Anda di halaman 1dari 40

Laras Ilmiah & Ragam Bahasa

By : Bety Mayasari, M. Kes


 Ragam atau variasi bahasa adalah bentuk atau
wujud bahasa yang ditandai oleh ciri-ciri linguistik
tertentu, seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis.
selain ciri linguistik timbulnya ragam bahasa juga
ditandai oleh ciri-ciri nonlinguistik, misalnya lokasi
atau tempat penggunaannya, lingkungan sosial
pemakaiannya, dan lingkungan keprofesian
pemakai bahasa yang bersangkutan.
A. Ragam Bahasa Berdasarkan
Media

1. Ragam Bahasa Lisan


- Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ
of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar
dinamakan ragam bahasa lisan.
- sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur
dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulis
- Jadi, dalam ragam bahasa lisan kita berurusan
dengan lafal, dalam ragam bahasa tulis kita
berurusan dengan tata cara penulisan atau ejaan.
 Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam
kedua jenis ragam itu memiliki hubungan yang erat.
Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya huruf,
melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu,
sering timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan
tulis itu sama. Meskipun ada keberimpitan aspek tata
bahasa dan kosa kata, masing-masing memiliki
seperangkat kaidah yang berbeda satu dari yang lain.
 Ragam bahasa lisan.
Zahra sedang baca surat kabar.
Aqis mau nulis
Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
Mereka tinggal di Mampang Prapatan.
Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu
lintas.
Saya akan tanyakan soal itu .
Ragam bahasa tulis.
- Zahra sedang membaca surat kabar.
- Aqis mau menulis
- Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
- Mereka bertempat tinggal di Mampang Prapatan.
- Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi
kemacetan lalu lintas.
- Akan saya tanyakan soal itu.
Perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis
No. Ragam bahasa lisan Ragam bahasa tulis

Ragam ini menekankan penggunaan ragam bahasa


1 Tidak baku
baku, ejaan yang baku (sesuai PUEBI)

Kosakata menekankan pilihan kata baku.


Kosakata lebih menekankan pilihan kata yang tidak baku.
Contoh:
Contoh:
2 a. Istri Pak Camat membina ibu-ibu
a. Bini Pak Camat bina ibu-ibu bikin kerajinan dari bambu.
memproduksi kerajinan tangan dari bambu.
b. Fadhil sedang bikin skripsi.
b. Fadhil sedang membuat skripsi.

Bentuk kata bahasa lisan cenderung tidak menggunakan imbuhan (awalan,


Bentuk kata bahasa tulis berimbuhan.
akhiran).
Contoh:
Contoh:
3
a. Fadhil sedang menulis skripsi.
a. Fadhil sedang tulis skripsi.
b. Zahra sedang memasak nasi.
b. Zahra sedang masak nasi.

Kalimat cenderung tanpa unsur yang lengkap (tanpa subjek, predikat, atau objek).
Kalimat dalam ragam bahasa tulis lengkap secara
Kejelasan kalimat dipengaruhi oleh unsur-unsur situasi ketika kalimat tersebut
gramatikal.
diucapkan. Isi kalimat dapat dimengerti tetapi struktur kalimatnya salah. Misalnya,
Contoh:
berupa anak kalimat, gabungan anak kalimat, tanpa subjek, dan tanpa predikat
(objek). a. Dalam seminar ini kita akan mengkaji
4 Contoh: pertumbuhan ekonomi 2019.
a. Di sini akan membicarakan pertumbuhan ekonomi 2019. b. TKI yang dikirim ke luar negeri harus memiliki
paspor.
b. Untuk TKI yang akan dikirim ke luar negeri harus memiliki paspor.
c. Jakarta memiliki Pusat Bahasa.
c. Di Jakarta memiliki Pusat Bahasa.
 Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh
pemakai bahasa.

 Kita dapat menemukan ragam lisan yang standar, misalnya


pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam
situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang
nonstandar, misalnya dalam percakapan antarteman, di
pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya
 Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang
tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang
standar maupun nonstandar.
 Ragam tulis yang standar kita temukan dalam buku-buku
pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan.
 Kita juga dapat menemukan ragam tulis nonstandar dalam
majalah remaja, iklan, atau poster.
B. Ragam Bahasa Berdasarkan Latar Belakang
Penutur
1. Ragam Dialek atau Ragam Daerah
Ragam dialek atau ragam daerah akan mencerminkan asal penutur. Beberapa
kelompok suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan berujar.

 Orang Batak biasanya memiliki kesulitan untuk mengujarkan bunyi e pepet


atau [∂]. Mereka melafalkan bunyi e pepet atau [∂] menjadi bunyi e taling
atau [ӗ]. Contoh: kata /b∂b∂rapa/ dilafalkan menjadi /bӗbӗrapa/, kata /b∂k∂rja/
dilafalkan menjadi /bӗkӗrja/.

 Lain halnya dengan orang Jawa, mereka sering mengucapkan kata yang
berawalan “b” seperti Bandung, Bali, dan Bantul akan dilafalkan dengan
penambahan bunyi sengau “m” sehingga terdengar di telinga ucapan
/mBandung/, /mBali/, dan /mBantul/.
Bunyi-bunyi berat seperti bunyi [b], [d], dan [j] akan terdengar diucapkan
/bh/, /dh/, dan /jh/. Contoh: /bhawa/, /dhudhuk/, dan /jhadhi/.
 Ragam dialek juga dapat dikenali melalui
penambahan kata tertentu yang biasa dikenal dalam
bahasa asal mereka. Penambahan kata “orang” atau
“sendiri” pada satu ujaran, misalnya “Orang saya
lagi kerja diganggu”, “Orang dia baru datang”.
Penambahan kata “orang” pada ujaran itu alih-alih
kata “wong” dalam bahasa Jawa. Gejala ini
memang tampak pada bahasa Indonesia dialek
Jawa.
Ragam Terpelajar dan Tak Terpelajar

 Ragam terpelajar dan tak terpelajar didasarkan pada


tingkat pendidikan penutur. Ragam terpelajar
dibedakan dengan ragam tak terpelajar. Penutur
yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi
relatif akan lebih terlatih dalam berbahasa
dibandingkan dengan penutur yang tingkat
pendidikannya lebih rendah. Hal ini disebabkan
besarnya peluang penutur pendidikan lebih tinggi
untuk belajar dan berlatih bahasa.
 Terpelajar tidaknya penutur itu tampak dalam ujaran
dan strukturnya. Ragam terpelajar, antara lain dapat
dilihat dari terpenuhinya kaidah pemakaian bahasa
baik yang menyangkut struktur yang benar maupun
ujaran atau lafal yang benar. Ragam terpelajar,
misalnya tampak pada cara ujaran yang
mencerminkan kelengkapan bunyi bahasa yang
didaftarkan dalam tata bunyi sebagaimana yang
tertuang dalam Pedoman Umum Ejaan yang
Disempurnakan.
Cara Pelafalan Kata antara Ragam Terpelajar dan
Ragam Tak Terpelajar

Ragam Terpelajar Ragam Tak Terpelajar


/mufakat/ /mupakat/
/tafsir/ /tapsir/
/fasilitas/ /pasilitas/
/vokal/ /pokal/
/pabrik/ /tabrik/
/fungsi/ /pungsi/
/kompleks/ /komplek/
/vitamin ce/ /pitamin se/
Bentuk Kata antara Ragam Terpelajar dan
Ragam Tak Terpelajar

Ragam Terpelajar Ragam Tak Terpelajar


mencari nyari
membukakan bukain
menyetor nyetor
membawakan bawain
 Dari contoh di atas dapat dilihat perbedaan, bahwa
ragam terpelajar lebih terpelihara dalam hal kaidah,
sedangkan ragam tak terpelajar kurang
memperhatikan kaidah, baik menyangkut pilihan
kata dan bentuk kata, maupun kelengkapan kalimat
dan kelengkapan pelafalannya.
 Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat
yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi
pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna
kalimat yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi
pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan
unsur kalimat.
 Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku
tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam
pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk
kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur
bahasa di dalam struktur kalimat.
Ragam Resmi dan Ragam Tak Resmi

 Ragam resmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi


resmi, seperti pertemuan-pertemuan, peraturan-peraturan, dan
undangan-undangan.
 Ciri-ciri ragam bahasa resmi:

1) menggunakan unsur gramatikal secara eksplisit dan konsisten


2) menggunakan imbuhan secara lengkap
3) menggunakan kata ganti resmi
4) menggunakan kata baku
5) menggunakan EYD/EBI
6) menghindari unsur kedaerahan.
 Ragam tak resmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi tak resmi, seperti
dalam pergaulan, dan percakapan pribadi, seperti dalam pergaulan, dan percakapan
pribadi (Keraf, 1991: 6).
 Ciri- ciri ragam bahasa tidak resmi kebalikan dari ragam bahasa resmi.
 Ragam bahasa tidak resmi ini digunakan ketika kita berada dalam situasi yang tidak
normal.
 Ragam bahasa resmi atau tak resmi ditentukan oleh tingkat keformalan bahasa
yang digunakan.
 Semakin tinggi tingkat kebakuan suatu bahasa, berarti semakin resmi bahas yang
digunakan.
 Sebaliknya semakin rendah pula tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat
kebakuan bahasa yang digunakan
(Sugono, 1998:12-13).
 Contoh: Bahasa yang digunakan oleh bawahan kepada atasan adalah bahas resmi
sedangkan bahasa yang digunakan oleh anak muda adalah ragam bahasa
santai/tak resmi.
4. Ragam Bahasa Standar, Semi Standar, dan
Nonstandard

