Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ASMA BRONCHIALE

1. Konsep Dasar Penyakit

1.Pengertian Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten ,reversible dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.(Brunner&Suddarth, 2001) Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan .Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran nafas secara periodik dan reversible akibat bronkospasme. Penyempitan jalan nafas ini disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa dan hipersekresi mukus yang kental.(Silvia.A,1995).

2. Epidemiologi Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia ,sekitar setengah dari kasus terjadi pada anakanak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun .Asma dapat berakibat fatal ,lebih sering lagi asma sangat mengganggu ,mempengaruhi kehadiran disekolah ,pilihan pekerjaan ,aktivitas fisik,dan banyak aspek kehidupan lainnya.

3.Etiologi Penyebab dari asma bronchiale dapat meliputi infeksi virus/bakteri, imunologik/alergik, dan imunologik. Sedangkan faktor pencetus dari asma bonchiale meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Alergen utama : debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus Perubahan cuaca yang ekstrim Kegiatan jasmani yang berlebihan Lingkungan kerja Obat-obatan Emosi Lain-lain seperti refluks gastro esophagus

4.Patofisiologi a. Asma bronchiale tipe atopik (ekstrinsik) Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan allergen. Alergen yang masuk tubih melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya akan merangsang pembentukan IgE. IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basifil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil ,makrofag dan trombosit juga memiliki resepotor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orangyang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala.Orang tersebut sudah dianggap desentisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan allergen yang sama ,allergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil.Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel .Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granulgranul(preformed ) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologic,yaitu histamin, Eosinofil Chemotactic Factor A(ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin. Hiperaktifitas bronkus yaitu brokus yang mudah sekali mengkerut ( konstriksi) bila terpapar dengan bahan/ faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya polusi, asap rokok/ dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiperaktifitas bronkus disebabakan oleh inflamasi brponkus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilaas bronkus pasien asma bronchiale sebagai bronchitis kronik eosinofilik. Hiperreaktifitas berhubungan dengan derajat berat penyakit. Berdasarkan hal tersebut diatas penyakit asma dianggap secara klinik sebagai penyakit bronkospasme yang reversible, secara patofisiologik sebagai suatu hiperreaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas. Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya ,infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus diatasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi . Ditemukan pula pada pasien asma bronchiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkus.

Akibat dari bronkospasme, oedema mukosa dan dinding bronkus serta hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak ,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif. Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis.HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropik hormone (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA) . Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkus sehingga menimbulkan asma bronkiale.

b. Asma bronchiale tipe non atopik (intrisik) Asma non alergik (asma intrinsik ) terjadi bukan karena pemaparan allergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas ,olah raga atau kegiatan jasmani yang berat ,serta tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat ganguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blockade adrenergic beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergic alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.

c. Asma bronchiale campuran (mixed) Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik

Secara singkat patofisilogi asma bronchiale sampai menimbulkan masalah keperawatan dapat digambarkan sebagai berikut

Dari pohon masalah diatas masalah keperawatan yang mungkin muncul : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d produksi mukus yang meningkat Pola nafas tidak efektif b/d bronkospasme Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi Cemas b/d ancaman kematian Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik Gangguan istirahat dan tidur b/d sesak nafas Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d sesak nafas Kurang pengetahuan b/d kurang informasi Resiko tinggi infeksi b/d produksi mukus yang meningkat

5. Klasifikasi a. Klasifikasi derajat asma GEJALA MALAM < 2 kali sebulan FUNGSI PARU APE > 80%

DERAJAT ASMA GEJALA INTERMITEN -Gejala <1x /minggu Mingguan -Tanpa gejala diluar serangan -Serangan singkat -Fungsi paru asimtomatik dan normal luar serangan -Gejala >1x minggu tapi <1x / hari -Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur

PERSISTEN RINGAN Mingguan

> 2 kali seminggu

APE > 80 % Normal

PERSISTEN SEDANG Harian

-Gejala harian -Menggunakan obat setiap hari -Serangan mengganggu aktivitas dan tidur

> sekali seminggu

APE >60 % tetapi < 80 % Normal

PERSISTEN BERAT Kontinu

-Serangan 2x / minggu, bisa berhari-hari -Gejala terus menerus Sering -Aktivitas fisik terbatas -Sering serangan

APE < 80% Normal

b.Klasifikasi berdasarkan penyebab / pencetus

1. Asma bronchiale tipe atopik (ekstrinsik) 2. Asma bronchiale tipe non atopik (intrinsik) 3 .Asma bronchiale campuran

6. Gejala klinis

Batuk berdahak . Dispnea pernafasan labored Mengi , dengan makin besarnya obstruksi mengi dapat hilang yang sering menjadi pertanda bahaya gagal nafas. Pernafasan lambat : lebih susah dan panjang dibandingkan inspirasi. Retraksi otot-otot bantu pernafasan. Berkeringat Takikardia. Pelebaran tekanan nadi Pembesaran vena leher. Auskultasi suara nafas : wheezing (+)

7. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi Pernafasan cuping hidung, sianois perifer dan sentral,pembesaran vena leher,retraksi otot-otot bantu pernafasan, pasien lebih senang dalam posisi duduk, pasien tampak gelisah dan batuk berdahak kental.

