Anda di halaman 1dari 31

PATOFISIOLOGI DAN ASKEP

INFARK MIOKARDIUM

Dan Tandi

PSIK STIKes MALUKU


HUSADA
Defenisi
• Batasan klinis infark miokard adalah suatu
keadaan infark atau nekrosis otot jantung karena
kurangnya suplai darah dan oksigen pada
miokard (ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen miokard). Infark miokard
(Myoacardial Infarction=MI) adalah keadaan
yang mengancam kehidupan dengan tanda khas
terbentuknya jaringan nekrosis otot yang
permanen karena otot jantung kehilangan supali
oksigen.
• Infark miokard juga diketahui sebagai serangan
jantung atau serangan koroner. Dapat menjadi fatal
bila terjadi perluasan area jaringan yang rusak. MI
terjadi sebagai akibat dari suatu gangguan
mendadak yang timbul karena suplai darah yang
kurang akibat oklusi atau sumbatan pada arteri
koroner. Fungsi otot jantung pada dasarnya terus
menerus memerlukan keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen, tergantung pada kebutuhan
otot. Gangguan pada keseimbangan ini
menyebabkan kerusakan jaringan permanen
dengan perluasan nekrosis yang membahayakan.
Plaque (lesi pada Meningkatkan proses Oklusi parsial
aterosklerosis penyempitan pembuluh darah

Agreagsi Aliran sel-sel darah melalui


Meningkatkan pelepasan
platelet area tersebut mengakibatkan
prostaglandin thtomboxan A
plak pecah
yang mengakibatkan
pembentukan trombus
Terjadi area iskemia
Oklusi total
Trombus mengikuti
aliran darah sampai
Bila > dri 45 menit akan
mencapai area yang Stimulasi pelepasan terjadi infark
sempit pada arteri katekolamin yang
koronaria merangsang saraf
Vasokontriksi dan simpatis (respon
peningkatan daya adrenergik)
kontraksi

Peningkatan TD, curah jantung dan frekuensi nadi


Peningkatan serum glukosa dan asam lemak bebas
Peningkatan penggunaan oksigen miokard, penurunan kecepatan konduksi
Peningkatan kecemasan, loss of control dan takut mati
Etiologi
• Coronary Artery Disease : aterosklerosis, arthritis,
trauma pada koroner, penyempitan arteri koroner karena
spasme atau desecting aorta dan arteri koroner.
• Coronary Artery Emboli : invektif endokarditis, cardiac
myxoma, cardiopulmonal bypass surgery, arteriography
koroner.
• Kelainan congenital : anomaly arteri koroner
• Ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan
miokard : tirotoksikosis, hipotensi kronis, keracunan
karbon monoksida, stenosis atau insufisiensi aorta.
• Gangguan hematologi : anemia, polisitemia vera,
hypercoagulabity, thrombosis, trombositosis dan DIC.
Fase infark
• Hiperakut berlangsung beberapa jam, pola EKG
didapatkan ST elevasi tinggi, gelombang T positif
tinggi.
• Lanjutan/berkembang penuh berlangsung beberapa jam
sampai dengan hari, pola EKG didapatkan Q patologis,
gelombang T inverse dan segmen ST elevasi.
• Resolusi berlangsung beberapa minggu, pola EKG
didapatkan gelombang T positif normal dan segmen ST
isoelektris.
• Stabilisasi kronis didapatkan Q permanen.
Perubahan kadar kardiak isoenzim
• Creatinin Phosphokinase (CPK), meningkat dalam
2-6 jam pasca serangan dan mencapai kadar puncak
pada 24 jam pertama pasca serangan. Kadar CPK
menurun setelah hari ke-2 – 3. Enzim ini dihasilkan
oleh otak, otot rangka dan otot jantung. Enzim yang
khusus dilepaskan oleh miokard ketika mengalami
injuri adalah CK-MB. Kadar CK-MB meningkat 2-
3 jam pasca serangan dan mencapai puncaknya
pada 12 jam pasca serangan. Kadarnya menurun
dalam 24 jam pertama.
• Cardiac Troponin, meningkat 3 – 6 jam pasca
serangan dan tetap tinggi selama 14 – 21 hari. Kadar
cardiac troponin I meningkat 72 jam pasca serangan
dan tetap tinggi 5 – 7 hari pasca serangan.
• Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT),
terdeteksi setelah delapan jam serangan. Kadarnya
meningkat hingga 24 – 48 jam dan menurun pada
hari ke 3 – 4. Oleh karena itu, kadar SGOT harus
diperiksa pada 24, 48 dan 72 jam serangan.
• Lactate Dehidrogenase (LDH), meningkat pada hari
ke 2 – 3 kemudian normal kembali pada hari ke 5 –
6.
Pengkajian (Riwayat kesehatan
• Keluhan: serangan nyeri dada seperti rasa tertekan,
berat, atau seperti diremas yang timbul ( residitif ).
Nyeri di anterior, prekordial, atau subternal yang
menjalar ke lengan, wajah, rahang, leher, punggung,
dan epigastrium. Nyeri tidak berkurang walaupun
klien istirahat, mengubah posisi atau menarik napas
dalam (mengatur napas). Kadang tidak terasa nyeri
atau nyeri tidak hebat yang di sertai pingsan tiba-
tiba pada klien dengan diabetes melitus tak
terkontrol; disertai gejala penyakit lain seperti gagal
jantung atau CHF, thrombosis otak dan syok yang
tidak diketahui penyebabnya.
• Dapatkan tanda-tanda disritmia, hipotensi,
syok, mual, muntah, atau gagal jantung.
• Klien menunjukkan gejala dan tanda lain
seperti fever, dispnea, pucat, diaphoresis,
paroxysmal nocturnal dyspnea ( PND ).
• Klien tidur memakai bantal lebih dari satu
buah.
• Keadaan lain yang memberikan gambaran
adanya factor presipitasi atau nyeri hebat oleh
karena penyakit non-jantung yang
menimbulkan nyeri dada.
• Pekerjaan guna mendapatkan gambaran tentang
singkat stress baik fisik maupun psikis klien
terutama aktivitas yang berlebihan.
• Catat aktivitas-aktivitas atau hobi klien yang
dapat mengurangi ketegangan.
• Asupan makanan atau minuman: lemak jenuh,
gula, garam, kafein, alkohol, cairan.
• Pola eliminasi: oliguria mengindikasikan retensi
cairan (congestive heart failure) atau konstipasi.
• Kebiasaan merokok: cara, jumlah (batang
per hari), dan jangka waktu merokok.
• Keluhan nyeri verbal dan non-verbal:
cemas, gemetar, tampak lelah, serta posisi
tubuh atau grimace.
• Riwayat penyakit sebelumnya yang
menunjang infark miokard: hipertensi,
angina, disritmia, kerusakan katup, bedah
jantung, diabetes melitus, dan trombosis.
• Riwayat medikasi: toleransi,
ketergantungan, alergi, dan jenis obat
yang di dapat saat ini.
• Riwayat insomnia, kecemasan,
kegelisahan, rasa takut kronis, dan tipe
kepribadian.
• Riwayat penyakit keluarga: hipertensi,
stroke, diabetes melitus, penyakit
jantung, dan penyakit vaskular.
Pengkajian (pemeriksaan fisik)
• Tinggi badan, berat badan, letargi, warna kulit,
edema, dan temperature.
• Respirasi: pola pernapasan, frekuensi, adanya suara
napas abnormal, seperti rales, ronkhi, atau wheezing.
• Jantung: bunyi jantung (BJ1, BJ2, BJ3 / BJ4 atau
irama Gallop’s), bising, friction rub, disritmia, lokasi
apeks, tekanan darah, distensi vena jugular, dan
denyut nadi perifer.
• Cek toleransi klien terhadap aktivitas, hepatojugular
refluks, serta clubbing fingers.
• Kulit pucat, sianosis, dingin, lembap, berkeringat,
atau diaphoresis.
Studi diagnostik
• Sel darah putih: leukositosis (10.000 – 20.000 mm3)
muncul hari kedua setelah serangan infark karena
inflamasi.
• Sedimentasi meningkat pada hari ke 2-3 setelah
serangan yang menunjukkan adanya inflamasi.
• Kardiak iso-enzim: menunjukkan pola kerusakan
khas, untuk membedakan kerusakan otot jantung
dengan otot lain.
• Tes fungsi ginjal: peningkatan kadar BUN (Blood
Urea Nitrogen) dan kreatinin karena penurunan laju
filtrasi glomerulus (glomerulo filtrasi rate/GFR)
terjadi akibat penurunan curah jantung.
• Analisis Gas Darah (Blood Gas Analysis, BGA):
menilai oksigenasi jaringan (hipoksia) dan perubahan
keseimbangan asam- basa darah.
• Kadar elektrolit: menilaiabnormalitas kadar natrium,
kalium, atau kalsium yang membahayakan kontraksi
otot jantung.
• Peningkatan kadar serum kolesterol atau trigliserida:
dapat meningkatkan resiko arteriosklerosis (Coronary
Artery Disease).
• Kultur darah: mengesampingkan septikemia yang
mungkin menyerang otot jantung.
• Level obat: menilai derajat toksisitas obat tertentu
(seperti digoxin).
• EKG.
Segmen ST elevasi abnormal
menunjukan adanya injuri miokrad.
Gelombang T inversi (arrow head)
menunjukan adanya iskemia
miokard
Q patologis menunjukan adanya
nekrosis miokard
• Radiologi.
Thorax rontgen: menilai kardiomegali
(dilatasi sekunder) karena gagal jantung
kongestif
Echarddiogram: menilai struktur dan
fungsi abnormal otot dan kutub jantung.
Radioaktiveisotope: menilai area iskemia
serta non-perfusi koroner dan miokard.
Diagnosis dan intervensi
1. Tidak efektifnya perfusi jaringan
kardiopolmoner, otak, gijal dan perifer
berhubungan dengan penurunan curah
jantung.
Data penunjang :
Subjektif : nyeri dada seperti diremas
dilengan sebelah kiri, leher, rahang,
punggung epigastrium; mual, muntah;
dispnea, paroxysmal nocturnal dyspnea;
pusing atau sakit kepala; riwayat pingsan.
Objektif : hipotensi dan hipertensi : perubahan mean
arteri preasure dan pulse preasure , pucat, bradikardi
atau takikardi abnormal, diaphoresis, akral dingin,
sianotis, BJ 1 lemah atau BJ 3 Gallops, grimace,
gelisah, kardiak isoenzim meningkat, EKG abnormal
(disritmia, Q patologis, ST elevasi, T inverse),
produksi urine < 30 ml/jam, kateterisasi jantung
menunjukkan adanya CAD, rontgen toraks
(kardiomegali, CTR > 50%), penurunan kesadaran.
Tujuan : Mempertahankan curah jantung adekuat
guna meningkatkan perfusi jaringan otak, paru,
ginjal, jantung dan ekstremitas.
Criteria hasil :
Subjektif : keluhan nyeri dada, mual,
muntah, sesak napas, serta pusing
berkurang atau hilang.
Objektif : diaphoresis hilang, tidak pucat,
akral hangat, tekanan darah dan frekuensi
nadi dalam batas normal, BJ 1 tunggal dan
kuat, irama Gallops hilang, kadar kardiak
isoenzim normal,, EKG normal, irama
sinus, produksi urin > 30 ml/jam, respons
verbal baik.
Intervensi :
• Kaji tanda vital tiap 1 – 4 jam, ukur tekanan
hemodinamik dan curah jantung sesuai program terapi.
• Monitor tanda dan gejala penurunan perfusi
kardiopulmoner (nyeri dada, disritmia, takikardi,
takipnea, hipotensi, penurunan curah jantung).
• Monitor bunyi dan irama jantung secara kontinu, catat
dalam kertas EKG tiap 4 jam atau lebih sering bila
ireguler, catat adanya denyut premature ventrikel atau
ekstrasistol.
• Observasi tanda dan gejala adanya penurunan curah
jantung selama timbulnya disritmia dan catat reaksi klien.
• Monitor tanda dan gejala gangguan perfusi renal.
• Monitor tanda dan gejala yang
menunjukkan penurunan perfusi jaringan
(kulit dingin, pucat, lembab, berkeringat,
sianotis, denyut nadi lemah, edema
perifer).
• Monitor tanda dan gejala penurunan
perfusi otak.
• Rekam pola EKG secara periode
serangan dan catat adanya disritmia atau
perluasan iskemia atau infark miokard.
• Kolaborasi tim medis untuk terapi dan tindakan :
anti disritmia (lidocain, amiodaron), vasodilator
(ISDN, captopril), inotropic (dopamine atau
dobutamin), oksigenasi per nasal atau masker,
pemasangan kateter swaganz, CABG, PTCA.
• Observasi reaksi atau efek terapi bila ada dan
laporkan kepada dokter.
• Hindari respons valsalva yang merugikan, atur diet
yang diberikan.
• Pertahankan intake cairan maksimal 2000 ml/24
jam.
2. Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemia dan injuri
miokard.
3. Intolerasni aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
miokard, efek kardiak depresan, beta bloker dan anti
disritmia sekunder terhadap iskemia miokard.
Data penunjang :
Subjektif : keluhan nyeri dada dan radiasinya, pusing,
mual, sesak napas, lelah, fatique.
Objektif : disritmia, takikardi atau bradikardi, hipotensi,
dispnea, diaphoresis, pola EKG ST elevasi, T inverse
atau tinggi, Q patologis, kardiak isoenzim meningkat,
pucat, respons non verbal kesakitan.
Tujuan :
Klien terbebas dari rasa nyeri dan mampu
meningkatkan toleransi aktivitas.
Kriteria hasil :
Subjektif : keluhan nyeri dada, pusing, mual, sesak
napas dan lelah berkurang atau hilang.
Objektif : pola EKG irama sinus, ST isoelektris,
gelombang T positif, Q patologis hanya di lead yang
bersangkutan atau tidak terbentuk, kardiak isoenzim
normal, tanda vital normal, mampu beraktivitas
sesuai kemampuan.
Intervensi :
• Monitor nyeri dada, tanda sesak napas,
diaphoresis, kelelahan.
• Anjurkan klien untuk segera minta bantuan
perawat atau dokter bila merasakan serangan
nyeri.
• Upayakan lingkungan tenang. Batasi aktivitas
selama serangan nyeri dada, sebelum dan sesudah
makan. Bantu menguba posisi klien.
• Berikan latihan rentang gerak sendi pada lengan
kiri setelah fase akut
• Nilai respons klien terhadap kativitas yang
dilakukan.
• Menilai tanda-tanda vital saat istirahat dan
setelah aktivitas (segera dan 3 menit
kemudian).
• Kolaborasi dengan dokter : cek faal
hemostasis (PPT dan APTT) pre dan pasca
terapi fibrinolitik atau antikoagulan, terapo
fibrinolitik (streptokinase), anti koagulan
atau anti platelet, analgetik, oksigenasi
secara kontinu.
4.Kecemasan atau takut berhubungan dengan keadaan
fisik yang tidak dapat diperkirakan/tidak diketahui,
lingkungan yang tidak familiar dan ancaman kematian
akibat proses penyakit.
Data penunjang :
Subjektif : klien mengatakan merasa tidak berdaya,
takut mati, gelisah, bertanya perkembangan
penyakitnya.
Objektif : emosi, cemas, sedih, marah, denial,
menangis, gelisah.
Fisiologis : peningkatan nadi, tekanan darah, respirasi,
kelemahan, keletihan, palpitasi, gemetar dan
diaphoresis.
Tujuan :
Klien dan keluarga mampu mengekspresikan rasa
takut atau kecemasan secara positif sehingga
mekanisme kopingnya efektif dan kecemasan dan
rasa takut hilang.
Kriteri hasil :
Klien mampu mengekspresikan rasa takut ata
cemasnya secara wajar serta merasa optimis bahwa
kondisi fisiknya dapat dipulihkan. Klien juga
mampu mendiskusikan pengaruh penyakitnya
terhadap perubahan gaya hidup.
Intervensi :
• Berikan penjelasan singkat tentang tujuan, hasil yang
diharapkan dari setiap prosedur serta efek sampingnya.
• Berikan waktu secukupnya kepada klien untuk
berbicara dengan orang terdekat.
• Observasi efek yang terjadi setelah klien mendapat
kunjungan dari orang terdekat dan batasi jam
berkunjung agar klien dapat beristrahat.
• Diskusikan kondisi klien dan perubahan pola hidup
yang harus dijalani setelah pulang dari rumah sakit.
• Anjurkan berpartisipasi positif aktif dalam program
rehabilitasi jantung.

Anda mungkin juga menyukai