Anda di halaman 1dari 15

NAMA : POLCE YUNIANDER BETTY

NIM : 2.03.2021.0038

PRODI : SOSIOLOGI AGAMA


BAB V

TEORI-TEORI PASCA KETERGANTUNGAN:

PERKEMBANGAN BARU
Teori-teori tentang pembangunan setelah munculnya teori ketergantungan
memang menjadi Semarak. Karena itu, lepas dari kelemahan kelemahan yang ada
pada teori ketergantungan, munculnya Teori ini, tidak bisa disangkal, telah
memberi perspektif baru pada teori-teori pembangunan pada umumnya.
Salah satu perspektif penting yang diberikan adalah bahwa aspek eksternal
dari pembangunan menjadi penting. Sebelumnya aku mah aspek tersebut kurang
dianggap berperan.
Seperti diuraikan sebelumnya, kritik terhadap teori ketergantungan
datang baik dari kubu teori-teori liberal maupun dari teori teori
marxis. Kritik-kritik itu diperkuat dengan adanya kenyataan empiris
bahwa beberapa negara pinggiran tampak mengalami gejala
kemajuan dalam pembangunan ekonominya.
Kenyataan kenyataan empiris ini di tampaknya lebih memperkuat
teori pembangunan liberal yang non- marxis? Kubu teori liberal
ini memang tidak terlalu terpengaruh dengan munculnya teori
ketergantungan, kecuali barangkali kepekaan yang lebih tinggi
tentang masalah ketimpangan yang ada di dalam masyarakat
sebuah negara, dan diantara negara-negara di dunia. Kubuh yang
lebih repot adalah kubu kaum marxis, yang harus “ memperbaiki”
teori ketergantungan, sambil tetap menolak teori-teori yang
dikembangkan oleh kelompok akademisi liberal yang non marxis.
BAB V

TEORI-TEORI PASCA KETERGANTUNGAN:

PERKEMBANGAN BARU

Dari penelitiannya terhadap aspek ekonomi dan sosiopolitik dari gejala


ketergantungan, Lall melihat bahwa gejala ini juga terdapat di negara-negara yang dianggap
tidak tergantung. Misalnya tentang dominasi modal asing. Dalam hal ini, Kanada dan Belgia
akan lebih tergantung daripada India atau Pakistan.
Tentang kriterium yang kedua, Lall juga menjumpai bahwa konsep ketergantungan bersifat
kabur. Sulit sekali memakai ketergantungan sebagai penyebab dari keterbelakangan. Dari
keputusan yang dibaca, argumen keterbelakangan dan ketergantungan menjadi berputar-
putar tidak jelas lagi apakah karena tergantung maka sebuah negara menjadi terbelakang,
atau karena terbelakang dia menjadi tergantung.
Mungkin Karena itu, teori pembangunan liberal kurang memperhatikan teori
ketergantungan. Apalagi studi dari Simon Kusnetz tentang beberapa negara dalam proses
pembangunan menunjukkan bahwa masalah kesenjangan pendapatan yang ada pada suatu
negara merupakan suatu gejala peralihan. Setelah pertumbuhan ekonomi mencapai tingkat
tertentu, masalah kesenjangan pendapat ini menjadi semakin berkurang.
Studi ini memang mendapat bantahan dari data yang diperoleh di negara-negara
berkembang sekarang. Sebuah studi pada 13 negara berkembang menunjukkan bahwa
korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapat memang tidak meyakinkan.
Data-data pada tahun 1950 an dan 1960 an selalu menunjukkan bahwa ketimpangan
pendapatan terutama terdapat di negara-negara yang pendapatan per kapitanya rendah.
Negara-negara yang pendapatan perkapitanya rendah di atasU$$ 750 tidak ada yang tinggi
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesenjangan
pendapatan bukan merupakan akibat dari keterbelakangan
seperti yang dikatakan Kusnetz. Kesenjangan pendapat
mungkin merupakan akibat dari sistem ekonomi politik dari
negara yang bersangkutan.
Kembali pada pokok persoalan kita, liberal pada
dasarnya tidak banyak dipengaruhi oleh teori ketergantungan.
Teori liberal tetap berjalan seperti sebelumnya, yakni mengikuti
asumsi-asumsi bahwa modal dan investasi adalah masalah utama
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
 
II BILL WARREN
 
Kritik Bill Warren sudah diungkapkan pada Bab IV. Inti dari kritik ini adalah
bahwa dalam kenyataannya, negara-negara yang tergantung menunjukkan kemajuan
dalam pertumbuhan ekonomi dan proses industrialisasinya. Bahkan kemajuan ini
menunjukkan bahwa negara-negara yang tergantung ini sedang mengarah pada
pembangunan yang mandiri.
Untuk mendukung pernyataannya ini, Warren menunjukkan data-data
memperlihatkan bahwa setelah perang dunia kedua, tanggapan akan adanya
keterbelakangan di negara-negara pinggiran hanya merupakan ilusi belaka. Ada enam
kelompok pokok yang di bahasnya, yakni:
(1) masalah PNB perkapita;
(2) masalah kesenjangan sosial;
(3) masalah marginalisasi, Di mana orang jadi tersingkir dari lapangan kerjanya;
(4) masalah produksi yang diarahkan pada barang-barang mewah, dan bukan barang
pada kebutuhan pokok;
(5) masalah industrialisasi;
(6) masalah kapitalisme.
Dari data-data statistik yang dikumpulkannya, Warren membuktikan bahwa
apa yang diramalkan oleh teori ketergantungan ternyata tidak benar. Oleh karena itu,
dia menyimpulkan:
Jadi, berlawanan dengan pendapat umum yang ada, dunia ketiga tidak
mengalami kemerdekaan secara relatif maupun Absolut setelah perang dunia II. Dan
sebaliknya, lima Juan yang berarti dalam hal kemakmuran material dan pembangunan
kekuatan produksi Della dicapai, dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan keadaan sebelum perang.
Bagi Warren, tidak bisa dicegah lagi bahwa kapitalisme akan berkembang dan
Minggejala di semua negara di dunia ini. Baru setelah kapitalisme berkembang
sampai mencapai titik sejauhnya, perubahan ke sosialisme dimungkinkan. Karena
itu, memaksakan perubahan ke sosialisme sekarang juga merupakan hal yang sia-
sia, Karena pada saat ini kapitalisme belum mencapai titik sejauh nya.
Dengan tesisnya ini, Warren membantah inti teori ketergantungan, yakni
bahwa perkembangan kapitalisme di negara-negara pusat dan pinggiran berbeda.
Kapitalisme di negara-negara manapun sama. Oleh karena itu, tesis Warren
cenderung menjadi a-historis dan dekat dengan para ahli ilmu sosial liberal.
III. TEORI ARTIKULASI
 
Munculnya teori artikulasi juga sama dengan munculnya teori Warren, yakni ketidak-puasan terhadap teori
ketergantungan karena menghadapi kenyataan bahwa pembangunan dan industrialisasi memang terjadi di negara-negara
terbelakang.
Teori artikulasi bertitik tolak dari konsep formasi sosial. Dalam Marxisme, dikenal konsep cara produksi (mode
of production), misalnya cara produksi feodal, cara produksi kapitalis, cara produksi sosialis, dan sebagainya.
Tetapi, kenyataan yang sesungguhnya di masyarakat tidak hitam putih seperti itu. Terjadinya peralihan yang
memakan waktu lama, misalnya dari cara produksi feodal ke kapitalis.
Pada waktu pelarian yang lama inilah terjadi campuran dari 2 atau cara produksi. Dengan demikian, dalam
kenyataan di dalam masyarakat selalu terdapat lebih dari satu cara produksi secara bersama-sama.
Tetapi, salah satu cara produksi memang lebih dominan daripada cara produksi lainnya. Seperti yang dikatakan
oleh marx:
Pada setiap formasi sosial ada satu jenis cara produksi yang menguasai cara produksi lainnya yang hubungannya dengan
yang lainnya menentukan tingkat dan pengaruhnya.
Bila dalam sebuah formasi sosial secara produksi modal merupakan cara produksi yang paling kuat, formasi
IV. IMMANUEL WALLERSTEIN: TEORI SISTEM DUNIA
 
Munculnya Wallerstein dengan teori Sistem dunia nya juga merupakan reaksi terhadap teori
ketergantungannya.
Seperti juga teori Bill Warren dan teori artikulasi, reaksi ini muncul karena teori ketergantungan
dianggap tidak bisa menjelaskan gejala pembangunan di dunia ketiga.
Teori Sistem dunia Wallerstein sebenarnya saat sederhana. Dia beranggapan bahwa dulu dunia
dikuasai oleh sistem-sistem kecil atau sistem ini dalam bentuk kerajaan atau bentuk pemerintahan lainnya.
Kemudian terjadi penggabungan penggabungan, baik melalui penaklukan secara militer maupun
secara sukarela. Sebuah kerajaan besar kemudian muncul.
Meskipun tidak sampai menguasai seluruh dunia, tetapi karena besarnya yang luar biasa
dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan yang ada sebelumnya, kerajaan ini disebut sebagai kerajaan dunia,
word empire. Kerajaan dunia ini mengendalikan kan kawasannya melalui sebuah sistem politik yang
dipusatkan dan meskipun kerjaan dunia ini sangat besar, kawasan terbatas sampai sejauh mana kerajaan ini
bisa menguasai secara politis daerahnya.
Pe
Wallerstein kemudian membagi tiga kelompok negara:
setengah pinggiran dan Pinggiran.
perbedaan inti dari ketiga kelompok ini adalah kekuatan
ekonomi dan politik dari masing-masing kelompok. yang
paling kuat adalah negara-negara pusat. Kelompok negara
negara kuat, yakni negara-negara pusat, mengambil
keuntungan yang paling banyak, karena kelompok ini bisa
memanipulasikan sistem dunia sampai batas-batas
tertentu.
Wallerstein kemudian dirumuskan tiga strategi bagi terjadinya proses kenaikan kelas ini:
(1) Kenaikan kelas terjadi dengan merebut kesempatan yang datang. Karena dinamika ada pada sistem perekonomian
dunia, pada suatu harga komoditi primer menjadi murah sekali, dan barang-barang industri mahal. Akibatnya,
negara-negara pinggiran tidak lagi bisa mengimpor barang-barang industri. Dalam keadaan seperti ini, negara yang
sudah tersediamengambil tindakan yang berani untuk mulai melakukan industrialisasi substitusi impor sendiri.
(2) Kenaikan kelas terjadi juga melalui undangan. Hal ini di negara-negara pusat perlu melakukan ekspedisi ke yang
diluar. Maka lahirlah perusahaan-perusahaan multinasional. Perusahaan multinasional ini membutuhkan mitra usaha
di negara-negara berkembang karena macam-macam alasan. (Lihat analisis Peter Evans tentang lahirnya
pembangunan dalam ketergantungan, yang sudah diuraikan sebelumnya.) Akibat dari perkembangan ini, muncullah
industri industri di negara Pinggiran, yang diundang oleh perusahaan-perusahaan multinasional untuk bekerjasama.
(3) Kenaikan kelas yang ketiga terjadi karena negara tersebut menjalankan kebijakan untuk memandirikan negaranya.
Wallerstein menunjukan Tanzania sebagai contoh. Negara itu melaksanakan konsep ujamaa untuk melepaskan
dirinya dari eksploitasi negara-negara yang lebih maju. Kalau hasil, tindakan melepaskan diri ini bisa membuat
negara tersebut naik kelas menjadi negara setengah Pinggiran.
 

Anda mungkin juga menyukai