Undang-Undang No 32 Tahun 2009
Undang-Undang No 32 Tahun 2009
• XVII Bab
• 127 Pasal
• BAB I
Pasal 1 : Ketentuan umum
• BAB II : Azas Tujuan dan Ruang Lingkup
Pasal 2 -4
• BAB III : Perencanaan
Pasal 5-11
• BAB IV : Pemanfaatan
Pasal 12
• BAB V : Pengendalian
Pasal 13-56 (KLHS, Baku mutu lingkungan, Kriteria
kerusakan, Amdal, UKL UPL, Perizinan, Analisis Risiko,
Audit lingkungan)
• BAB VI : Pemeliharaan
Pasal 57
• BAB VII : Pengelolaan Bahan B3 dan Limbah B3
Pasal 58-Pasal 61
• BAB VIII : Sistem Informasi
Pasal 62
• BAB IX : Tugas dan Wewenang Pemerintah
Pasal 63 – Pasal 64
• BAB X :
Pasal 65-Pasal 69
• BAB XI : Peran Masyarakat
Pasal 70
• BAB XII : Pengawasan dan Sanksi Administratif
Pasal 71 – Pasal 83
• BAB XIII : Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Pasal 84 – (Penyelesaian sengketa di luar
pengadilan, Ganti rugi, Hak gugat :
masyarakat, lingkungan, administrative
• BAB XIV : Penyidikan dan Pembuktian
Pasal 94 – Pasal 96
• BAB XV : Ketentuan Pidana
Pasal 97- Pasal 120 (besaran ganti rugi)
• BAB XVI : Ketentuan Peralihan
Pasal 121 – Pasal 123
• BAB XVII : Ketentuan Penutup
Pasal 124-Pasal 127
Pasal 36 Perizinan
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki
amdal atau UKL – UPL wajib memiliki izin
lingkungan.
(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 atau rekomendasi UKL -UPL.
(3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam
keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL - UPL.
(4) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 37 Ayat 2
Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (4) dapat di batalkan apabila:
a. Persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin
mengandung cacat hukum, kekeliruan,
penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau
pemalsuan data , dokumen , dan/atau informasi;
b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana
tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan
lingkungan hidup atau rekomendasi UKL – UPL ; atau
c. Kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau
UKL - UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan
Pasal 53 Penanggulangan
(1) Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 54 Pemulihan
(1) Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau p erusakan
lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan
hidup.
(2) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar ;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemulihan fungsi
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah
Pasal 70 Peran Masyarakat
(1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan Yang sama dan seluas – luasnya
untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan ingkungan hidup.
(2) Peran masyarakat dapat berupa:
a. pengawasan sosial;
b. Pemberian saran,pendapat, usul, keberatan,pengaduan;dan/atau
c. penyampaian informasi dan/atau laporan.
(3) Peran masyarakat dilakukan untuk:
a. Meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup;
b. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
c. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
d. Menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan
pengawasan sosial; dan
e. Mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka
pelestarian fungsi lingkungan hidup
Bagian ke 3
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan
Pasal 87 Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan
(1)Setiap penanggungjawab usaha dan atau kegiatan yang melakukan
perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan atau
perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada
orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan
atau melakukan tindakan tertentu
(2)Setiap orang yang melakukan pemindahtanganan, pengubahan sifat
dan bentuk usaha, dan/atau kegiatan dari suatu badan usaha yang
melanggar hukum tidak melepaskan tanggung jawab hukum
dan/atau kewajiban badan usaha tersebut.
(3)Pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa terhadap
setiap hari keterlambatan atas pelaksanaan putusan pengadilan.
(4)Besarnya uang paksa diputuskan berdasarkan peraturan
perundang - undangan.
Pasal 88 Tanggungjawab Mutlak
Setiap orang yang tindakannya, usahanya,
dan/atau kegiatannya menggunakan B3,
menghasilkan dan /atau mengelola limbah
B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman
serius terhadap lingkungan hidup
bertanggung jawab mutlak atas kerugian
yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur
kesalahan
PROTOKOL KYOTO
Protokol Kyoto – Sejarah dan Upaya Melawan Perubahan Iklim
• Protokol Kyoto adalah amendemen dari Konvensi Rangka Kerja
PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), yaitu sebuah persetujuan
internasional dari negara-negara dunia tentang pemanasan global.
• Ratifikasi protokol ini dilakukan oleh berbagai negara anggota
sebagai wujud komitmen dalam upaya mengurangi emisi atau
pengeluaran karbondioksida dan lima gas rumah kaca lainnya.
• Protokol ini juga membuka kemungkinan adanya kerja sama dalam
perdagangan emisi terkait jumlah emisi gas yang telah dikaitkan
dengan pemanasan global
• Sejarah Protokol Kyoto berawal dari Konferensi Iklim
Dunia pertama pada tahun 1979.
• Konferensi Iklim Dunia tersebut membahas beberapa
kegiatan manusia yang dinilai telah memicu terjadinya
perubahan iklim.
• Seluruh anggota konferensi berupaya mencari solusi
dalam mengatasi masalah tersebut.
• Hasilnya, para peserta konferensi sepakat untuk lebih
serius dan berkomitmen dalam melakukan penelitian
dan aksi lainnya sebagai upaya dalam mengatasi
masalah perubahan iklim.
• Protokol Kyoto bisa disebut perangkat peraturan yang diadopsi
sebagai pendekatan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Kepentingannya jelas untuk mengatur pengurangan emisi gas
rumah kaca dari negara-negara yang meratifikasi.
• Semua negara peserta Protokol Kyoto terikat secara hukum untuk
mengurangi emisi karbondioksida, metana, nitrogen oksida, sulfur
hexaflourida, senyawa hidro fluoro (HFC), dan perfluorokarbon
(PFC).
• Ketentuannya, semua negara peserta harus mengurangi emisi
tersebut mulai dari tahun 2008 sampai 2012 dengan berbagai
metode.
• Acuan dasar dari Protokol Kyoto ini adalah tahun 1990. Sehingga
semua kesepakatan yang diambil pasti diperhitungkan dari masa
tersebut. Termasuk kesepakatan bahwa seluruh negara ANNEX I
wajib menurunkan emisi gas rumah kaca mereka rata-rata sebesar
5.2% dari tingkat emisi di tahun 1990.
• Indonesia adalah salah satu negara yang ikut meratifikasi Protokol
Kyoto. Oleh sebab itu, aturan dalam Protokol Kyoto turut menjadi
hukum positif di neagra kita.
• Implikasi dari Protokol Kyoto di Indonesia tersebut mengakibatkan
pelaksanaan pembangunan secara berkelanjutan dengan landasan
wawasan lingkungan di seluruh daerah di Indonesia.
• Akan tetapi ada pendapat lain, meski ikut meratifikasi namun
Indonesia dinilai masih abai terhadap kesepakatan global tersebut.
• Fakta di lapangan membuktikan jika tingkat emisi di Indonesia
sebagai negara berkembang cenderung tinggi. Selain itu, adanya
berbagai konflik kepentingan sehingga menjadi penghambat
kebijakan.
• Warga Menang Gugatan Polusi Udara di Tingkat
Banding, Jokowi hingga Menkes Wajib Perbaiki Kualitas
Udara Jakarta