengobatan, klien
•Menunjukkan perubahan perilaku, pola harus belajar tentangfakta-faakta dasar mengenai
hidup untuk menurunkan faktor resiko agen-agenantikolinesterase-kerja, waktu,
dan melindungi diri dari cedera. penyesuaiandosis, gejala-gejala kelebihan dosis,
1. Atur cara beraktivitas klien sesuai danefek toksik. Dan yang penting padapengguaan
•Mengubah lingkungan sesuai dengan
kemampuan medikasi dengan tepat waktuadalah ketegasan.
indikasi untuk meningkatkan keamanan
 Menilai singkat keberhasilan dari terapi yang boleh
1. Evaluasi Kemampuan aktivitas motorik diberikan

Anda mungkin juga menyukai