Anda di halaman 1dari 45

Asuhan keperawatan

Benigna Prostate Hiperplasia


(BPH)

BESTINA NINDY VIRGIANI


 Prostat adalah kelenjar bagian dari sistem perkemihan
pria yang berukuran sebesar kacang kenari. Ukuran,
panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan
tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm dengan berat sekitar 20
gram.
Kelenjar prostat merupakan suatu kelenjar yang terdiri
dari 30-50 kelenjar yang terbagi atas empat lobus,
lobus posterior, lobus lateral, lobus anterior, dan lobus
medial.
Prostat terletak di depan rektum dan tepat di bawah
kandung kemih.
Pengertian

Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan


perbesaran kelenjar prostat, memanjang ke atas
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi
dilatasi ureter (hidroureter) dan pembengkakan
ginjal (hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan
Bare, 2002).
BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi
pada pria umur 50 tahun atau lebih yang ditandai
dengan terjadinya perubahan pada prostat yaitu
prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular,
pembesaran dari beberapa bagian kelenjar ini dapat
mengakibatkan obstruksi urine ( Baradero, Dayrit,
dkk, 2007).
BPH adalah tumor jinak pada prostat akibat sel
prostat yang terus mengalami pertumbuhan. Secara
mikroskopik, perubahan prostat bisa dilihat sejak
seseorang berusia 35 tahun.
Pada usia 60-69 tahun, pembesaran prostat mulai
menimbulkan keluhan klinis pada 50% pria.
Sementara pada usia 80 tahun, BPH terjadi pada
hampir 100% pria. Pada tahun 2000, WHO
mencatat ada sekitar 800 juta orang yang
mengalami BPH di seluruh dunia.
Tahapan Perkembangan Penyakit BPH

• Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur


ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa
I urin kurang dari 50 ml

• Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan


batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50 100 ml.
II

• Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat


III tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dar 100ml.

• Apabila sudah terjadi retensi urine total


IV
Etiologi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti


etiologi/penyebab terjadinya BPH, namun beberapa
hipotesisi menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT)
dan proses menua :
1. Berkurangnya jumlah tesosteron yang aktif
2. Peningkatan hormon estrogen memengaruhi
pertumbuhan sel kelenjar prostat
3. Produksi dihidrotestosteron (metabolit androgen yang
sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar
prostat) pada lelaki usia lanjut yang memacu
pertumbuhan sel
Patofisiologi

Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul


fibroadenomatosa majemuk dalam prostat,
pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian
periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan
tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang
tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari
kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang
jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostat
terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan
pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-
lahan.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat,
resistensi pada leher VU dan daerah prostad
meningkat, serta otot destrusor menebal dan
merenggang sehingga timbul sakulasi atau
divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase
kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi
retensi urin.
Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria
dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin.
Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri ( Baradero,
dkk 2007).
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-
lahan dapat mengakibatkan aliran urin tidak deras
dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes,
kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya
obstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk
memulai berkemih (hesitansi).
Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika
urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan
tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa
vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah
berkemih yang mengakibatkan interval disetiap
berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi),
dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami
perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan
nyeri saat berkemih /disuria ( Purnomo, 2011).
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan
sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia
paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko
ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal.
Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi
infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan
sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau
hemoroid.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan
terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih.
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan
mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De
jong, 2005).
Manifestasi Klinik

1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

• Retensi urin (urin tertahan dikandung


Gejala kemih sehingga urin tidak bisa keluar),
hesitansi (sulit memulai miksi),

obstruksi
pancaran miksi lemah, Intermiten
(kencing terputus-putus), dan miksi
tidak puas (menetes setela miksi)

• Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan


Gejala ingin miksi yang sangat mendesak) dan
disuria (nyeri pada saat miksi).

iritasi
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat hiperplasi prostat pada saluran kemih


bagian atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti
nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan
tanda dari hidronefrosis), atau demam yang
merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
3. Gejala diluar saluran kemih

Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia


inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini
dikarenakan sering mengejan pada saan miksi sehingga
mengakibatkan tekanan intraabdominal.
Adapun gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH,
pada pemeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan,
dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan
muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal
dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang
besar.
Penatalaksanaan

1. Observasi

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan.


Pasien dianjurkan untuk mengurangi minum setelah
makan malam yang ditujukan agar tidak terjadi
nokturia, menghindari obat-obat dekongestan
(parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering
miksi. Pasien dianjurkan untuk menghindari
mengangkat barang yang berat agar perdarahan dapat
dicegah.
Ajurkan pasien agar sering mengosongkan kandung
kemih (jangan menahan kencing terlalu lama) untuk
menghindari distensi kandung kemih dan hipertrofi
kandung kemih. Secara periodik pasien dianjurkan
untuk melakukan control keluhan, pemeriksaan
laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok
dubur (Purnomo, 2011).
2. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang
diberikan pada penderita BPH adalah :
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-
otot berelaksasi untuk mengurangi tekanan pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-
obatan golongan alfa blocker (penghambat alfa
adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar
hormone testosterone/ dehidrotestosteron (DHT).
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada
pasien BPH, menurut Purnomo (2011) diantaranya :
penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5
alfa reduktase, fitofarmaka.
3. Terapi bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan
untuk dilakukan pembedahan didasarkan pada
beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio urin
berulang, hematuri, tanda penurunan fungsi ginjal,
ada batu saluran kemih dan perubahan fisiologi pada
prostat.
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) intervensi bedah
yang dapat dilakukan meliputi : pembedahan
terbuka dan pembedahan endourologi.
Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi
prostatektomi terbuka yang biasa digunakan adalah :
1. Prostatektomi suprapubik adalah salah satu metode
mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen.
2. Prostatektomi perineal adalah suatu tindakan dengan
mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam
perineum.
3. Prostatektomi retropubik adalah tindakan lain yang
dapat dilakukan, dengan cara insisi abdomen rendah
mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis
dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi
transurethral dapat dilakukan dengan memakai
tenaga elektrik diantaranya:
1. Transurethral Prostatic Resection (TURP) : Reseksi
kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra
menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah
yang akan dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi
TURP ialah gejala-gejala sedang sampai berat, volume
prostat kurang dari 90 gr. Tindakan ini dilaksanakan
apabila pembesaran prostat terjadi dalam lobus
medial yang langsung mengelilingi uretra.
2. Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Adalah prosedur lain dalam menangani BPH.
Tindakan ini dilakukan apabila volume prostat tidak
terlalu besar atau prostat fibrotic.
Indikasi dari penggunan TUIP adalah keluhan
sedang atau berat, dengan volume prostat
normal/kecil (30 gram atau kurang).
4. Terapi invasive minimal

1. Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT),


jenis pengobatan ini hanya dapat dilakukan di
beberapa rumah sakit besar. Dilakukan dengan cara
pemanasan prostat menggunakan gelombang mikro
yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui
transducer yang diletakkan di uretra pars prostatika,
yang diharapkan jaringan prostat menjadi lembek.
2. Transuretral Ballon Dilatation
(TUBD), pada tehnik ini dilakukan
dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang
berada di prostat dengan menggunakan
balon yang dimasukkan melalui
kateter. Teknik ini efekt if pada pasien
dengan prostat kecil, kurang dari 40
cm3. Meskipun dapat menghasilkan
perbaikan gejala sumbatan, namun
efek ini hanya sementar, sehingga cara
ini sekarang jarang digunakan.
3. Transuretral Needle Ablation (TUNA), pada teknik
ini memakai energy dari frekuensi radio yang
menimbulkan panas mencapai 100 derajat selsius,
sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat.
Pasien yang menjalani TUNA sering kali mengeluh
hematuri, disuria, dan kadang-kadang terjadi retensi
urine (Purnomo, 2011).
4. Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang
dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi
obstruksi karena pembesaran prostat, selain itu
supaya uretra prostatika selalu terbuka, sehingga
urin leluasa melewati lumen uretra prostatika.
Pemasangan alat ini ditujukan bagi pasien yang
tidak mungkin menjalani operasi karena resiko
pembedahan yang cukup tinggi.
Komplikasi

1. Retensi urin akut, terjadi apabila vesika urinaria


menjadi dekompensasi
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena
produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat
buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang
akan mengakibatkan tekanan intravesika
meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin,
sehingga dapat terbentuk batu endapan dalam
buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi.
Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan
bila terjadi refluks dapat mengakibatkan
pielonefritis.
Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium :
1. Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin
2. Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui
kemungkinan adanya penyulit yang menegenai saluran
kemih bagian atas.
3. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah
merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan
status metabolic.
4. Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan
sebagai dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai
deteksi dini keganasan.
Radiologis/pencitraan
1. Foto polos abdomen
2. Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk
mengetahui kemungkinan adanya kelainan pada ginjal
maupun ureter yang berupa hidroureter atau
hidronefrosis.
3. Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar
kelenjar prostat, memeriksa masa ginjal, menentukan
jumlah residual urine, menentukan volum buli-buli,
mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau
tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang mungkin ada
dalam buli-buli.
ASUHAN
KEPERAWATAN
Pengkajian Fokus

1. Demografi

Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50


tahun. Ras kulit hitam memiliki resiko lebih besar
dibanding dengan ras kulit putih.
Status social ekonomi memili peranan penting dalam
terbentuknya fasilitas kesehatan yang baik.
Pekerjaan memiliki pengaruh terserang penyakit ini,
orang yang pekerjaanya mengangkat barang-barang
berat memiliki resiko lebih tinggi..
2. Riwayat penyakit sekarang

Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah


frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran
melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, hesistensi
( sulit memulai miksi), intermiten (kencing terputus-
putus), dan waktu miksi memanjang dan akhirnya
menjadi retensi urine.
3. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran kemih
(ISK), adakah riwayat mengalami kanker prostat.
Apakah pasien pernah menjalani pembedahan
prostat / hernia sebelumnya.

4. Riwayat kesehatan keluarga


Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota
keluarga yang menderitapenyakit BPH.
5. Pola kesehatan fungsional

Eliminasi
Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk
frekuensinya, ragu ragu, menetes, jumlah pasien
harus bangun pada malam hari untuk berkemih
(nokturia), kekuatan system perkemihan. Tanyakan
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pre Operasi 2. Post Operasi

a. Retensi urin a. Retensi urin


akut/kronis b. Nyeri akut
b. Nyeri akut c. Resiko perdarahan
d. Resiko infeksi
c. Ansietas/cemas
e. Resiko terhadap
d. Defisit pengetahuan disfungsi seksual
f. Gangguan pola tidur
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai