Anda di halaman 1dari 38

MORBUS HANSEN

M A F I DA R I STA A ZI ZA H
2 0 1 810401011 015

P E MBI MBI NG :
DR . DI A N A K A RT I K A SA R I , S P. K K

SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Gambiran Kediri


Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Kusta merupakan salah satu penyakit menular yang
menimbulkan masalah yang sangat kompleks

Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi


Mycobactierum leprae yang menyerang berbagai bagian
tubuh

Dari 159 negara, Indonesia menduduki posisi tertinggi


ketiga dengan ditemukannya >10.000 kasus baru lepra
dengan peningkatan sebanyak 1.107 kasus pada tahun 2018
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
 Lepra merupakan penyakit infeksi kronis granulomatosa yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae, dimana bakteri tersebut akan menginfeksi jaringan kulit
mukosa dan saraf tepi
Lepra memiliki sinonim yaitu morbus hansen atau kusta. Sinomin lainnya
adalah hansen’s disease, hanseniasi atau nama-nama lokal lainnya dari area
endemik lepra
Saraf tepi sebagai afinitas utama, kemudian kulit, mukosa, traktus resipatorius
bagian atas dan dapat menyebar ke organ lain kecuali susunan saraf pusat
EPIDEMIOLOGI
Data yang tercatat
12000

10000

8000

6000

4000

2000

0
32 Negara 47 Negara 24 Negara 41 Negara 12 Negara 3 Negara

Data yang tercatat


Pada tahun 2000, sudah mencapai status eliminiasi lepra  angka prevalensi <1 per 10.000 penduduk (<10 per
100.000 penduduk).
Pada tahun 2017 angka prevalensi lepra di Indonesia sebesar 0,70 kasus/10.000 penduduk dengan angka
penemuan kasus baru sebesar 6.08 kasus/100.000 penduduk  10 provinsi di Indonesia belum bisa
dinyatakan bebas kusta
ETIOLOGI
Mycobacterium leprae (M. leprae) adalah patogen penyebab penyakit kusta.
Sifat dari patogen ini adalah obligat intraseluler, aerob, tidak dapat dibiakkan
secara in vitro, berukuran 3-8µm x 0,5 µm, tahan asam dan alkohol dan
merupakan bakteri basil Gram positif
Patogen ini efektif bergantung pada dua struktur, kapsul dan dinding sel 
Phthiocerol dimycocerosate dan fenolat glikolipid I
SERTA lipoarabinomannan
Masa inkubasi M. leprae rata-rata 2-5 tahun, akan tetapi dapat berlangsung
hingga 40 tahun. Dapat hidup diluar tubuh dalam waktu 36 jam sampai 9 hari
Droplet inhalasi yang mengandung agen M. leprae atau kontak kulit
PATOFISIOLOGI
Membuka filament
nervus pada
epidermis
Melewati pembuluh darah
Masuknya M. leprae di
 memberikan akses M.
leprae menuju nervus epidermis  sel
melalui kapiler intraneural Schwann lain

M. leprae
memfagositosis
makrofag yang ada
di dermis
REAKSI KUSTA
Reaksi kusta adalah reaksi kekebalan (celluler response) atau reaksi antigen
antibody (humoral response) yang merugikan terutama jika menimbulkan
gangguan fungsi akibat mengenai saraf tepi, muncul sebagai episode akut dalam
perjalanan kronis penyakit kusta
Reaksi reversal (Reaksi tipe 1) Eritema nodosum leprosum
(Reaksi tipe 2)
 Tipe borderline terutama BL dan BB  LL dengan infiltrasi kulit
 Reaksi dapat timbul sebelum, selama dan setelah  Reaksi timbul tahun pertama MDT
pengobatan (RFT)
 Usia muda
 Usia tua
 Obat MDT kecuali klofazimin
 Lesi dan keterlibatan saraf multipel
 Indeks Bakteri (IB) >4+
 Lesi pada wajah dan dekat mata, berisiko
 Dipengaruhi stres fisik dan mental.
terjadinya lagoftalmos
 Infeksi penyerta: Streptococcus, virus, parasit
 Infeksi penyerta: Hepatitis B atau C
intestinal, filaria, malaria
 Kebanyakan pada trimester ke-3
 Lain-lain seperti trauma, operasi, imunisasi protektif,
tes Mantoux positif kuat, minum kalium hidroksida
Gejala/tanda Reaksi tipe 1 Reaksi tipe 2
Tipe kusta Dapat terjadi pada kusta Hanya pada kusta tipe
tipe PB maupun MB. MB.
Waktu timbulnya Biasanya dalam 6 bulan Biasanya setelah
pertama pengobatan. mendapatkan
pengobatan yang lama,
umumnya lebih dari 6
bulan.
Keadaan umum Umumnya baik, demam Ringan hingga berat
ringan (subfebris) atau disertai kelemahan
tanpa demam. umum dan demam
tinggi.
Peradangan di kulit Bercak kulit lama menjadi Timbul nodul
lebih meradang (merah), kemerahan, lunak dan
bengkak, berkilat, hangat. nyeri tekan. Biasanya
Kadang-kadang hanya pada lengan dan
pada sebagian lesi. Dapat tungkai. Nodus dapat
timbul bercak baru. pecah (ulserasi).
Neuritis Sering terjadi, berupa nyeri Dapat terjadi.
tekan saraf dan atau
gangguan fungsi saraf.
Silent neuritis (-).
Radang mata Dapat terjadi pada kusta Hanya pada kusta tipe
tipe PB maupun MB. MB.
Edema ekstremitas (+) (-)
Peradangan pada Hampir tidak ada. Terjadi pada mata,
organ lain kelenjar getah bening,
sendi, ginjal, testis dll.
KLASIFIKASI
RIDLEY-JOPLING WHO JENIS LAINNYA

• Tuberculoid (TT) • Pausibasiler (PB) • Kusta neural


• Boderline Tuberculoid • Multibasiler (MB) • Kusta histoid
(BT)
• Borderline-borderline
Mid-boderline (BB)
• Borderline-lepromatous
(BL)
• Lepromatosa (LL)
PB MB

1. Lesi kulit (makula datar, papul -1-5 lesi - > 5 lesi


yang meninggi, nous) -Hipopigmentasi/eritema - Distribusi lebih simetris
-Distribusi tidak simetris - Hilangnya sensasi kurang
-Hilangnya sensasi yang jelas
jelas
1. Kerusakan saraf (menyebabkan - Hanya satu cabang saraf - Banyak cabang saraf
hilangnya sensasi/kelemahan
otot yang dipersarafi oleh saraf
yang terkena)
MB
Sifat LL BL BB
Lesi
Bentuk Makula, infiltrate, difus, Makula, plakat, papul Plakat, kubah, punch out
nodus
Jumlah Tidak terhitung, tidak ada Sukar dihitung, masih ada Dapat dihitung, kulit sehat
kulit sehat kulit sehat jelas ada

Distribusi Simetris Hamper simetris Asimetris


Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas
Anastesia Tidak ada, sampai tidak jelas Tidka jelas Lebih jelas
BTA

Lesi kulit Banyak, ada Banyak Agak banyak


globus

Secret hidung Banyak, ada Biasanya negatif Negative


globus

Tes lepromin Negative Negative Biasanya


negative
PB
Sifat TT BT I

Lesi

Bentuk Makula saja, makula Makula dibatasi infiltrate, Hanya makula


dibatasi infiltrate infiltrate saja

Jumlah Satu, dapat beberapa Beberapa atau satu Satu atau beberapa
dengan satelit

Distribusi Asimetris Masih asimetris Variasi


Batas Jelas Jelas Dapat jelas atau
tidak jelas
Permukaan Kering, bersisik Kering, bersisik Halus, agak
mengkilat
Anastesia Jelas Jelas Tidak ada sampai
tidak jelas
BTA
Lesi kulit Hampir selalu Negatif atau 1+ Biasanya negatif
negative
Tes lepromin Positif kuat +3 Positif lemah Dapat positif lemah
atau Negatif
DIAGNOSIS

ANAMNESIS
PEMERIKSAAN PEERIKSAAN
(MANIFESTASI FISIK PENUNJANG
KLINIS)
CARDINAL SIGN

Ditemukannya
Bercak kulit Penebalan
basil tahan
yang mati rasa saraf tepi
asam
PENATALAKSANAAN
◦ Non Medikamentosa
1. Rehabilitasi medik, meliputi fisioterapi, penggunaan protese, dan terapi
okupasi.
2. Rehabilitias non-medik, meliputi: rehabilitasi mental, karya dan sosial.
3. Edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat: menghilangkan stigma dan
penggunaan obat.
4. Setiap kontrol, harus dilakukan pemeriksaan untuk pencegahan disabilitas5.
MEDIKAMENTOSA
Umur Obat Dosis dan Frekuensi MB PB

Dewasa Rifampisin 600 mg 1 x/bulan 12 bulan 6 bulan

Clofazimine 300 mg 1x/bulan dan 50 mg/hari

Dapsone 100 mg/hari

Anak (10-14 tahun) Rifampisin 450 mg 1x/bulan 12 bulan 6 bulan

Clofazimine 150 mg 1x/bulan dan 50 mg/hari

Dapsone 50 mg/hari

Anak (<10 tahun Rifampisin 10mg/kg 1x/bulan 12 bulan 6 bulan

atau < 40 kg Clofazimine 6 mg/kg 1x/bulan dan

1mg/kg/hari

Dapsone 2 mg/kg/hari
Resisten 6 bulan awal (perhari) 18 bulan selanjutnya
(perhari)
Rifampicin Ofloxacin 400 mg + Ofloxacin 400 mg OR
minocycline 100 mg + minocycline 100 mg +
clofozimine 50 mg clofozimine 50 mg
Ofloxacin 400 mg + Ofloxacin 400 mg +
clarithromycin 500 mg + clofazimine 50 mg
clofozimine 50 mg
Rifampicin dan ofloxacin Clarithromycin 500 mg + Clarithromycin 500 mg OR
minocycline 100 mg + minocycline 100 mg +
clofazimine 50 mg clofazimine 50 mg
Umur/berat Single Dose Rifampicin

15 tahun atau lebih 600 mg

10-14 tahun 450 mg

Anak usia 6-9 tahun (berat ≥ 20 kg) 300 mg

Anak < 20 kg (≥ 2 tahun) 10-15 mg/kg


DIAGNOSIS BANDING
Lesi Kulit
1. Makula hipopigmentasi : leukoderma, vitiligo, tinea versikolor, pitiriasis alba,
morfea, parut dan telangiektasis.
2. Plak eritema : tinea korporis, lupus vulgaris, lupus eritematosa, granuloma,
anulare, sifilis sekunder, sarkoidosis, leukemia kutis dan mikosis fungoides,
dermatofibroma, histiositoma, limfoma, neurofibromatosis, vaskukitis.
3. Ulkus : ulkus diabetic, ulkus kalosum, frmabusia, penyakit Raynaud & Buerger.
4. Plak : mikosis, urtikaria, erupsi papuloskuamosa, dan psoriasis.
Gangguan Saraf
Neuropati perifer : neuropati diabetik, amyloidosis saraf, dan trauma
PROGNOSIS

Dubia ad Dubia ad
bonam malam
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Lepra merupakan penyakit infeksi kronis granulomatosa yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae, dimana bakteri tersebut akan menginfeksi jaringan kulit
mukosa dan saraf tepi
Lepra diklasifikasikan menjadi 3 bagian utama yaitu berdasarkan Ridley-Jopling
dibagi menjadi TT, BT, BB, BL dan LL. Berdasarkan WHO terdapat Pausibasiler
dan Multibasiler, serta jenis kusta lainnya
Reaksi kusta adalah reaksi kekebalan (celluler response) atau reaksi antigen
antibody (humoral response) yang merugikan  ENL (eritema nodusum
leprosum) dan Reaksi reversal atau reaksi upgrading
Diagnosis lepra ditegakkan dengan adanya salah satu dari 3 cardinal sign
Pengobatan lepra menggunakan multi drug therapy
DAFTAR PUSTAKA
1. Darmaputra, I. G. N., & Ganeswari, P. A. D. (2018). Peran sitokin dalam kerusakan saraf pada penyakit kusta: Tinjuan Pustaka. Intisari Sains
Medis, 9(3), 92–100. https://doi.org/10.15562/ism.v9i3.328
2. Kemenkes RI. (2018). Hapuskan Stigma dan Diskriminasi Terhadap Kusta (pp. 1–9). pp. 1–9.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1213/01.ANE.0000403381.51061.df
3. Kosasih A, Wisnu, Emmy, Sri L. Kusta, Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin,. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2019, p : 87-102
4. Lowell A. Goldsmith, Stephen I. Katz, Barbara A. Gilchrest, Amy S. Paller, David J. Leffel, Klaus Wolff. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine 9th ed Volume 1, USA, Mc Graw Hill Companies, 2019
5. Perdoski. (2017). Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin Di Indonesia. In Perdoski (Vol. 2).
https://doi.org/10.1021/jo900140t
6. Vionni, Arifputra, J., & Arifputra, Y. (2016). Reaksi Kusta. Cermin Dunia Kedokteran, 43(7), 501–504.
7. WHO. (2017). Guidelines for the Diagnosis, Treatment and Prevention of Leprosy. 1, 87.
8. World Health Organization. (2019). Global leprosy update, 2018: moving towards a leprosy free world. Weekly Epidemiological Record,
35/36(94), 389–412. Retrieved from https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/326775/WER9435-36-en-fr.pdf

Anda mungkin juga menyukai