Anda di halaman 1dari 27

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 5 :

Irna Lestari F. (1130017002)


Rizki Fitriana (1130017009)
Vergiarti Astrid (1130017012)
Indah Fithrotul Azizah (1130017028)
Tuhfatul Aliyah (1130017038)
Rismawati (1130017161)
 
DEFINISI

– Difteri merupakan penyakit infeksi yang dapat


menyerang pada saluran nafas bagian atas yang
disebabkan oleh karena kuman Corynebacterium
diphteriaeyang bersifat gram positif, polimorf, dan tidak
membentuk spora.
– Penyakit ini mudah menyerang anak-anak melalui udara
atau pada alat yang terkontaminasi
ETIOLOGI
– Penyakit difteria disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphtheria.
– Penyakit ini mempunyai dua bentuk, yaitu:
1. Tipe respirasi, yang disebabkan oleh strain bakteri yang
memproduksi toksin (toksigenik). Tipe ini biasanya
mengakibatkan gejala berat sampai meninggal,
sedangkan tipe kutan umumnya menunjukkan gejala
ringan dengan peradangan yang tidak khas, sehingga
tidak lagi dilaporkan dalam program penanggulangan.
2. Tipe kutan, yang disebabkan oleh strain toksigenik
maupun yang nontoksigenik.
EPIDEMIOLOGI

– Difteria adalah penyakit yang jarang terjadi, biasanya menyerang


remaja dan orang dewasa. Di Amerika Serikat selama tahun 1980-1996
terdapat 71% kasus yang menyerang usia >14 tahun. Pada tahun 1994
terdapat lebih dari 39.000 kasus difteria dengan kematian 1100 kasus
(CFR 2,82%), sebagian besar menyerang usia >15 tahun.
– Di Indonesia, dari data lima rumah sakit di Jakarta, Bandung, Makasar,
Semarang, dan Palembang, Parwati S. Basuki melaporkan angka yang
berbeda. Selama tahun 1991-1996, dari 473 pasien difteria, terdapat
45% usia balita, 27% usia <1 tahun, 24% usia 5-9 tahun, dan 4% usia di
atas 10 tahun.
PATOFISIOLOGI
Manifestasi klinis
1. Difteria tonsil dan faring
• Difteria tonsil dan faring khas ditandai dengan
adanya adenitis/ periadenitis servikal. Kasus
yang berat disertai dengan bullneck.
• Pada kasus ringan membran biasanya akan
menghilang antara 7-10 hari dan penderita
tampak sehat. Pada kasus sangat berat dengan
gejala-gejala toksemia berupa lemah, pucat,
nadi cepat dan kecil, stupor, koma dan
meninggal dalam 6-10 hari.
2. Difteri Hidung
• Biasanya ditandai dengan adanya sekret hidung
dan tidak khas. Panas hanya subfebris, secret
hidung mula-mula serous kemudian menjadi
serosanguinus. Pada beberapa kasus dapat
terjadi epistaksis.
• Sekret ini biasanya menempel pada septum
nasi.
• Infeksi ini cepat menghilang dengan pemberian
antitoksin. Dan bila tidak diobati, sekret akan
berlangsung berminggu-minggu dan merupakan
sumber utama penularan
. Difteria
3 laring
• Gambaran klinis sulit dibedakan dengan obstruksi laringitis akut
yang disebabkan oleh infeksi lain. Penyakit ini disertai panas dan
batuk serta suara serak. Gejala obstruksi dapat berupa stridor
inspiratoar, retraksi suprasternal supraklavikular dan subkostal.
• Pada difteria laring murni, gejala toksemia minimal karena
absorbsi toksin pada mukosa laring jelek.Kira-kira 35% dari
difteria laring adalah murni/primer.Sebagian besar difteri tonsil
dan faring sehingga gejalanya berupa toksemia dan obstruksi.
4. Difteri lain
• Difteria menunjukkan gambaran klasik berupa infeksi yang
indolen dan nonprogresif dan ditandai oleh ulkus superfisial,
ektimik dengan membran abu-abu coklat. Ulkus lebih sering
terjadi di ekstremitas Kadang-kadang difteria dapat terjadi di
telinga (otitis eksterna), mata (konjungtivitis purulen dan
ulseratif), dan genitalia (vulvovaginitis purulen dan ulseratif)
Pemeriksaan penunjang

1.Pemeriksaan
laboratorium
2.Pemeriksaan
bakteriologis
3.Kultur
4.Toksigenisitas
5.Pemeriksaan radiologi
PENATAALAKSANAAN
– Pasien difteria harus dirawat di ruang isolasi yang dilengkapi
dengan fasilitas bantuan pernafasan sampai hasil biakan dari
usap tenggorok / luka adalah negatif. Antitoksin difteria serum
(ADS) diberikan segera setelah diagnosis klinik ditetapkan
untuk menetralkan toksin yang ada dalam sirkulasi dengan
dosis 10,000-20,000 U / hari untuk 3 hari berturut-turut.
– Erythromicin diberikan per os atau parenteral dengan dosis 40-
50 mg/kg/hari maksimum 2 g /hari, atau penicilin G dengan
dosis 100,000-150,000 U/kg/hari dalam 4 kali pemberian secara
intramuskularatau intravena, atau penicilin procain dengan
dosis 25,000-50,000 U/ kg /haridalam 2 kali pemberian secara
intramuskular.
PENCEGAHAN

1.Isolasi penderita
2.Pencegahan terhadap kontak
3.Imunisasi
Asuhan Keperawatan Teori
– Pengkajian
1. Biodata
• Umur :Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang ditemukan pada bayi  berumur
dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa diatas 15 tahun
• Suku bangsa :Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara miskin
• Tempat tinggal : Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat pemukiman yang rapat-rapat, higine
dan sanitasi jelek dan fasilitas kesehatan yang kurang
2. Keluhan Utama
– Sesak napas disertai dengan nyeri menelan.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
– Klien mengalami sesak napas disertai dengan nyeri menelan demam ,lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
– Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan saluran nafas atas dan
mengalami pilek dengan sekret bercampur darah
5. Riwayat Penyakit Keluarga
– Adanya keluarga yang mengalami difteri
6. Pola Fungsi Kesehatan
– Pola nutrisi dan metabolisme :Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia
– Pola aktivitas : Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam
– Pola istirahat dan tidur: Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidur.
– Pola eliminasi: Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah asupan nutrisi kurang
disebabkan oleh anoreksia .
7. Pemeriksaan fisik
– B1 : Breating
– Adanya pembengkakan kelenjer limfe (Bull’s neck), timbul peradangan pada laring/trakea, suara serak, stridor, sesak napas.
– B2 : Blood
– Adanya degenerasi fatty infiltrate dan nekrosis pada jantung menimbulkan miokarditis dengan tanda irama derap, bunyi
jantung melemah atau meredup, kadang-kadang ditemukan tanda-tanda payah jantung.
– B3 : Brain
– Gangguan system motorik menyebabkan paralise.
– B4 : Bladder
– Tidak ada kelainan.
– B5 : Bowel
– Nyeri tenggorokan, sakit saat menelan, anoreksia, tampak kurus, BB cenderung menurun, pucat.
– B6 : Bone
– Bedrest.
KASUS

An. Y(7 tahun) berjenis kelamin perempuan masuk RSUD Banyudono pada
tanggal 12Agustus 2017 dengan keluhan panas sudah sekitar 2 minggu,
Ibu pasien mengatakan anaknya panas disertai berkeringat, kadang-
kadang panas naik turun, tidak mau makan, batuk, sakit tenggorokan
dan terkadang sesak.Saat dikajiibu pasien mengatakan BB anaknya
sebelumnya 25 kg. Pasien mengatakan belum pernah mengalami sakit
sebelumnya. Keluarga mengatakan baru pertama kali di rawat di rumah
sakit, sebelumnya apabila merasa demam dan menggigil keluarga hanya
berobat ke Puskesmas atau minum obat dari dokter.
PENGKAJIAN

1. Identitas :
– Nama pasien: An. Y Jenis kelamin : perempuan
– Umur : 7 Tahun No RM : 431xxx
– Alamat : Jembongan, banyudono
– Tanggal Masuk : 12 agustus 2017

