Anda di halaman 1dari 73

KETUBAN PECAH SEBELUM

WAKTUNYA DAN SEPSIS


Tujuan

– Definisi Ketuban pecah sebelum waktunya


(KPSW)
– Diagnosis (deteksi cairan ketuban dan
prediksi mulainya persalinan)
– Penatalaksanaan pada preterm dan
aterm
Definisi
Ketuban Pecah Prematur (Premature Rupture of Membrane/PROM)
Pecahnya ketuban sebelum persalinan dimulai
– Preterm = < 37 minggu (PPROM)
– Term =  37 minggu (TPROM)

Ketuban Pecah Dini (Early Rupture of Membrane/ERM)


Pecahnya ketuban saat persalinan belum masuk fase aktif kala I
persalinan (pembukaan serviks < 4 cm)
Definisi
The American College of Obstetrician & Gynecologist

● Ketuban pecah prematur (Premature rupture


of the membranes) didefinisikan sebagai
pecahnya ketuban secara spontan yang
terjadi sebelum onset persalinan
Ketuban pecah prematur (Premature rupture of
membranes), atau ketuban pecah sebelum persalinan,
adalah sebuah kondisi yang dapat terjadi dalam
kehamilan.

Didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban (pecahnya


kantung ketuban), yang juga seringkali disebut pecahnya
air ketuban ibu, lebih dari 1 jam sebelum persalinan.
ICD X

O42 Ketuban pecah prematur


O42.0 Ketuban pecah prematur, dan persalinan terjadi 24
jam setelah ketuban pecah
O42.00 Ketuban pecah prematur jika usia kehamilan tidak
diketahui

JNPK©
Ketuban Pecah Dini

• Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya


ketuban pada pembukaan serviks < 4 cm selama
persalinan atau sebelum fase aktif persalinan
• Ketuban pecah terlambat (Late Ruptures of Membrane)
didefinisikan sebagai pecahnya ketuban pada
pembukaan serviks ≥ 4 cm selama persalinan
• Ketuban pecah dini terjadi pada 43% persalinan dengan
jumlah prosedur SC 15.8% karena tidak ada kemajuan
persalinan dibandingkan mereka dengan Ketuban pecah
terlambat.

JNPK©
The American College of Obstetricians and
Gynecologists

• Tindakan SC yang dilakukan karena gagal induksi


persalinan pada fase laten dapat dihindari dengan
memberikan oksitosin setidaknya 12–18 jam setelah
ketuban pecah sebelum dianggap gagal induksi.
• Studi sebelumnya menunjukkan 13-60% wanita pada
fase laten setelah 12 jam pemberian oksitosin dan
pecah ketuban dapat melahirkan pervaginam.

JNPK©
Periode laten
• Waktu yang dimulai sejak pecahnya membran sampai
dimulainya persalinan
• Makin muda usia kehamilan makin lama periode
laten
• Pada kehamilan aterm 90% persalinan akan terjadi
dalam 24 jam setelah ketuban pecah
• Pada kehamilan 28-34 minggu
– 50% bersalin dalam waktu 24 jam
– 80-90% bersalin dalam waktu 1 minggu

JNPK©
Penyebab ketuban pecah prematur


Infeksi: ISK, IMS, vaginosis kehamilan
bakteri, chorioamnionitis  Prosedur infasif (contoh:

Merokok selama kehamilan amniosintesis)

Penggunaan obat obatan  Defisit nutrisi
(narkotika) selama kehamilan  Insufisiensi serviks

Memiliki riwayat ketuban pecah  Status sosial ekonomi
sebelum waktunya pada rendah
kehamilan sebelumnya  Underweight

Polyhydramnios

Kehamilan ganda

JNPK©
Penyebab ketuban pecah dini

– Idiopatik
– Sosioekonomi rendah/gangguan nutrisi
– Infeksi (vaginosis bakterial) termasuk IMS
– Distensi uterus (polihidramnion, gemeli)
– Inkompetensi servik
– Anomali uterin
– Pemasangan cerclage pada servik atau
efek samping amniosentesis
– Trauma
– Perokok

