Anda di halaman 1dari 31

POKOK – POKOK

PERUBAHAN POJK
TENTANG PENERAPAN APU PPT DI SEKTOR JASA KEUANGAN
( POJK NO 12/POJK01/2017 POJK NO 23/POJK.01/2019)

DPD PERBARINDO DIY


LATAR BELAKANG
 POJK NO 12/POJK.01.2017

 Adanya perkembangan kompleksitas produk dan layanan


jasa keuangan PJK yang berbasis pada penerapan
teknologi informasi
 Peningkatan risiko PJK harus diimbangi dengan kualitas
penerapan program APU PPT melalui penerapan pada
pendekatan berbasis risiko (risk base approach)
 Harmonisasi pengaturan
LANJUTAN
 POJK NO 23/POJK.01/2019
 Untuk tujuan pencegahan pendanaan proliferasi perlu
ditunjang komitmen pencantuman orang / korporasi dalam
DPPSPM dan pemblokiran serta merta atas Dana milik
orang /korporasi yang masuk DPPSPM
 Bahwa komitmen tersebut harus diwujudkan melalui
ketentuan yang mengatur mengenai penilaian risiko yang
mengacu para national risk assestment dan sectoral risk
assesment.
PENJELASAN ISTILAH
 Proliferasi senjata pemusnah masal adalah penyebaran senjata nuklir
biologi dan kimia
 Pemblokiran adalah : Tindakan mencegah pertransferan , pengubah
bentuk penukaran, penempatan, pembagian perpindahan atau
pergerakan dana untuk jangka waktu tertentu
 Korporasi adalah : Kumpulan orang dan/atau kumpulan orang
dan/atau kelompok yang terorganisasi, baik yang berbadan hukum
(legal person) maupun bukan badan hukum
 National Risk Assessment/NRA adalah penilaian risiko secara nasional
terhadap potensi dan kerawanan kemungkinan terjadinya tindak
pidana pencucian uang atau pendanaan terorisme dalam satu wilayah
negara mencakup unsur ancaman, kerentanan serta dampak yang
ditimbulkan
Kegiatan National Risk Assessment on terrorist financing tahun 2015
diadakan dengan tujuan
1. Mengetahui modus pendanaan terrorisme yang berisiko tinggi
2. Mengetahui profil pelaku pendanaan terrorisme yang berisiko tinggi baik untuk perorangan maupun
organisasi
3. Mengetahui sarana pemindahan dana terrorisme yang berisiko tinggi
4. Mengetahui istrumen transaksi dan produk/jasa keuangan yang berisiko tinggi
5. Mengetahui wilayah (provinsi) pendanaan terrorisme yang berisiko tinggi Indonesia
Wilayah berisiko pendanaan terorisme periode 2011 – 2015
6. DKI Jakarata
7. Jawa Barat
8. Jawa Tengah
9. Jawa Timur
10. Banten
11. Sumatera Utara
12. Aceh
13. Sulawesi Selatan
14. NTB
15. Sulawesi Tengah
16. D I Yogyakarta
Lanjutan
 Sectoral Risk Assessment adalah Penilaian atas risiko terhadap masing masing sektor pelapor sebagai
bentuk mitigasi risiko sehingga pengaruh atas risiko dapat diminimalisir bila risiko tersebut terjadi
 Salah satu hasil dalam kegiatan NRA 2015 adalah teridentifikasinya pihak pelapor yang berisiko tinggi
untuk sektor penyedia barang dan/atau jasa lainya (PBJ) merupakan perusahaan properti/ agen dan
pedagang kendaraan bermotor
 Hasil analisi risiko terhdap potensi terjadinya TPPU di indonesia berdasrakn jenis
pelakukanya pada sektor perusahaan properti/agen properti adalah sebagai berikut
1. Pengusaha / wiraswata
2. PNS ( termasuk Pensiunan)
3. Ibu rumah tangga
4. Pelajar/ mahasiswa
5. Pegawai swasta
6. Pejabat lembaga legislatif dan ekskutif
7. TNI / POLRI ( termasuk purnawirawan)
8. Lain lain
9. Pengurus parpol
10.Pegawai BI /BUMN/BUMD (termasuk pensiunan)......dst 14. Pegawai bank
Hasil analisis risiko terhdap potensi terjadinya TPPU di Indonesia
menurut wilayah pada sektor properti/agen properti
1. DKI Jakarata
2. Jawa Timur
3. Bali
4. Jawa Barat
5. Sumatera Selatan
6. Banten
7. Jawa Tengah
8. D I Yogyakarta
9. Sumatera Utara
10. Sulawesi Selatan
Hasil analisi risiko terhdap potensi terjadinya TPPU di indonesia berdasrakn
jenis pelakukanya pada sektor kendaraan bermotor adalah sebagai berikut

1. Pengusaha / Wiraswata
2. Korporasi
3. PNS ( Termasuk Pensiunan)
4. Pegawai BI /BUMN/BUMD (Termasuk Pensiunan)
5. Ibu Rumah Tangga
6. Pejabat Lembaga Legislatif Dan Eksekutif
7. Pegawai Swasta
8. Lain Lain
9. TNI / POLRI ( Termasuk Purnawirawan)
10. Pengurus Parpol
11. Pelajar / Mahasiswa
Penilian risiko pada sektor kendaraan bermotor
berdasarkan wilayah di Indonesia
1. DKI Jakarta
2. Jawa Timur
3. Jawa Barat
4. Jawa Tengah
5. Banten
6. D I Yogyakarta
7. Sumetera Utara
8. Bali
9. Kalimantan Barat
10. Sumatera Selatan
LANJUTAN
Pemilik manfaat (Beneficial owner) adalah setiap orang :
a. Berhak atas dan/atau menerima manfaat tertentu yang
berkaitan dengan rekening nasabah
b. Merupakan pemilik sebenarnya dari dana dan/atau efek
yang ditempatkan pada PJK (ultimately own account);
c. Mengendalikan transaksi nasabah
d. Memberikan kuasa untuk melakukan transaksi
e. Mengendalikan korporasi atau perikatan lainnya( legal
arrangement) dan/atau
f. Merupakan pengendali akhir dari transaksi yang dilakukan
melalui badan hukum atau berdasarkan suatu perjanjian.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

1. Pasal
2 dirubah menjadi 3 ayat dengan
penekanan pada ayat yang (3)
(3) penilaian risiko sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib mengacu pada penilaian
risiko indonesia terhadap TPPU dan TPPT
secara nasional (national risk assesment) dan
secara sektoral (sectural risk assesment)
LANJUTAN
2. PASAL
17 (3) Proses verifikasi melalui pertemuan
langsung (face to face ) sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat digantikan dengan verifikasi melalui
sarana elektronik milik PJK atau milik pihak ketiga
(3a) pihak ketiga sebagaimana dimaksud ayat (3) wajib
mendapat persetujuan dari otoritas jasa keuangan
(3b) ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara
kerja sama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dengan peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.
LANJUTAN
3. PASAL 27 (5) POJK 12/2017 DIHAPUS
(5) kewajiban melakukan CDD terhadap
pemilik manfaat (Beneficial Owner)
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku bagi calon nasabah nasabah atau
WIC yang memiliki tingkat risiko rendah
LANJUTAN
4. PASAL 28 (1) dalam hal calon
nasabah, nasabah atau WIC bukan
merupakan pemilik manfaat (beneficial
owner), PJK wajib melakukan identifikasi
dan verifikasi identitas pemilik manfaat
(beneficial owner), berdasarkan informasi
atau data relevan yang diperolah dari
sumber yang dapat di percaya
LANJUTAN
d. PASAL 29 kewajiban penyampaian dokumen dan/atau informasi
identitas pemilik atau pengendali akhir pemilik manfaat ( beneficial
Owner) sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat 1 huruf b angka 2*)
tidak berlaku lagi pemilik manfaat
(beneficial Owner) berupa
e. Lembaga negara atau instansi pemerintah
f. Perusahaan yang mayoritas sahamnya dimilki oleh negara
g. Perusahaan publik atau emiten
*) ket
Hubungan hukum antara calon nasabah nasabah atau WIC dengan pemilik
manfaat( beneficial Owner) yang ditunjukan dengan surat penugasan surat
perjanjian, surat kuasa atau bentuk lainya
LANJUTAN
5. PASAL 30 (2 h) tercantumnya calon
nasabah, nasabah, pemilik manfaat
(beneficial owner), atau WIC dalam
daftar terduga teroris dan organisasi
teroris dan daftar pendanaan proliferasi
senjata pemusnah masal
LANJUTAN

