* Peraturan awal penataan ruang berawal dari De statuten van
1642 yang dikeluarkan oleh VOC khusus untuk kota Batavia. Peraturan ini tidak hanya mengatur perkembangan jalan, jembatan, dan bangunan lainnya, tetapi juga merumuskan wewenang dan tanggung jawab pemerintahan kota. * Pemikiran tentang penataan ruang di Indonesia timbul pada awal abad XX dan merupakan hasil perubahan administrasi yang ditetapkan dalam Undang-undang Desentralisasi (Decentralisatiewet).
Undang- undang yang ditetapkan pemerintah
pada 1903 ini mengenalkan klasifikasi administrasi baru yang mengakhiri administrasi pusat yang terlalu berkuasa di Batavia. Hal ini membuka jalan untuk diberlakukan Ordonansi Dewan Lokal (Locale Radenordonnantie) yang menetapkan peraturan bagi pembentukan pemerintahan lokal.
Pemerintah lokal atau kotamadya
(gemeenten) inilah yang akan menangani pengembangan dan perencanaan wilayah lokal. Langkah ini merupakan langkah awal menuju penataan ruang. * Tugas pemerintahan kota diantaranya adalah pembangunan dan pemeliharaan jalan dan saluran air, pemeriksaan bangunana dan perumahan, perbaikan perumahan dan perluasan kota. Berdasarkan undang-undang ini dibentuklah pemerintahan otonom yang disebut “ gemeente”, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Tak lama kemudian pada Tahun 1905 diterbitkan Localen-Raden Ordonantie, Stb.1905/191 Tahun 1905 yang antara lain berisi pemberian kewenangan kepada pemerintahan kota untuk menentukan syarat-syarat pembangunan kota. Karena mengalami beberapa persoalan dalam pembangunan kota, pada akhirnya pemerintah Hindia Belanda menyadari perlunya perencanaan kota secara menyeluruh. Hal inilah yang memicu dimulainya pengembangan peraturan perencanaan kota di Indonesia, meski pada saat itu belum ada peraturan yang seragam * Sejak awal dewan2 kota menyadari masalah dan tantangan yang harus ditangani bersama untuk mencapai hasil efektif. Namun,berpedoman kepada ide desentralisasi, pemerintah Batavia mulanya enggan mengabulkan permintaan bantuan keuangan, hukum dan organisasi. Karena dibiarkan sendiri, dengan hampir selalu kekurangan pegawai, know-how dan bahan2 yang tepat, dewan2 kota memutuskan bergabung dan membentuk forum pertukaran ide dan pengalaman. Untuk itu kongres desentralisasi pertama diadakan pada tahun 1910. * Selanjutnya, kongres ini menjadi kegiatan tahunan yang melibatkan administrator lokal, para ahli dan mereka yang tertarik berkumpul berbagi pemikiran tentang kesehatan, garis sempadan bangunan bahkan aspek pembiayaan. Dalam kongres kedua tahun 1911 kotamadya2 membentuk asosiasi Kepentingan Lokal (vereeniging voor Locale Belangen), juga majalah Locale Belangen dan Locale Techniek. * Pada tahun 1920-1940 - an Ir.Thomas Karsten telah meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi perkembangan peraturan pembangunan kota yang menyeluruh. * Laporan Karsten mengenai pembangunan kota Hindia Belanda pada Kongres desentralisasi tahun 1920 berisi tentang konsep dasar pembangunan kota dan peran pemerintah kota, juga petunjuk praktis yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk penyusunan berbagai jenis rencana. * Pada tahun 1926 disahkan Bijblad, peraturan ini menjadi dasar perencanaan kota sebelum perang kemerdekaan. * Tahun 1933, kongres desentralisasi di Indonesia meminta pemerintahan Hindia Belanda untuk memusatkan persiapan peraturan perencanaan kota tingkat pusat. * Tahun 1934 dibentuk panitia perencanaan kota untuk menyiapkan peraturan perencanaan kota sebagai pengganti Bijblad. Pada tahun 1938 pemerintah Hindia Belanda menyusun RUU Perencanaan Wilayah Perkotaan di Jawa yang berisi persyaratan pembangunan kota untuk mengatur kawasan-kawasan perumahan, tranportasi, tempat kerja dan rekreasi.
Masuknya Jepang ke Indonesia dan adanya
perang kemerdekaan Indonesia menyebab RUU Perencanaan Wilayah Perkotaan di Jawa baru disahkan pada tahun 1948 dengan nama Stadsvorming Ordonantie, Stb 1948/168 (SVO, atau Ordonansi Pembentukan Kota), yang kemudian diikuti dengan peraturan pelaksananya yaitu Stadsvormingverordening, Stb 1949/40 (SVV atau Peraturan Pembentukan Kota). * SVO DAN SVV diterbitkan untuk mempercepat pembangunan kembali wilayah-wilayah yang hancur akibat peperangan dan pada mulanya diperuntukkan bagi 15 kota, yakni Batavia, Tegal, Pekalongan, Semarang, Salatiga, Surabaya, Malang, Padang, Palembang, Banjarmasin, Cilacap, Tanggerang, Bekasi, Kebayoran dan Pasar Minggu.
Seiring perkembangan zaman
menyebabkan SVO sudah tidak sesuai lagi, selain hanya diperuntukkan bagi 15 kota, ordonansi ini hanya menciptakan dan mengatur kawasan – kawasan elit, tidak mampu mengikuti perkembangan yang ada. Karena itu pemerintah Indonesia mengajukan RUU Bina Kota tahun 1970 yang dipersiapkan oleh Departemen PUTL. Mencakup ketentuan mengenai tahapan pembangunan, biaya pembangunan, konsultasi publik, ganti rugi, pelaksanaan pembangunan, peraturan bangungunan, dan peremajaan kota. Namun usulan tersebut tidak pernah disetujui. * PERATURAN-PERATURAN YANG PERNAH DITERBITKAN OLEH MENTERI DALAM NEGERI DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM: 1. Surat Edaran Mendagri No.18/3/8 Tahun 1970 tentang Perencanaan Pembangunan Kota untuk ibukota kabupaten yang masih mengacu pada SVO 2. Peraturan Mendagri No.4 Tahun 1980 tentang Penyusunan Rencana Kota, dimana peraturan ini menyusun rencana kota yang menyeluruh,dan disertai dengan peraturan-peraturan lainnya sebagai ketentuan pelaksananya. 3. SKB Mendagri dan Menteri PU No.650-1595 dan No.503/KPTS/1985 tentang Tugas-Tugas danTanggung Jawab Perencanaan Kota yang menyerahkan urusan administrasi ke Depdagri dan urusan teknis ke Dept PU, serta menyeragamkan jenis dan spesifikasi kota 4. Kepmen PU No.640/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota 5. Permendagri No.2 Tahun 1987 tentang Pedoman PenyusunanRencana Kota yang mengatur aspek administrasi perencanaan kota 6. Kepmendagri No.7 Tahun 1986 tentang Penetapan Batas- Batas Wilayah Kota di seluruh Indonesia 7. Imendagri No.14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau dan Wilayah Perkotaan. * Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya Indonesia menyusun Undang-Undang No.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang * Seiring dengan adanya perubahan terhadap paradigma otonomi daerah melalui ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka ketentuan mengenai penataan ruang mengalami perubahan juga ditandai dengan digantikannya Undang-Undang No.24 Tahun 1992 menjadi Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Sejalan dengan itu terbitlah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. * Selanjutnya Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengalami beberapa penghapusan atas beberapa pasal dan perubahan beberapa pasal dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentan Cipta Kerja.