JNPK©
Faktor Predisposisi
Brian M. Mercer, MD
(HIGH-RISK PREGNANCY SERIES: AN EXPERT’S VIEW)

• Ketuban pecah sebelum waktunya bersifat


multifaktorial
• Satu/lebih proses patofisiologi dapat diidentifikasi
pada setiap pasien
• Infeksi atau inflamasi choriodecidual memainkan
peran penting dalam etiologi ketuban pecah
prematur, terutama pada awal usia kehamilan

JNPK©
• Didapatkan adanya penurunan kandungan
kolagen pada selaput ketuban dalam kasus
ketuban pecah prematur dan dengan
bertambahnya usia kehamilan

• Untuk mendukung hal ini, telah diidentifikasi adanya


peningkatan metaloprotease matriks cairan ketuban
(1, 8, dan 9) serta penurunan penghambat jaringan
matriks metaloprotease (1 dan 2) pada wanita
dengan ketuban pecah prematur.

JNPK©
Diagnosis Ketuban Pecah
Dini
• Riwayat KPD di persalinan sebelumnya
• Pemeriksaan dengan spekulum steril (hindari
pemeriksaan digital)
o Gunakan peralatan steril/DTT, hisap cairan yang terkumpul di
fornik posterior (keluar melalui kanalis servikalis).
Lakukan pemeriksaan:
o pH cairan (nitrazine test) – tidak spesifik
o ferning test - gambaran daun pakis
• usapkan antiseptik setelah pemeriksaan
• USG-normal jika jumlah cairan cukup (back water)
JNPK©
DIAGNOSIS
• Tes pooling
• Ketika kumpulan cairan ketuban terlihat di bagian belakang vagina
(vaginal fornix). Lakukan manuver valsava jika ragu
• Tes nitrazin:
• Letakkan kertas nitrazin (fenaftazin). Cairan ketuban bersifat agak basa
(pH 7,1-7,3) dan sekret vagina bersifat asam (pH 4,5-6). Kertas nitrazin
dari jingga  biru tua.
• Tes Fern:
• Kumpulkan cairan dari vagina dan letakkan pada slide mikroskop,
kering, dilihat di bawah mikroskop pola kristalisasi yang disebut
arborization yang menyerupai daun pakis
• Tes darah fibronektin dan alfa-fetoprotein
Pemeriksaan Tambahan
Tes berikut hanya boleh digunakan jika diagnosis masih belum jelas
setelah tes standar di atas.
• USG:
• untuk menghitung cairan yang masih ada di dalam uterus.
• Jika tingkat cairan rendah, KPP lebih mungkin terjadi.
• Ini berguna dalam kasus-kasus ketika diagnosis tidak pasti.

 Tes kromatologi imun


 membantu jika negative
 untuk menyingkirkan KPP, tetapi tidak begitu membantu jika
positif karena tingkat positif palsu relatif tinggi (19-30%).

JNPK©
Pemeriksaan Tambahan
 Tes pewarna indigo carmine (jarang dilakukan karena risiko
infeksi)
 Menyuntikkan pewarna indigo carmine (biru) ke dalam
cairan ketuban di dalam rahim melalui dinding perut.
 KPP didiagnosis jika pewarna biru dapat terlihat pada
tampon atau pembalut bernoda setelah sekitar 15–30 menit.
 Metode ini dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
secara definitif.

JNPK©
Komplikasi Ketuban Pecah pada Kehamilan
Preterm

• Persalinan dan kelahiran preterm


• Infeksi fetus/neonatus
• Infeksi ibu
• Prolaps dan kompresi tali pusat
• Gagal induksi dan diikuti oleh SC (16% ec. Dry
Labor pada KPD)
• Hipoplasia paru (oligohidramnion berat ) RDS
• Deformitas pada fetus (amniotic band sydrome)
JNPK©
Komplikasi


Risiko infeksi pada ibu dan janin

Kematian perinatal

Respiratory distress syndrome pada bayi

Perdarahan intraventrikular

Hipoplasia paru janin

Risiko persalinan dengan SC

JNPK©
Gambar 1. Kelangsungan hidup berdasarkan usia kehamilan di antara bayi yang lahir
hidup yang diresusitasi. Hasil evaluasi berbasis komunitas 8523 kelahiran, 1997-1998,
Shelby County, Tennessee
Mercer. Treatment of Preterm PROM. Obstet Gynecol 2003. JNPK©
Gambar 2. Morbiditas akut berdasarkan usia kehamilan di antara bayi yang masih hidup.
Hasil evaluasi berbasis komunitas 8523 kelahiran, 1997-1998, Shelby County, Tennessee

Mercer. Treatment of Preterm PROM. Obstet Gynecol 2003. JNPK©


Gambar 3. Morbiditas kronis menurut usia kehamilan di antara
bayi yang bertahan hidup. Hasil evaluasi berbasis komunitas
8523 kelahiran, 1997-1998, Shelby County, Tennessee

Mercer. Treatment of Preterm PROM. Obstet Gynecol 2003. JNPK©


Manajemen Umum
– Nilai keadaan umum ibu dan kesejahteraan janin
(biophysic profile)
– Pastikan diagnosis KPD/KPP
– Nilai kondisi servik (inspekulo)
– Hindarkan pemeriksaan digital servik
– Waspadai kondisi klinik yang perlu ditindak-lanjuti (mis.
kenaikan suhu atau takikardi pada fetus dan ibu)
– Nilai adanya indikasi untuk segera memulai persalinan

JNPK©
Deteksi Dini
• Saringan fibronectin cervicovaginal janin positif juga dikaitkan
dengan KPP pada multipara.
• Nullipara dengan fibronektin cervicovaginal janin positif dan serviks
pendek memiliki risiko 16,7% kelahiran prematur karena KPP,
sedangkan multipara dengan 2 faktor risiko di atas memiliki risiko
25% KPP.
• Multipara dengan faktor risiko (kontraksi teratur, serviks pendek,
dan fibronektin cervicovaginal positif) memiliki peningkatan risiko
KPP 31 kali lipat dengan persalinan sebelum 35 minggu vs tanpa
faktor risiko (25% berbanding 0,8%, P 0,001)
Manajemen pada kehamilan aterm
( > 37 minggu)

• Hindari periksa dalam


• Pastikan ada/tidaknya infeksi
• Beri antibiotik jika ada riwayat periksa dalam atau
manipulasi berlebihan dan ketuban pecah ≥ 6 jam
• Manajemen aktif (perhatikan kondisi serviks dan
pastikan ada informed choice & informed
consent)

JNPK©
Manajemen pada kehamilan preterm
(34-36 minggu)

• Hindari pemeriksaan dalam


• Steroid (Beta/Dexamethasone) antenatal
hanya untuk kasus tertentu saja (misalnya: Ibu
DM)
• Antibiotika profilaksis intrapartum
• Pantau tanda-tanda infeksi secara klinis (nadi dan
temperatur tubuh ibu dan denyut jantung bayi)
• Pemberian antibiotik yang sesuai bila terjadi
korioamnionitis
JNPK©
Manajemen pada preterm
(<34 minggu)
• Hindari pemeriksaan dalam tanpa indikasi
• Steroid antenatal (Beta/Dexamethasone)
• Antibiotik antepartum dan intrapartum (profilaksis atau terapeutik
amnionitis)
• Pantau tanda-tanda infeksi secara klinis (temperature, nadi, DJJ, dan
kontraksi uterus)
• Pertimbangkan untuk merujuk ke fasilitas rujukan jika fasilitas
setempat tidak lengkap
• Perawatan ekspektatif (waspadai amniotic band syndrome)
Penatalaksanaan pasien KPP ditentukan oleh usia
kehamilan.


