PREMEDIKASI
• Premedikasi adalah pemberian obat sebelum induksi anesthesia
dengan tujuan untuk melancarkani induksi, pemeliharaan dan
pemulihan anestesia.
• Tujuan:
1. Meredakan/menghilangkan ketakutan dan kecemasan (ansietas)
2. Memperlancar induksi anesthesia
3. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan bronkus
4. Meminimalkan jumlah obat anestetik
5. Mengurangi mual dan muntah pasca bedah
6. Untuk menimbulkan amnesia
7. Mengurangi isi cairan lambung dan meningkatkan pH asam lambung.
8. Mengurangi refleks yang tidak diinginkan
Cara pemberian premedikasi
CARA MULA KERJA MASA KERJA
Lorazepam
• Onset kerja : ± 5-20 menit
• Waktu paruh: sekitar 48 jam
• Masa pemulihan dengan lorazapam 6x lebih lambat
dibandingkan midazolam. Lorazepam direkomendasikan untuk
sedasi jangka panjang dan efek amnesia.
Cont’d
Midazolam
• Onset kerja sekitar 30-60 detik
• Efek puncak : 3-5 menit
• Waktu eliminasi midazolam adalah sekitar 1-4 jam
• Jika dibandingkan dengan diazepam, midazolam memiliki onset
kerja yang lebih cepat, efek amnesia yang lebih besar, efek
sedasi yang lebih kecil, serta masa pemulihannya lebih cepat.
Nyeri injeksi dan thrombosis vena jauh lebih jarang ditemukan
jika dibandingkan dengan injeksi diazepam.
• Fungsi mental kembali normal dalam 4 jam.
• Dosis 0,05-0,1 mg/kgBB secara IV
Cont’d
2. Beta-bloker
Obat ini biasanya diberikan kepada pasien yang
mengalami manifestasi somatik ansietas yang
berlebihan, misalnya takikardia.
Amnesia
• Obat yang biasa digunakan: gol. Benzodiazepin.
• Midazolam dapat menimbulkan efek amnesia
yang lebih besar dengan masa pemulihan yang
cepat.
• Fungsi mental akan kembali dalam 4 jam.
• Pilihan obat lain yang biasa digunakan adalah
lorazepam. Namun, masa pemulihan dengan
lorazepam lebih lama
Antiemetik
• mengurangi insidensi mual muntah pasca operasi
• Keadaan ini tidak menjadi kronik dan tidak
menyebabkan kematian, namun dapat sangat
mengganggu.
• Namun, sampai saat ini memang belum ada obat
yang paling efektif untuk mengatasi keadaan ini
dengan
• ngka kejadian 20-30% pada pasien yang mengalami
anestesia umum
Antiemetik
• Benzodiazepin.
Contoh: midazolam. Cara:penghambatan dopamin; efek
ansiolisis berperan dalam antiemetik. Angka kejadian mual
muntah pada pasien pasca-operasi THT dan strabismus
menurun dengan diberikannya midazolam.
• Antagonis dopamin (metoklopramid)
Dosis: 10 mg per IV.
Cara kerja: penghambatan dopamin pada Chemoreseptor
Trigger Zone (CTZ) medula (meningkatkan ambang rangsang
CTZ dan menurunkan sensitivitas)
Onset kerja: IV: 1-3 menit, IM: 10-15 menit, Oral: 30-60
menit. Ekskresi oleh ginjal dengan waktu paruh 5-6 jam.
Mempercepat pengosongan lambung
Antiemetik
• Antagonis serotonin 5-Hidroksitriptamin (5-HT3)
Ondansetron
Serotonin 5-HT3 merangsang saraf vagus, menyampaikan
rangsangan ke CTZ dan pusat muntah sehingga terjadi mual
dan muntah.
mengatasi mual dan muntah yang hebat dan relatif aman
Dosis obat 4-8 mg per IV
Onset kerja: kurang dari 30 menit, biasa digunakan 1 jam
sebelum operasi. Efek puncak muncul bervariasi
Durasi kerja obat 12-24 jam
Dapat menyebabkan hipotensi, bradikardia, bronkospasme
dan sesak napas, konstipasi.
Mengurangi PH Lambung
• Ranitidin
Absorbsi obat diperlambat dengan makanan
Metabolisme di hati, diekskresi di ginjal dengan
waktu paruh sekitar 1,7-3 jam
Dosis 150 mg per oral, 2 jam sebelum operasi.
menghambat reseptor H2 secara selektif dan
reversibel. Perangsangan terhadap reseptor tersebut
akan merangsang sekresi asam lambung.
Mengurangi PH lambung
• Omeprazol
Golongan Proton Pump Inhibitor (PPI), lebih kuat dari AH2.
Dosis 40 mg, 3-4 jam sebelum operasi, 30 menit sebelum
makan
Dalam bentuk salut enterik
la diberikan bersamaan dengan makanan sehingga sebaiknya
diberikan 30 menit sebelum makan.
Obat berdifusi ke serl parietal lambung terkumpul di
kanalikuli sekretoar aktivasi berikatan dengan gugus
sulfihidril penghambatan enzim menurunkan produksi
asam lambung 80-90%.
Antikolinergik
• Atropin dan Hyoscine
– obat gologan antagonis muskarinik
– berfungsi dalam menghambat reseptor muskarinik
– memberikan efek terhadap sistem saraf otonom berupa efek
parasimpatolitik.
– Pada sistem kardiovaskular efek takikardia.
– Pada sistem respirasi menghambat kelenjar liur dan bronkial dan
relaksasi otot bronkial.
– Pada sistem gastrointestinal menurunkan tonus dan peristaltik
usus.
– Otonom Efek penghambatan pada kelenjar keringat
– half-life di plasma 2-3 jam , diekskresi sebagian diginjal.
– Dosis 0,25-0,5 mg IV, 0,015 mg/kgbb IV.
Antikolinergik
• Beta-bloker.
• Digunakan untuk mengurangi aktivitas simpatis, seperti
takikardia dan hipertensi saat dilakukan tindakan intubasi.
• Obat yang digunakan adalah atenolol (25-50 mg) / esmolol.
• Dapat mengurangi insidensi kejadian koroner yang tidak
diinginkan pada pasien berisiko tinggi mengalami operasi
besar.
Analgesia
• Untuk mengurangi / menghilangkan nyeri. Obat yang
digunakan adalah opioid kuat.
• memiliki efek depresi terutama pada sistem susunan saraf
pusat, respirasi dan gastrointestinal.
• Metabolisme di hati dan diekskresi melalui empedu dan
urin.
• Tiga jenis obat yang digunakan: Morfin, Petidin, Fentanyl
• Petidin efek analgetik 1/10 morfin dan masa kerjanya
lebih singkat. Dosis 1-2 mg/kgbb I.V/I.M.
• Fentanyl efek analgetik 100 kali morfin. Dosis 1-3
mcg/kgbb.
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
• Nama Pasien: Tn. SW
• Nomer RM : 375-42-48
• Umur : 54 Tahun
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Alamat : Saptaprasetya IV, Pedurungan, Semarang
• Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
• Agama : Islam
• Diagnosis : Post-periosteal Graft OS e.c. Ulkus Kornea
• Jenis Pembedahan : Keratoplasti
• Jenis Anestesi : Anestesi umum
PENILAIAN PRA ANESTESI
Anamnesis
Keluhan utama: penurunan penglihatan pada mata kiri. Pasien
ingin mata kiri pasien dapat melihat lagi.
• Pasien durujuk dari RS Karyadi, Semarang.
• Mata kiri merah, dan timbul masa putih menonjol pada bagian
hitam mata dan tidak dapat melihat.
• Operasi penambalan mata tgl12/11/2012 di RS Karyadi.
• Saat ini mata tidak nyeri namun banyak mengeluarkan belek
(kotoran mata).
• Pasien mengalami diabetes melitus, berobat tidak teratur.
Penyakit asma (-), sakit jantung (-), batuk (-), flu (-), demam (-),
gigi goyang (-), hipertensi (-).
PENILAIAN PRA ANESTESI
Pemeriksaan Fisik
• Keadaan umum tampak sakit ringan, komposmentis
• Tekanan darah: 140/90 mmHg
• Nadi : 92 x/menit
• Napas : 16 x/menit
• Suhu : 26,5oC
• Berat badan : 72 kg
• Mata : konjungtiva mata kanan pucat, sklera mata kanan tidak ikterik (mata kiri
tidak dapat dinilai)
• Mallampati : Nilai 2
• Jantung : Bunyi jantung I, II normal, murmur (-), gallop (-)
• Paru : Vesikuler kanan = kiri, rhonki (-), wheezing (-)
• Abdomen : Bising usus positif normal, nyeri tekan tidak ada
• Ekstremitas : Hangat, edema tidak ada
PENILAIAN PRA ANESTESI
Pemeriksaan Penunjang
• DPL : 15,2 / 44,7 / 4,12 / 9,0
• GDS : 177
• PT/APTT : 11,9 (11,6) / 33,2 (32,8)
• Ur/Cr : 17 / 1,1
• Elektrolit : 142 / 3,67 / 105,3
• EKG : Sinur rhytm, QRS rate 80 x/menit, ST-T changes negatif, T-inverted
negatif, LVH tidak ada, RVH tidak ada, BBBB negatif.
• Chest X-ray : Cor dan pulmo dalam batas normal
Status Fisik
• Skor ASA II dengan Diabetes Melitus tipe II tidak terkontrol (GDS: 177
dalam terapi gimepirid dan metampiron)
Anestesi
• OBAT PREMEDIKASI OBAT-OBATAN
–Midazolam 2 mg • Granisetron 3 mg
–Fentanyl 100 µg – Tramadol 100 mg
– Dexametason 10 mg
• ANESTESI – Ranitidin 50 mg
–Jenis Anestesi: Anestesi Umum – Fentanyl 25 mg
–Induksi : Propofol 100 mg – Infus Ringerfundin 500
–Intubasi: LMA no. 4 ml
–Muscle Relaxant: Atrakurium 20
mg
–Posisi : Supine
–Pernapasan: Ventilator
Anestesi
MASA PEMULIHAN
• Tidak ada keluhan di ruang pemulihan. Tanda vital dalam
batas normal.
• Skor Aldrette 10. Skor VAS 0-1