 Bahasa ragam standar memiliki sifat kemantapan


berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi,
kemantapan itu tidak bersifat kaku.
 Ragam standar tetap luwes sehingga
memungkinkan perubahan di bidang kosa kata,
peristilahan, serta mengizinkan perkembangan
berbagai jenis laras yang diperlukan dalam
kehidupan modern
(Alwi, 1998: 14).
Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan
semi standar dilakukan berdasarkan:
(a) topik yang sedang dibahas
(b) hubungan antarpembicara
(c) medium yang digunakan
(d) lingkungan
(e) situasi saat pembicaraan terjadi.
 Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi
standar dan nonstandar adalah:
(a) penggunaan kata sapaan dan kata ganti
(b) penggunaan kata tertentu
(c) penggunaan imbuhan
(d) penggunaan kata sambung (konjungsi)
(e) penggunaan fungsi yang lengkap.
 Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan
ciri pembeda ragam standar dan ragam nonstandar
yang sangat menonjol.
 Kepada orang yang kita hormati, kita akan
cenderung menyapa dengan menggunakan kata
Bapak, Ibu, Saudara, Anda.
 Jika kita menyebut diri kita, dalam ragam standar
kita akan menggunakan kata saya atau aku.
 Dalam ragam nonstandar, kita akan menggunakan kata gue.
Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat
menandai perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar.
 Dalam ragam standar, digunakan kata-kata yang merupakan
bentuk baku atau istilah dan bidang ilmu tertentu.
 Penggunaan imbuhan adalah ciri lain.
 Dalam ragam standar, kita harus menggunakan imbuhan
secara jelas dan teliti.
 Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan
(preposisi) merupakan ciri pembeda lain.
 Dalam ragam nonstandar, sering kali kata sambung dan
kata depan dihilangkan.
 Kadang kala, kenyataan ini mengganggu kejelasan kalimat.
 Contoh:
 (1) Ayah mengatakan, kita akan pergi besok.
 (1a) Ayah mengatakan bahwa kita akan pergi
besok.
 Pada contoh (1) merupakan ragam semi standar,
dan pada contoh (1a) merupakan ragam standar.
 Contoh:
(2) Mereka bekerja keras menyelesaikan pekerjaan
itu.
(2a) Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan
pekerjaan itu.
Pada contoh (2) merupakan ragam semi standar, dan
pada contoh (2a) merupakan ragam standar.
 Kalimat (1) kehilangan kata sambung bahwa, sedangkan kalimat (2)
kehilangan kata depan untuk. Dalam laras jurnalistik kedua kata ini
sering dihilangkan. Hal ini menunjukkan bahwa laras jurnalistik
termasuk ragam semi standar.
 Kelengkapan fungsi merupakan ciri terakhir yang membedakan
ragam standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat
yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung
pengertian.
 Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat
dihilangkan. Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab
pertanyaan orang. Misalnya, “Hai, Ida, mau ke mana?” “Pulang.”
Sering kali juga kita menjawab “tau” untuk menyatakan ‘tidak tahu’.
 Pembedaan lain yang juga muncul tetapi tidak disebutkan di atas
adalah intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi ini hanya ditemukan
dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis.
C. Laras Bahasa
 Laras bahasa adalah ragam bahasa yang digunakan untuk suatu tujuan atau pada
konteks sosial tertentu.
 Joos (1961) membagi lima laras bahasa menurut derajat keformalannya, yaitu:
- Frozen (beku). Ragam beku digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit
memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan
upacara pernikahan.
- Formal (resmi). Ragam resmi digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada
pidato resmi, rapat resmi, dan jurnal ilmiah.
- Consultative(konsultatif). Ragam konsultatif digunakan dalam pembicaraan
yang terpusat pada transaksi atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan
di sekolah dan di pasar.
- Casual (santai). Ragam santai digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat
digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan akrab.
- Intimate (akrab). Ragam akrab digunakan di antara orang yang memiliki
hubungan yang sangat akrab dan intim.
 Menurut Nik Safiah Karim (1989), kajian terhadap
laras bahasa perlu mempertimbangkan dua factor,
yaitu:
(1) ciri keperihalan peristiwa bahasa

(2) ciri linguistik yang wujud. Ciri keperihalan pula


dibagidua aspek, yaitu situasi luaran dan situasi
persekitaran.
 Situasi luaran adalah latar belakang sosial dan
kebudayaan sesuatu masyarakat bahasa yang
merangkumi struktur sosial dan keseluruhan cara
hidup yang menentukan perlakuan setiap anggota
masyarakat.
 Contohnya, apabila kita mengkaji laras bahasa
masyarakat Melayu lama, kita perlu mengaitkan
dengan situasi istana, stratifikasi sosial, tradisi sastra
lisan dan aspek-aspek lain anggota masyarakat
zaman itu.
 Situasi persekitaran pula meliputi aspek-aspek yang
terlibat secara langsung dalam penggunaan bahasa.
 Terdapat 4 situasi persekitaran yang menyebabkan
wujudnya bahasa yang berlainan atau laras. Situasi
yang dimaksudkan ialah cara penyampaian,
perhubungan sosial dan peribadi, bahan yang
diperkatakan, dan fungsi-fungsi sosial perlakuan
bahasa.
 Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi,
bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai dengan
fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah
kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya.
Dalam hal ini kita mengenal iklan, laras ilmiah,
laras ilmiah populer, laras feature, laras komik,
laras sastra, yang masih dapat dibagi atas laras
cerpen, laras puisi, laras novel, dan sebagainya.
 Setiap laras memiliki cirinya sendiri dan memiliki
gaya tersendiri. Setiap laras dapat disampaikan
secara lisan atau tulis dan dalam bentuk standar,
semi standar, atau nonstandar. Laras bahasa yang
akan kita bahas dalam kesempatan ini adalah laras
ilmiah.
Laras llmiah
 Laras ilmiah harus selalu menggunakan ragam standar.
 Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian
gagasan yang merupakan hasil pemikiran, fakta, peristiwa,
gejala, dan pendapat.
 Jadi, seorang penulis karya ilmiah menyusun kembali
pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang
utuh.
 Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak
disebut pengarang melainkan disebut penulis
(Soeseno, 1981: 1).
 Laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan
fungsi pemakaiannya. Laras bahasa terkait
langsung dengan selingkung bidang (home style)
dan keilmuan, sehingga dikenallah laras bahasa
ilmiah dengan bagian sub-sublarasnya.
 Pembedaan di antara sub-sublaras bahasa seperti
dalam laras ilmiah itu dapat diamati dari:
(1) penggunaan kosakata dan bentukan kata
(2) penyusunan frasa, klausa, dan kalimat
(3) penggunaan istilah
(4) pembentukan paragraf
(5) penampilan hal teknis
(6) penampilan kekhasan dalam wacana.
 Karya ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran
yang jelas. Meskipun demikian, dalam karya
ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan
utama.
 kita menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil
penelitian kita. Jadi, sebuah karya ilmiah tetap
harus dapat secara jelas menyampaikan pesan
kepada pembacanya.
Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya
ilmiah adalah sebagai berikut (Brotowidjojo, 1988: 15-16):

 Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis


atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi
spesifik;
 Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur,
dan tidak bersifat terkaan. Dalam pengertian, jujur atau
terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni
penyebutan rujukan dan kutipan yang jelas;
 Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah
direncanakan secara terkendali, konseptual, dan
procedural;
 Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan
pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong
pembaca untuk menarik kesimpulan.
 Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai
dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu hipotesis;
 Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa
karya ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual sehingga
tidak akan memancing pertanyaan yang bernada keraguan.
Penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak
bersifat ambisius dan berprasangka. Penyajiannya tidak
boleh bersifat emotif;
 Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika
pada akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif,
hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan
yang cermat.
 Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat

dikatakan bahwa karya ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu:


 (1) harus tepat dan tunggal makna
(2) harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat,
dan pengertian yang digunakan
(3) harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
 Struktur karya ilmiah (Soehardjan, 1997: 38) terdiri
atas :
judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, bahan dan
metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan, ucapan
terima kasih dan daftar pustaka.
 ISO 5966 (1982) menetapkan agar karya ilmiah terdiri

atas : judul, nama penulis, abstrak, kata kunci,


pendahuluan, inti tulisan (teori metode, hasil, dan
pembahasan), simpulan, dan usulan, ucapan terima
kasih, dan daftar pustaka
(Soehardjan, 1997: 38).

Anda mungkin juga menyukai