Anda di halaman 1dari 51

AMNIOPATCH TREATMENT FOR PRET

ERM PREMATURE RUPTURE OF


MEMBRANES BEFORE 23 WEEKS’ GES
TATION AND FACTORS ASSOCIATED
WITH ITS SUCCESS
Helmi Zunan Tanuwijaya
Pembimbing : dr. Anita Rohmah Sp.OG
TINJAUAN PUSTAKA
PPROM
Definisi PPROM
Ketuban pecah dini (Premature Rupture of Membrane/PROM) terjadi
pada ibu hamil dengan usia kehamilan lebih dari 37 minggu yang ditan-
dai dengan pecahnya ketuban sebelum masuk awal persalinan.
Sedangkan, ketuban pecah dini preterm atau preterm premature ruptur
of the membrane (PPROM) terjadi pada usia kehamilan kurang dari 37
minggu. Pecahnya ketuban dibuktikan dengan vaginal pooling, tes
nitrazin dan tes ferning (+). (Sarwono, 2010).
Klasifikasi

Previable Early Nearterm


PPROM PPROM PPROM

16 weeks – 24 weeks 24 weeks – 34 weeks 34 weeks – 37 weeks


Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak dapat ditentukan seca
ra pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor-faktor yang berhubungan erat dengan k
etuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.
Infeksi
01 Sekresi sitokin, prostaglandin, protease.

Coitus
02 Prostaglandin pada sperma

Faktor mekanis
03 Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa
faktor diselaput ketuban seperti MMP-1 pada membran
Gemelli
04 Peregangan yg berlebihan merangsang pengeluaran MMP-1.

Paritas
05 Semakin tinggi paritas semakin beresiko terjadinya PROM.
Patogenesis
Faktor-faktor resiko  akhirnya mempercepat lemahnya membran
ketuban ( degradasi membran ketuban)
Degradasi membran ketuban disebabkan oleh :
• peningkatan sitokin-sitokin lokal dan ketidakseimbangan dalam
interaksi antara matrix metalloproteinase (MMP) dan tissue inhibitor
matrixmetyalloproteinase (TiMP),
• peningkatan aktivitas-aktivitas kolagenase dan protease,
• peningkatan tekanan intrauterin
Gejala Klinis

01 Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.

Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
02 cairan tersebut masih merembes atau menetes.

Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
03 kelahiran

Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
04 bertambah cepat (tanda-tanda infeksi)
Diagnosis
• Anamnesis,
 Keluar cairan dari jalan lahir
 Riwayat faktor risiko
• Nitrazine, Ferning Test, PAMG-1 test
• Pemeriksaan penunjang : USG
Tata Laksana
Komplikasi
JURNAL READING
Latar Belakang

PPROM Previable PPROM iPPROM


PPROM yang
01 Ketuban pecah dini
sebelum usia 02 Ketuban pecah dini
sebelum usia 03 disebabkan oleh suatu
tindakan atau prosedur,
kehamilan 37 minggu. kehamilan 24 minggu.
ex: amniosentesis

sPPROM Prognosis janin Amniopatch


dengan previable
04 PPROM yang terjadi
spontan tanpa ada 05 PPROM 06 Quintero dkk pada
tahun 1996.
intervensi. Survival rate : 40-60%
AMNIOPATCH Definisi
Amniopatch adalah suatu tek- nik penambalan selaput ketuban (amnio-
chorion membrane) pada ketuban pecah dini yang terjadi pada kehamilan
sebelum 37 minggu atau preterm premature rupture of membranes
(PPROM).

Insert Your Image


Cara kerja terapi ini adalah dengan memberikan kesempatan pada plate-
let untuk menemukan area yang mengalami kerusakan lalu distabilisasi
oleh cryopresipitate

