Anda di halaman 1dari 7

Kelompok 9 :

1. Theresa Siahaan
2. Tia Hairani
3. Ulfa Hasanah
4. Vernanda
Reaksi hipersensitivitas merupakan
peningkatan reaktivitas atau swnsitivitas
terhadap antigen yang pernah
dipajankan atau dikenal sebelumnya.
Menurut Gell dan Coombs ada 4
tipe reaksi hipersensitivitas : yaitu tipe I,
tipe II, tipe III dan tipe IV.
Berdasarkan kecepatan reaksinya,
reaksi hipersensitivitas tipe I merupakan
reaksi tipe cepat, reaksi hipersensitivitas
tipe II dan III merupakan tipe intermediet,
sedangkan tipe IV merupakan reaksi tipe
lambat.
Reaksi hipersensitivitas tipe III muncul ketika
terdapat antibodi dalam jumlah kecil dan
antigen dalam jumlah besar, yang
membentuk kompleks imun yang kecil dan
sulit diekskresikan dari sistem sirkulasi.
Kompleks imun ini memiliki sifat sebagai
antigen terlarut yang tidak berikatan
dengan permukaan sel. Ketika antigen ini
berikatan dengan antibodi, maka
terbentuk kompleks imun dengan
berbagai ukuran.
Kompleks imun yang berukuran besar
dapat dimusnahkan oleh makrofag,
namun kompleks imun yang berukuran
kecil sulit dimusnahkan untuk makrofag
sehingga dapat lebih lama bertahan
dalam sirkulasi.
Kompleks imun ini menjadi berbahaya
ketika mengendap di jaringan. Beberapa
jaringan tersebut diantaranya : pembuluh
darah, persendian dan glomerulus.
Terdapat 2 bentuk reaksi hipersensitivitas III,
yaitu :
1. Reaksi Lokal atau Fenomena Arthus
2. Reaksi Tipe III Sistemik – Serum Sickness
* Maueice Arthus yang menemukan
bahwa penyuntikan serum kuda ke
intradermal kelinci secara berulang-ulang
ditempat yang sama akan terjadi reaksi
yang hebat. Reaksi awal berupa eritema
ringan dan edema dalam 2-4 jam esudah
suntikan kemudian edema yang lebih
besar. Reaksi tersebut hilang setelah
keesokan harinya . Pada suntikan ke 5-6
menimbulkan perdarahan dan nekrosis
yang sulit sembuh. Hal ini disebut
fenomena Arthus yang merupakan bentuk
reaksi dari kompleks imun.

Anda mungkin juga menyukai