Anda di halaman 1dari 8

F

I
K
I
H

NAMA : MUHAMMAD RUSDI M


U
NIM : 1906002015058 A
M
PRODI : BPI 19 A
L
A
H

RIBA
Pengertian Riba
Dalam pengertian bahasa, riba berarti tambahan (dalam bahasa
Arab azziyadah). Makna tambahan dalam riba adalah tambahan yang berasal
dari usaha haram yang merugikan salah satu pihak dalam suatu transaksi.
Dalam pengertian lain secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan
membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan
dari harta pokok atau modal secara batil.
Pengertian riba di dalam kamus adalah kelebihan atau peningkatan atau
surplus. Tetapi dalam ilmu ekonomi, riba merujuk pada kelebihan dari jumlah
uang pokok yang dipinjamkan oleh si pemberi pinjaman dari si peminjam.
Dalam Islam, riba secara khusus menunjuk pada kelebihan yang diminta
dengan cara yang khusus.
Kata riba dalam bahasa Arab dapat berarti tambahan meskipun sedikit di atas
jumlah uang yang dipinjamkan, hingga mencakup sekaligus riba dan bunga. Riba dalam
hal ini semakna dengan kata usury dalam bahasa Inggris yang berarti suku bunga yang
lebih dari biasanya atau suku bunga yang mencekik.
Dari berbagai definisi, dapat disimpulkan bahwa riba adalah suatu kegiatan
pengambilan nilai tambah yang memberatkan dari akad perekonomian, seperti jual beli
atau utang piutang, dari penjual terhadap pembeli atau dari pemilik dana kepada
peminjam dana, baik diketahui bahkan tidak diketahui, oleh pihak kedua.
Riba dapat pula dipahami hanya sebatas pada nilai tambah dari nilai pokok dalam
suatu akad perekonomian.Setelah mengetahui definisi riba, maka penting untuk
mengetahui macam-macam riba dan pengertiannya.
Secara garis besar, riba dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba yang
berkaitan dengan utang piutang dan riba yang berhubungan dengan jual beli. Dengan
mengetahui macam-macam riba dan pengertiannya kamu bisa mengetahui mengapa riba
tidak boleh diperbolehkan.
Dasar Hukum Riba
Dalam surat Ali Imron ayat 130 Allah Subhanahu wa ta’ala berfiirman:

'Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan


berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah, supaya kamu
mendapat keberuntungan'.
Dalam ayat ini terlihat jelas tentang pengharaman riba, namun masih
bersifat belum secara menyeluruh. Sebab pengharaman riba dalam ayat
tersebut baru pada riba yang berlipat ganda dan sangat memberatkan bagi
si peminjam.
Bunga bank dan riba
Disadari atau tidak, praktik riba banyak terdapat dalam kehidupan sehari-hari, salah
satunya yang terkait dengan bunga bank. Bunga bank adalah keuntungan yang diambil oleh
bank dan biasanya di tetapkan dalam bentuk persentase seperti 5% atau 10% dalam jangka
waktu bulanan atau tahunan terhitung dari jumlah pinjaman yang diambil nasabah.
Bunga bank digunakan oleh bank-bank konvensional sedangkan bank syariah
biasanya menggunakan istilah margin keuntungan. Bagi bank konvensional, bunga bank
menjadi tulang punggung untuk menanggung biaya operasional dan menarik keuntungan.
Selain itu bunga bank memiliki beberapa manfaat bagi bank dan nasabah seperti berikut ini:
Bunga pinjaman merupakan balas jasa yang diberikan nasabah kepada bank atas
produk bank yang dibeli nasabah,
Bunga simpanan adalah harga yang harus dibayar bank kepada nasabah (yang
memiliki simpanan), selain itu bunga juga merupakan harga yang harus dibayar oleh
nasabah kepada bank (bagi nasabah yang memperoleh pinjaman)
Pendapat Ulama tentang Bunga dan Riba
Berikut ini kami sampaikan beberapa pendapat ulama mengenai bunga bank tersebut menurut
syariah Islam:
1. Majelis Tarjih Muhammadiyah
Menurut lembaga ini, hukum tentang bunga bank dan riba dijelaskan sebagai berikut:
• Riba hukumnya haram dengan nash sharih Al-Qur’an dan As-Sunnah,
• Bank dengan sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal
• Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang
selama ini berlaku, termasuk perkara musytabihat (masih samar-samar, belum jelas hukumnya
sehingga butuh penelitian lebih lanjut)
2. Lajnah Bahsul Masa’il Nahdhatul Ulama
Menurut lembaga yang berfungsi dalam memberikan fatwa atas permasalahan umat ini, hukum bank
dengan praktek bunga di dalamnya sama seperti hukum gadai. Terdapat 3 pendapat ulama sehubungan
dengan masalah ini yaitu:
• Haram, sebab termasuk utang yang dipungut rentenir,
• Halal, sebab tidak ada syarat pada waktu akad atau perjanjian kredit
• Syubhat (tidak tentu halal haramnya), sebab para ahli hukum berselisih pendapat tentangnya
Proses pelarangan riba
1. Tahap Pertama,
menolak anggapan bahwa pinjaman riba pada zahirnya menambah harta dan
menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub
kepada Allah SWT. terdapat dalam QS. Ar Rum ayat 39.
2. Tahap kedua,
riba digambarkan sebagai suatu yang buruk dan balasan yang keras kepada orang
Yahudi yang memakan riba. Terdapat dalam QS. An-Nisa ayat 160-161.
3. Tahap ketiga,
riba itu diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda.
Menunjukkan karakter riba. Terdapat dalam QS. Ali Imran ayat 130.
4. Tahap akhir sekali,
ayat riba diturunkan oleh Allah SWT. Yang dengan jelas sekali mengharamkan
sebarang jenis tambahan yang diambil daripada pinjaman.terdapat dalam QS. Al
Baqarah ayat 278-279.
Implikasi riba terhadap kehidupan
Riba Dampak adanya riba di tengahtengah masyarakat tidak saja berpengaruh dalam kehidupan
ekonomi, tetapi dalam seluruh aspek kehidupan manusia :
1. Riba dapat menimbulkan permusuhhan antara pribadi dan mengurangi semangat kerjasama/
saling menolong dengan sesama manusia. Dengan mengenakan tambahan kepada peminjam akan
menimbulkan perasaan bahwa peminjam tidak tahu kesulitan dan tidak mau tahu kesulitan orang
lain.
2. Menimbulkan tumbuhnya mental pemboros dan pemalas. Dengan membungakan uang, kreditur
bisa mendapatkan tambahan penghasilan dari waktu kewaktu. Keadaan ini menimbulkan
anggapan bahwa dalam jangka waktu yang tidak terbatas ia mendapatkan tambahan pendapatan
rutin, sehingga menurunkan dinamisasi, inovasi dan kreativitas dalam bekerja.
3. Riba merupakan salah satu bentuk penjajahan. Kreditur yang meminjamkan modal dengan
menuntut pembayaran lebih kepada peminjam dengan nilai yang telah disepakati bersama.
4. Menjadikan kreditur mempunyai legitimasi untuk melakukan tindakantindakan yang tidak baik
untuk menuntut kesepakatan tersebut. Karena dalam kesepakatan, kreditur telah
memperhitungkan keuntungan yang diperoleh dari kelebihan bunga yang akan diperoleh, dan itu
sebenarnya hanya berupa pengharapan dan belum terwujud.

Anda mungkin juga menyukai