2. Riwayat kesehatan :
a. Keluhan utama : Sesak napas disertai nyeri menelan
b. Riwayat penyakit sekarang : Ibu pasien mengatakan panas sudah sekitar 2 minggu
disertai berkeringat badan menggigil, tenggorokan sakit dan susah menelan.
c. Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini
sebelumnya.
d. Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada yang mempunyai keluhan yang seperti ini
– Riwayat DM (-)
– Riwayat Hipertensi (-)
– Riwayat Hepatitis (-)
e. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum dan TTV
- Keadaan umum : Pasien tampak menggigil, berkeringat, wajah terlihat merah, kulit
teraba panas.
– Tanda-Tanda Vital :
– TD : 128/100 mmHg,
– Nadi : 90 kali per menit,
– RR :24 x/ menit,
– Suhu :38,5°C
1. B1 : sistem pernafasan
Adanya pernafasan cuping hidung dan adanya sesak napas, terdapat pembesaran tonsil, terdapat
obstruksi laring, dan penumpukan secret di hidung.
2. B2 : sistem kardiovaskular
Kelemahan otot jantung, terdapat sianosis, suara jantung melemah atau meredup, nadi tachicardi,
tidak ada pembesaran vena jugularis
3. B3 : sistem saraf
Kesadaran dengan GCS Apatis, GCS 345, bicara serak, sering menangis, fungsi motoric dan sensorik
normal, reflek ekstremitas normal.
4. B4 : sistem perkemihan
Tidak ada gangguan di kandung kemih, terdapat moon face, uretra normal, tidak ada kerusakan ginjal.
5. B5 : sistem pencernaan

Gangguan menelan, nyeri tenggorokan, kekurangan nutrisi, terdapat anoreksia, bising usus
normal.
6. B6 : sistem musculoskeletal

Pelvis lemah, ROM 3, lutut lemah, kaki lemah, ROM 3 dan turgor kulit buruk.
3. Tes Diagnostik
a. hasil lab
Jenis Pemeriksaan Nilai Normal Hasil
Hb 11,5 - 14,5 g/dL 11,1 g/dL

Eritrosit 4,0 - 4,9 mill/mm3 6,4 x 10

Leukosit 5,0 - 14,5 x 10 3/mm3 20.040/ mm3

Trombosit 250-550 x 103/mm3 254000/ mm3

Pewarnaan Gram Coccus Gram Negatif Coccus Gram positif

b. Rontgen foto : terdapat cairan mucus didalam trakea atau bronkus-bronkus besar (edema paru)
c. CT Scan : tidak ada
d. Swab tenggorokan : Possibility > 89,5% bakteri Corynebacterium diphteriae tipe mitis, terbentuk produk
amplifikasi dari gen dtx (tox) sepanjang 248 pb.
e. EKG : HR 120x/menit, PR interval 0,14 detik, tidak ada pemanjangan PR interval.
ANALISA DATA

MAKALAH
PRIORITAS DIAGNOSA

– Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi


jalan napas ditandai dengn sesak napas, sakit tenggorokan, pilek,
batuk, ada pernapasan cuping dan retraksi intra costa.
– Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake idak adekuat ditandaai dengan terlihat pucat, lemas,
BB 22 kg. TB : 122cm, turgor kulit buruk, lessu, kurus, reflek saraf
menurun, anoreksia, bibir kering pecah-pecah, mukosa kering
– Hipertermi berhubungan dengan demam, menggigil, , tampak
berkeringat, wajah terlihat merah, Kulit teraba panas, suhu: 38,50C
INTERVENSI

MAKALAH
IMPLEMENTASI

MAKALAH
EVALUASI

MAKALAH
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KASUS
DIFTERI ANAK DI PUSKESMAS BANGKALAN
TAHUN 2011
Difteri pada umumnya lebih banyak menyerang pada usia anak 5-7
tahun. Penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphtheria (Kementerian Kesehatan, 2014). Golongan
umur yang sering terkena difteri adalah 5-7 tahun. Jarang ditemukan pada
bayi yang berusia di bawah 6 bulan dikarenakan, adanya imunitas pasif
melalui plasenta dari ibunya. Bahkan juga jarang pada usia di atas 10
tahun. Dan jenis kelamin yang sering menderita difteri adalah perempuan
dikaitkan dengan daya imunitasnya yang rendah.
Menurut Setyowati (2011) kasus difteri pada umumnya
dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko seperti status gizi anak, status
imunisasi yang tidak lengkap, serta adanya riwayat kontak dengan si
penderita.
Di Indonesia difteri tersebar merupakan masalah kesehatan berbasis
lingkungan yang tersebar di seluruh dunia. Di Asia Tenggara (South East
Asia Regional Office) pada Tahun 2011 Indonesia menduduki peringkat
kedua dengan 806 kasus difteri setelah India jumlah kasus difteri 3485 dan
Nepal merupakan negara ketiga 94 kasus difteri. Pada tahun 2010
Indonesia negara kedua tertinggi dengan 432 kasus difteri. Sedang kan
kasus difteri tertinggi pertama di dunia tahun 2011 adalah India dengan
3485 kasus (WHO, 2012).

Anda mungkin juga menyukai