Pada tahun 1996 penanganan KPD iatrogenik dengan injeksi platelet dan
kriopresipitat kedalam cairan ketuban dilaksanakan dengan sukses, sejak
Quintero, dkk melakukan intra-amniotic infusion konsentrat trombosit
(platelet) yang bertujuan menutup defek kantong ketuban yang terjadi
akibat tindakan fetoscopy
Cara Kerja
Aktivasi platelet pada membran yang ruptur dan formasi dari
fibrin akan menginisiasi proses penyembuhan dan membran
akan tertutup. Fibrin bersama fibroblas, sel endotel, dan sel-
sel lainnya yang diharapkan akan bermigrasi menuju ke tempat
membran ruptur ataupun mengikuti proses penyembuhan luka
secara alamiah. Mereka berspe-kulasi bahwa pemberian
trombosit ke lokasi ruptur dalam rongga amnion, bersama
dengan fibrinogen, fibronektin, dan protein haemos-tatic
lainnya dalam cryoprecipitate, dapat menyediakan unsur-
unsur yang tidak ada dalam membran avaskuler yang sangat
diperlukan untuk penyembuhan luka.
Cara Kerja
Infus intra-amniotic trombosit konsentrat (platelet) bertujuan untuk
menyumbat atau menutup kebocoran cairan dari selaput ketuban
(amniotic sac). Infusi konsentrat trombosit diikuti dengan
cryoprecipitate yang mengandung fibrinogen, fibronektin, faktor
pertumbuhan PDGE, TGF-beta, Faktor Von Willebrand, F VIII dan F
XIII dalam konsentra-si tinggi dalam suhu dingin mengembalikan
hubungan amnio-chorial yang terganggu, sehingga menyebabkan
proses perbaikan menjadi lebih efektif.
Prosedur
a. Melakukan pengambilan 350-400 ml darah dalam 4 kantong sesuai protokol autotranfusi
yang diikuti dengan penyisihan platelet autolog (30 ml/Plt volume tot. 81.4 x 10 e9) dan
cryoprecipitate (20 ml), yang disimpan dalam suhu -80 oC
b. Dilakukan disinfektan pada daerah yang akan dilakukan prosedur tindakan amniopatch.
c. Dilakukan evaluasi pre-prosedur dengan USG dan penentuan target pungsi. Jika tidak terda-
pat kantong (jumlah cairan sedikit), maka akan sulit dilakukan amniopatch.
d. Dilakukan pungsi dengan jarum amniosentesis ukuran 22 (dengan panduan USG),
kemudian dihubungkan dengan satu set tabung intravena dengan three way stopcock.
e. Dilakukan pembilasan (flushing) dengan NaCl 0,9% sebanyak 5 cc untuk membuat space
antara dinding uterus dengan tubuh janin. Kemudian akan tampak free space melewati three
way stopcock.
f. Dilanjutkan memasukkan trombosit konsentrat autolog 30 ml.
g. Memasukkan cryoprecipitate 20 ml.
h. Pembilasan (Flushing) kembali dengan NaCl 0,9 % sebanyak 3 ml.
i. Jeda masing-masing suntikan ± 15 menit.
j. Jarum dicabut.
k. Tempat tusukan jarum ditutup dengan gas betadine.
l. Evaluasi janin dengan USG
Evaluasi Post Prosedur
a. Bed Rest selama 7 hari
b. Evaluasi tanda vital sign, dan tanda infeksi
c. Lanjutkan pemberian antibiotik seperti, Amoxicillin 3x500 mg tab p.o
d. Jika ada tanda-tanda kontraksi uterus, diberikan tokolitik seperti, Nifedipine 3x20 mg
tab p.o.
e. Evaluasi USG kembali dilakukan pada hari ke-3 dan hari ke-7 post prosedur, untuk
melihat kesejahteraan janin, keberhasilan terapi (apakah masih ada air ketuban yang
keluar), tanda-tanda inpartu, ataupun infeksi. apabila kondisi memungkinkan,
amniopatch dapat diulangi lagi, tetapi apabila tidak (kesejahteraan janin terganggu,
KPD bertambah berat, ataupun adanya tanda-tanda infeksi), dapat dilakukan
terminasi kehamilan.
Komplikasi
a. Potensi infeksi
b. Jarum dapat melukai fetus
c. Terdapat kematian fetus setelah prosedur amniopatch. Kematian ini akibat
pemberian platelet yang terlalu banyak, yang mengakibatkan perubahan tekanan
darah dan denyut jantung. Sekarang ini, jumlah platelet yang disuntikkan tidak
boleh lebih dari 35cc. Akan tetapi, belum diketahui berapa kadar platelet yang
aman dan efektif.
Material dan Metode
Waktu dan tempat penelitian
Sampel wanita yang didiagnosis dengan PPROM pada usia kehamilan 15-23
minggu antara September 2007 dan Maret 2014 di Samsung Medical Center, rumah
sakit rujukan perawatan tersier di Seoul, Korea. Studi ini disetujui oleh Institutional
Review Board for Clinical Research di Samsung Medical Center.
Jenis penelitian dan Outcome
Pada penelitian ini menggunakan metode cohort, yaitu dengan membandingkan 28
wanita hamil dengan iPPROM dan sPPROM. yang menerima tata laksana amniopatch.
Penelitian ini juga membandingkan karakteristik klinis pasien sebelum terapi
amniopatch, faktor-faktor yang berhubungan dengan prosedur, kehamilan dan outcome
dari janin
pada kelompok iPPROM dan sPPROM, dan juga pada kelompok yang berhasil dan
yang gagal.
Material dan metode
Prosedur penelitian
Diagnosis pecah ketuban dibuat dengan adanya kebocoran kotor dan
penumpukan cairan ketuban di vagina dengan uji nitrazine positif atau hasil uji
mikroglobulin-1 alfa plasenta, dan / atau uji pewarna dengan amniosentesis.
Usia kehamilan dihitung berdasarkan pengukuran panjang mahkota-bokong
yang dilakukan selama trimester pertama.

