Anda di halaman 1dari 17

OM SWASTIASTU

“Assalammuallaikum warahmattullahi wabarakatu.”


“Shalom”
ANGGOTA
KELOMPOK
Wira Janila Dacosta Pareira
Ni Made Galuh Murnialita
Ni Ketut Amrita
Ni Kadek Poppy Indriana
Cok Istri Tri Widiasih
Ni Komang Mita Puspita
I Wayan Wahyu Prana Diva
Putri Ayu Pratiwi
Gusti Putu Ayu Sri Wintari
Ni Made Widya Pertiwi
Widalia
OBESITAS
KEPERAWATAN ANAK
DEFINISI
Obesitas adalah kondisi akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan di
jaringan adiposa. Obesitas pada anak merupakan masalah kesehatan
karena prevalensi obesitas anak di dunia semakin meningkat. Obesitas atau
kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk (obese) yang
disebabkan penumpukan adipose (jaringan lemak khusus yang disimpan
oleh tubuh) secara berlebihan.Obesitas pada masa anak dapat
meningkatkan kejadian diabetes mellitus (DM) tipe 2.Obesitas yang terjadi
pada anak bisa beresiko tinggi menjadi obesitas pada massa remaja dan
berpotensi mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa dan penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung, penyumbatan pembuluh darah, dan
lain-lain. Selain itu, obesitas pada anak khususnya usia 6-7 tahun juga dapat
menurunkan tingkat kecerdasan karena aktifitas dan kreatifitas anak
menurun dan membuat anak malas karena kelebihan berat badan.
ANGKA KEJADIAN KASUS DI DUNIA

Masalah stunting dan penyakit tidak menular seperti obesitas pada anak, masih
menjadi problem serius di Indonesia sampai tahun 2019 ini. Hal itu disampaikan
Koordinator Riset Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Rina Agustina belum lama

Obesitas pada anak merupakan salah satu masalah kesehatan karena prevalensi
obesitas anak di dunia semakin meningkat tiap tahunnya. Kegemukan dan obesitas
didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat
mengganggu kesehatan. Pada tahun 2016, sebanyak 41 juta anak di bawah usia 5
tahun mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Sebagian populasi dunia
hidup di negara-negara di mana kelebihan berat badan dan obesitas membunuh lebih
banyak orang daripada kekurangan berat badan (WHO, 2019). Sementara penelitian
yang dilakukan University of Washington di 195 negara menemukan sebanyak 107
juta anak-anak dan 603 juta orang dewasa di seluruh dunia mengidap obesitas
ANGKA KEJADIAN KASUS DI DUNIA

Secara global, banyaknya anak usia balita yang mengalami overweight


dan obesitas lebih dari 42 juta anak, dan 31 juta diantaranya berada di
negara berkembang (WHO, 2013). Hampir setengah dari anak di bawah
usia 5 tahun yang kelebihan berat badan atau obesitas pada tahun 2016
tinggal di Asia (WHO, 2016). Prevalensi balita yang mengalami obesitas
secara nasional pada tahun 2007 sebanyak 12,2%, tahun 2010 terjadi
peningkatan sebesar 1,8%, tahun 2013 terjadi penurunan menjadi 11,9%,
dan pada tahun 2018 terjadi penurunan menjadi 8% (Badan Litbangkes,
2018). Meskipun prevalensinya fluktuatif, namun hal ini merupakan
tantangan untuk dapat menurunkan prevalensi obesitas pada balita di masa
mendatang.
Aktifitas Fisik

PENYEBAB Kebiasaan Makan


OBESITAS PADA
ANAK Faktor Penyebab Lainnya
AKTIFITAS FISIK

Aktifitas fisik merupakan salah satu pengeluaran energi


(Kliegman, n.d). Tingakat aktivitas fisik yang rendah dapat
menurunkan pengeluaran energi sehingga energi akan disimpan
dalam jaringan lemak (Kliegman, n.d.; Hall dan Guyton, n.d.).
Rendahnya aktivitas fisik dan tingginya perilaku menetap
berhubungan dengan tingginya persentil indeks masa tubuh. Temuan
ini secara umum disepakati dengan ulasan penelitian obesitas pada
anak yang menyimpulkan rendahnya aktivitas fisik dan perilaku
menetap merupakan faktor risiko terjadinya obesitas pada anak
(Carlson et al., 2012).
AKTIFITAS FISIK
Pada anak laki-laki waktu di depan layar dan aktivitas fisik berbanding lurus
dengan risiko kelebihan berat badan, tetapi pada anak perempuan aktivitas fisik
memiliki hubungan yang lebih kuat dengan kelebihan berat badan (Prentice-Dunn
dan Prentice-Dunn, 2012).
Penelitian review sistematis Mistry dan Puthussery (2015) menemukan dari delapan
studi enam diantaranya menunjukan hubungan positif anatara aktivitas fisik dan
kelebihan berat badan atau obesitas. Contoh kegiatan fisik termasuk olahraga
(berjalan cepat, berenang, berjalan, jogging, ras berjalan, dan aerobik) dan
permainan luar ruangan (bola voli, sepak bola, kriket, bulu tangkis, dan tenis
lapangan). Durasi kegiatan berkisar dari kurang dari 2 jam per minggu sampai
kurang dari 30 menit per hari. Meskipun, dua studi tidak menemukan korelasi
positif yang signifikan antara aktivitas fisik dan berat berlebih atau obesitas, satu
studi menemukan kegiatan di rumah seperti olahraga teratur untuk menitper hari
sebagai faktor protektif terhadap kelebihan berat badan atau obesitas (Mistry dan
Puthussery, 2015).
KEBIASAAN
MAKAN
Pola makan anak seperti sering mengkonsumsi makanan yang tinggi kalori dan
rendah nutrien memiliki hubungan dengan terjadinya kelebihan berat badan dan
obesitas. Dari lima studi empat diantaranya menunjukkan hubungan yang positif
antara mengkonsumsi makanan tinggi kalori seperti makanan cepat /junk food dan
terjadinya kelebihan berat badan atau obesitas (Mistry dan Puthussery, 2015; Payab
et al., 2015).

Peningkatan konsumsi camilan pada anak seperti karbohidrat olahan (gula,


tepung putih, dan lemak jenuh) meningkatkan terjadinya obesitas dan penyakit
kronik lainnya. Konsumi makanan manis seperti kue, cokelat, dan permen memiliki
hubungan yang signifikan dengan terjadinya obesitas dan obesitas abdominal. Anak
yang jarang mengkonsumsi junk food atau makanan cepat saji seperti hot
dogs,hamburgers, cheeseburgers, fried chicken, and pizza memiliki risiko obesitas
general dua puluh lima persen lebih rendah dan sembilan belas persen lebih rendah
dari pada anak yang mengkonsumsi makanan cepat saji setiap hari.
KEBIASAAN
MAKAN
Orang tua obesitas memiliki peran dalam terjadinya obesitas
pada anak. Salah satu dari orang tua kelebihan berat badan atau
obesitas, anaknya tiga kali lebih besar kemungkinan mengalami
kelebihan berat badan atau obesitas dari pada orang tua yang
tidak kelebihan berat badan atau obesitas (Bhuiyan, Zaman dan
Ahmed, 2013). Anak obesitas lima puluh persen memiliki riwayat
keluarga kelebihan berat badan atau obesitas (Mistry dan
Puthussery, 2015).
TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala umum anak mengalami obesitas bisa dilihat dari fisiknya. Dr.
Marlyn C. Malonda, SpA dari RS. OMNI Alam Sutera menyebutkan beberapa tanda gejala
sebagai berikut ini:

Wajah bulat dan pipi tembem : Dimulai dari kepala Ibu sudah bisa melihat adanya gejala
obesitas pada anak berupa wajah bulat, pipi tembem, serta dagu berlipat dua karena adanya
timbunan lemak.
Leher yang terlihat pendek : Dikarenakan dagu yang berlipat, maka jarak antara kepala
dan lehernya akan terlihat pendek. Ruas lehernya pun menjadi tidak nampak.
Dada membusung dengan payudara membesar : Anak yang obesitas dadanya akan
membusung dan payudaranya membesar seperti perempuan yang mengalami masa puber.
Adanya lipatan perut : Ini merupakan tanda yang paling terlihat saat berat badan anak
berlebih yang menandakan perut berisi banyak lemak tak sehat.
TANDA DAN GEJALA

Kaki membentuk huruf “X” saat berjalan : Kekuatan tulang kaki si Kecil
tidak seimbang dengan bobot tubuhnya. Akibatnya, kaki anak akan membentuk
huruf “X” saat berjalan.

Ukuran alat kelamin tampak kecil : Obesitas pada anak laki-laki dapat
mempengaruhi alat kelaminnya yang tampak lebih kecil. Kondisi tersebut secara
otomatis juga akan masa depannya.

Indeks massa tubuh (IMT) : Menurut CDC (Centers for Disease Control) 2002,
anak dengan usia 2-18 tahun yang dianggap obesitas adalah yang memiliki indeks
massa tubuh lebih dari P95.
POLA KONSUMSI MAKANAN JAJANAN DI SEKOLAH
DAPAT
MENINGKATKAN RESIKO OVERWEIGHT/OBESITAS
PADA ANAK
(Studi di SD Negeri Ploso I-172 Kecamatan Tambaksari
Obesitas anak merupakan salah satu masalah
Surabaya kesehatan masyarakat yang paling serius pada
Tahun 2017)
abad ke-21. Kebiasaan makan yang tidak baik seperti kelebihan makan tinggi lemak, gula, dan
kalori serta kurangnya aktivitas fisik menjadi penyebab overweight atau obesitas pada anak.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pola konsumsi makanan jajanan dengan
kejadian overweight/obesitas. Penelitian dilakukan di SDN Ploso I-172 Kecamatan Tambaksari
Surabaya pada bulan Mei- Juli 2017 dengan desain case control. Metode pengumpulan data
dilakukan dengan cara wawancara dan pengukuran anthropometri. Besar sampel sebanyak 112
responden, sampel kasus sebanyak 56 dan 56 sampel kontrol. Analisis data menggunakan uji
regresi linier dan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan makanan jajanan yang banyak
dikonsumsi anak sekolah adalah sirup buah, minuman perisa, cokelat, papeda, gorengan, otak-
otak dan sosis, pentol, sirup, saus, dan topping. Ada hubungan yang signifikan antara pola
konsumsi makanan jajanan frekuensi harian meliputi sirup buah (p = 0,004; OR = 8,000),
minuman perisa (p = 0,02; OR = 13,412), cokelat (p = 0,013; OR = 6,333), gorengan (p = 0,015;
OR = 14,786), otak-otak dan sosis (p = 0,004; OR = 8,750), pentol (p = 0,039; OR = 4,044),
sirup, saus, dan topping (p = 0,023; OR = 4,643) dengan kejadian
Perbandingan asupan energi, karbohidrat, protein dan
lemak dengan
angka kecukupan gizi pada anak obesitas
Prevalensi obesitas pada anak meningkat dari tahun ke tahun. Obesitas salah satunya disebabkan oleh
faktor nutrisi dan behubungan dengan asupan makanan tinggi kalori. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui perbandingan asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak dengan angka
kecukupan gizi pada anak obesitas. Penelitian ini merupakan penelitian analitik cross-sectional yang
dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah pada tahun 2011-2016. Terdapat 57 subyek
dengan besar rerata asupan dan angka kecukupan gizi (AKG) berturut turut adalah asupan energi
2378,3 dan AKG energi 1678,07 (p = 0,001; 700,24 IK 95% 569,05-831,43), asupan karbohidrat
1414,63 dan AKG karbohidrat 922,94 (p = 0,001; 491,69 IK 95% 391,69-591,68), asupan protein
373,02 dan AKG protein 169,47 (p 0,001; 203,54 IK 95% 175,04-232,04), asupan lemak 561,28 dan
AKG lemak 561,63 (p 0,992; -0,34 KI 95% -65,05-64,35). Asupan energi, karbohidrat dan protein
berkorelasi positif dengan indeks massa tubuh dengan nilai r dan p masing-masing adalah r = 0,44 (p
0,01), r = 0,383 (p = 0,03) dan r = 0,413 (p 0,01). Asupan lemak tidak berkorelasi dengan indeks
massa tubuh dengan nilai r = 0,188 (p 0,161). Pada anak obesitas asupan energi, karbohidrat dan
protein lebih tinggi dibandingkan angka kecukupan gizi sesuai usia dan jenis kelamin. Asupan protein
memiliki korelasi tertinggi dengan indeks massa tubuh dibandingkan karbohidrat dan lemak.
Obesitas pada Anak Sekolah
Dasar

Di Indonesia, masalah obesitas menjadi masalah gizi yang belum dapat


diselesaikan. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan obesitas, yaitu pola
makan yang tidak baik, genetik, aktivitas fisik. Aktivitas fisik dapat
menimbulkan obesitas akibat terbatasnya lapangan bermain dan
kurangnya fasilitas untuk bermain sehingga anak lebih memilih bermain di
dalam rumah dan semakin majunya teknologi seperti video games,
playstation, televisi dan komputer yang menyebabkan anak malas untuk
melakukan aktivitas fisik. Pada anak sekolah, obesitas dapat berlanjut
hingga dewasa dan menimbulkan beberapa penyakit kardiovaskular
seperti diabetes mellitus, osteoarthritis dan kanker dan penyakit lainnya

Anda mungkin juga menyukai