6. PASAL 36 dalam hal PJK melakukan hubungan usaha


dengan nasabah dan/atau melakukan transaksi yang
berasal dari negara berisiko tinggi (high risk countries)
yang di publikasikan oleh FATF untuk dilakukan langkah
pencegahan (countermeasures), PJK wajib melakukan
EDD dan meminta konfirmasi serta klarifikasi kepada
otoritas terkait
Keterangan perbedaan pasal terdahulu
Dengan dan
Dan serta
LANJUTAN
7. PASAL 42 (1e) terdapat dalam daftar
terduga teroris dan organisasi teroris, dan
/atau daftar pendanaan Proliferasi
Senjata Pemusnah Masal
(2c) terdapat dalam daftar terduga teroris
dan organisasi terroris, dan /atau daftar
pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah
Masal
LANJUTAN
8. PASAL 46 (1) PJK wajib memelihara
daftar terduga teroris dan organisasi
teroris dan daftar pendanaan Proliferasi
senjata pemusnah masal (2) PJK wajib
melakukan identifikasi................. Dan
daftar pendanaan Proliferasi senjata
pemusnah masal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
LANJUTAN
 (4)dalam hal terdapat kesamaan nama nasabah
dan......................PJK wajib segera melakukan
pemblokiran secara serta merta
 (5) ........PJK wajib melaporkannya sebagai laporan
transaksi keuangan mencurigakan
 (6) PJK dilarang menyediakan, memberikan, atau
meminjamkan dana kepada atau untuk kepentingan orang
atau korporasi yang identitasnya tercantum dalam daftar
terduga teroris dan organisasi teroris dan daftar pendanaan
proliferasi senjata pemusnah masal
LANJUTAN
9. PASAL 51 ditambahkan 1 ayat yakni (3)
Bank penerima wajib melakukan verifikasi
atas identitas dari nasabah atau WIC
penerima dalam hal identitas dari
tersebut belum diverifikasi sebelumya,
dan menatausahakan informasi dimaksud
sesuai dengan ketentuan penatausahaan
dokumen dalam peraturan OJK kini
LANJUTAN
10. PASAL54 (1a) dalam hal bank penerus
menerima transfer dari bank pengirim di luar
negeri yang tidak dilengkapi dengan informasi
sebagaimana di maksud dalam pasal 51 ayat 1
huruf a angka 1.....dsb
(1b) dalam hal bank penerima perintah transfer dari
bank pengirim atau bank penerus di luar negeri yang
tidak dilengkapi dengan informasi sebagaimana di
maksud dalam pasal 51 ayat (1) huruf a angka 1 dsb
LANJUTAN
11. PASAL56 (4) PJK wajib memberikan
data informasi dan/atau dokumen yang
ditatausahakan, segera mungkin dan
paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak
PJK menerima permintaan dari OJK
dan/atau otoritas lain yang berwenang
LANJUTAN
11. PASAL
62 (1b) penyesuain kebijakan dan
prosedur penerapan program APU dan PPT
sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 paling
lambat 6( enam ) bulan sejak di berlakukannya
peraturan OJK (paling lambat 30 maret 2020)
(1D) laporan realisasi pengkinian data sebagaimana
di maksud dalam pasal 44 ayat (4) huruf c
disampaikan setiap tahun paling lambat 1 (satu)
bulan setelah periode pelaporan akhir. (paling lambat
31 Januari tahun berikutnya)
Catatan*)
1. Perubahan atas kebijakan dan prosedur (pedoman
pelaksaan) tertulis APU PPT yang dilaporkan ke Otoritas
harus telah disetujui oleh dewan komisaris
2. Kebijkan dan peosedur APU PPT serta peran dan tanggung
jawab pegawai dalam memberantas pencucian uang
pendanaan terorisme mencakup konsekuensi apabila
karyawan melakukan tipping off
3. Setiap perubahan pedoman pelaksaan program APU PPT
harus dilaporkan paling lambat 7 hari sejak perubahan
dilakukan ke OJK dan PPATK
*) sumber modul certif
LANJUTAN
11. PASAL65 (1a) sebesar Rp 100.000,00 per hari
keterlambatan per laporan dan paling banyak
sebesar 10.000.000,00 bagi PJK berupa bank umum,
bank umum syariah, perusahaan efek, perusahaan
asuransi, perusahaan asuransi syariah dsb
(1b) sebesar Rp50.000,00 perhari keterlambatan
perlaporan dan paling banyak sebesar Rp 5000.000,00
bagi PJK berupa BPR, BPRS, perusahaan pembiayaan,
perusahaan pialang asuransi perusahaan pergadaian
dan PMV
LANJUTAN
11. PASAL66 (3a) Sanksi denda
sebagaimana di maksud pada ayat (1)
huruf b dapat dikenakan paling banyak
sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah) bagi orang perseorangan
dan paling banyak sebesar
Rp15.000.000.000,00 ( lima belas miliar
rupiah) bagi perusahaan.
LANJUTAN
Pasal 67 dirubah menjadi 3 ayat dengan penekanan pada ayat
yang (3)
11. PASAL
67 (3) PJK yang melakukan pelanggaran terhadap
sektor jasa keuangan sebelum berlakunya peraturan OJK Nomor
12/POJK.01/2017 tentang penerapan program APU PPT disektor
jasa keuangan, pemeriksaan dan keputusan atas pelanggaran di
maksud didasarkan pada peraturan mengenai penerapan APU
dan PPT yang berlaku pada saat pelanggaran terjadi, dengan
pengenaan sanksi sebagaimana di atur dalam pasal 65 dan
pasal 66 ayat(1) huruf a, huruf c,huruf d,huruf e, huruf f,huruf
g, ayat(2) , ayat(3) dan ayat (4) peraturan OJK ini.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai