Anda di halaman 1dari 15

PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN NARKOTIKA DIJELASKAN

PADA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35


TAHUN 2009

.
TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG


NARKOTIKA PASAL 1

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis,
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan- golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang.
PENGELOMPOKAN NARKOTIKA ALAMI

Narkotika alami adalah narkotika yang zata adiktifnya diambil dari tumbuh- tumbuhan (alam) seperti : ganja,
hasis, koka, opium.
1) Ganja
• Ganja adalah tanaman yang daunnya menyerupai daun singkong yang tepinya bergerigi dan berbulu halus
dengan jumlah jari yang selalu ganjil (5,7,dan 9). Biasa tumbuh di daerah tropis. Di Indonesia tanaman ini
banyak tumbuh di beberapa daerah, seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Pulau Jawa, dan lain –
lain. Cara penyalahgunaannya adalah dengan dikeringkan dan dijadikan rokok yang dibakar dan dihisap.
2) Hasis
• Hasis adalah tanaman serupa ganja yang tumbuh di Amerika latin dan Eropa yang biasanya digunakan para
pemadat kelas tinggi. Penyalahgunaannya adalah dengan menyuling daun hasis/ganja diambil sarinya dan
digunakan dengan cara dibakar.
3) Koka
• Koka adalah tanaman perdu mirip dengan pohon kopi dengan buah yang berwarna merah seperti biji kopi.
Wilayah kultivasi tumbuhan ini berada di Amerika Latin (Kolombia, Peru,Bolivia,dan Brazilia). Koka diolah dan
dicampur dengan zat kimia tertentu untuk menjadi kokian yang memiliki daya adatiktif yang lebih kuat.
4) Opium
• Opium adalah Bunga dengan warna yang indah. Dari getah bunga Opium dihasilkan candu(opiat). Di mesir dan
daratan cina, opium dulu digunakan untuk mengobati beberapa penyakit, memberi kekuatan, atau
menghilangkan rasa sakit pada tentara yang terluka sewaktu berperang atau berburu. Opium banyak tumbuh di
segitiga emas antara Burma, Kamboja, dan Thailand, atau didaratan Cina dna segitiga emas Asia Tengah , yaitu
daerah antara Afghanostan, Iran, dan Pakistan. Dalam kalangan perdagangan internasional, ada kebiasaan
(keliru) menamai daerah tempat penanaman opium sebagai daerah emas. Diberi nama demikian karena
perdagangan opiat sangat menguntungkan. Karena bahayanya yang besar, daerah seperti itu keliru jika diberi
predikat emas. Daerah sumber produksi opiate sepantasnya disebut” segitiga setan” atau “ segitiga iblis”.
PENGGOLONGAN NARKOTIKA

GANJA KOKA

HASIS OPIUM
TAHUN 2009

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 PASAL 6 AYAT 1

Tentang Narkotika, dibagi menjadi 3 (tiga) golongan


1. Narkotika Golongan 1 (satu) Narkotika golongan satu ini tidak digunakan dalam pengobatan atau terapi
sebabberpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan, misalnya : heroin, ganja, shabu, ekstacy dan lain
sebagainya.
2. Narkotika Golongan 2 (dua), Narkotika golongan dua ini digunakan dalam pengobatan atau terappi sebagai
pilihan terakhir walaupun berpotensi tinggi menyebabkan kettergantungan, misalnya : morfin dan petidin.
3. Narkotika Golongan 3 (tiga) Narkotika golongan tiga ini banyak digunakan dalam pengobatan atau terapi karena
narkotika golongan tiga berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan, misalnya : kodein.
PERATURAN PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN,
PELAPORAN, PERIZINAN, PENYALURAN, DAN PENGGUNAAN
NARKOTIKA TELAH DIATUR PADA PERATURAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015

.
TAHUN 2015

PERMENKES RI NOMOR 3 TAHUN 2015 PASAL 2

Pengaturan peredaran, penyimpanan, pemusnahan dan pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
dalam Peraturan Menteri Ini meliputi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi untuk kepentingan pelayanan
kesehatan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
TAHUN 2015
PERMENKES RI NO.3 TAHUN 2015 Pasal 6 ayat (1) dan (2)

• (1) Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika dan PBF atau Instalasi Farmasi Pemerintah yang menyalurkan
Narkotika wajib memiliki izin khusus dari Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• (2) Izin khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Izin Khusus Produksi Narkotika;
b. Izin Khusus Impor Narkotika; atau
c. Izin Khusus Penyaluran Narkotika.

PERMENKES RI NOMOR 3 TAHUN 2015 Pasal 9 ayat (3)

Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis Narkotika.
TAHUN 2015

PMK NO.3 TAHUN 2015 Pasal 10 ayat (1) dan (2)

Penyaluran Narkotika Golongan I Pasal 10


• (1) Penyaluran Narkotika Golongan I hanya dapat dilakukan oleh perusahaan PBF milik Negara yang memiliki
Izin Khusus Impor Narkotika kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, termasuk untuk kebutuhan laboratorium
• (2) Penyaluran Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan berdasarkan surat
pesanan dari Apoteker penanggung jawab dan/atau Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan dengan menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 1 terlampir.
TAHUN 2015

PMK NO. 3 TAHUN 2015 Pasal 11 ayat (1) dan (2)

Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi Dalam Bentuk Bahan Baku Pasal 11
• (1) Penyaluran Narkotika dalam bentuk bahan baku hanya dapat dilakukan oleh perusahaan PBF milik Negara
yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika kepada Industri Farmasi dan/atau Lembaga Ilmu Pengetahuan.
• (2) Penyaluran Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan berdasarkan surat
pesanan dari Apoteker penanggung jawab produksi dan/atau Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 1 terlampir.
TAHUN 2015
PERMENKES NOMOR 3 TAHUN 2015 PASAL 19 AYAT 1-5

Penyerahan Narkotika dan Psikotropika Pasal 19


• (1) Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika hanya dapat dilakukan oleh:
a. Apotek; b. Puskesmas;
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit; d. Instalasi Farmasi Klinik; dan
e. dokter.
• (2) Apotek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya dapat menyerahkan Narkotika dan/atau
Psikotropika kepada:
a. Apotek lainnya; b. Puskesmas;
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit; d. Instalasi Farmasi Klinik;
e. dokter; dan f. pasien.
TAHUN 2015

• (3) Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan
huruf d hanya dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan jumlah Narkotika dan/atau Psikotropika
berdasarkan resep yang telah diterima.
• (4) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus berdasarka surat permintaan tertulis yang
ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 5 terlampir.
• (5) Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik hanya dapat menyerahkan
Narkotika dan/atau Psikotropika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
TAHUN 2015

PERMENKES NOMOR 3 TAHUN 2015 PASAL 20 AYAT 1 DAN 2

(1) Penyerahan Narkotika dan Psikotropika oleh Apotek kepada Dokter hanya dapat dilakukan dalam hal:
a. dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan Narkotika dan Psikotropika melalui suntikan;
dan/atau
b. dokter menjalankan tugas atau praktik di daerah terpencil yang tidak ada Apotek atau sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berdasarkan surat permintaan tertulis yang
ditandatangani oleh dokter yang menangani pasien dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 6 terlampir.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai