MEMPERSEPSI UJARAN
6. Renaldi (2040602085)
8. Darmawan (2040602054)
1. Penelitian Mengenai Persepsi Ujaran
Dalam bahasa Inggris orang rata-ratanya mengeluarkan 125-180 kata tiap menit.
Penyaji berita di televisi mencapai 210 kata dan pelelang bisa mencapai lebih dari itu
(Gleason dan Ratner 1998). Jumlah ini tentunya didasarkan pada kenyataan bahwa
sebagian besar kata dalam bahasa ini bersuku satu: book, go, eat, come, dsb. Untuk
bahasa Indonesia belum ada orang yang telah menelitinya, tetapi karena kata-kata
dalam bahasa Indone sia pada umumnya bersuku dua atau lebih (makan, tidur, mem
bawa, menyelesaikan) maka jumlah kata per menit yang diu jarkan oleh orang
Indonesia pastilah lebih kecil dari angka di atas; mungkin sekitar 80-110 kata.
3. Mekanisme Ujaran
Sumber dari bunyi adalah paru-paru. Paru-paru kita berkembang dan berkempis
untuk menyedot dan mengeluarkan udara. Melalui saluran di tenggorokan, udara ini
keluar melalui mulut atau hidung. Dalam perjalanan melewati mulut atau hidung ini ada
kalanya udara itu dibendung oleh salah satu bagian dari mulut kita sebelum kemudian
dilepaskan. Hasil bendungan udara inilah yang menghasilkan bunyi. Udara yang
dihembuskan oleh paru-paru kita keluar melewati suatu daerah yang dinamakan daerah
glotal. Udara ini kemu dian lewat lorong yang dinamakan faring (pharynx). Dari fa ring
itu ada dua jalan: yang pertama melalui hidung dan yang kedua melalui rongga mulut.
Semua bunyi yang dibuat dengan udara melalui hidung disebut bunyi nasal. Sementara
itu, bunyi yang udaranya keluar melewati mulut dinamakan bunyi oral.
Bagaimana Bunyi Dibuat
Di samping pembagian bunyi menjadi bunyi nasal dan oral seperti dinyatakan di atas, bunyi juga dapat dibagi
menjadi dua kelompok besar: konsonan dan vokal. Perbedaan antara kedua macam bunyi ini terletak pada cara
pembuatannya.
Bunyi dibuat dengan memanfaatkan bagian mulut seperti lidah, bibir, dan gigi. Bagian-bagian ini dinamakan
artikulator. Untuk membuat bunyi konsonan perlu diperhatikan tiga faktor. Perta ma adalah titik artikulasi, yakni,
tempat di mana artikulator itu berada, berdekatan, atau berlekatan. Bila bibir atas dan bibir bawah berlekatan maka
bunyi yang dihasilkan adalah bunyi bilabial. Pada bahasa Indonesia, dan banyak bahasa lain, bunyi bilabial terdiri
dari bunyi [p], [b], dan [m]. Perbedaan antara kedua bunyi yang pertama dengan bunyi yang ketiga terletak pada
saluran udara yang dilaluinya: [p] dan [b] melewati mulut, dan karenanya disebut bunyi oral, sedangkan [m]
melalui hi dung, dan karenanya disebut bunyi nasal.
b. Pembuatan Bunyi Vokal C. Fonotaktik
Dari sudut pandang persepsi ujaran, apa artinya semua gambar an di atas? Paparan di atas penting
untuk persepsi ujaran karena tanggapan kita untuk bunyi dan kata suatu bahasa ditentukan pula oleh
bagaimana bunyi-bunyi itu dibuat, fitur-fitur mana yang terlibat, dan bagaimana bunyi-bunyi itu
digabungkan. Telinga orang Indonesia, misalnya, tidak terlatih untuk mende ngar bunyi [p] yang diikuti
oleh aspirasi (yakni, getaran udara yang keras waktu kita mengucapkan bunyi tertentu) seperti pada
bahasa Inggris. Bila kita mengucapkan bunyi /p/ bahasa Inggris seperti pada kata pan dengan benar, dan
di dekat mulut kita ada sudut kertas yang kita siapkan, maka sudut kertas itu pasti akan tersentak dan
bergerak. Hal ini tidak terjadi pada bahasa kita kalau kita mengucapkan kata yang sama ini. Karena itu,
orang Indonesia pada umumnya tidak dapat pula mendengar adanya aspirasi ini waktu mendengar kata-
kata Inggris seperti pat, pick, dan pass.
Transmisi Bunyi
Bunyi yang dikeluarkan oleh manusia ditransmisikan ke telinga pendengar melalui
gelombang udara. Pada saat suatu bunyi di keluarkan, udara tergetar olehnya dan membentuk
semacam ge lombang. Gelombang yang membawa bunyi ini bergerak dari depan mulut
pembicara ke arah telinga pendengar. Dengan me kanisme yang ada pada telinga, manusia
menerima bunyi ini dan dengan melalui syaraf-syaraf sensori bunyi ini kemudian "dikirimkan"
ke otak kita untuk diproses dan kemudian ditang kapnya. Lihatlah visualisasi di halaman berikut
(mengikuti Garman, 1994:4).
4. Persepsi Terhadap Ujaran
Persepsi terhadap ujaran bukanlah suatu hal yang mudah dilaku kan oleh manusia
karena ujaran merupakan suatu aktivitas verbal yang meluncur tanpa ada batas waktu yang
jelas antara satu kata dengan kata yang lain. Perhatikan tiga ujaran berikut: (a) Bukan angka,
(b) Buka nangka, dan (c) Bukan nangka. Mes kipun ketiga ujaran ini berbeda maknanya satu
dari yang lain, dalam pengucapannya ketiga bentuk ujaran ini bisa sama - [bukananka].
Dalam rangka memahami bagaimana manusia mempersepsi bu. nyi sehingga akhirnya
nanti bisa terbentuk komprehensi, para ahli psikolonguistik mengemukakan model-model
teoritis yang diharapkan dapat menerangkan bagaimana proses persepsi itu terjadi. Sampai
saat ini ada empat model teoritis yang telah di ajukan orang.
a. Model Teori Motor untuk Persepsi Ujaran
Model yang diajukan oleh Liberman dkk ini, yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai
Motor Theory of Speech Perception, menyatakan bahwa manusia mempersepsi bunyi dengan
mema kai acuan seperti pada saat dia memproduksi bunyi itu (Liberman dkk 1967 dalam
Gleason dan Ratner, 1998). Seperti dinyatakan sebelumnya, bagaimana suatu bunyi diucapkan
dipe ngaruhi oleh bunyi-bunyi lain di sekitarnya.
Manusia bervariasi dalam ujaran mereka, tergantung pada ber bagai faktor seperti
keadaan kesehatan, keadaan sesaat (gembira atau sedih), dan keadaan alat ujaran (sedang
merokok atau tidak). Dengan demikian, kalau kita hanya menggantungkan pada fitur
akustiknya saja, maka sebuah kata bisa saja memiliki banyak bentuk yang berbeda-beda.
Karena itu, diajukanlah suatu model yang dinamakan Model Analisis dengan Sintesis
c. Fuzzy Logical Model
Menurut model ini (Massaro, 1987, 1989) persepsi ujaran terdiri dari tiga proses: evaluasi
fitur, integrasi fitur, dan kesimpulan. Dalam model ini ada bentuk prototipe, yakni, bentuk yang
memiliki semua nilai ideal yang ada pada suatu kata, termasuk fitur-fitur distingtifnya. Informasi
dari semua fitur yang masuk dievaluasi, diintegrasi, dan kemudian dicocokkan dengan des kripsi
dari prototipe yang ada pada memori kita. Setelah dico cokkan lalu diambil kesimpulan apakah
masukan tadi cocok dengan yang terdapat pada prototipe.
d. Model Cohort
Model untuk mengenal kata ini (Marslen-Wilson dan Welsh, 1978 dan Marslen-Wilson, 1987
dalam Gleason dan Ratner, 1998; lihat juga Dominic W. Massaro 1994) terdiri dari dua tahap.
Pertama, tahap di mana informasi mengenai fonetik dan akustik bunyi-bunyi pada kata yang kita
dengar itu memicu ingatan kita untuk memunculkan kata-kata lain yang mirip dengan kata tadi.
Bila kita mendengar kata /prihatin/ maka semua kata yang mulai dengan /p/ akan teraktifkan:
pahala, pujaan, priyayi, prakata, dsb. Kata-kata yang termunculkan inilah yang disebut sebagai
e. Model Trace