KESEHATAN
Apabila menelaah lebih lanjut tentang aturan tentang aborsi, maka terdapat kebijakan hukum
lainnya yakni Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menggantikan
Undang-Undang Kesehatan sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
khususnya Pasal 75, Pasal 76 dan Pasal 77 memberikan penegasan mengenai pengaturan
pengguguran kandungan (abortus provocatus).
Setiap orang dilarang melakukan aborsi, namun terdapat pengecualian yaitu:
1. Indikasi darurat medis
2. Akibat perkosaan
SIAPA SAJA YANG DAPAT MELAKUKAN TINDAKAN
ABORSI?
1. Sebelum kehamilan berumur 6 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir kecuali
dalam hal kedaruratan medis;
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
3. Aborsi dilakukan dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
4. dengan izin suami kecuali korban perkosaan;
5. Terdapat penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri
ABORSI MENURUT
PANDANGAN ISLAM
Tidak ada satupun ayat didalam AlQuran yang menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh
umat Islam. Pada umumnya hukum aborsi dalam Islam adalah tidak diperbolehkan (haram).
Menurut pandangan Islam hak hidup seseorang dimulai dari dalam kandungan, bahkan dari awal
proses pembuahan ataupun konsepsi.
Aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ditiupkan ruh. Jika dilakukan setelah ditiupkannya
ruh atau setelah 4 bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqh sepakat akan
keharamannya. Tetapi para ulama fiqh berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum
ditiupkannya ruh. Ada sebagian yang memperbolehkan dan ada sebagian yang
mengharamkannya (Al-Baghdadi, 1998: 127).
Menggugurkan janin sebelum peniupan ruh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari
ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. Pendapat ini dianut
oleh para ulama dari madzhab Hanafi, Syafi’i, dan Hambali. Mereka berpendapat
bahwa sebelum 4 bulan, ruh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna,
serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.
Beberapa pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, jika bertujuan
untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan. Diperbolehkan melakukan
aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh, jika dokter
yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam rahim akan
mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini,
dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu.
PENANGGULANGAN ABORSI DI INDONESIA
Telah diaturnya abortus sebagai tindak pidana terlihat dari pengaturan KUHP Bab XIX
mengenai kejahatan terhadap nyawa dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan dengan ancaman pidana di dalamnya menunjukkan upaya penanggulangan tindak
pidana abortus provocatus criminalis yang dilakukan Pemerintah Indonesia cukup serius.
Dengan melarang dan menganggap illegal semua praktik abortus yang tidak dengan indikasi
medis, hal itu dianggap langkah terbaik oleh Pemerintah untuk melindungi ibu hamil beserta
janinnya dan untuk menekan angka abortus.
PENGERTIAN SUNAT
PEREMPUAN/FGM
Salah satu bentuk tradisi yang sampai saat ini masih dilestarikan dalam masyarakat adalah
female genital mutilation (selanjutnya disebut FGM). FGM adalah segala prosedur atau tindakan
yang ditujukan untuk menghilangkan sebagian atau seluruh organ genital luar dari wanita atas
nama budaya, adat, agama atau alasan-alasan lain di luar alasan-alasan kesehatan atau
penyembuhan.
FGM DI INDONESIA
Menurut UNICEF, Indonesia berada dalam tiga negara teratas yang melakukan mutilasi genital
perempuan. Survei Kesehatan Da sar Nasional 2013 (Riskesdas) menemukan bahwa 51,2%
anak perempuan usia 0-11 di Indonesia pernah mengalami FGM/C. Survei ini menyediakan data
tentang prevalensi FGM/C 14 Kertas Konsep Pencegahan dan Penghapusan P2GP berdasarkan
area (provinsi/kabupaten), namun tidak termasuk informasi tentang jenis FGM/C yang
dipraktikkan. Prosedur FGM yang sedang berlangsung di Indonesia telah dilakukan karena
keyakinan agama dan budaya.
FGM DALAM HUKUM
INDONESIA
Tahun 2006: Departemen Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran (No. HK.00.07.1.3.1047)
untuk melarang praktik FGM/C oleh petugas kesehatan. Surat ini dicabut pada tahun 2008
setelah di tentang oleh MUI (Majelis Ulama In donesia) yang mengeluarkan fatwa (no. 9A)
terhadap surat edaran tersebut.
Tahun 2010: Kementerian Kesehatan menerbitkan Peraturan Menteri nomor:
1636/MENKES/PER/XI/2010 tentang FGM/C. Ini secara eksplisit tidak menawarkan otorisasi
kepada penyedia layanan kesehatan untuk melakukan FGM/C. Ini memastikan penerapan
FGM/C dilakukan dengan cara yang aman dan higienis. Keputusan ini menampung fatwa MUI.
Tahun 2014: Kementerian Kesehatan mengeluarkan Keputusan Kesehatan (No. 6/2014) yang
memiliki klausul khusus yang mencabut keputusan tahun 2010 (Pasal 1) berdasarkan kurangnya
manfaat kesehatan dan risiko berbahaya dari pengobatan (Berita Negara Republik Indonesia, 2014
No. 185). Bagi banyak orang, Per aturan Menteri Kesehatan 2014 tidak memberikan pendirian yang
jelas tentang apakah Indonesia melarang atau mengizinkan FGM/C, mengingat Pasal 2 kebijakan ini
memberikat mandate kepda Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’k (MPKS) untuk
mengeluarkan pedoman tentang cara melakukan sunat perempuan yang isinya hampir sama dengan
isi Permenkes 2010.
SEJARAH FGM
Dalam sejarahnya, praktek sunat merupakan bentuk tradisi yang sudah lama dikenal masyarakat
Arab jauh sebelum Islam. Sunat tidak hanya dilakukan untuk laki-laki tetapi juga untuk
perempuan. Menurut Asriati Jamil dalam artikelnya menyebutkan praktek sunat berkembang di
negara-negara Afrika. Tradisi ini berasal dari Mesir kuno sejak zaman Firaun. Hal ini didukung
dengan ditemukannya mumi perempuan dengan klitoris yang terpotong pada abad 16 SM. Bukti
tersebut diperkuat dengan adanya relief-relief tentang FGM (Female Genital Mutilation) di
Mesir yang berasal dari tahun 2800 SM.
SEJARAH FGM
Sementara itu, khusus untuk sunat perempuan, menurut catatan sejarah Abu> al-H{asan mAli>
ibn Muh{ammad al-Khaza!mi> al-Talmasa>ni> (w. 789 H.) dalam bukunya yang berjudul
Takhri>j al-Dila>la>th al-Sammiyyahp, menyebutkan sunat perempuan pertama kali dilakukan
oleh H}ajar istri kedua Nabi Ibra>hi>m yaitu ibu dari Nabi Isma!nil. Bersamaan dengan praktek
sunat itu H{ajar menindik kedua daun telinganya. Tindakan tersebut diyakini sebagai bentuk
ritual untuk penyucian jiwa.
TIPE FGM
Terdapat 5 (lima) tipe FGM yang dikenal dan dipraktikkan secara umum, yaitu:
1. Sirkumsisi atau sunna : pengangkatan bagian permukaan dan bagian ujung klitoris
2. Excission atau Clitorydectomy : Pengangkatan klitoris dan sering diikuti dengan pengangkatan labia
minora
3. Infabulation atau Pharanoic Circumcission : Excission yang diikuti dengan pengangkatan labia mayora
serta menempelkan kedua sisi vagine dengan jalan menjahit atau menyatukan secara alami jaringan
yang terluka dengan mempergunakan media berupa duri, sutera, atau benang dari usus kucing.
4. Introcission : jenis FGM yang dipraktikkan oleh suku Pitta-Patta Aborigin di Australia, Lubang vagina
perempuan tersebut akan diperlebar dengan jalan merobek dengan mempergunakan tiga jari tangan
yang diikat dengan tali dan sisi lain dari perineum akan dipotong dengan mempergunakan pisau batu.
5. Unclassified : Bentuk lain dari perusakan klitoris seperti menusuk, menindik, atau menggunting
klitoris, pemakaian zat korosif daun daunan pada vagina yang dapat menyebabkan perdarahan atau
untuk tujuan pengetatan atau mempersempit vagina