Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut-turut dilaporkan di Bandung dan Yogyakarta (1972). Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1973). Pada tahun 1974, epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1994, DBD telah menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Pada saat ini DBD sudah endemis di banyak kota besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah berjangkit di daerah pedesaan. Walaupun angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia cenderung meningkat, suatu hal yang menggembirakan ialah angka kematian (case fatality rate = CFR) secara drastis menurun dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi 3% pada tahun 1984. Sejak tahun 1991 CFR terlihat stabil di bawah 3%. Pada umumnya di daerah yang sebelumnya belum terjangkit DBD, CFR-nya tinggi, sedangkan di daerah endemis CFR-nya mempunyai kecenderungan rendah. Di wilayah kerja pukesmas Cigugur Tengah sendiri telah terjadi peningkatan kasus DBD dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini. Dan telah terjadi 3 kasus kematian terhitung dari bulan Januari 2007 sampai bulan juli 2007. Kasus-kasus DBD yang terus muncul tentu saja akan mempunyai dampak terhadap bidang ekonomi. Pasien-pasien DBD akan dirawat di RS dengan ratarata lama perawatan 5-10 hari untuk kasus berat. Dan banyak dari kasus DBD mengenai anak-anak sehingga orang dewasa tidak dapat bekerja agar dapat menunggui anak-anak mereka yang sakit. Konsekuensinya, terdapat kerugian baik secara psikologis maupun materi. Selain itu, terdapat biaya bagi kotamadya setempat untuk aktivitas pengendalian vektor. Hal inilah yang melatarbelakangi saya untuk membuat laporan program P2P dengan subprogram DBD.

BAB II PERENCANAAN

Menurut Gordon dan Le Richt (1950) mengemukakan bahwa munculnya suatu penyakit ditentukan oleh 3 faktor yakni penjamu (host), penyebab penyakit (agent) serta lingkungan (environment). Maka dalam upaya memberantas atau setidaknya mengurangi kasus DBD perlu memutuskan rantai ketiga faktor tersebut yaitu dengan memberantas sarang nyamuk. Sedangkan untuk mencegah kematian akibat DBD adalah mengobati dini kasus DBD dengan penggantian volume plasma yang hilang dengan cairan elektrolit atau plasma ekspander. Pelayanan kesehatan yang baik adalah merencanakan program yang menyeluruh dan terpadu mulai dari promotif, preventif kuratif dan rehabilitatif. Berikut adalah program yang direncanakan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas DBD : Tabel 1 Program DBD No Kegiatan DBD 1. Penderita DBD yang diobati 2. Angka rumah bebas jentik aedes 3. Kematian karena DBD Kegiatan manajemen 4. Pembinaan tentang pencatatan dan pelaporan DBD Supervisi 5. Pelaksanaan surveilans DBD 6. Pelaksanaan pemeriksaan jentik ke rumah Koordinasi lintas program 7. Sosialisasi program DBD pada lintas program 8. Evaluasi pencapaian DBD dengan lintas program 9. Penyuluhan DBD pada masyarakat Kegiatan Pengembangan 10. Pelatihan kader Jumantik 11. Pengadaan sarana dan prasarana program BAB III OBYEK DAN METODA PENGAMATAN

Target 70% 66% 0% 12x/tahun Setiap kasus 1x/triwulan 1x 12x 1x 1x

Sumber daya yang dimiliki Puskesmas Cigugur Tengah tahun 2007 adalah sebagai berikut :

1. Tenaga Tabel 2 Jumlah tenaga dalam program DBD No. Tenaga 1. Dokter 2. Laboratorium 3. P2P 4. Pengamat penyakit 5. Kader juru pemantau jentik 6. Petugas promosi kesehatan (lintas program, 7. membantu penyuluhan) Petugas kesehatan lingkungan program, membantu PE) 2. Dana Dana atau anggaran yang digunakan dalam melaksanakan program berasal dari dana lokasi umum puskesmas APBD Kota Cimahi 3. Bahan habis pakai/material - Alat pengukur tekanan darah - Laboratorium : bahan untuk menghitung jumlah trombosit, jumlah leukosit, jenis leukosit, kadar Hb dan hematokrit. 4. Peralatan/ machine - Laboratorium : peralatan untuk menghitung jumlah trombosit, jumlah leukosit, jenis leukosit, kadar Hb dan hematokrit. - kendaraan dinas - Media penyuluhan 5. Sasaran /market Sasaran dari program ini adalah masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Cigugur Tengah. 6. Metode Metode yang digunakan dalam pelaporan adalah metode pengumpulan data berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan petugas puskesmas penanggung jawab pemegang program P2P, (lintas

Jumlah 2 1 1 1 54 1 1

pengamatan penyakit, promosi kesehatan, koordinator unit I dan III. Data sekunder didapatkan dari laporan bulanan dan laporan pertriwulan. 7. Waktu Waktu pelaksanaan setiap hari kerja mulai pukul 08.00 sampai 14.00 WIB

BAB IV HASIL PENGAMATAN

Data yang saya peroleh dari bulan Januari 2007 hingga bulan Juli 2007 adalah sebagai berikut : Tabel 3 Pencapaian program Kegiatan No

Target

Pencapaian

DBD

1. 2.

Penderita DBD yang diobati Angka rumah bebas jentik

72% 69% 0% 52x/tahun (perminggu)

99,3%* Baros=94,40%* CGT= 93,60%* 3 kasus

aedes Kematian karena DBD 3. Kegiatan manajemen Pembinaan tentang 4. pencatatan dan pelaporan DBD Supervisi Pelaksanaan surveilans DBD 5.

30x dalam 7 bulan

Perkasus

CGT = 16 x Baros = 34 x

6.

Pelaksanaan

pemeriksaan Perkasus

jentik ke rumah oleh petugas surveilans Koordinasi lintas program Sosialisasi program 7.

DBD Telah

terlaksana

disesuaikan

dengan dengan

8. 9.

pada lintas program Evaluasi pencapaian

kebutuhan, namun tidak tercatat DBD Telah terlaksana disesuaikan

dengan lintas program kebutuhan, namun tidak tercatat Penyuluhan DBD pada 15x

masyarakat Kegiatan Pengembangan 10. Pelatihan kader Jumantik

11.

sekolah Pengadaan

1x 1x

1x Perencanaan kegiatan oleh dinas dan

sarana

dan

prasarana program

Berikut adalah analisis data laporan diatas : 1. Penderita DBD yang diobati Tabel 4 Laporan perbulan kasus DBD Kelurahan Januari Februari Cigugur 33 29 Baros 17 m 15 Jumlah 50 44 m menolak dirawat 1 kasus Maret 29 3 32 April 36 8 44 Mei 17 3 20 Juni 44 44 Juli 39m 4 43 Jumlah 227 50 277

Penderita DBD yang diobati melebihi target yaitu 99,3%. Perhitungannya adalah sebagai berikut :

Persentase kasus yang diobati = Jumlah kasus DBD yang dirawat x 100% Jumlah kasus DBD yang ditemukan = 275 x 100% 277 = 99,3%

2. Angka rumah bebas jentik Tabel 6 Laporan pemeriksaan jentik oleh Jumantik Cigugur Tengah bulan Juni 2007 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. RW 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 RT 2 3 3 7 8 6 3 6 4 4 5 3 4 Rumah yang diperiksa 25 25 25 50 50 50 25 50 30 30 40 50 50 Jentik (+) 2 2 3 6 3 2 0 3 3 3 2 0 3 Jentik (-) 23 23 22 44 47 48 25 47 27 27 38 50 47 ABJ % 92,0% 92,0% 88,0% 88,0% 94,0% 96,0% 100% 94,0% 90,0% 90,0% 95,0% 100% 94,0%

14. 15. 16. 17. 18. 19.

14 15 16 17 18 19 19

4 4 3 3 4 3 79

25 50 50 25 50 50 750

4 1 1 2 3 5 48

21 49 49 23 47 45 702

84,0% 98,0% 98,0% 92,0% 94,0% 90,0% 93,6%

Angka bebas jentik = rumah bebas jentik x 100% rumah yang diperiksa = 702 x 100% 48 = 93,6%

Tabel 7 Laporan pemeriksaan jentik oleh Jumantik Baros bulan Juni 2007 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. RW 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 25 RT 3 2 3 3 3 4 3 3 2 5 3 4 3 3 3 4 2 4 2 3 2 2 3 2 2 73 Rumah yang diperiksa 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 750 Jentik (+) 2 3 2 3 3 2 2 1 1 3 0 2 3 1 3 2 2 0 1 4 0 0 2 0 0 42 Jentik (-) 28 27 28 27 27 28 28 29 29 27 30 28 27 29 27 28 28 30 29 26 30 30 28 30 30 708 ABJ % 93,33% 90,00% 93,33% 90,00% 90,00% 93,33% 93,33% 96,67% 96,67% 90,00% 100% 93,33% 90,00% 96,67% 90,00% 93,33% 93,33% 100% 96,67% 86,67% 100% 100% 93,33% 100% 100% 94,40%

Angka bebas jentik = 708 x 100% 750 = 94,40%

3. Kematian karena DBD Tabel 8 Laporan perbulan kasus DBD Kelurahan Januari Februari Cigugur 33 29 Baros 17* 15 Jumlah 50 44 *satu kasus meninggal Maret 29 3 32 April 36 8 44 Mei 17* 3 20 Juni 44* 44 Juli 39 4 43 Jumlah 227 50 277

4. Laporan DBD setiap minggu dilaporkan ke dinas karena termasuk W2 yaitu penyakit harus diamati karena dapat mengarah ke KLB. 5. Pelaksanaan surveilans DBD Selama 7 bulan terdapat 277 kasus DBD dan yang dilakukan PE sebanyak 50 kasus dengan rincian pada tabel dibawah ini. Secara de facto, kasus yang di PE lebih dari 50, karena data yang di PE dari bulan Mei Juli 2007 belum diproses semua sehingga laporan PE yang valid hanya dari bulan Januari April 2007. Tabel 9 Laporan perbulan kasus DBD yang di PE Kelurahan Cigugur Baros Jumlah Januari 1 2 3 Februari 3 2 5 Maret 4 16 20 April 2 11 13 Mei 2 1 3 Juni 2 2 4 Juli 2 2 Jumlah 16 34 50

6. Pemeriksaan jentik ke rumah oleh petugas surveilans Tabel 10 Laporan jentik positif yang ditemukan saat PE Kelurahan Cigugur Baros Jumlah Januari 6 6 Februari 9 7 16 Maret 12 5 17 April 10 10 Mei 4 1 5 Juni 8 8 Juli 2 2 Jumlah 51 13 64

Untuk setiap PE, diperiksa 20 rumah disekitar rumah penderita DBD apakah terdapat jentik atau tidak. Bila terdapat 3 penderita panas badan yang dicurigai DBD atau positif jentik di 1 rumah, maka menurut ketentuan dinas RW tersebut perlu dilakukan pengasapan (foging fokus).

7. Sosialisasi program DBD pada lintas program Kegiatan ini dilaksanakan saat rapat mingguan (hari Sabtu) disesuaikan dengan kebutuhan. 8. Evaluasi pencapaian DBD dengan lintas program Kegiatan ini dilaksanakan saat rapat mingguan (hari Sabtu) disesuaikan dengan kebutuhan. 9. Penyuluhan DBD pada masyarakat Tabel 11 Laporan Penyuluhan DBD Januari 2 Februari Maret April 5 Mei 5 Juni 3 Juli
Data belum ada

Jumlah 15

10. Pelatihan kader Jumantik sekolah Perencanaan dan kegiatan oleh dinas kesehatan. Pelatihan kader jumantik sekolah telah dilaksanakan. 11. Pengadaan sarana dan prasarana program Perencanaan dan kegiatan oleh dinas kesehatan

BAB V

PEMBAHASAN

Dari data yang diperoleh, terdapat 2 program yang tidak sesuai antara target dengan pencapaian yaitu kasus kematian dan pelaksanaan surveilans (penyelidikan epidemiologi). Oleh karena itu evaluasi aktivitas dan sumber daya diperlukan agar ke depannya pencapaian program dapat sesuai dengan target. 1. Kasus kematian DBD Evaluasi aktivitas Kematian DBD terjadi karena pasien mengalami syok sebagai akibat dari kehilangan volume plasma. Penggantian kehilangan plasma dengan larutan elektrolit atau plasma ekspander memberi hasil yang diharapkan pada kebanyakan kasus. Dengan pemberian cairan adekuat dan tepat, DSS dapat cepat pulih kembali. Prognosisnya tergantung terutama pada pengenalan dini dan pengobatan syok yang tergantung pada pemantauan cermat dan tindakan segera. Dari data yang saya peroleh, kasus kematian ini dikarenakan korban dan keluarganya menganggap panas yang diderita korban merupakan penyakit panas biasa. Korban hanya minum obat warung untuk meringankan gejala yang dideritamya dan datang ke rumah sakit sudah kehilangan volume plasma yang banyak sehingga prognosisnya pun buruk. Hal ini menunjukan masih ada warga yang belum mengetahui tentang penyakit DBD dan ini menandakan belum meratanya penyuluhan kepada masyarakat. Dari bulan Januari hingga bulan Juni telah dilakukan penyuluhan sebanyak 15 kali. Enam kali dilakukan di 6 RW saat kegiatan Posyandu, 6 kali saat lokakarya mini kepada para kader dan 3 kali dilakukan setelah adanya kasus kematian kepada warga RW setempat. Dilakukan penyuluhan kepada kader diharapkan kader akan memberikan penyuluhan kepada warganya, namun belum ada tertulis mengenai penyuluhan yang dilukukan kader. Evaluasi sumber daya

Tenaga (man)

10

Kegiatan penyuluhan dilakukan lintas program oleh petugas promosi kesehatan. Petugas P2P dan kesehatan lingkungan turut memberikan penyuluhan bila terjadi kasus kematian DBD.

Dana (money) Kegiatan penyuluhan tersedia dana operasionalnya. Bahan habis pakai (material) Peralatan (machine) Media penyuluhan tersedia. Metoda Penyampaian informasi mengenai DBD kepada masyarakat melalui penyuluhan

Sasaran (market) Masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Cigugur Tengah. Penyuluhan tidak melanggar kultur setempat sehingga dalam memberikan penyuluhan tidak ada penolakan.

Waktu (minute) Kegiatan promosi kesehatan tentang DBD yang secara langsung disampaikan ke masyarakat baru terlaksana di 6 RW. Secara teori, kegiatan promosi kesehatan dapat dilakukan ke seluruh RW (44 RW) dalam waktu 7 minggu 2 hari bila dalam 1 hari diadakan penyuluhan 1 kali di 1 RW atau menjadi 3 minggu 4 hari bila dalam 1 hari melaksanakan penyuluhan 2 kali di 2 RW. Namun petugas promosi kesehatan bertugas rangkap, selain menjadi petugas promosi kesehatan juga bertugas memberikan pelayanan medik seperti di pustu sehingga jam kerjanya tidak penuh untuk kegiatan promosi kesehatan. Tetapi idealnya, setelah pelayanan pustu dapat melaksanakan penyuluhan karena kegiatan di pustu tidak sampai jam 14.00 WIB.

2. Pelaksanaan surveilans DBD Evaluasi aktivitas Penyelidikan epidemiologi DBD merupakan tanggung jawab surveilans yang notabene mengamati penyakit menular lainnya. Dalam aktivitas kesehariannya petugas surveilans bertugas rangkap, yaitu sebagai petugas

11

yang memberikan pelayanan medik di pustu dan juga juru imunisasi. Khusus untuk pengamatan penyakit DBD, surveilans dibantu oleh 2 petugas (pemegang program P2P dan kesling). Kedua petugas ini sifatnya hanya membantu pelaksanaan PE, (dari yang saya amati) kadang-kadang dalam 1 minggu tidak melakukan PE. Hal ini dikarenakan petugas diminta bantuan untuk melaksanakan program pelayanan kesehatan yang lain seperti posyandu, UKS, posbindu, pengobatan dan lain-lain. Sehingga PE baru dilakukan bila dalam satu hari tersebut petugas tidak melakukan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu,mungkin saja hal inilah yang membuat pelaksanaan PE tidak optimal. Evaluasi sumber daya

Tenaga (man) Petugas PE DBD 3 orang (1 surveilans, 1 petugas P2P, 1 petugas kesling) dan dari ketiga petugas tidak ada yang bekerja penuh untuk melakukan PE DBD. Walaupun PE merupakan tanggung jawab surveilans namun surveilans tidak dapat hanya fokus pada pemberantasan DBD karena surveilans pun dituntut untuk memberikan perhatiannya terhadap penyakit menular lainnya.

Dana (money) Kegiatan PE tidak ada operasionalnya. Hal ini mungkin jadi penyebab tidak tercapainya target PE. PE yang dilakukan oleh kesling selalu berdua dengan petugas P2P (yang sebenarnya bisa dilakukan sendiri) karena petugas P2P memilki kendaraan bermotor sehingga untuk dana transportasi bisa dikurangi. Biaya transportasi PE bila tidak menggunakan kendaraan bermotor dinas atau pribadi cukup tinggi, kurang lebih Rp 10.000 untuk sekali PE.

Bahan habis pakai (material) Peralatan (machine) Kendaraan dinas yang tersedia 2 unit, yaitu 2 motor. Satu motor dipakai oleh petugas surveilans dan 1 motor yang lain digunakan oleh petugas KIA.

Sasaran (market)

12

Seluruh warga di wilayah kerja Puskesmas Cigugur Tengah. Dalam kegiatan PE tidak ada penolakan dari warga. Metoda Merupakan peran aktif petugas Puskesmas dalam menjaring sarang nyamuk dan penderita panas badan (kegiatan menjemput bola). Waktu (minute) Dimulai sejak jam kerja 08.00-14.00 WIB. Telah dibahas diatas bahwa petugas PE (baik penanggung jawab maupun yang membantu) mempunyai tugas rangkap. Sebenarnya dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak seluruh jam kerja terpakai untuk itu, umumnya menjelang siang sebelum zuhur kegiatan pelayanan kesehatan telah selesai. Berarti masih ada waktu yang tersisa dan sudah semestinya waktu yang tersisa tersebut dapat digunakan untuk melakukan PE bila tidak ada kendala yang lain seperti masalah biaya transportasi.

13

Anda mungkin juga menyukai