Anda di halaman 1dari 48

PRESENTASI

KASUS
TB
Oleh : Bayu Saputro Ismail

Pembimbing :
dr. R. Hantyanto Noriswanto, Sp.PD
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Bp. PR
No. RM : 665xxx
Usia : 77 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 31 Desember 1942
Alamat : Guyangan 02/04, Tanjung
Sari
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Masuk RS : 09 Januari 2020
Didapatkan melalui autoanamnesis pada tanggal
ANAMNESIS 19 Maret 2017.

Keluhan Utama
Demam turun naik sejak ±1 minggu sebelum masuk ruma
h sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh keluhan demam sejak ± 1 minggu sebelum masuk ru
mah sakit. Keluhan demam dirasakan naik turun, naik terutama pada so
re hingga malam hari. Keluhan demam juga tidak membaik walaupun s
udah meminum obat penurun panas dari warung.
Pasien juga mengeluhkan keluhan lemas, lesu, menggigil, nyeri kepala,
nafsu makan berkurang, mual, muntah ± 2-3x/hari isi makanan tanpa di
sertai darah, nyeri perut bawah, batuk berdahak tanpa disertai darah pa
da dahak hilang timbul sejak 1 bulan SMRS, penurunan berat badan kir
a-kira 5kg dalam 1 bulan terakhir.
Keluhan sesak, nyeri dada, nyeri perut dan keluhan pada bu
ang air besar dan buang air kecil disangkal pasien. Perubaha
n warna dan konsistensi saat buang air besar, sulit buang air
besar, nyeri buang air kecil dan perubahan warna pada air k
encing tidak dirasakan oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak mengeluhkan adanya keluhan diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung. Pasien juga menyangkal pengg
unaan obat-obatan TB Paru sebelumnya. Riwayat alergi obat
juga disangkal oleh pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Kondisi umum : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis.
Tekanan Darah : 120/70 mmHg.
Nadi : 84 kali/menit, regular.
Pernapasan : 24 kali/menit.
Suhu : 38,6 °C.
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Bentuk: Normal, simetris.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya positif pa
da kedua mata, pupil bulat isokor, edema periorbita negatif, ptosis negatif.
THT : Bentuk normal, simetris, tidak ditemukan napas cuping hidung maupu
n sianosis.
Mulut : Bibir tidak sianosis, mukosa bibir tidak hiperemis.

Leher : Trakea terletak ditengah, tidak tampak deviasi maupun retraksi. tiroid tid
ak membesar, JVP 5+2 cmH2O. , teraba benjolan di leher kanan ukuran 1x0,5x0,5 c
m, mobile, permukaan rata, hiperemis (-), nyeri tekan (-)
PEMERIKSAAN FISIK
T
H
Inspeksi
Rose spot -
Paru : Bentuk simetris, pergerakan dinding dada simetris saat

O statis dan dinamis.


Jantung : Iktus kordis terlihat di ICS V linea midclavicula anterior

R
sinistra.
Palpasi
Paru : Fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri.
A Jantung : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula anterior s
inistra, thrill teraba di apeks dan ICS II sinistra.

K
Perkusi
Paru : Sonor di seluruh lapang paru, batas paru-hati di ICS VI
linea midklavikula dekstra, peranjakan paru positif.
S Batas Jantung
Kiri
:
: ICS V linea midclavicula anterior sinistra.
Kanan : ICS IV linea parasternalis dekstra.
Atas : ICS II linea sternalis sinistra.
Auskultasi
Paru : Suara napas vesikular, tidak ada ronki atau mengi.
Jantung : S1 dan S2 regular, murmur negatif.
PEMERIKSAAN FISIK
Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris, tidak ada retraksi epigastrium, tidak tampak
pembesaran organ.
Palpasi : Teraba kenyal, tidak ada nyeri tekan. Hepar dan Lien tidak t
eraba membesar, ballotement ginjal negatif.
Perkusi : Timpani pada ke-4 kuadran abdomen. Shifting dullness -
Auskultasi : Bunyi usus positif, normal (frekuensi 14 kali/menit).

Ekstremitas : Akral hangat, lembab dan basah, tidak sianosis,


edema negatif, CRT < 2”.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Parameter Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 10,0 12,0-15,0
Hematokrit 31,0 35,0-45,0
Eritrosit 4,02 3,5-4,5
Trombosit 402.000 150-450
Leukosit 9,240 4,800-10,000

KIMIA KLINIK
SGOT 13 S/D 31 U/L
SGPT 4,3 S/D 31 U/L
Ureum 21 10-50
Kreatinin 0,4 0,5-1,5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Rontgen Thoraks (tanggal 17-03-2017)
Cor tidak membesar
Sinus dan diafragma normal
Pulmo : hilus normal, corakan bronkovaskular bertambah,
tampak bercak lunak di kedua lapang paru terutama lapa
ng atas dan tengah
Kesan : TB paru aktif

USG ABDOMEN (tanggal 23-03-2017)


Kesan :
Tidak tampak pembesaran KGB paraaorta dan para iliaka
USG Hepar, kandung empedu, pankreas, lien, ginjal kanan
dan kiri serta vesika urinaria masih tampak dalam batas
normal
DIAGNOSIS KLINIS

Observasi febris et causa


Tuberkulosis paru dengan
suspek limfoma maligna non
hodgkin dan demam tifoid
TATALAKSANA
Non-medikamentosa
– Bed rest

Medikamentosa
RHZE 450/300/1000/1000
Cefotaxime 2x1 gr IV
Omeprazole 1x40 mg Iv
Ondansetron 1x4 mg iv
Ketorolac 2x1 IV
PCT infus 3X500mg IV
MP 1X125 MG
Pct 3x500 mg PO
Sucralfat syr 3x10cc PO
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam.
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam.
TINJAUAN
TINJAUAN PUSTAKA
PUSTAKA
DAN
PEMBAHASAN
Tuberkulosis Paru Infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberkulosis, sejenis kuman berbentuk batang
panjangnya 1-4 / um dan tebal 0,3 - 0,6 /um
dengan dinding kuman terdiri atas asam lemak
(lipid).
Kuman ini menyebar melalui inhalasi droplet
nuclei kemudian masuk kesaluran napas dan
bersarang dijaringan paru.
TUBERKULOSIS PARU
Penyakit tuberculosis paru adalah suatu infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis pada organ paru.
Diagnosis TB

1. Semua suspek TB diperiks 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari


, yaitu sewaktu – pagi – sewaktu.
2. Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditem
ukan kuman TB (BTA)
3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriks
aan foto torak saja. Foto torak tidak selalu memberikan gambara
n yang khas pada TB paru sehingga sering terjadi overdiagnosis
Diagnosis
TB

Diagnosis dapat ditegagkan berdasarkan dari gambaran klinis, pemeriksaan mikrobiologi dan
hasil radiologi

Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Dahak Mikroskopik

• Gejala lokal (respiratorik) batuk • Pada pasien TB dapat •Pemeriksan dahak berfungsi untuk
lebih dari 2 minggu, hemoptisis, ditemukan suara napas menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan
sesak napas, dan nyeri dada. bronkial, amorfik, suara napas
menentukan potensi penularan.
melemah, atau ronki basah.
Pada pasien dengan
• Gejala sistemik, demam, •Pemeriksaan dahak untuk penegakan
limfadenitis TB terdapat
malaise, keringat malam, diagnosis dilakukan dengan
pembesaran kelenjar KGB
anoreksia, dan penurunan berat mengumpulkan 3 spesimen dahak
sekitar leher dan ketiak. yang dikumpulkan dalam 2 hari
badan.
kunjungan yang berurutan berupa
Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS)

Pemeriksaan dahak mikroskopik

•Dahak dikumpulkan pada P (Pagi)


saat suspek TB datang • Dahak dikumpulkan di
berkunjung pertama kali. UPK pada hari ke dua
•Dahak dikumpulkan di
Pada saat pulang, suspek
rumah pada pagi hari saat menyerahkan
membawa pot dahak untuk
kedua, segera setelah dahak pagi
mengumpulkan dahak pagi
pada hari ke 2 bangun tidur. Pot dibawa
dan diserahkan sendiri
kepada UPK
S (Sewaktu) S (Sewaktu)
Indikasi Pemeriksaan Foto Thorak

• Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.


• Pada kasus ini pemeriksaan foto torak dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA
positif. (lihat bagian alur)
1

• Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif ,dan
2 • Tidak ada perbaikan setelah antibiotika non OAT

• Pasien tersebut diduga mempunyai komplikasi sesak napas berat.

3
Klasifikasi penyakit dan tipe pasien

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu definisi kusus
yang meliputi 4 hal yaitu

Lokasi atau organ tubuh


yang sakit: paru atau ekstra
paru

Bakteriologi (hasil
pemeriksaan dahak secara
mikroskopis): BTA positif
atau BTA negatif

Tingkat keparahan penyakit:


ringan atau berat
Riwayat pengobatan TB
sebelumnya: Baru atau
sudah pernah diobati
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena

1. Tuberkulosis Paru : Tuberkulosis paru adalah Tuberkulosis yang menyerang


(jaringan parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.

2.Tuberkulosis Ekstra Paru: Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya: Pleura, selaput otak, selaput jantung ( perikardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain- lain
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
pada TB paru

1. Tuberkulosis Paru BTA Positif

 Sekurang – kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA p


ositif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto thorax dada me
ngambarkan Tuberkulosa
 Satu spesimen SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB posit
if.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen daha
k SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT
2. Tuberkulosa Paru BTA Negatif
Kriteria diagnosis paru BTA negatif harus meliputi:

 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif


 Foto torak abnormal menunjukan gambaran tuberkulosa
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit

1. TB Paru BTA negatif foto thorax positif


Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan r
ingan. Bentuk berat bila gambaran foto torak memperlihatkan gambaran ker
usakan paru yang luas atau keadaan umum pasien buruk.

2. TB ekstra paru, dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yait


u:
a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar lymfe, pleuritis eksudati
va unilateral.
b. TB ekstra paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, perito
nitis, pleutitis eksudativa bilteral, TB tulng belakang, TB usus, TB salur
an kemih dan alat kelamin.
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi beberapa tipe


pasien

1. Kasus Baru
Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari
satu bulan ( 4 minggu).

2. Kasus Kambuh ( Relaps)


Pasien tuberkulosa yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan tuberkulosis dan diny
atakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif

3. Kasus setelah putus obat


Psien yng telah putus berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

4. Kasus setelah gagal


Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bula
n ke lima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus Pindah (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari unit pelayanan kesehatan ( UPK) yang memi
liki registrasi TB lain untuk melanjutkan pengobatan.

6. Kasus Lain
Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas (kelompok kronik) yauitu pas
ien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang
Pengobatan TB

Tujuan Pengobatan
Untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuahn, memutuskan ranta
i penularan, dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

Prinsip Pengobatan
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup da
n dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterap
i) pemakaian OAT kombinasi Dosis Tetap ( OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat di
anjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung ( DOT=
directly observed ttreatment) oleh seorang pengawas menelan obat ( PMO)
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap Intensif dan tahap lanjutan
Tahap Awal (intensif)
 Pada tahap intensif atau awal pasien mendapatkan pengobatan setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
 Bila pengobtan Intensif tersebut diberikan secara tepat biasanya pasien menular tidak menja
di meular dalam kurun waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan

Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien menadapatkan jenis OAT lebuh sedikit, namun dalam jangka wa
ku yang lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman perister sehingga mencegah terjadinya kek
ambuhan.
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia

 Panduan OAT yang digunakan oleh program Nasional Penanggulangan Tuberkulosa di Indon
esia
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/ 4(HR)3
2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/ (HRZE)/5(HR) 3RE3
Disamping kedua kategori ini disediakan kedua obat sisispan (HRZE)
3. Kategori Anak : 2 HRZ/4HR

 Panduan OAT kategori -1 dan kategori -2 disedikan dalam bentuk paket berupa obat kombin
asi dosis tetap (OAT-KDT). Sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk
OAT kombipak.
 Tabel OAT KDT terdiri dari komplikasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya dises
uaikan dengan berat badan pasien. Panduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
 Paket kombipak
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol
yang dikemas dalam bentuk blister. Panduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dala
m pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT
Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya.
a. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien baru TB paru BTA positif
• Pasien TB paru BTA negatif foto torax positif
• Pasien TB ekstra paru
Kategori -2 : 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya
(pengobatan ulang):
 Pasien kambuh
 Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)
CC

Catatan:
1. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisisn adalah
500 mg tanpa memperhatikan BB.
2. Cara melarutkan streptomisisn vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest seban
yak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml. ( 1ml + 250 mg)
Pada pasien dilakukan
rontgen thoraks
Ditemukan kesan
TB PARU AKTIF
Pada pasien : kasus baru

Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3

Nama obat Dosis harian Dosis harian


(<50kg) (>50kg)
Isoniazid 300 mg 400 mg 600 mg
Rifampicin 450 mg 600 mg 600 mg
Pirazinamid 1000 mg 2000 mg 2-3 g
Streptomicin 750 mg 1000 mg 1000 mg
Etambutol 750 mg 1000 mg 1-1,5 g
DEMAM TIFOID
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang ditandai antara lain dengan demam dan nyeri abdomen yang dis
ebabkan oleh penyebaran Salmonella serotype Typhi, Salmonella serotype Paratyphi A, Salmonella serotype
Paratyphi B (Schootmuelleri), Salmonella serotype Paratyphi C (Hirschfeldii). Sinonim dari demam tifoid adala
h enteric fever, typhus abdominalis.
Gambaran klinik
Keluhan :
- Nyeri kepala (frontal) 100%
- Kurang enak di perut ≥ 50%
- Nyeri tulang, persendia ≥ 50%
PADA PASIEN
n dan otot
- BAB  50%
- Muntah  50%
Gejala :
- Demam 100%
- Nyeri tekan perut 75%
- Bronkitis 75%
- Toksik > 60%
- Letargik > 60%
- Lidah tifoid (“kotor”) 40%
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
– Demam yang tinggi.
– (rose spot) Perut distensi disertai dengan n
yeri tekan perut.
– Bradikardia relatif.
– Hepatosplenomegali.
– Jantung membesar dan lunak.
– Bila sudah terjadi perforasi maka akan did
apatkan tekanan sistolik yang menurun, ke
sadaran menurun, suhu badan naik, nyeri
perut dan defens muskuler akibat rangsan
gan peritoneum.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA PASIEN

Leukosit. NORMAL
SGOT dan SGPT. NORMAL
Biakan darah. -
Uji Widal. -
Diagnosis
Diagnosis biasanya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fi
sik dan gejala klinik serta pemeriksaan laboratorium serologi.
Bila didapati titer O yang tinggi tanpa imunisasi sebelumnya,
maka diagnosis demam tifoid dapat dianggap positif.
Diagnosis dapat dipastikan bila biakan dari darah, tinja, urin, s
umsum tulang, sputum atau eksudat purulen positif. (TIDAK
DILAKUKAN)
PENATALAKSANAAN

NON MEDIKAMENTOSA
- TIRAH BARING
- NUTRISI
- CAIRAN
- KOMPRES

MEDIKAMENTOSA
SIMPTOMATIK
CEFOTAXIME 2X1GRAM IV
Limfoma Non Hodgkin

Kelompok keganasan primer limfosit yang berasal dari limfosit B, limfosit T,


dan terkadang (sangat jarang) berasal dari sel natural killer NK yang berada d
idalam sistem limfe.
Etiologi dan Faktor Resiko

Sebagian besar LNH tidak


diketahui penyebabnya.

Faktor resiko yang berhubu


ngan dengan LNA meliputi
imunodefisiensi, Virus ebste
in bar (EBV)
1. Pembesaran KGB
2. Malaise
3. Demam tinggi ≥38 °C
4. Keringat malam
Manifestasi Klinis 5. Penurunan berat badan 10% dalam waktu 1 bulan
6. Keluhan anmeia
7. Keterlibatan cincin waldeyer (suara serak.
8. Pada pemeriksan fisik didapatkan pembesaran K
GB
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis 1. Pemeriksaan Laboratorium: darah perifer leng
kap, fungsi hati, fungsi ginjal
Diagnosis ditegakkan berdasarkan peme 2. Pencitraan CT scan/ USG abdomen: untuk me
riksaan Histopatologi dan Sitologi ngetahui adanya pembesaran KGB paraaorta a
bdominal. Foto thorak untuk mengetahui adan
ya pembesaran KGB mediastinum
3. Pemeriksaan THT: untuk mengetahui adanya
keterlibatan cincin waldeyer
4. Gastroskpi: untuk melihat keterlibatan lambu
ng
5. Bone scan: untuk mengetahui keterlibatan tula
ng
• Derajat keganasan rendah : kemoterapi obat t
unggal atau ganda (per oral), radioterpi paiati
f.
• Derajat keganasan menengah
1. Stadium I-IIA : Radioterapi atau kemot
erapi parenteral kombinasi
Tatalaksana 2. Stadium IIIB-IV: Kemoterapi parenteral
kombinasi
3. Derajat Keganasan Tinggi: Kemoterapi
parenterl kombinsi lebih ( lebih agresif)
, radioterapi hanya untuk berperan tujua
n paliatif

Anda mungkin juga menyukai