Anda di halaman 1dari 57

REFERAT

Mei 2019
ABSES PERITONSILER

1
OLEH :
Neni Nengsi Dadiara
NIM.201884067

Pembimbing :
dr. Rodrigo Limmon, Sp. THT-KL., MARS

Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Haulussy
Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura
Ambon
2019
BAB I
PENDAHULUAN

2
LATAR BELAKANG

Penyakit-penyakit infeksi pada tenggorok telah diketahui sejak


abad ke dua Masehi  Aretaues of Cappadocia.
Pembengkakan tonsil
Abad ke 2 dan 3 SM tanpa ulserasi
Pembengkakan tonsil dengan
obstruksi jalan nafas.
Abses peritonsil pertama kali dikemukakan pada abad ke-14.

3
Lanjt…

- Abses peritonsil  abses leher dalam yang paling sering


ditemukan.

- Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara


fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari
berbagai sumber  gigi, mulut, tenggorok dan sekitarnya.

- Merupakan komplikasi dari tonsilitis akut.

4
Lanjt…
-

Abses
peritonsiler
Tonsilar selulitis

Infeksi superfisial

Penyakit yang mengancam jiwa  morbiditas dan mortalitasnya


1,6 - 40 %  penanganan yang tepat dan segera.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

6
ANATOMI

7
FARING

8
FARING

9
FARING

10
TONSIL (RING OF WALDEYER)

11
PERITONSILER SPACE

12
VASKULARISASI TONSIL

13
VASKULARISASI TONSIL

14
INERVASI TONSIL

Tonsil bagian atas :


- Serabut saraf ke V (nervus trigeminus) melalui
ganglion sfenopalatina

- Tonsil bagian bawah :


Cabang saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga
dari cabang desenden lesser palatine nerves.

15
ALIRAN LIMFE TONSIL

16
HISTOLOGI DAN
FISIOLOGI

17
HISTOLOGI

Secara mikroskopis tonsil memiliki 3 komponen :


- Jaringan ikat  Trabekula (penyokong tonsil) mengandung
pembuluh darah, saraf, saluran limfatik eferen.
- Jaringan interfolikuler  jaringan limfoid dalam berbagai
tingkat pertumbuhan.
- Jaringan germinativum  Bagian tengah jaringan tonsil,
merupakan sel induk pembentukan sel-sel limfoid.

Permukaan tonsil ditutupi oleh epitel statified squamous.


18
FISIOLOGI

- Jaringan limfoid  sel limfosit, 0,1-0,2% dari kesuluruhan


limfosit tubuh pada orang dewasa.

- Sistem imun kompleks  sel M (sel membran), makrofag,sel


dendrit dan antigen presenting cells), sel limfosit B, limfosit T,
sel plasma dan sel pembawa IgG.

- Organ limfatik sekunder  diferensiasi dan proliferasi limfosit


yang sudah disensitisasi.
19
FISIOLOGI

2 fungsi utama yaitu:

- Menangkap dan mengumpulkan benda asing dengan efektif.

- Tempat produksi antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma


yang berasal dari diferensiasi limfosit B.

20
ABSES
PERITONSILER

21
DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI
Abses peritonsil / Quinsy : Infeksi akut dan berat di daerah
orofaring berupa sekresi purulen  terakumulasi di dalam ruangan
antara kapsul fibrosa tonsil palatine dan M. konstriktor superior
faringeal.

Salah satu infeksi leher dalam yang paling umum, kira-kira 30% dari
abses leher dalam.
Spektrum progresifitas : Tonsilitis  selulitis peritonsiler  abses
peritonsiler

Abses peritonsiler masih sering ditemukan  18% di United Kingdom


dalam 10 tahun terakhir.

22
DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI
Terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering terjadi pada
umur 20-40 tahun. Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara
laki-laki dan perempuan.

Anak-anak << dewasa (kecuali menurun sistem imunnya)  sekitar


25-30%.
Kasus pediatrik sering pada usia > 10 tahun

Penelitian di seluruh dunia  insidensi 10-37 per 100.000 orang.


Di Amerika  30 kasus per 100 orang per tahun, 45.000 kasus
baru/tahun.
Eropa  41 kasus per 100.000 populasi
23
ETIOLOGI

Kuman aerob :
Streptococcus pyogene (Grup A,B,C,G beta-
hemolitik streptococci), Hemophilus influenza
(tipe b dan non-tipikal), Staphylococcus aureus,
Haemophilus parainfluenzae, Neisseria sp.,
dan Mycobacteria sp.

Kuman anaerob :
yaitu Fusobacterium Peptostreptococcuse,
Streptococcus sp., dan Bacteroides.

Virus :
24
Eipsten-Barr Adenovirus, Influenza A dan B,
Herpes simplex, Parainfluenza.
PATOFISIOLOGI
Stadium
Infiltrasi

Tonsilitis Infeksi masuk


kapsul Peritonsilitis
akut

Tonsil dan Pembentukan


uvula nanah/pus
terdorong

Infiltrasi
Palatum mole
supurasi ke
membengkak,
ruang potensial
hiperemis 25
peritonsil
PATOFISIOLOGI
Stadium
Supurasi

Pembentukan Teraba lunak,


nanah / pus berwarna
(supurasi) kuning

Trismus

Iritasi M.
Radang
pterigoid
jaringan sekitar
interna.

26
PATOFISIOLOGI

- Kelenjar Weber  kelenjar mukus yang terletak di atas kapsul


tonsil mengeluarkan air liur ke permukaan kripta tonsil.

- Dilaporkan bahwa penyakit gigi dapat memegang peranan dalam


etiologi abses peritonsiler.

27
MANIFESTASI KLINIS

- Odinofagi  gejala menonjol

- Sulit menelan ludah  hipersalivasi

- Mulut berbau (foetor ex ore)

- Muntah (regurgitasi)

- Nyeri alih ke telinga (otalgi) sisi ipsilateral.

28
MANIFESTASI KLINIS
Pem. Fisik :
- Trismus

- Suara bergumam hot


potato voice
- Uvula bengkak dan
terdorong ke sisi
kontralateral.
- Demam

- Palatum mole membengkak


dan menonjol ke depan,
fluktuasi.
- Tonsil bengkak, hiperemis, 29
mungkin banyak detritus
dan terdorong ke arah
DIAGNOSIS

Gejala Klinis
Riwayat Pemeriksaan
penyakit fisik

Diagnosis

- Tindakan diagnosis (gold standard)  Aspirasi


dengan jarum
30
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Bertujuan :

 Diagnosis

 Perencanaan penatalaksanaan

Terdiri atas :

1. Pemeriksaan laboratorium  darah lengkap 


Leukositosis

2. Pemeriksaan radiologi 31
PEMERIKSAAN RADIOLOGI

- Pemeriksaan Foto Polos

Hasil : Foto polos posisi antero-posterior

menunjukkan “distorsi” dari jaringan tetapi tidak

berguna untuk menentuan pasti lokasi abses.

- CT-Scan

- USG Intraoral
32

- MRI
CT-SCAN

33
CT-SCAN

34
ULTRASONOGRAFI INTRAORAL

35
MRI

36
PENATALAKSANAAN
Tujuan :
- Mencegah obstruksi pernafasan

- Mencegah meluasnya abses ke ruang parafaring, mediastinum dan


basis kranii.

Landasan pengobatan :

Drainase

Pertahankan
Terapi
hidrasi dan
antibiotik
kontrol nyeri

Terapi suportif
37
PENATALAKSANAAN

Apakah
Apa Antibiotik pasien
metode mana yang dapat Apakah
drainase harus dirawat diperlukan
terbaik diresepkan sebagai kortikoster
untuk setelah pasien oid ?
abses ? drainase ? rawat jalan
?

38
Metode drainase untuk abses

Prosedur utama :

- Aspirasi jarum

- Insisi

- Tonsilektomi langsung

39
Aspirasi Jarum

Teknik aspirasi dengan jarum antara


lain :
- Pastikan keamanan jalan napas

- Periksa apakah tersedia


pencahayaan dan suction yang
memadai.
- Meminta pasien untuk duduk
sedikit ke depan dan setinggi
mata dokter.
- Lakukan palpasi palatum mole
dengan lembut untuk melokalisasi
area yang berfluktuasi.
- Aplikasikan anestesi topikal
menggunakan Cetacaine spray.

40
Aspirasi Jarum

- Tunggu beberapa menit hingga


anestesi topikal mulai bekerja,
kemudian buatkan 6 mL hingga
10 mL lidokain 1% hingga 2%
dengan epinefrin. Atau 2 cc
Xilocain dengan adrenalin
(1/100.000).
- Gunakan jarum 25 ½ inci untuk
menyuntikkan anestesi lokal ke
dalam mukosa di atas area yang
berfluktuasi.
- Menekan lidah menggunakan
spatel lidah.
- Masukkan jarum spinal ukuran 18
yang ditempelkan pada jarum
suntik 10 mL ke dalam daerah
dengan fluktuasi maksimum dan
aspirasi. 41
Aspirasi Jarum
- Jangan memasukkan jarum lebih
dari 8 mm.
- Jika positif untuk nanah, aspirasi
sampai tidak ada nanah yang
kembali.
- Jika negatif untuk nanah, tarik
jarum dan ulangi sedikit lebih
rendah;
- Hati-hati terhadap arteri karotid
yang terletak 2 cm posterior dan
lateral dari pilar tonsil, dan risiko
tusukan meningkat semakin rendah
jarum diarahkan.
- Jika aspirasi tidak berhasil, lakukan
pemeriksaan radiologi untuk
mengonfirmasi keberadaan abses
dan melakukan konsultasi ke
spesialis THT untuk kemungkinan
insisi dan drainase yang sesuai.

42
Insisi

Lokasi insisi :
- Dipalpasi pada daerah
yang paling fluktuatif dan
paling menonjol,
- Pada titik yang terletak
dua pertiga dari garis
khayal yang dibuat antara
dasar uvula dengan molar
terakhir pada sisi yang
sakit.
- Pada pertengahan garis
horizontal antara
pertengahan basis uvula
dan molar 3 atas.
43
Insisi

- Setelah dilakukan aspirasi


memastikan adanya pus,
kemudian pisau tonsil no 12 atau
no 11 dengan plester untuk
mencegah penetrasi yang dalam,
digunakan untuk membuat insisi
melalui mukosa dan submukosa
dekat kutub atas fosa tonsilaris.

- Siapkan suction 
mengumpulkan pus.

44
Tonsilektomi

Indikasi absolut :

- Orang yang menderita abses peritonsiler berulang

- Abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya.

Kapan tonsilektomi ??

Sebagian penulis  6-8 minggu karena kemungkinan perdarahan atau


sepsis, sebagian lagi menganjurkan tonsilektomi segera.

45
Tonsilektomi

Tonsilektomi

a chaud froid
a tiede
(4-6 minggu
(bersamaan (3-4 hari setelah
setelah drainase
drainase abses) drainase abses)
abses)

Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang,


yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses.

46
ANTIBIOTIK YANG DIRESEPKAN
SETELAH DRAINASE

Terapi Intravena
- Penisilin G, 10 juta unit setiap 6 jam, ditambah metronidazole
(Flagyl), 500 mg setiap 6 jam.

- Ampisilin / sulbaktam (Unasyn), 3 g setiap 6 jam.

- Sefalosporin generasi ketiga (mis., Ceftriaxone, 1 g setiap 12


jam) ditambah metronidazol, 500 mg setiap 6 jam.

- Piperacillin / tazobactam (Zosyn), 3,375 g setiap 6 jam (dosis


harian maksimum 18 g).

- Jika alergi penisilin, maka klindamisin, 900 mg setiap 8 jam.


47
- Jika terdapat MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus
aureus), maka vankomisin, 1 g setiap 12 jam, ditambah
ANTIBIOTIK YANG DIRESEPKAN
SETELAH DRAINASE (SELAMA 10-14 HARI)

Terapi Oral
- Penisilin VK, 500 mg setiap 6 jam, ditambah metronidazol, 500
mg setiap 6 jam.

- Amoksisilin / klavulanat (Augmentin), 875 mg setiap 12 jam.

- Sefalosporin generasi ketiga (mis., Cefdinir [Omnicef], 300 mg


setiap 12 jam) ditambah metronidazol, 500 mg setiap 6 jam.

- Clindamycin, 300 hingga 450 mg setiap 8 jam.

- Jika terdapat MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus


aureus), maka linezolid (Zyvox), 600 mg setiap 12 jam, ditambah 48
metronidazol, 500 mg setiap 6 jam.
APAKAH PASIEN DAPAT
DIRAWAT SEBAGAI PASIEN
RAWAT JALAN ?

Pasien dengan abses peritonsillar dapat dirawat sebagai


pasien rawat jalan, tetapi sebagian kecil mungkin
memerlukan rawat inap.

Indikasi rawat inap :


- Dehidrasi

- Ketidakmampuan untuk mengelola asupan cairan oral

- Masalah jalan napas (kissing tonsils)

- Kegagalan manajemen rawat jalan.

- Kondisi komorbid  diabetes mellitus, penyakit


49
imunosupresif, penggunaan obat imunosupresif kronis
(termasuk penggunaan kortikosteroid yang lama), atau
TERAPI
KORTIKOSTEROID

Gejala akut

 Dua penelitian kecil  penambahan dosis kortikosteroid tunggal diberikan secara IM


atau IV (metilprednisolon, 2 hingga 3 mg per kg hingga 250 mg, atau deksametason,
10 mg)  penurunan rasa sakit dan peningkatan asupan cairan oral dalam waktu 12
hingga 24 jam  menghilang dalam 48 jam.

 Secara empiris mempercepat pemulihan seperti waktu rawat inap yang lebih singkat
dan resolusi nyeri yang lebih cepat, namun, penelitian tambahan diperlukan sebelum
penggunaan rutin kortikosteroid terutama mengenai protokol pengobatan.

50
KOMPLIKASI
- Dehidrasi
- Abses pecah spontan  perdarahan (akibat erosi atau nekrosis
septik pada selubung karotis)
- Aspirasi paru atau pyemia
- Penjalaran infeksi abses ke daerah parafaring  abses
parafaring,
- Penjalaran ke daerah intrakranial  trombus sinus
kavernosus,meningitis dan abses otak.

Pada keadaan ini, bila tidak ditangani dengan baik maka akan
menghasilkan gejala sisa neurologis yang fatal.

51
PROGNOSIS
- Pemberian antibiotik yang adekuat dan drainase abses 
hasilnya baik, beberapa hari terjadi penyembuhan.

- Bila pasien tetap mengeluh sakit tenggorok setelah insisi abses,


 tonsilektomi.

- Kekambuhan  usia di bawah 30 tahun dan sebelumnya


menderita tonsilitis sampai 5 episode.

52
BAB III
PENUTUP

53
KESIMPULAN
- Abses peritonsiler adalah sekresi purulen yang terakumulasi di
dalam ruangan antara kapsul fibrosa tonsil palatine dan M.
konstriktor superior faringeal.

- Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsillitis akut, sehingga


biasanya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsilitis,
yaitu kuman aerob dan anaerob.

- Nyeri tenggorok yang hebat (Odinofagi) dapat merupakan


gejala menonjol, selain itu juga ditandai dengan hipersalivasi,
mulut berbau (foetor ex ore), nyeri alih ke telinga (otalgi) sisi
ipsilateral, trismus, suara bergumam yang disebut hot potato
voice, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral.

54
KESIMPULAN
- Diagnosis dibuat berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis,
dan pemeriksaan fisik. Aspirasi dengan jarum pada daerah
yang paling fluktuatif, atau punksi merupakan tindakan
diagnosis yang akurat (gold standard) untuk memastikan abses
peritonsil.

- Pemeriksaan penunjang yang akurat adalah CT-Scan.


- Drainase, terapi antibiotik, dan terapi suportif untuk
mempertahankan hidrasi dan kontrol nyeri adalah landasan
pengobatan untuk abses peritonsillar.

- Tonsilektomi diindikasikan pada orang yang menderita abses


peritonsiler berulang atau abses yang meluas pada ruang
jaringan sekitarnya.
55
KESIMPULAN
- Komplikasi segera yang dapat terjadi berupa dehidrasi karena
masukan makanan yang kurang. Abses pecah spontan,
mengakibatkan terjadi perdarahan. Komplikasi lain yang
mungkin timbul akibat penyebaran abses adalah endokarditis,
glomerulonefritis, dan peritonitis.

- Prognosis baik jika pemberian antibiotik yang adekuat dan


drainase abses.

- Kekambuhan terjadi pada orang dengan usia di bawah 30


tahun dan sebelumnya menderita tonsilitis sampai 5 episode.

56
TERIMA KASIH


Anda mungkin juga menyukai