Pasien ditempatkan setidaknya 2 hari istirahat di tempat tidur, dalam percobaan


dengan harapan penyegelan spontan dari mem-bran. Selama masa tunggu ini,
pengobatan antibiotik profilaksis, dengan pemberian sefazolin intravena (1 g
setiap 6 jam) dan klaritromisin oral (500 mg setiap 12 jam), dan pengukuran
volume cairan ketuban harian dilakukan
Material dan metode
Prosedur penelitian
Setiap hari dilakukan pemeriksaan volume amnion pada pasien, jika terjadi penu-
runan volume cairan amnion yang terus-menerus, maka pasien diberikan
konseling tentang keuntungan dan kerugian dari keberlangsungan kehamilan, dan
ditawarkan beberapa opsi:
a. Dilakukan manajemen aktif dengan terapi amniopatch. (tidak ditawarkan pada
pasien dengan kontraksi uterus yang reguler atau perdarahan vagina, kelai-
nan kongenital janin atau pasien yang menunjukkan tanda dan gejala dari
korioamnionitis).
b. Manajemen ekspektatif dengan pemberian antibiotik profilaksis,
kortikosteroid, dan atau tokolitik.
c. Terminasi kehamilan
Material dan metode
Prosedur penelitian
Selanjutnya pasien yang memilih terapi amiopatch diminta untuk menuliskan
persetujuan. Produk darah disiapkan dan USG digunakan sebagai panduan
selama prosedur memasukkan platelet dan cryoprecipitate dilakukan.
Hari selanjutnya, pasien diharuskan untuk bedrest, diberikan antibiotik profilak-
sis, dan dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai volume cairan amnion.

Hasil utama dari suksesnya amniopatch ditentukan dengan tidak bertambah-


nya kebocoran cairan amnion dan volume cairan amnion yang menetap atau
meningkat setelah terapi.

Kegagalan dari terapi amniopatch ditentukan dari kebocoran cairan amnion


yang terus menerus setelah prosedur dan atau oligohidramnion yang menetap.
Material dan metode
Variabel penelitian
Variabel Bebas :
usia, paritas, usia kehamilan saat PPROM, kehamilan kembar, dan serviks
inkompeten. Faktor yang terkait dengan prosedur termasuk usia kehamilan saat
amniopatch, interval PPROM-to-amniopatch, jumlah sel darah putih (WBC) serum
ibu dan
tingkat C-reactive protein (CRP), jumlah produk darah yang diinfuskan,
kantong vertikal maksimal (MVP).
Variabel Terikat :
• Pregnancy Outcome :
• penghentian kehamilan, kematian janin, lahir mati, kelahiran hidup, usia kehamilan
saat melahirkan, persalinan di luar 34 minggu, persalinan melebihi usia kehamilan
37 minggu, dan klinis dan korioamnionitis histologis
• Neonatal Outcome
• neonatus yang lahir hidup termasuk jenis kelamin, berat lahir, kebutuhan untuk
dirawat di unit perawatan intensif neonatal, dan kematian neonatal
Material dan metode
Penelitian ini menggunakan The Mann-Whitney U untuk membandingkan
variabel kontinyu, tes Fisher digunakan untuk membandingan variabel
kategorik. Regresi logistik kondisional untuk mengevaluasi efek dari
variabel yang paling potensial terhadap prosedur amnniopatch. Hasil
dikatakan berhubungan dengan signifikan secara statistik jika nilai P <
0,05.
Hasil Penelitian
Hasil Penelitian
Hasil Penelitian
Selama masa studi 7 tahun, 117 pasien didiagnosis dengan PPROM pada
usia kehamilan 15-23 minggu di Samsung Medical Center, di antaranya 14
(12,0%) memiliki iPPROM setelah amniocen-tesis genetik dan 103
(88,0%) memiliki sPPROM. Empat belas pasien dipindahkan ke rumah sakit
lain sebelum persalinan dan mangkir, 25 pasien memilih untuk mengakhiri
kehamilan, dan 50 pasien ditangani secara konservatif tanpa amniopatch.

Prosedur amniopatch berhasil pada 6 dari 28 pasien (21,4%), dimana


keberhasi-lan pada iPPROM lebih tinggi dibandingkan dengan sPPROM
yaitu (36,4% [4/11] dibandingkan 11,8% [2/17]), tetapi perbedannya tidak
signifikan secara statistik dengan nilai p = 0,174.
Hasil Penelitian
Hasil Penelitian
Hasil Penelitian
Diskusi
Pada penelitian ini, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara terapi amniopatch yang dilakukan pada iPPROM dengan
sPPROM. Pregnancy outcomes lebih baik pada terapi amniopatch yang
berhasil, yang mana nilai MVP yang lebih besar sebelum prosedur dilakukan
menjadi satu-satunya faktor yang signifikan berhubungan dengan
keberhasi- lan prosedur amniopatch.
Diskusi
Terapi amniopatch kurang efektif pada sPPROM dikarenakan kerusakan pada
membran sPPROM berbeda dengan iPPROM.
a. Kerusakan membran pada sPPROM biasanya besar, tidak terdefinisikan
dengan baik, dan terletak dekat dengan serviks.
b. sPPROM lebih sering menimbulkan komplikasi berupa infeksi intrauterin
Diskusi
Pada penelitian ini, faktor yang beruhubungan dengan keberhasilan amnio-
patch hanya nilai MVP yang lebih besar sebelum prosedur dilakukan.
Keber- hasilan dari amniopatch mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti ukuran dan letak kerusakan membran dan infeksi intraauterin.

Ukuran dan letak dari kerusakan membran tidak dapat diidentifikasi pada
penelitian ini dikarenakan tidak dilakukan fetoskopi untuk melihat secara
langsung. Keberhasilan terapi pada pasien yang memiliki cairan amnion lebih
banyak mungkin dihubungkan dengan ukuran dari kerusakan membran yang
lebih kecil dibandingkan pada kelompok yang gagal. Insiden korioamnionitis
yang lebih rendah pada kelompok yang berhasil ini juga dihubungkan dengan
infeksi pada intrauterin berhubungan dengan keberhasilan amniopatch.
Diskusi
Keterbatasan :
• Pertama, karena sifatnya yang retro-spektif, penelitian ini rentan
terhadap bias informasi dan bias seleksi
• Kedua, meskipun ukuran sampel lebih besar daripada penelitian
sebelumnya, penelitian kami masih kurang kuat untuk menguji
hipotesis kami.
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah meskipun angka keberhasilan dari terapi
amniopatch ini tidak tinggi, tetapi terapi ini bisa menjadi pilihan untuk wanita hamil
dengan PPROM kurang dari 23 minggu yang ingin mempertahankan kehamilan,
terutama pada wanita dengan PPROM yang volume cairan ketubannya masih
adekuat dan tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi intrauterin.

Saran, penelitian lebih lanjut, terutama uji coba acak, sangat diperlukan untuk
membenarkan kesimpulan pada penelitian ini.
Critical Aprasial
Did the study address a clearly
focused issue?
Was the cohort recruited in an
acceptable way?
Was the exposure accurately
measured to minimise bias?
Was the outcome accurately
measured to minimise bias?
Have the authors identified
all important confounding factors?
Have they taken account of the
confounding factors in the design
and/or analysis?
Was the follow up of subjects
complete enough?
Was the follow up of subjects
long enough?
What are the results of this study?
Amniopatch berhasil pada 6 dari 28 pasien (21,4%) dengan tingk
at keberhasilan 36,4% (4/11) dan 11,8% (2/17) pada kelompok
iPPROM dan kelompok sPPROM (P ¼ 0,174). Kelompok sukses
memiliki interval PPROM-to-delivery yang lebih lama, lebih sediki
t kasus korioamnionitis klinis, berat badan lahir lebih besar, dan a
ngka masuk unit perawatan intensif neonatal yang lebih rendah d
aripada kelompok yang gagal.
How precise are the results?
Tingkat keberhasilan prosedur amniopatch sebanding de
ngan kantong vertikal maksimal sebelum prosedur, yang
menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik (r
asio odds yang disesuaikan: 3,62, interval kepercayaan 9
5%: 1,16-11,31, P ¼ 0,027).
Do you believe the results?
Can the results be applied to
the local population?
Do the results of this study fit
with other available evidence?
What are the implications of this
study for practice?
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai