Anda di halaman 1dari 33

EMULSI

Pertemuan ke-4

L/O/G/O

-nrp-
BAHAN TAMBAHAN DALAM
FORMULASI EMULSI

-nrp-
EMULSIFYING AGENT (EMULGATOR)
 Zat yang larut dalam air dan minyak dan
memungkinkan minyak tersebar merata dalam air
sebagai emulsi.

Emulgator membantu pembentukan emulsi dengan 3


mekanisme :
1. Pengurangan tegangan antarmuka
2. Stabilisasi thermodinamika
3. Pembentukan film antarmuka yang kaku
4. Menghalangi penggabungan secara mekanik
5. Pembentukan lapisan ganda listrik

-nrp-
EMULSIFYING AGENT (EMULGATOR)
Syarat emulgator :

1. Tetap stabil
2. Kompatibel dengan bahan lain
3. Tidak beracun
4. Memiliki sedikit bau, rasa dan warna
5. Tidak mengganggu stabilitas dari khasiat zat aktif

-nrp-
 Emulgator
1. Emulgator alam

Tumbuhan • Gom arab, tragacant, agar - agar

• Gelatin, kuning telur, kasein dan adeps


Hewani lanae

• Veegum / magnesium aluminium silikat,


Mineral Bentonit

2. Emulgator buatan

Buatan • Tween, span

-nrp-
KLASIFIKASI EMULSIFYING AGENT -nrp-

Sintetis : Patikel padat


Surfaktan halus
(film mono molekul) (film partikulat)
Semi sintetis dan
alami :
Koloid hidrofilik
( film multi molekul)
1. SURFAKTAN SINTETIS

 Mengurangi tegangan antarmuka


 Membuat emulsi stabil secara thermodinamika
 Untuk mengurangi tegangan antarmuka, tetesan
minyak dikelilingi oleh lapisan tunggal surfaktan yang
koheren untuk mencegah terjadinya penggabungan.

 Bentuk pelindung : film mono molekuler


 Pembentukan misel

-nrp-
1. SURFAKTAN SINTETIS

Klasifikasi surfaktan :
 Kationik
 Senyawa amonium kuartener

 Non ionik
 Polioksi etilen (eter alkohol lemak)
 Sorbitan (ester asam lemak)
 Polioksi etilen sorbitan (ester asam lemak)
 Alkohol lanolin

 Anionik
 Sabun : monovalen, polivalen, organic
 Sulfat
 sulfonat
-nrp-
2. SURFAKTAN SEMI SINTETIS & NATURAL

 Dikenal dengan : emulgator hidrokoloid


 Memberikan sebuah selubung pelindung (film multi
molekuler) disekkitar tetesan.
 Memberikan muatan pada tetesan yang tersebar.
 Mengembang, sehingga meningkatkan viskositas
sistem.

-nrp-
2. SURFAKTAN SEMI SINTETIS & NATURAL

Klasifikasi hidrokoloid :
 SEMI SINTETIS
 Derivat sellulosa ( Na CMC, HPMC)
 Digunakan untuk emulsi tipe m/a
 Meningkatkan viskositas sistem.

 NATURAL
 Tanaman : Polisakarida ( Akasia, tragacanth, agar,
pektin, lesitin)
 Hewan : gelatin, kolesterol, lemak wol, kuning telur

-nrp-
3. PARTIKEL PADAT HALUS

 Dikenal dengan : film partikulat


 Berbentuk film partikulat disekitar partikel yang
tersebar.

-nrp-
3. PARTIKEL PADAT HALUS

Klasifikasi film partikulat :


 Colloidal clays
 Bentonit
 Veegum (magnesium aluminium silikat)
 Magnesium trisilikat

 Logam Hidroksida
 Magnesium hidroksida
 Aluminium hidroksida

-nrp-
ANTIOKSIDAN

 Asam galat, propil galat : farmasi dan kosmetik


 Asam askorbat : produk oral
 Sulfit : produk oral
 L-tokoferol : farmasi dan kosmetik

-nrp-
PENGAWET
 Tidak beracun
 Stabil terhadap panas dan penyimpanan
 Kompatibel secara kimia
 Rasa, bau dan warna yang dapat diterima
 Efektif melawan mikroba ( jamur, ragi dan bakteri)
 Tersedia dalam fase minyak dan air
 Pengawet tidak boleh berikatan dengan komponen
lain dari emulsi.

-nrp-
-nrp-
PENGAWET
 Contoh :
EMULGATOR PEMBANTU (SEKUNDER) -nrp-
AUXILIARY EMULSIFYING

 Perlu ditambahkan pada penggunaan emulgator


primer yang tidak mampu membentuk emulsi yang
stabil.

 Fungsi utama emulgator sekunder ini terletak pada


kemampuannya sebagai agen pengental, sehingga
membantu menstabilkan emulsi.

 Contoh : setil alkohol, metil selulosa, Na CMC, asam


stearat, gliseril mono stearat.
SISTEM HLB

 Rasio antara bagian molekul hidrofilik dengan bagian


lipofilik

 Makin tinggi HLB suatu senyawa, makin hidrofilik


Senyawa tersebut.

-nrp-
NILAI HLB

-nrp-
Nilai – nilai HLB
dari sejumlah zat yang sering dipakai
ZAT HLB
Asam oleat 1
Gliserin monostearat 3,8
Sorbiton monolaurat (Span 80) 4,3
Sorbiton monolaurat (Span 20) 8,6
Trietanolamin oleat 12
Polioksietilena Sorbiton monooleat (Tween 80) 15
Polioksietilena Sorbiton monooleat (Tween 20) 16,7
Natrium oleat 18
Natrium Lauril Sulfat 40

-nrp-
STABILITAS EMULSI

-nrp-
KETIDAKSTABILAN EMULSI
 Emulsifikasi bukanlah proses spontan dan karenanya,
emulsi terjadi dengan stabilitas minimal
Alasan ketidakstabilan dapat dipahami dari sifat 2 fase yang
saling tidak bercampur dan sifat antarmukanya.

Ketika 2 cairan (polar – nonpolar) yang tidak bercampur diaduk


bersama

Salah satu cairan membentuk tetesan kecil dan tersebar dalam


cairan lainnya

Terbentuk sebuah emulsi

-nrp-
1. Flokulasi
 Tetesan2 mendekat satu sama lain dan membentuk
kumpulan / koloni dalam fase kontinu.

 Jumlah gumpalan flokulasi


tergantung pada :

 Distribusi ukuran
globul
 Muatan pada
permukaan globul
 Viskositas medium
eksternal

-nrp-
1. Flokulasi -nrp-
 Jumlah gumpalan flokulasi tergantung pada :

 Distribusi ukuran globul


 Gumpalan berukuran seragam dapat mencegah
flokulasi
 Dapat dicapai dengan proses pengurangan ukuran
yang tepat.

 Muatan pada permukaan globul


 Muatan pada globul menghasilkan gaya tolak
menolak dengan tetesan lainnya.
 Dapat dicapai dengan menggunakan emulgator ionik,
elektrolit.

 Viskositas medium eksternal


 Jika viskositas medium meningkat, tetesan (globul)
menjadi tidak bergerak dan flokulasi dapat dicegah.
2. Creaming
 Gerakan ke atas atau kebawah dari tetesan (globul)
yang tersebar dalam fase kontinu ( karena perbedaan
kepadatan antara 2 fase ).
 Proses ini bersifat reversible.
 Creaming dapat didispersikan kembali dengan
pengadukan, hal ini dimungkinkan karena butiran
minyak masih dikelilingi oleh selubung dari
pengemulsi.

-nrp-
2. Creaming

 creaming keatas,  Creaming kebawah,


disebabkan fase terdispersi terjadi jika fase
kurang padat dibandingkan terdispersi lebih berat
dengan fase kontinu. daripada fase kontinu.
 biasanya diamati pada tipe  karena tarikan gravitasi,
emulsi m/a. tetesan2 tsb mengendap.

-nrp-
2. Creaming
 Creaming dipengaruhi oleh :
 Ukuran globul (tetesan)
 Viskositas medium pendispersi
 Perbedaan densitas fase terdispersi dan medium
pendispersi

 Creaming dapat dicegah dengan :


 Mengurangai ukuran partikel dengan
homogenisasi.
 Meningkatkan viskositas fase luar dengan
menambahkan agen pengental, spt : tragacanth, na
alginat.
 Mengurangi perbedaan kepadatan antara 2 fase
tsb.
-nrp-
3. Coalescence / Penggabungan
 Proses dimana partikel emulsi bergabung untuk
membentuk partikel besar.

 Coalescence terjadi karena :


 Jumlah emulgator tidak mencukupi.
 Inkompatibilitas antara agen pengemulsi.

-nrp-
4. Breaking
 terjadinya coalescence dan creaming, minyak
terpisah seluruhnya dari air sehingga mengapung
pada bagian atas membentuk satu lapisan.

-nrp-
5. Cracking
 Ketika emulsi pecah selama proses penyiapan, yaitu :
emulsi tidak menjadi putih tetapi menjadi berminyak,
penampilan fisiknya tembus pandang.

Disebabkan oleh :
 penambahan emulgator yang tidak kompatible.
 penambahan emulgator yang mudah terurai oleh
mikroba atau zat kimia.
 terjadinya peningkatan atau penurunan suhu.
 penambahan pelarut umum.
-nrp-
6. Fase Inversi
Fase Inversi :
 Fenomena terjadi saat fase internal menjadi fase
eksternal atau sebaliknya.

 Pada emulsi tipe m/a, fase inversi dapat menyebabkan


emulsi berubah menjadi tipe a/m, atau sebaliknya.

 Tidak stabil secara fisika

-nrp-
Fase inversi dapat diminimalkan dengan cara :

 menggunakan emulgator yang tepat dan konsentrasi


yang tepat.
 menjaga konsentrasi fase terdispersi antara 30 - 60%.
 menyimpan emulsi ditempat yang sejuk.

-nrp-
Perbedaan creaming dan breaking

CREAMING BREAKING

Terbentuk pada lapisan Pemisahan emulsi menjadi


atas dan bawah lap berminyak pada bagian
atas dan lap air pada bagian
bawah

Reversible Irreversible

Partial or no coalescence Complete Fusion

-nrp-
Thank You!
L/O/G/O
www.themegallery.com

-nrp-

Anda mungkin juga menyukai