Anda di halaman 1dari 38

PERTUSIS

Dr. Dahnul Elymbra,SpA


FK UR / RSUD Arifin Achmad
 Pertusis
- Batuk rejan
- Whooping cough
- Tussis quinta
- Violent cough
 Penyebab terbesar kesakitan dan  pada
anak tu negara berkembang
 WHO : 600.000 bayi tak imunisasi
meninggal /pertahun
 Etiologi
4 spesies genus Bordetella :
- B. Pertusis
- B. Parapertusis
- B. Bronkiseptika
- B. Avium
 B. Pertusis
- Termasuk kokobasilus
- Gram (-)
- Kecil
- Avoid
- Panjang 0.5 – 1 um & Ø 0.2 - 0.3 um
- Tak bergerak
- Tak berspora
 Pewarnaan toluidin biru
 Granula bipoler metakromatik
 Berkapsul

Biakan :
- Media Bordet Gengou ( potato- blood –
glycerol agar ) + pen G 0.5 ug/ml utk
menghambat pertumbuhan mikro organisme
- Tipe virulen = fase I
- Pasase dlm biakan membentuk varian avirulen
( fase II,III,IV )
- Vaksin ( dari fase 1)

- † suhu 50o 30 menit & bertahan pada suhu


rendah ( 0 – 100 )
 Epidemologi
- Attack rate 80 – 100% pd rentan
- Manusia satu-satunya tuan rumah
- Ditularkan dari udara scara kontak
langsung berasal dari droplet pend
selama batuk
- Endemik
- As : 1932 – 1989  1180 X epidemi
- Penyebaran : - Seluruh udara
- Semua gol umur
- Terbanyak usia < 1 th
- Bahaya  sesuai usia
- ♀ > ♂
 As
- 35% usia < 6 bln – 3 bln
- ± 45 % usia < 1 Th
- 66% usia < 5 th
-  & rawatan tertinggi usia ≤ 6 bln
 Ibu pertusis ringan  pertusis berat pd
neonatus
 Eritromisin dapat :
- ↓ CFR
- ↓ Tingkat penularan   
PATOGENESIS
B. Pertusis melalui sekresi udara nafas ,
melekat pada saluran nafas penjamu

Mekanismenya dalam 4 tingkat:


1. Perlekatan pd silia

2. Perlawanan terhadap imun penjamu

3. Kerusakan lokal

4. Akhirnya timbul penyakit sistemik


Yang berperan pada perlekatan
 Filamentous hemaglutinin (FHA)
 Lymphositosis Promoting Factor (LPF)
 Pertusis Toksin (PT)
 Protein 69 Kd

 Setelah terjadi perlekatan, bermultiplikasi dan


menyebar keseluruh permukaan epitel saluran
nafas (tak infasif)
 Selama pertumbuhan menghasilkan toksin 
whooping cough
 Toksin td: 2 sub unit (A & B)
 Sub unit B berikatan dengan reseptor sel
target kemudian menghasilkan sub unit A
yang aktif pada daerah aktifasi enzym
membran sel
 LPF >< migrasi Limfosit, makrofag
kedaerah infeksi
 Toksin mediated adenosine diphosphate
(ADP) :
 Mengatur sistem protein dalam membran
sitoplasma  perob fgs fisiologis sel target
termasuk limfosit (menjadi lemah, mati)
  pengeluaran histamin & serotonin
 >< Beta Adrenergik
  aktifitas insulin (gula darah ↓ )
Toksin menyebabkan :
 Peradangan ringan
 Hiperplasia jaringan limfoid peribronkial
  ∑ mukos pada permukaan silia  fgs silia
sebagai pembersih ↓ infeksi sekunder,
tersering strep, hemofilus, stap
 Penumpukan mukos  plug  obst, dan
kolaps paru.
 Hipoksemia dan sianosis ok gangguan
oksigenasi pada saat ventilasi dan timbul
apnea saat batuk
Beda pendapat tentang kerusakan
saraf
1. Akibat pengaruh langsung toksin
2. Sekunder akibat anoksia
Terjadi perubahan fungsi sel yang
reversibel. Pemulihan tampak bila sel
regenerasi sehingga kurangnya efek
A.Biotika terhadap proses penyakit dpt
diterangkan
 Dermonecrotic toxin : heat labile syto
plasmic toxin
 Kontraksi otot polos pemb darah
dinding trakea  iskemik dan nekrosis
trakea
 Sitotoksin
- >< sintensis DNA
- menyebabkan siliostatis
- † sel

Pertusis lipo polysaccharide ( endotoksin )


tak terlalu penting dlm hal patogenesis
peny.
KK hanya infeksi ringan krn tak
menghasilkan toksin pertusis
 Gejala klinik
- Mi 6 – 20 hari ( rata-rata 7 hari )
- Perjalanan peny ≥ 6 – 8 minggu
Dlm 3 std :
1. Kataralis = prodromal = preparoksismal
2. Std akut = paroksismal = spasmodik
3. Std konvalesens
- TGT : - Etiologi spesifik
- Umur
- Status imunisasi
 Anak < 2 th
- Batuk paroksismal (100%)
- Whoop ( 60 – 70% )
- Emesis ( 66 – 80% )
- Dispnea ( 70% - 80% )
- Kejang ( 20 – 25% )
 Anak lebih >
- M. klinik lebih ringan
- Lama sakit lebih pendek
- Kejang jarang pd anak > 2 th
- Suhu jarang > 38.4oC semua umur
Stadium Kataralis ( 1 – 2 minggu )
 Gejala ISNA :

- Rinore dgn lendir cair & jernih


- Injeksi pd konjungtiva
- Lakrimasi
- Batuk ringan
- Panas tak begitu tinggi
- Sukar dibedakan dgn commoncold
- Organisme tersebar dalam inti droplet
- Anak sangat infeksius
- Tahap ini kuman paling mudah diisolasi
STD Paroksismal ( 2 – 4 minggu )
- Frek dan derajat batuk ↑
- 5 – 10 batuk kuat selama ekspirasi diikuti usaha
inspirasi masif yg mendadak menimbulkan
bunyi,melengking ( whoop )
- Anak > & bayi muda : batuk hebat dgn whoop tak
terdengar
- Serangan :
- Muka merah
- Sianosis
- Mata menonjol
- Lidah menjulur
- Lakrimasi
- Salivasi
- Distensi vena leher
- Ptekie di wajah ( conjungtiva )
- Episode batuk paroksismal dpt terjadi lagi
sampai mucousplug hilang
- Muntah ses batuk paroksismal cukup khas, shg
sering pertanda kecurigaan pertusis walau whoop
(-)
- Anak apatis dan BB ↓
- Batuk mudah di bangkitkan dgn stres emosi :
- Menagis
- Sedih
- Gembira
- Aktivitas fisik
STD Konvalesen ( 1 – 2 minggu )
 Berhentinya whoop & muntah dgn puncak

serangan paraksismal berangsur menurun


 Batuk masih menetap bbrp waktu dan

menghilang ± 2 - 3 minggu
 Bbrp kasus batuk paroksismal akan timbul

kembali, ini terjadi berulang - ulang bbrp


bulan, di hub dgn ISNA berulang
Diagnosis
1. Anamnesis
- Riwayat kontak pertusis
- Adakah serangan khas yakni paroksismal dan
bunyi whoop
- Riwayat imunisasi
2. Gejala klinik
- tgt std saat diperiksa
3. Laboratorium
- Leukositosis 20.000 – 50.000/ul dgn
limpositosis absolut :
- Kataral akhir
- Paroksismal
- Pd bayi ∑ leukosit tak menolong untuk D/ krn
respon limpositosis juga (+) pada infeksi lain
- Isolasi B. pertusis dr sekret nasofaring biakan
(+) : - Std kataral 95 – 100%
- Std paroksismal 94% pd minggu ke 3
dan sp 20 % waktu berikutnya
- Serologi thd anti bodi toksin pertusis berguna pd
std lanjut
- Menentukan adanya infeksi pd individu dgn : *
* Biakan
 ELISA utk menentukan serum IgM, IgG dan IgA
thd FHA dan PT
 Nilai serum IgM FHA dan PT menggambarkan
respon imun primer ok penyakit atau imunisasi
 IgG toksin pertusis
- Tes sensitif dan spesifik utk mengetahui infeksi
alami tdk tampak ses imunisasi pertusis
 Foto Toraks
- Infiltrat perihiler
- Atelektasis
- Empisema
Diagnosis Banding
1. Batuk spasmodik, pikirkan :
- Bronkiolitis
- Pneumonia bakterial
- Sistik fibrosis
- Tuberkulosis
- Peny lain yg menyebabkan limfadenopati
yg menekan trakea bronkus dari luar, dpt
dibedakan melalui GK & LAB
- Benda asing dpt batuk paroksismal
biasanya timbul tiba-tiba dan dpt dibedakan dgn
RO dan endoskopi
2. B. Parapertusis, B.Bronkoseptika dan
adenovirus
DPT dibedakan dgn isolasi kuman
Penyulit
- Tjd pada sistem nafas dan ssp

- Pneumonia ( tersering )

- 90% Anak < 3 th


- DPT oleh B. pertusis tapi sering oleh
infeksi sekunder :
* H. Influenzae
* S. Pneumoniae
* S. Aureus
* S. Pygenes
- TBC laten dpt jadi aktif
- Atelektasis : sekunder thd obst mukos
aspirasi mukos dan muntah  pneumonia
- Panas tinggi ( infeksi sekunder & bakteri )
 Batuk dengan tekanan tinggi
- Ruptura alveoli
- Empisema intertisial / sub kutan
- Pneumo Toraks
- Perdarahan Sub Konjungtiva
 Penyulit pd SSP

- Kejang
- Koma
- Ensefalitis
- Hiponatremia sekunder thd SIADH
Kejang tetanik  alkalosis ok muntah persisten
Peneliti Inggris ( 1977 – 1979 ) 2295 kasus
Penyulit : - 16,8% BB↓
- 9,8% Bronkitis Akut
- 0,3% Atelektasis
- 0,88% Bronko pneumonia
- 1,1% Apnea
- 0,6% Kejang
- 7,5% otitis media
Pengobatan
- AB tak memperpendek std paroksismal

- Eritromisin 50mg/kgBB/Hari dan ampisilin

100mg/kgBB/hari DPT mengeliminasi


organisme dari nasofaring
- Suportif : >< faktor timbulnya batuk,

mengatur hidrasi dan nutrisi


- O2 diberi pd distres nafas akut / kronik

- Isap lendir tu : Bayi dgn pneumonia dan

distres pernapasan
Betamasol dan sabutamol diduga bekerja :
- Mencegah obst bronkus

- Mengurangi batuk paroksismal

- Mengurangi lamanya whoop

Krantz : Salbutamol tak bermakna dibanding


placebo
- Eritromesin :

Diberi pd std kataral  memperpendek periode


penularan
- Ig pertusis

Diberi pd anak <2 th ( 1,25 ml/24 jam dalam 3


dosis  tak direkomendasikan
Cara terbaik mengontrol penyakit ini :
Imunisasi : ↓ Angka kejadian

Imunisasi fasif
Human hipermuneglobulin  tak lagi diberikan utk
pencegahan

Imunisasi Aktif
- B. Pertusis telah dimatikan

- Diberikan bersama difteri dan tetatus

- Dosis 12 iu diberikan 3 X sejak usia 2 bl dgn

interval 8 minggu
Pada prevalensi ↑ di masyarakat
- Imunisasi dimulai usia 2 minggu dgn
interval 4 minggu
- Usia > 7 th tak perlu imunisasi rutin

- Infeksi usia lebih besar :

- Ringan
- Sumber infeksi pd bayi non imun
- Vaksin pertusis monovalen ( 0,25 ml IM)
Utk mengontrol epidemi orang dewasa
- Vaksin  demam, ↓ tjd kejang demam beri
anti konvulsan setiap 4 – 6 jam selama 48
– 72 jam
Anak dgn kel neurologik dengan riwayat
kejang:
- 7,2 x lebih mudah tjd kejang
- 4,5 x lebih mudah tjd kejang bila hanya
riwayat kejang dalam keluarga, shg diberi DT
Kontra indikasi pemberian imunisasi
- Encefalopati dlm 7 hari seb imunisasi
- Kejang demam/tanpa demam 3 hari seb
imunisasi
- Menangis > 3 jam
- High pitch cry dalam 2 hari
- Kolaps/Hiposensitif hiporesponsif dalam 2 hari
- Suhu > 40,50 C yg tak dapat diterangkan
dalam 2 hari
Eritromisin :
- Efektif mencegah pertusis pd BBL dari ibu

dgn pertusis
- Kontak erat pd anak < 7 th dg imunisasi

(+) hendaknya diberi booster + eritromisin


- Imunisasi (+) 6 bln terakhir  Booster tak

perlu + Eritromisin 50mg/kgBB/24 jam dlm


2 – 4 dosis selama 14 hari
Pengobatan Eritromisin Awal
- Mengurangi penyebaran infeksi
- Mengurangi gejala penyakit
- Kontak dgn pertusis (+), imunisasi (-) beri erit 14
hari ses kotak di putuskan. Bila kontak tak dpt
diputuskan beri erit sp batuk berhenti atau ses dpt
erit 7 hari
Epidemi : vaksin monovalen dan erit
Prognosis : - Tgt usia
- P/ baik dg  usia
- Pd bayi resiko ensefalopati (0.5 – 1%)
- Observ jangka panjang apnea / kejang
 ggn intelektual dikemudian hari

Anda mungkin juga menyukai