37 0/7 minggu kehamilan atau lebih: lanjutkan ke persalinan dan profilaksis
Streptokokus Grup B harus diberikan sesuai indikasi

34 0/7- 36 6/7 minggu kehamilan: sama untuk early term dan aterm

24 0/7 – 33 6/7 minggu kehamilan: manajemen kehamilan, antibiotik latensi,
kortikosteroid tunggal, profilaksis GBS sesuai indikasi

<24 minggu kehamilan: konseling, manajemen kehamilan/induksi persalinan,
antibiotik, tetapi kortikosteroid/tokolisis/MgSO4 tidak direkomendasikan
sebelum viabilitas
Kontroversial atau Tidak

Direkomendasikan
Tokolisis preventif (obat-obatan untuk mencegah kontraksi): Di satu
sisi, hal ini dapat menunda persalinan dan memberikan lebih banyak waktu
bagi janin untuk berkembang dan mendapat manfaat dari pengobatan
kortikosteroid antenatal, di sisi lain meningkatkan risiko infeksi atau
korioamnionitis..

 Tokolisis terapeutik (obat untuk menghentikan kontraksi): Setelah


persalinan dimulai, menggunakan tokolisis untuk menghentikan persalinan
belum terbukti membantu, dan tidak dianjurkan.

 Amnioinfusion: Perawatan ini mencoba untuk menggantikan cairan


ketuban yang hilang dari rahim dengan memasukkan cairan garam normal
ke dalam rongga rahim. Data menunjukkan bahwa perawatan ini mencegah
infeksi, masalah paru-paru, dan kematian janin. Namun, tidak cukup uji coba
untuk merekomendasikan penggunaan rutinnya dalam semua kasus KPP
preterm.
JNPK©

Perawatan di rumah: Biasanya wanita dengan KPP preterm
ditangani di RS, karena persalinan biasanya dimulai segera setelah
KPP preterm. Infeksi, kompresi tali pusat, dan kegawatdaruratan
janin lainnya dapat tiba-tiba terjadi, disarankan agar wanita tinggal
di RS dalam kasus KPP Preterm setelah 24 minggu.


Menutup ketuban setelah pecah: Dengan menutup ketuban yang
pecah, diharapkan terjadi penurunan infeksi, reakumulasi cairan
ketuban di dalam rahim untuk melindungi janin dan memungkinkan
perkembangan paru-paru lebih lanjut. Penempatan spons di atas
selaput yang pecah dan penggunaan obat perangsang autoimun
oral (baricinitip, tofacinitip, secukinumab) bertujuan untuk
mendorong sistem kekebalan tubuh memperbaiki bagian yang
ruptur.

JNPK©
Antibiotik yang dianjurkan:

Triple drugs (Ampisilin 3 X 1g + Gentamycin 2 x 80 mg +


Metronidazole 2 x 1g atau Klindamisin 3 x 600 mg)
atau
Ceftriaxone 1g & lanjutkan 2 x 500 mg +
Klindamisin 3 x 600 mg atau
Amoksilin + Asam Klavulanat 3 X 500 mg dan
Azythromycine 1 X 500 mg
Ibu hamil dengan korioamnionitis membutuhkan antibiotik spektrum
luas !!

JNPK©
Antibiotik
• Tidak ada bukti bahwa pemberian antibiotik pada wanita dengan
persalinan prematur dan ketuban utuh menurunkan angka kelahiran
prematur.
• Studi tindak lanjut selama 7 tahun telah menunjukkan adanya
peningkatan risiko serebral palsi pada pasien yang sama.
• Dalam kasus tertentu, seperti persalinan prematur dengan adanya BTA
positif untuk streptokokus grup B, antibiotik diindikasikan bahkan dengan
selaput ketuban utuh.
• Pada wanita dengan KPP sebelum usia kehamilan 34 minggu, di sisi lain,
pemberian antibiotik (eritromisin, amoksisilin, klindamisin) menghasilkan
perpanjangan kehamilan dan pengurangan morbiditas neonatal.

JNPK©
Sepsis Puerpuralis
Penyebab kematian Ibu yang dapat dicegah sejak
inpartu hingga nifas
Tujuan
Tujuan Umum
• Setelah menyelesaikan sesi ini, peserta akan mampu
mengenali, stabilisasi gawat darurat dan
menatalaksana sepsis puerperalis

Tujuan Khusus
• Menjelaskan penyebab infeksi nifas
• Menjelaskan terapi sepsis akibat metritis
• Melakukan pemberian infus dan antibiotik pada
sepsis karena metritis
JNPK©
Masalah
• ENMMS 2000 : sepsis berkontribusi untuk 10%
penyebab kematian langsung obstetri dan 8% dari
semua kematian ibu.
• MMR akibat sepsis adalah 7/100.000 dan 93% kasus
ditatalaksana di RS sebelum meninggal.
• Pelayanan sub-standar oleh:
– SpOG dan bidan (berkontribusi terhadap 38%
kematian yang disebabkan oleh sepsis)
– dukun paraji (90% akibat manipulasi
berlebihan) JNPK
©
Definisi

• Sepsis puerperium adalah kelanjutan dari septikemia


yang terkait dengan infeksi saluran reproduksi yang
terjadi setelah pecah ketuban, selama intrapartum
dan masa nifas hingga 42 hari setelah persalinan
atau 2 minggu pascakeguguran.

JNPK©
• Selain demam, dapat terjadi satu atau
beberapa tanda sbb:

– Nyeri panggul atau nyeri tekan uterus


– Lokia serosanguinea atau purulenta
– Cairan berbau (busuk)
– Sub-involusi uterus
– Takipnea
– Hipotermia (< 36°C)
– Hiperglikemia (> 140 mg% atau 7,7 mmol/L)
– Perubahan status emosional/kesadaran
– Edema atau keseimbangan cairan positif

JNPK©
• Demam didefinisikan sebagai suhu oral > 38°C yang
diukur pada dua waktu di luar 24 jam pasca
persalinan, atau suhu  38,5C pada saat apapun.

• Takipnea didefinisikan sebagai frekuensi napas > 20


x/menit

JNPK©
Variabel Inflamasi

• Leukositosis (> 12.000 / µL)


• Leukopenia (< 4000 / µL)
• CRP + (> 2 SD dari nilai normal)
• Procalcitonin + (> 2 SD dari nilai normal)
• Leukosit dengan bentuk imatur > 10%

JNPK©
Perbandingan PCT & CRP dalam
diagnosis
Sebuah meta-analisis penentuan akurasi tingkat procalcitonin
(PCT) dan C-Reactive Protein (CRP) untuk diagnosis infeksi
bakteri, didapatkan :

• Tingkat PCT lebih sensitif (88% [95% CI, 80%-93%] vs


75% [95% CI, 62%-84%]) dan lebih spesifik (81%
[95% CI, 67%-90] %] vs 67% [95% CI, 56% -77%])
dibandingkan CRP untuk membedakan bakteri dari
penyebab peradangan non-infeksi.

JNPK©
• Sensitivitas untuk membedakan bakteri dari
infeksi virus juga lebih tinggi untuk penanda PCT
(92% vs 86%); sedangkan spesifisitasnya
sebanding (73% vs 70%).

JNPK©
• Nilai Q lebih tinggi untuk penanda PCT (0,89 vs
0,83).

• Penanda PCT juga memiliki rasio kemungkinan


positif yang lebih tinggi dan rasio kemungkinan
negatif yang lebih rendah daripada penanda
CRP pada kedua kelompok.
• Berdasarkan analisis ini, akurasi
diagnostik penanda PCT lebih tinggi
daripada penanda CRP di antara pasien
yang dirawat di rumah sakit karena
dugaan infeksi bakteri.
Variabel Hemodinamik

• Hipotensi arterial (TDS < 90 mmHg atau


MAP 70 mmHg)
• Rerata penurunan TDS < 40 mmHg
• Penurunan TDS < 2 SD untuk usia terkait)
• Laju denyut jantung > 90 x /menit
• ART > 2 detik

JNPK©
• TDS = Tekanan darah sistolik;
• INR = International normalized ratio;
• aPTT = Activated partial thromboplastin time;
• SD = Standar deviasi;
• MAP = Mean arterial pressure .

Diadaptasi dari Levy MM, Fink MP, Marshall JC, dkk: 2001
SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International Sepsis Definitions Conference. Crit Care
Med 2003;31;1250-6.

JNPK©
Faktor Predisposisi
Antenatal
• Anemia, uremia, hiperglikemia tidak terkendali
• Obat imunosupresi dan/atau imunokompromi
• Infeksi traktus genitalis sebelum persalinan dimulai
Intranatal
• Penatalaksanaan persalinan yang tidak higienis
• KPP/KPD
• Periksa dalam berulang kali
• Persalinan operatif
• Plasenta manual
• Laserasi vagina
JNPK©
Diagnosis

Anamnesis

• Ada faktor predisposisi (risiko)


• Tatalaksana persalinan
• Keadaan umum dan lamanya demam
• Jumlah, warna dan bau lokia
• Respirasi: batuk dan ekspektorasi
• Miksi: frekuensi meningkat dan disuria
JNPK©
Pemeriksaan
Pemeriksaan umum
• Melakukan pemeriksaan klinis untuk
menilai kondisi umum pasien dan
stabilitasi hemodinamiknya termasuk
nadi, tekanan darah, suhu dan diuresis.
• Perhatikan adanya anemia atau ikterus.

Pemeriksaan Abdomen
• Distensi dan nyeri regio uterus
• Massa pelvio-abdominal
• Tanda peritonitis: nyeri saat meregangkan
dan jika ada tekanan pada dinding
abdomen
JNPK©
Pemeriksaan setempat

• Inspeksi genitalia eksterna dan perineum


untuk mengetahui adanya infeksi robekan
jalan lahir, luka episiotomi,
pengeluaran lokia dan pus per vaginam.

• Subinvolusi dan nyeri tekan uterus (palpasi


abdomen atau pemeriksaan bimanual).

JNPK©
Penyebab sepsis pascapersalinan

Umumnya bakteri gram-negatif (mis. E. Coli) atau


gram-positif (staphylococci khususnya MRSA,
anaerobic streptococci, clostridium)
– Endotoksin dinding sel bakteri menimbulkan lesi
pada pembuluh darah (efek toksik pada
endothelium)
– Terjadi hipotensi / hipoperfusi

JNPK©
Pemeriksaan laboratorium/studi
diagnostik
• Lekositosis
• Cairan serviks/vagina (kultur dan sensitivitas)
• Analisis urin (plus kultur jika terlihat lekosit atau bakteri
pada saat analisis)
• USG untuk deteksi abses intrauterin/pelvik terutama jika
demam menetap setelah 48 jam pemberian antibiotika
• Jika ditemukan massa pelvio-abdominal, lakukan
laparoskopik diagnostik atau laparotomi
• Pemeriksaan laboratorium lainnya (C - reactive protein,
procalcitonin, analisis gas darah, radiologi, dsb)

JNPK©
JNPK©
JNPK©
Penatalaksanaan
• Pasang dua kanula IV besar dan infus kristaloid IV.
• Dopamine drips, titrasi dan dosis bertingkat (mulai 5
mcg/kgBB/menit, maksimal 10-15 mcg/kg BB/menit)
• Antibiotika terapetik (triple drugs) sebelum uji
sensitivitas dan lanjutkan antibiotika yang sesuai.
Lanjutkan antibiotik hingga pasien tidak mengalami
demam selama 24 - 48 jam dan tidak merasa nyeri
• Evakuasi massa intrauterin atau abses pelvik
disertai drainase.
• Pantau lekosit setiap 48 jam/menurut
kondisi klinik
• X-ray dada untuk membantu menentukan adanya
emboli pulmoner septik atau JNPKpneumonia.
©
JNPK©
• Bertolak dari keterbatasan dua kriteria
diagnosis sepsis yang telah dipublikasi
sebelumnya, pada tahun 2016 the European
Society of Intensive Care Medicine dan
SCCM merumuskan kriteria baru diagnosis
sepsis yang menekankan pada terjadinya
disfungsi organ pada seseorang yang
terinfeksi.

JNPK©
Quick SOFA

JNPK©
Sequential Organ Failure Assessment
(SOFA)
• Kelompok ahli juga mengajukan kriteria baru yang
dapat digunakan sebagai penapis pasien sepsis
yang dikenal dengan istilah quick SOFA (qSOFA).

• Tiga kriteria qSOFA adalah laju napas lebih dari


sama dengan 22 napas/menit, penurunan kesadaran,
tekanan darah sistolik kurang dari sama dengan 100
mmHg.

JNPK©
JNPK©
JNPK©
C V P = central venous pressure,
MAP = mean arterial pressure,
Sc vO2 = superior vena cava
oxygen saturation

JNPK©
JNPK©
JNPK©
JNPK©
Vasopresor
• Terapi vasopresor diperlukan untuk
mempertahankan perfusi pada kondisi hipotensi
yang membahayakan nyawa, meksipun
hipovolemia masih belum teratasi.
• Target penggunaan vasopresor adalah
mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg.

JNPK©
• Dopamin meningkatkan MAP dan curah jantung,
terutama akibat peningkatan volume sekuncup
dan laju jantung.

• Norepinefrin meningkatkan MAP karena efek


vasokonstriksinya, dengan efek minimal terhadap
laju jantung dan lebih minimal lagi terhadap
peningkatan volume sekuncup dibandingkan
dopamin.

JNPK©
Dopamine
• Pada dosis < 3 mcg/kg/menit, dopamin merangsang
reseptor dopamin, mengakibatkan vasodilatasi.
• Pada dosis diantara 5 - 10 mcg/kg/menit, dopamin juga
merangsang reseptor beta-1 adrenergik, menghasilkan
peningkatan curah jantung.
• Pada dosis > 15 mcg/kg/menit, dopamin merangsang
reseptor alfa-adrenergik, menyebabkan vasokonstriksi,
yang meningkatkan resistensi vaskular sistemik.
• Dopamin biasanya digunakan dalam pengobatan syok
septik atau syok kardiogenik.

JNPK©
Dobutamine
• Dobutamin adalah obat yang utama bekerja untuk merangsang
reseptor beta-1, menyebabkan peningkatan efek inotropik dan
kronotropik.
• Kombinasi efek ini berkontribusi pada peningkatan curah jantung
dengan penurunan resistensi vaskular sistemik. Dosis 0,5-5
mcg/kg/menit
• Pada tingkat yang lebih rendah, dobutamin juga merangsang
reseptor beta-2 adrenergik, yang menyebabkan vasodilatasi.
• Dobutamin biasanya digunakan untuk pasien dengan syok
kardiogenik. Ini tidak rutin digunakan pada syok septik karena dapat
menurunkan resistensi vaskular sistemik, sehingga menyebabkan
risiko hipotensi.

JNPK©
JNPK©
• Kortikosteroid yang dianjurkan adalah
hidrokortison dibandingkan deksametason
(300mg/hari).
• Deksametason dapat menyebabkan supresi
segera dan jangka panjang dari aksis
hipotalamus-hipofisis-adrenal.
• Fludrokortison (50 μ g per oral per hari) sebagai
terapi alternatif bila hidrokortison tidak tersedia
atau steroid lain yang tersedia tidak memiliki
aktivitas mineralokortikoid.

JNPK©
Ringkasan
• Sepsis merupakan komplikasi berat dengan
peluang 15-25% untuk pulih
• Diagnosis dini akan sangat membantu
kecepatan terapi dan kelangsungan hidup
pasien.
• Kriteria organ adalah pilihan rasional untuk
diagnosis dan penangan segera Sepsis
• Pengobatan bukan sekedar mengatasi infeksi
tetapi perbaikan hemodinamika dan
menghindakan gagal fungsi multi organ
JNPK©
TERIMA KASIH
ATAS PERHATIAN
ANDA

Anda mungkin juga menyukai