Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

SINDROMA NEFROTIK PADA ANAK

OLEH:
Definisi

kumpulan gejala yang disebabkan oleh kelainan


glomerular dengan gejala edema, proteinuria masif
(lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam) hipoalbuminemia
(kurang dari 2,5 gram/100 ml), dan
hiperkolesterolemia melebihi 250mg/dl

Dijumpai pada kondisi rusaknya membran kapiler glomerulus


yang signifikan dan menyebabkan peningkatan permeabilitas
membran glomerulus terhadap protein
Etiologi

Kongenital Primer/Idiopatik Sekunder

Kelainan gen Tidak diketahui dengan jelas: Timbul sebagai akibat dari
kelainan pada glomerulus itu suatu penyakit sistemik atau
Infeksi kongenital sendiri tanpa ada penyebab sebagai akibat dari berbagai
lain sebab yang nyata seperti
misalnya efek samping obat.
SN-Kongenital
Kelainan gen

Wilms’ tumor suppressor gene (WT1): Gen NPHS1 merupakan gen spesifik
gen yang banyak diexspresikan oleh sel podosit untuk glomerulus yang mengkode protein transmembran yang
mengontrol fungsi sel seperti meregulasi keluarnya nephrin. disebut nephrin: komponen utama slit pore podosis.
klasifikasi
Sindrom nefrotik sensitif
• Berdasarkan respon klinis steroid

Sindrom nefrotik resisten


steroid
Klasifikasi lain :
a.Penyakit Lesi Minimal (MCD)
Kelainan utama pada MCD adalah adanya defek filtrasi glomerulus
terhadap protein

b.Glomerulonephritis Membranosa (MN)


Nefropati Membranosa (MN) merupakan penyakit glomerulus di mana
terdapat penimbunan immunoglobulin G dan komplemennya pada
podosit di lapisan subepitelial dinding kapiler glomerulus. Kebanyakan
kasus muncul dengan penyebab awal yang tidak jelas
c. Glomerulosklerosis Fokal Segmental (FSGS)
• Glomerulosklerosis Fokal Segmental merupakan
salah satu tanda dari kelainan pada glomerulus.
• .Penyebab dari kelainan ini bervariasi misalnya
mutasi genetik protein podosit, trauma, infeksi
virus, keracunan obat, dan penyebab lainnya.
• trauma langsung pada podosit dianggap sebagai
penyebab utama penyakit ini.
d.Glomerulonephritis Membranoproliferatif
(MPGN)
• Glomerulonephritis Membranoproliferative
atau Mesangiocapillary glomerulonephritis
secara histologis ditandai dengan lesi
proliferatif difus dan pelebaran pada lengkung
kapiler sering disertai dengan
doublecountured appearance
Batasan

• Remisi :proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/


jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu

proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari


• Relaps berturut-turut dalam 1minggu

• Relaps jarang relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah


respons awal atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan

• Relaps sering
relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal
atau ≥ 4 x dalam periode 1 tahun

relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan


• Dependen steroid (alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan
dihentikan
tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis
• Resistent steroid penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu

tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis


• Sensitif steroid penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu
PATOFISIOLOGi
Manifestasi klinis
Gejala utama Gejala lainnya yang jarang
- edema anasarka • Hipertensi

- Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau • - Hematuria


0,05 g/kg BB/hari padaanak – anak.
• - Diare
- Hipoalbuminemia < 20-30 mg/dl.
• - Anorexia
- Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia >
• - Fatigue atau malaise ringan
250mg/dl
• - Nyeri abdomen atau nyeri perut

• - Berat badan meningkat


• - Hiperkoagulabilitas
Penegakkan Diagnosis
• Bengkak di kedua kelopak mata, perut,
Anamnesis tungkai, atau seluruh tubuh
• Urin kemerahan, jumlah berkurang

Pemeriksaan • Edema di kedua kelopak mata, tungkai, asites


dan edema skrotum/labia.
fisik • Hipertensi

Pemeriksaan • Urinalisis
• Protein urin kuantitatif
penunjang • Pemeriksaan darah
Diagnosis banding

1. Glomerulonefritis akut.
2. Lupus sistemik eritematosus
Tatalaksana
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama
kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan
tujuan:
• Mempercepat pemeriksaan dan evaluasi
• Pengaturan diit penanggulangan edema
• Memulai pengobatan steroid
• Edukasi orangtua.
Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan
pemeriksaan- pemeriksaan berikut:
• Pengukuran berat badan dan tinggi badan
• Pengukuran tekanan darah
• Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala
penyakit sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik,
purpura Henoch-Schonlein. Mencari fokus infeksi
digigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan.
• Setiap infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum
terapi steroid dimulai.Melakukan uji Mantoux. Bila
hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6
bulan bersama steroid, dan bila ditemukan
tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya
dilakukan bila:
• Terdapat edema anasarka yang berat
• Disertai komplikasi muntah
• Infeksi berat
• Gagal ginjal
• Syok
Tatalaksana Diitetik
• Diit protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2
g/kgbb/hari
• Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya
diperlukan selama anak menderita edema.
Tatalaksana Diuretik
Imunisasi
Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan
kortikosteroid >2 mg/kgbb/ hari atau total >20
mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan
pasien imunokompromais.
• Dalam 6 minggu setelah obat dihentikan hanya
boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV
(inactivated polio vaccine)
• Setelah 6 minggu dapat diberikan vaksin virus
hidup, seperti polio oral, campak, MMR,
varisela.
Kortikosteroid
Terapi Inisial
• Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik
idiopatik tanpa kontraindikasi steroid sesuai dengan
anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m
LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam
dosis terbagi, untuk menginduksi remisi
• Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan
selama 4 minggu.
• Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan
dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB
(2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating
(selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi.
• Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh,
tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten
steroid.
Kortikosteroid
Pengobatan SN Relaps
• Prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4
minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4
minggu.
• Pada pasien SN remisi yang mengalami proteinuria
kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian
prednison, dicari lebih dahulu pe
• micunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila
terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila
kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan
pengobatan relaps.
Kortikosteroid
Pengobatan sering relaps atau depandan steroid
• Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau
dependen steroid:
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian levamisol
3. Pengobatan dengan sitostatik
4. Pengobatan dengan siklosporin atau
mikofenolat mofetil (opsi terakhir)
Pengobatan SN dengan Kontraindikasi Steroid
• Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan
kontraindikasi steroid, seperti tekanan darah tinggi,
peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi berat, maka
dapat diberikan sitostatik CPA oral maupun CPA puls.
• Siklofosfamid dapat diberikan per oral dengan dosis 2-3
mg/kg bb/hari dosis tunggal, maupun secara intravena (CPA
puls). CPA oral diberikan selama 8 minggu.
• CPA puls diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB,
yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan
selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan
interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6
bulan).
Pengobatan SN Resisten Steroid
1. Siklofosfamid (CPA)
• Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid
dilaporkan dapat menimbulkan remisi.
• Pada SN resisten steroid yang mengalami remisi
dengan pemberian CPA, bila terjadi relaps dapat dicoba
pemberian prednison lagi karena SN yang resisten
steroid dapat menjadi sensitif kembali.
• Namun bila pada pemberian steroid dosis penuh tidak
terjadi remisi (terjadi resisten steroid) atau menjadi
dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin.
2. Siklosporin (CyA)
• Penggunaan CyA pada SN resisten steroid
telah banyak dilaporkan dalam literatur, tetapi
karena harga obat yang mahal maka
pemakaian CyA jarang atau sangat selektif.
3. Metilprednisolon puls
• Mendoza dkk. (1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan
metil prednisolon puls selama 82 minggu + prednison oral
dan siklofosfamid atau klorambusil 8-12 minggu.
Metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb (maksimum 1000 mg)
dilarutkan dalam 50-100 mL glukosa 5%, diberikan dalam 2-
4 jam.
4. Obat imunosupresif lain
• Obat imunosupresif lain yang dilaporkan telah
digunakan pada SNRS adalah vinkristin,
takrolimus, dan mikofenolat mofetil. Karena
laporan dalam literatur yang masih sporadik
dan tidak dilakukan dengan studi kontrol,
maka obat ini belum direkomendasi di
Indonesia.
Komplikasi

1. Infeksi sekunder

• terutama infeksi kulit oleh streptococcus,


staphylococcus, bronkopneumonia, TBC. Erupsi
erisipelas pada kulit perut atau paha sering
ditemukan.
• Pinggiran kelainan kulit ini batasnya tegas, tapi
kurang menonjol seperti erisipelas dan biasanya tidak
ditemukan organisme apabila kelainan kulit dibiakan.
2. Peritonitis

• karena adanya edema di mukosa usus membentuk


media yang baik untuk perkembangan kuman-kuman
komensal usus. Biasanya akibat infeksi streptokokus
pneumonia, E.coli.
3. Hiperlipidemia
Kadar LDL, VLDL, trigliserida, dan lipoprotein meningkat
pada sindrom nefrotik relaps atau resisten steroid,
tetapi kadar HDL menurun 26 atau normal. Kadar
kolesterol yang meningkat tersebut mempunya sifat
aterogenik dan trombogenik

4.Hipokalsemia
Hipokalsemia pada sindrom nefrotik dapat terjadi
karena :
- Penggunaan steroid jangka panjang yang
menimbulkan osteoporosis dan osteopenia
- Kebocoran metabolit vitamin D Untuk menjaga
keseimbangan jumlah kalsium
5. Hipovolemia
Hipovolemia dapat terjadi akibat pemberian diuretik yang berlebihan
atau pasien dengan keadaan SN relaps. Gejala-gejalanya antara lain
hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin, dan sering juga 27 disertai
sakit perut

6.Efek samping steroid


lain peningkatan nafsu makan, gangguan pertumbuhan, perubahan
perilaku, peningkatan resiko infeksi, retensi air dan garam, hipertensi,
dan demineralisasi tulang. Pemantauan terhadap gejala-gejala
cushingoid, pengukuran tekanan darah, pengukuran berat badan dan
dan tinggi badan setiap 6 bulan sekali, dan evaluasi timbulnya katarak
setiap tahun sekali pada pasien SN.
Prognosis
• Prognosis makin baik jika dapat di diagnosis segera.
• Prognosis juga baik bila penyakit memberikan respons yang
baik terhadap kortikosteroid dan jarang terjadi relaps.
• Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat
infeksi, tetapi tidak berdaya terhadap kelainan ginjal
sehingga akhirnya dapat terjadi gagal ginjal.
• Prognosis minimal lesion lebih baik dari pada golongan
lainnya; sangat baik untuk anak-anak dan orang
dewasa, bahkan bagi mereka yang tergantung steroid.
• Prognosis buruk pada glomerolunefritis proliferatif
membranosa (MPGN), kelainan ini sering ditemukan pada
nefritis setelah infeksi streptococcus yang progresif dan
pada SN.
EDUKASI PASIEN
• Diet rendah garam (1-2 gram per hari) untuk
meminimalisir retensi cairan dan mengurangi tekanan
darah.
• Modifikasi diet, hindari makanan tinggi kolesterol dan
tinggi lemak
• Minum vitamin supplemen vitaminA, B kompleks ,C,
dan D
• Laporkan apabila ada tanda-tanda shock
• Preventif infeksi
• Periksa secara berkala ke dokter atau dietician tiap 2
minggu
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai