Anda di halaman 1dari 34

BIOFARMASETIKA

RUTE PARENTERAL
OUTLINE PEMBAHASAN

• Keuntungan Sediaan Parenteral


Definisi Parenteral • Kerugian Sediaan Parenteral

Karakteristik Sediaan Parenteral Rute Pemberian Parenteral


Faktor yang Mempengaruhi Proses
Biofarmasetik Obat pada Pemberian Melalui
Parenteral

Aspek Biofarmasetika Sediaan Parenteral


Anatomi Kulit
Definisi Parenteral
Istilah parenteral berasal dari
bahasa Greek yaitu
Para : disamping Maka dari itu, menunjukkan sesuatu yang diberikan diluar
Enteron: usus dari usus dan tidak melalui sistem saluran makanan.

Obat yang diberikan secara parenteral adalah sesuatu


yang disuntikkan melalui lubang jarum yang runcing
kedalam tubuh pada berbagai tempat dengan bermacam
kedalaman.
KARAKTERISTIK SEDIAAN
 Steril
bebas dari mikroorganisme a.l. pyrogen/bakteri
 Bebas dari partikel yang berukuran besar (free
from particulate matter)
a. yaitu: partikel yang melayang (mobile), tidak
larut dalam sediaan parenteral.
b. idealnya sediaan parenteral = jernih dan tidak
ada partikel yang dapat dilihat dengan mata
telanjang
 Standar USP
Perhitungan partikel dilakukan dengan :
electronic liquid-borne particle counter with
light- obscuration sensor
Pada sediaan volume kecil (<100ml)
Tidak lebih dari 1000 partikel perkontainer
dengan (diameter) 10µm dan/atau 1000 partikel
perkontainer dengan 25µm
Pada sediaan volume besar
Tidak lebih 50 partikel per-mili literdengan 10µm
dan/atau tidak lebih 5 partikel per-mili liter
dengan 25µm
 Stabil secara fisika dan kimia dalam
kurun periode tertentu
Hal ini menentukan bahwa sediaan steril
akan berada dalam bentuk cair atau
serbuk
 Isotonis dan isohidris
KEUNTUNGAN SEDIAAN PARENTERAL

Obat memiliki onset (mula Bioavaibilitas sempurna


kerja) yang cepat atau hampir sempurna

Kerusakan obat dalam


Tidak mengalami first pass
saluran pencernaan dapat
effect
dihindarkan

Obat dapat diberikan


Efek obat dapat diramalkan kepada penderita yang sakit
pasti keras atau yang sedang
dalam keadaan koma
KERUGIAN SEDIAAN PARENTERAL
Dapat menimbulkan rasa nyeri/sakit pada saat disuntik, apalagi bila
pemberiannya berulang

Memberikan efek psikologis pada pasien yang takut disuntik

Bila terjadi kekeliruan pada saat pemberian, maka hampir tidak dapat
diperbaiki terutama setelah pemberian intravena.

Bila obat sudah masuk ke dalam tubuh pasien, maka sulit untuk ditarik
kembali atau dikeluarkan.

Obat hanya dapat diberikan kepada pasien di rumah sakit, atau di


tempat praktek dokter dan hanya dilakukan oleh perawat yang
berpengalaman
INTRA-
VENA

INTRA- INTRA-
SPINAL MUSKULAR
Rute Umum
Parenteral

INTRA-
SUBKUTAN
KUTAN
Rute • Intraperitoneal dan
lainnya • Intraartikular
RUTE OBAT PARENTERAL

Obat Masuk ke Dalam Tubuh

Cara intravaskular
Cara ekstravaskular
 obat langsung masuk ke sirkulasi sistemik
obat harus diabsorpsi dulu sebelum
dan didistribusikan ke seluruh tubuh seperti
masuk ke peredaran sistemik seperti
pada cara pemberian intravena (injeksi dan
pemberian i.m, s.c, i.c, dan i.p. Syarat
infus). Obat tidak mengalami fase absorbsi.
untuk diabsorpsi adalah obat harus
 Konsentrasi obat dalam plasma ditentukan
dibebaskan dari bentuk sediaannya yang
oleh kecepatan biotransformasi dan
tergantung dari faktor fisikokimia obat,
kecepatan ekskresi/eliminasi obat dari
faktor lingkungan tempat absorpsi dan
tubuh.
teknik pembuatan.
Hubungan antara nasib obat dalam tubuh dengan rute pemberiannya

1. Intravena (i.v)
Obat langsung masuk ke sirkulasi sistemik dan didistribusikan ke seluruh
tubuh. Konsentrasi obat dalam plasma ditentukan oleh kecepatan
biotransformasi dan kecepatan ekskresi/eliminasi obat dari tubuh.
Volume relatif lebih besar. Volume kecil (< 5 ml) sebaiknya isotonis dan
isohidri, sedangkan volume besar (infus) harus isotonis dan isohidris.
Cara pemberian intravena sebagai berikut :
 Secara bolus, injeksi diberikan secara langsung dengan
kadar tinggi dan pada waktu yang pendek.
 Secara intermitant infus, injeksi i.v diberikan melalui infus
dengan periode pemberian 20 menit sampai 4 jam dalam
sehari.
 Secara continous infus, injeksi i.v melalui infus dengan
waktu pemberian lebih dari 6 jam sampai 24 jam.
2. Intramuskular (i.m)
Obat yang berbahaya bila diberikan secara intravena, maka diberikan secara
i.m. Respon terhadap obat yang diberikan secara i.m tidak secepat i.v tetapi
secara kuantitatif hasil absorpsi i.m baik, biovaibilitas mencapai 80-100%.
 Larutan obat dalam air lebih cepat diabsorpsi daripada bentuk suspensi
atau larutan dalam minyak.
 Kecepatan absorpsi tergantung pada vaskularitas tempat suntikan dengan
kecepatan darah antara 0,02-0,07 ml/menit.
 Molekul kecil langsung diabsorpsi ke dalam kapiler. Molekul besar masuk
ke sirkulasi melalui saluran getah bening.
 Obat tertentu (ampisilin, klodiazepoksida, diazepam) tidak terabsorpsi
secara sempurna karena terjadi presipitasi yang menyebabkan redisolusi
sangat lambat atau terjadinya fagositosis partikel obat.
3. Subkutan (s.c)
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah
dan limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit.
Tempat yang paling tepat untuk melakukan injeksi subkutan meliputi
area vaskular di sekitar bagian luar lengan atas, abdomen dari batas
bawah kosta sampai krista iliaka, dan bagian anterior paha
 
 Tempat penyuntikan dibagian tubuh yang sedikit lemak dan masuk ke
jaringan di bawah kulit.
 Volume tidak lebih dari 1 ml
 Larutan sebaiknya isotonis dan isohidri. Larutan yang sangat
meyimpang isotonisnya dapat menimbulkan rasa nyeri atau nekrosis
dan absorpsi zat aktif tidak optimal
 Onset (mula kerja) obat berbentuk larutan dalam air lebih cepat daripada sediaan
suspensi. Determinan kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan tempat terjadinya
penyerapan.
 Zat aktif bekerja lambat daripada secara i.v
4. Intrakutan (di dalam kulit)
• Lokasi pemberian : lengan bawah dalam dan punggung bagian atas
• Tujuan pemberian : diagnostik, desensitasi (alergi) atau imunisasi
Sifat larutan sebaiknya isotonis dan isohidris karena larutan yang
nonisotonik dapat memberikan tanda-tanda iritasi palsu. Volume yang
diberikan tidak lebih dari 0,2 ml karena volume jaringan kecil dan
kompak.
Intraspinal, Intraperitoneal, Intraartikular dan
Intradermal
 Intraspinal, disuntikan ke dalam susmsum tulang belakang.
Larutan harus isotonik dan isohidris, karena sirkulasi dari
cairan serebrospinal lambat dan gangguan tekanan
osmotik dengan cepat menyebabkan sakit kepala dan
muntah
 Intra Peritoneal (i.p), yaitu kateter dimasukan dalam perut
dengan operasi untuk memasukan cairan steril dialisis.
Larutan harus hipertonis, zat aktif diabsorpsi dengan cepat
dan volume diberikan dalam jumlah besar (1 atau 2 liter)
 Intraartikular, yaitu disuntikan ke dalam sendi, larutan
isotonis dan isohidris
Berbagai Faktor yang Mempengaruhi
Proses Biofarmasetik Obat pada
Pemberian Melalui Parenteral

 Larutan obat dan volume injeksi


Pemberian secara intravena obat-obat harus sepenuhnya dalam keadaan
terlarut dalam pembawa atau air. Kelarutan obat dalam pembawa yang
digunakan dan dosis yang diperlukan akan menentukan volume injeksi intravena
 Karakteristik pembawa
Pembawa air dapat digunakan untuk sediaan injeksi melalui berbagai rute
pemberian, sedangkan injeksi pembawa non air hanya digunakan untuk rute
injeksi intramuscular.
 pH dan Osmolaritas injeksi
Idealnya sediaan injeksi adalah isohidri dan isotoni dengan cairan biologi tetapi
sering kali tidak dapat dicapai karena beberapa sebab, misalnya banyak obat-obat
yang tidak stabil pada pH netral (pH cairan biologis). Sehingga banyak obat
diformulasikan dalam bentuk injeksi pada pH stabilitasnya yang tidak sama dengan
pH cairan biologis.
Contohnya : doiazoxide, diformulasikan kesediaan injeksi pada pH stabilitasnya yaitu
11,6. Sediaan yang hipertoni merupakan kontra indikasi untuk rute pemberian
intramuskular dan subkutan
 Bentuk sediaan injeksi
Bentuk sediaan suspense hanya dapat digunakan melalui rute
intramuscular dan subkutan. Tidak boleh ada partikel sedikitpun pada sediaan
larutan yang diberikan secara intavena.

 Komponen formulasi
Pengawet tidak boleh diberikan pada sediaan injeksi untuk rute melalui
cairan intraokuler atau cerebrospinal karena dapat menimbulkan toktisitas.
Aspek Biofarmasetika Sediaan Parenteral

Absorpsi obat parenteral


 Obat yang diberikan secara ekstravaskular (i.m, s.c) akan
mengalami absorpsi dan obat yang diberikan secara
intravaskular (i.v) tidak mengalami absorpsi. Molekul obat
diabsorpsi dalam bentuk bebas (tidak terikat dengan zat lain)
dan utuh ke dalam darah atau peredaran sistemik.
 Umumnya, obat baru memberikan efek terapi jika mencapai
kadar minimal tertentu dalam darah (MEC = minimum effective
concentration). Selama kadar obat masih dalam darah masih
berada di atas MEC, obat akan memberikan efek farmakologis.
Setelah ekskresi berlanjut dan kadar obat turun di bawah MEC.
 Kecepatan absorpsi mempengaruhi cepat atau lambatnya obat
mencapai kadar MEC, yang merupakan onset atau mula kerja obat
dan waktu obat (tmax) mencapai kadar maksimum (puncak) dalam
darah (Cmax). Selanjutnya obat berangsur-angsur akan dieliminasi
dengan cara diekskresikan atau biotransformasi atau keduanya. Lama
kerja obat (durasi) atau obat memberikan respon terapi yang
dikehendaki adalah kadar obat tersebut dalam darah berada di atas
MEC.
Intramuskular

Intramuskular artinya diantara jaringan otot. Cara ini kecepatan


absorbsinya terhitung nomor 2 sesudah intravena. Jarum suntik
ditusukkan langsung pada serabut otot yang letaknya dibawah lapisan
subkutis. Penyuntikan dapat di pinggul, lengan bagian atas. Volume
injeksi 1 sampai 3 ml dengan batas sampai 10 ml (PTM—volume
injeksi tetap dijaga kecil, biasanya tidak lebih dari 2 ml, jarum suntik
digunakan 1 samai 1 ½ inci.  
Pemberian intramuskular memberikan efek “depot” (lepas lambat),
puncak konsentrasi dalam darah dicapai setelah 1-2 jam.
Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari jaringan otot (im) antara lain :
 rheologi produk
 konsentrasi dan ukuran partikel obat dalam pembawa
 bahan pembawa
 volume injeksi
 tonisitas produk dan bentuk fisik dari produk.
 Persyaratan pH sebaiknya diperhatikan, karena masalah iritasi, tetapi dapat dibuat pH antara
3-5 jika bentuk suspensi ukuran partikel kurang dari 50 mikron.
Pada intramuscular, kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan absorbsi.
Obat yang sukar larut seperti dizepam dan penitoin akan mengendap di tempat suntikan sehingga
absorbsinya berjalan lambat, tidak lengkap dan tidak teratur. Obat yang larut dalam air lebih
cepat diabsorbsi. Tempat suntikan yang sering dipilih adalah gluteus maksimus dan deltoid.
Subkutan

Lapisan ini letaknya persis dibawah kulit, yaitu lapisan lemak (lipoid) yang dapat
digunakan untuk pemberian obat antara lain vaksin, insulin, skopolamin, dan epinefrin
atau obat lainnya. Injeksi subkutis biasanya diberikan dengan volume samapi 2 ml (PTM
membatasi tak boleh lebih dari 1 ml) jarum suntik yang digunakan yang panjangnya
samapi ½ sampai 1 inci (1 inchi = 2,35 cm).
Pada daerah subcutan hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak iritatif terhadap
jaringan. Absorbsi biasanya berjalan lambat dan konstan, sehingga efeknya bertahan
lebih lama. Absorbsi menjadi lebih lambat jika diberikan dalam bentuk padat yang
ditanamkan dibawah kulit atau dalam bentuk suspensi. Pemberian obat bersama
dengan vasokonstriktor juga dapat memperlambat absorbsinya.
Intramuscular dan Subcutan, absorbsi pada kedua injeksi ini akan lebih cepat jika
diberikan dalam bentuk cairan. Kecepatan absorbsinya tergantung pada
vaskularisasi di wilayah tubuh yang diinjeksi. Faktor lainnya yang mempengaruhi
adalah:
 konsentrasi obat
 derajat ionisasi dan bentuk lipid nonion
 serta wilayah injeksi.
 Intrakutan
Cara penyuntikan melalui lapisan kulit superficial, tetapi volume
pemberian lebih kecil dan sc, absorbsinya sangat lambat karena tidak
terdapat banyak pembuluh darah sehingga onset yang dapat dicapai
sangat lambat.
 
Thank you
For Your Attention

Anda mungkin juga menyukai