Anda di halaman 1dari 7

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

HERVES SIMPLEKS
KELOMPOK 8
FITRI DIANA
MEILY IKASARI
MUHAMMAD IQBAL NASUTION
Defenisi Herves Simplek

 Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes


simpleks virus (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan
adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan (Handoko, 2010).
 Herpes simpleks adalah infeksi virus yang menyebabkan lesi atau
lepuh pada serviks, vagina, dan genitalia eksterna.( Smeltzer,
Suzanne C, 2010).
 Herpes simpleks adalah suatu penyakit virus menular dengan
afinitas pada kulit,selaput lender, dan sistem saraf. (Price, 2006).
Etiologi Herpes Simplek

 HSV tipe 1, menyebabkan demam seperti pilek dengan menimbulkan luka di


bibir semacam sariawan. HSV jenis ini ditularkan melalui ciuman mulut atau
bertukar alat makan seperti sendok – garpu (misalnya suap-suapan dengan
teman). Virus tipe 1 ini juga bisa menimbulkan luka di sekitar alat kelamin.
 HSV tipe 2; dapat menyebabkan luka di daerah alat vital sehingga suka disebut
genital herpes, yang muncul luka-luka di seputar penis atau vagina. HSV 2 ini
juga bisa menginfeksi bayi yang baru lahir jika dia dilahirkan secara normal dari
ibu penderita herpes. HSV-2 ini umumnya ditularkan melalui hubungan seksual.
Virus ini juga sesekali muncul di mulut. Dalam kasus yang langka, HSV dapat
menimbulkan infeksi di bagian tubuh lainnya seperti di mata dan otak.
(Habif.2005).
Patogenesis Herpes Simplek

 Patogenesis Herpes Simpleks Infeksi primer: HSV masuk melalui defek kecil pada kulit atau
mukosa dan bereplikasi lokal lalu menyebar melalui akson ke ganglia sensoris dan terus
bereplikasi. Dengan penyebaran sentrifugal oleh saraf-saraf lainnya menginfeksi daerah yang
lebih luas. Setelah infeksi primer HSV masuk dalam masa laten di ganglia sensoris (Sterry,
2006).
 Menurut Habif (2004) infeksi HSV ada dua tahap: infeksi primer, virus menyerang ganglion
saraf; dan tahap kedua, dengan karakteristik kambuhnya penyakit di tempat yang sama.
 Pada infeksi primer kebanyakan tanpa gejala dan hanya dapat dideteksi dengan kenanikan titer
antibody IgG.
 Vesikel pada infeksi primer HSV lebih banyak dan menyebar dibandingkan infeksi yang
rekuren. Setiap vesikel tersebut berukuran sama besar, berlawanan dengan vesikel pada herpes
zoster yang beragam ukurannya. Mukosa membran pada daerah yang lesi mengeluarkan
eksudat yang dapat mengakibatkan terjadinya krusta. Lesi tersebut akan bertahan selama 2
sampai 4 minggu kecuali terjadi infeksi sekunder dan akan sembuh tanpa jaringan parut
(Habif, 2004).
Pemeriksaan Penunjang Herpes
Simplek

 Infeksi herpes simpleks virus berlangsung dalam tiga tahap: infeksi primer, fase laten
dan infeksi rekuren.
 Pada infeksi primer herpes simpleks tipe I tempat predileksinya pada daerah mulut dan
hidung pada usia anak-anak. Sedangkan infeksi primer herpes simpleks virus tipe II
tempat predileksinya daerah pinggang ke bawah terutama daerah genital.
 Pada fase laten penderita tidak ditemukan kelainan klinis, tetapi herpes simpleks virus
dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis (Handoko, 2010).
 Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang semula tidak aktif di ganglia
dorsalis menjadi aktif oleh mekanisme pacu (misalnya: demam, infeksi, hubungan
seksual) lalu mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis yang lebih ringan dan
berlangsung sekitar tujuh sampai sepuluh hari disertai gejala prodormal lokal berupa
rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekuren dapat timbul pada tempat yang sama atau
tempat lain di sekitarnya (Handoko, 2010).
Pemeriksaan Diagnostik Herpes simpleks

 virus (HSV) dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiakkan. Pada keadaan tidak ada
lesi dapat diperiksa antibodi HSV dengan tes Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat
ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear (Handoko, 2010).
 Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit atau kurang.Caranya dengan
membuka vesikel dan korek dengan lembut pada dasar vesikel tersebut lalu letakkan pada
gelas obyek kemudian biarkan mongering sambil difiksasi dengan alkohol atau
dipanaskan.Selanjutnya beri pewarnaan (5% methylene blue, Wright, Giemsa) selama
beberapa detik, cuci dan keringkan, beri minyak emersi dan tutupi dengan gelas penutup.
Jika positif terinfeksi hasilnya berupa keratinosit yang multinuklear dan berukuran besar
berwarna biru (Frankel, 2006). Identifikasi virus dengan PCR, mikroskop elektron, atau
kultur (Sterry, 2006).
 Tes serologi menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) spesifik HSV
tipe II dapat membedakan siapa yang telah terinfeksi dan siapa yang berpotensi besar
menularkan infeksi (McPhee, 2007).
Penatalaksanaan

 Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap/krim yang mengandung
preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) atau preparat asiklovir (zovirax).
 Pengobatan oral preparat asiklovir dengan dosis 5x200mg per hari selama 5 hari
mempersingkat kelangsungan penyakit dan memperpanjang masa rekuren.Pemberian
parenteral asiklovir atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) dengan tujuan
penyakit yang lebih berat atau terjadi komplikasi pada organ dalam (Handoko, 2010).
 Pada terapi sistemik digunakan asiklovir, valasiklovir, atau famsiklovir. Jika pasien
mengalami rekuren enam kali dalam setahun, pertimbangkan untuk menggunakan
asiklovir 400 mg atau valasiklovir 1000 mg oral setiap hari selama satu tahun. Untuk
obat oles digunakan lotion zinc oxide atau calamine. Pada wanita hamil diberi vaksin
HSV sedangkan pada bayi yang terinfeksi HSV disuntikkan asiklovir intra vena
(Sterry, 2006)

Anda mungkin juga menyukai