Coitus
02 Prostaglandin pada sperma
Faktor mekanis
03 Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa
faktor diselaput ketuban seperti MMP-1 pada membran
Gemelli
04 Peregangan yg berlebihan merangsang pengeluaran MMP-1.
Paritas
05 Semakin tinggi paritas semakin beresiko terjadinya PROM.
Patogenesis
Faktor-faktor resiko akhirnya mempercepat lemahnya membran
ketuban ( degradasi membran ketuban)
Degradasi membran ketuban disebabkan oleh :
• peningkatan sitokin-sitokin lokal dan ketidakseimbangan dalam
interaksi antara matrix metalloproteinase (MMP) dan tissue inhibitor
matrixmetyalloproteinase (TiMP),
• peningkatan aktivitas-aktivitas kolagenase dan protease,
• peningkatan tekanan intrauterin
Gejala Klinis
Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
02 cairan tersebut masih merembes atau menetes.
Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
03 kelahiran
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
04 bertambah cepat (tanda-tanda infeksi)
Diagnosis
• Anamnesis,
Keluar cairan dari jalan lahir
Riwayat faktor risiko
• Nitrazine, Ferning Test, PAMG-1 test
• Pemeriksaan penunjang : USG
Tata Laksana
Komplikasi
JURNAL READING
Latar Belakang
Pada tahun 1996 penanganan KPD iatrogenik dengan injeksi platelet dan
kriopresipitat kedalam cairan ketuban dilaksanakan dengan sukses, sejak
Quintero, dkk melakukan intra-amniotic infusion konsentrat trombosit
(platelet) yang bertujuan menutup defek kantong ketuban yang terjadi
akibat tindakan fetoscopy
Cara Kerja
Aktivasi platelet pada membran yang ruptur dan formasi dari
fibrin akan menginisiasi proses penyembuhan dan membran
akan tertutup. Fibrin bersama fibroblas, sel endotel, dan sel-
sel lainnya yang diharapkan akan bermigrasi menuju ke tempat
membran ruptur ataupun mengikuti proses penyembuhan luka
secara alamiah. Mereka berspe-kulasi bahwa pemberian
trombosit ke lokasi ruptur dalam rongga amnion, bersama
dengan fibrinogen, fibronektin, dan protein haemos-tatic
lainnya dalam cryoprecipitate, dapat menyediakan unsur-
unsur yang tidak ada dalam membran avaskuler yang sangat
diperlukan untuk penyembuhan luka.
Cara Kerja
Infus intra-amniotic trombosit konsentrat (platelet) bertujuan untuk
menyumbat atau menutup kebocoran cairan dari selaput ketuban
(amniotic sac). Infusi konsentrat trombosit diikuti dengan
cryoprecipitate yang mengandung fibrinogen, fibronektin, faktor
pertumbuhan PDGE, TGF-beta, Faktor Von Willebrand, F VIII dan F
XIII dalam konsentra-si tinggi dalam suhu dingin mengembalikan
hubungan amnio-chorial yang terganggu, sehingga menyebabkan
proses perbaikan menjadi lebih efektif.
Prosedur
a. Melakukan pengambilan 350-400 ml darah dalam 4 kantong sesuai protokol autotranfusi
yang diikuti dengan penyisihan platelet autolog (30 ml/Plt volume tot. 81.4 x 10 e9) dan
cryoprecipitate (20 ml), yang disimpan dalam suhu -80 oC
b. Dilakukan disinfektan pada daerah yang akan dilakukan prosedur tindakan amniopatch.
c. Dilakukan evaluasi pre-prosedur dengan USG dan penentuan target pungsi. Jika tidak terda-
pat kantong (jumlah cairan sedikit), maka akan sulit dilakukan amniopatch.
d. Dilakukan pungsi dengan jarum amniosentesis ukuran 22 (dengan panduan USG),
kemudian dihubungkan dengan satu set tabung intravena dengan three way stopcock.
e. Dilakukan pembilasan (flushing) dengan NaCl 0,9% sebanyak 5 cc untuk membuat space
antara dinding uterus dengan tubuh janin. Kemudian akan tampak free space melewati three
way stopcock.
f. Dilanjutkan memasukkan trombosit konsentrat autolog 30 ml.
g. Memasukkan cryoprecipitate 20 ml.
h. Pembilasan (Flushing) kembali dengan NaCl 0,9 % sebanyak 3 ml.
i. Jeda masing-masing suntikan ± 15 menit.
j. Jarum dicabut.
k. Tempat tusukan jarum ditutup dengan gas betadine.
l. Evaluasi janin dengan USG
Evaluasi Post Prosedur
a. Bed Rest selama 7 hari
b. Evaluasi tanda vital sign, dan tanda infeksi
c. Lanjutkan pemberian antibiotik seperti, Amoxicillin 3x500 mg tab p.o
d. Jika ada tanda-tanda kontraksi uterus, diberikan tokolitik seperti, Nifedipine 3x20 mg
tab p.o.
e. Evaluasi USG kembali dilakukan pada hari ke-3 dan hari ke-7 post prosedur, untuk
melihat kesejahteraan janin, keberhasilan terapi (apakah masih ada air ketuban yang
keluar), tanda-tanda inpartu, ataupun infeksi. apabila kondisi memungkinkan,
amniopatch dapat diulangi lagi, tetapi apabila tidak (kesejahteraan janin terganggu,
KPD bertambah berat, ataupun adanya tanda-tanda infeksi), dapat dilakukan
terminasi kehamilan.
Komplikasi
a. Potensi infeksi
b. Jarum dapat melukai fetus
c. Terdapat kematian fetus setelah prosedur amniopatch. Kematian ini akibat
pemberian platelet yang terlalu banyak, yang mengakibatkan perubahan tekanan
darah dan denyut jantung. Sekarang ini, jumlah platelet yang disuntikkan tidak
boleh lebih dari 35cc. Akan tetapi, belum diketahui berapa kadar platelet yang
aman dan efektif.
Material dan Metode
Waktu dan tempat penelitian
Sampel wanita yang didiagnosis dengan PPROM pada usia kehamilan 15-23
minggu antara September 2007 dan Maret 2014 di Samsung Medical Center, rumah
sakit rujukan perawatan tersier di Seoul, Korea. Studi ini disetujui oleh Institutional
Review Board for Clinical Research di Samsung Medical Center.
Jenis penelitian dan Outcome
Pada penelitian ini menggunakan metode cohort, yaitu dengan membandingkan 28
wanita hamil dengan iPPROM dan sPPROM. yang menerima tata laksana amniopatch.
Penelitian ini juga membandingkan karakteristik klinis pasien sebelum terapi
amniopatch, faktor-faktor yang berhubungan dengan prosedur, kehamilan dan outcome
dari janin
pada kelompok iPPROM dan sPPROM, dan juga pada kelompok yang berhasil dan
yang gagal.
Material dan metode
Prosedur penelitian
Diagnosis pecah ketuban dibuat dengan adanya kebocoran kotor dan
penumpukan cairan ketuban di vagina dengan uji nitrazine positif atau hasil uji
mikroglobulin-1 alfa plasenta, dan / atau uji pewarna dengan amniosentesis.
Usia kehamilan dihitung berdasarkan pengukuran panjang mahkota-bokong
yang dilakukan selama trimester pertama.
Ukuran dan letak dari kerusakan membran tidak dapat diidentifikasi pada
penelitian ini dikarenakan tidak dilakukan fetoskopi untuk melihat secara
langsung. Keberhasilan terapi pada pasien yang memiliki cairan amnion lebih
banyak mungkin dihubungkan dengan ukuran dari kerusakan membran yang
lebih kecil dibandingkan pada kelompok yang gagal. Insiden korioamnionitis
yang lebih rendah pada kelompok yang berhasil ini juga dihubungkan dengan
infeksi pada intrauterin berhubungan dengan keberhasilan amniopatch.
Diskusi
Keterbatasan :
• Pertama, karena sifatnya yang retro-spektif, penelitian ini rentan
terhadap bias informasi dan bias seleksi
• Kedua, meskipun ukuran sampel lebih besar daripada penelitian
sebelumnya, penelitian kami masih kurang kuat untuk menguji
hipotesis kami.
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah meskipun angka keberhasilan dari terapi
amniopatch ini tidak tinggi, tetapi terapi ini bisa menjadi pilihan untuk wanita hamil
dengan PPROM kurang dari 23 minggu yang ingin mempertahankan kehamilan,
terutama pada wanita dengan PPROM yang volume cairan ketubannya masih
adekuat dan tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi intrauterin.
Saran, penelitian lebih lanjut, terutama uji coba acak, sangat diperlukan untuk
membenarkan kesimpulan pada penelitian ini.
Critical Aprasial
Did the study address a clearly
focused issue?
Was the cohort recruited in an
acceptable way?
Was the exposure accurately
measured to minimise bias?
Was the outcome accurately
measured to minimise bias?
Have the authors identified
all important confounding factors?
Have they taken account of the
confounding factors in the design
and/or analysis?
Was the follow up of subjects
complete enough?
Was the follow up of subjects
long enough?
What are the results of this study?
Amniopatch berhasil pada 6 dari 28 pasien (21,4%) dengan tingk
at keberhasilan 36,4% (4/11) dan 11,8% (2/17) pada kelompok
iPPROM dan kelompok sPPROM (P ¼ 0,174). Kelompok sukses
memiliki interval PPROM-to-delivery yang lebih lama, lebih sediki
t kasus korioamnionitis klinis, berat badan lahir lebih besar, dan a
ngka masuk unit perawatan intensif neonatal yang lebih rendah d
aripada kelompok yang gagal.
How precise are the results?
Tingkat keberhasilan prosedur amniopatch sebanding de
ngan kantong vertikal maksimal sebelum prosedur, yang
menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik (r
asio odds yang disesuaikan: 3,62, interval kepercayaan 9
5%: 1,16-11,31, P ¼ 0,027).
Do you believe the results?
Can the results be applied to
the local population?
Do the results of this study fit
with other available evidence?
What are the implications of this
study for practice?
THANK YOU