b. Palpasi Turgor kulit lembab berkeringat , pembesaran vena leher

c. Perkusi Tidak ada kelainan d. Auskultasi Terdapat suara wheezing (+)

8. Pemeriksaan diagnostik / penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium -Gambaran darah tepi: Menunjukkan leukositosis (15.000 40.000/mm3 ) -Analisa gas darah : Menunjukkan asidosis metabolik dengan atau tanpa retensi CO2. -darah (terutama eosinofil, Ig E total, Ig E spesifik) -sputum(eosinofil,spiral Curshman, kristal Charcot Leyden). 2. Pemeriksaan Radiologi Foto Thoraks : Menunjukkan terdapat bercak- bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus. 3. Lain Lain Tes fungsi paru : Untuk mengetahui fungsi paru , menetapkan luas beratnya penyakit , mendiagnosis keadaan . Spirometri statik : Mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.

9. Diagnosis Diagnosis Status Asmatikus atau Asma berdasarkan : 1.Anamnesis : riwayat perjalanan penyakit ,faktor- faktor yang berpengaruh asma, riwayat keluarga,riwayat alergi,serta gejala klinis.

2.Pemeriksaan fisik. 3.Pemeriksaan laboratorium :darah (terutama eosinofil, Ig E total, Ig E spesifik) sputum(eosinofil,spiral Curshman, kristal Charcot Leyden). 4.Tes fungsi paru dengan spirometri untuk menentukan adanya obstruksi jalan nafas.

10. Therapy Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronkial: 1. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan :

Saatnya serangan Obat-obatan yang telah diberikan (macam obatnya dan dosisnya) Pemberian obat bronchodilator Penilaian terhadap perbaikan serangan Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid Setelah serangan mereda : Cari faktor penyebab Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya

1. 2. 3. 4.

OBAT-OBATAN 1. Bronchodilator Tidak digunakan alat-alat bronchodilator secara oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan aminofilin secara parenteral sebab mekanisme yang berlainan, demikian sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan Teofilin oral maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral.

Obat-obat bronchodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap adreno reseptor (Orsiprendlin, Salbutamol, Terbutalin, Ispenturin, Fenoterol ) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil dibandingkan dengan bentuk non selektif (Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin)

Obat-obat Bronkhodilatator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping sistemik lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak nafas berat pada anak-anak dan dewasa. Mulamua diberikan 2 sedotan dari suatu metered aerosol defire ( Afulpen metered aerosol ). Jika menunjukkan perbaikan dapat diulang tiap 4 jam, jika tidak ada perbaikan sampai 10 15 menit berikan aminofilin intravena. Obat-obat Bronkhodilatator Simpatomimetik memberi efek samping takhikardi, penggunaan perentral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epineprin 1 : 1000 secara subkutan. Anak-anak 0.01mg / kg BB subkutan (1mg per mil ) dapat diulang tiap 30 menit untuk 2 3 x tergantung kebutuhan. Pemberian Aminophilin secara intrvena dosis awal 5 6 mg/kg BB dewasa/anak-anak, disuntikan perlahan-lahan dalam 5 10 menit. untuk dosis penunjang 0,9 mg/kg BB/jam secara infus. Efek samping TD menurun bila tidak perlahan-lahan.

2. Kortikosteroid Jika pemberian obat-obat bronkhodilatator tidak menunjukkan perbaikan, dilanjutkan dengan pengobatan kortikosteroid . 200 mg hidrokortison atau dengan dosis 3 4 mg/kg BB intravena sebagai dosis permulaan dapat diulang 2 4 jam secara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30 60 mg prednison atau dengan dosis 1 2 mg/kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.

3. Pemberian Oksigen Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit dan dialirkan melalui air untuk memberi kelembaban. Obat Ekspektoran seperti Gliserolguayakolat dapat juga digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, maka intik cairan peroral dan infus harus cukup, sesuai dengan prinsip rehidrasi, antibiotik diberikan bila ada infeksi.

B.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1.Pengkajian (data Subyektif dan Obyektif)

Objektif :

Sesak napas yang berat dengan ekspirasi disertai wheezing Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sukar dikeluarkan Bernapas dengan menggunakan otot-otot tambahan Sianosis, takikardi, gelisah, pulse paradoksus Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus) Klien tampak kepayahan

Subyektif :

Klien merasa sukar bernapas, sesak, dan anoreksia Klien mengatakan tidak bisa tidur Klien mengatakan tidak tahu penyebab penyakit dan kekambuhan

Psikososial :

Klien cemas, takut, dan mudah tersinggung

2.Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1.Bersihan jalan nafas tak efektif b/d peningkatan produksi mukus yang ditandai dengan os mengatakan batuk dan dahak sulit keluar,sputum warna putih kental, os gelisah 2.Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi yang ditandai dengan os mengatakan nafas sesak , tampak retraksi otot bantu pernafasan,RR > 20 kali /menit,PaO2 < 60 mmHg, Pa CO2 > 40 mmHg, os tampak sianosis 3.Pola nafas tak efektif b/d bronkospasme yang ditandai os mengatakan sesak nafas, os gelisah, terdengar suara wheezing (+), tampak pembesaran vena leher, takikardi, berkeringat.

4.Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik yang ditandai dengan os mengatakan badan lemah, os mengatakan nafas sesak,berkeringat 5.Cemas b/d takut ancaman kematian yang ditandai os gelisah, os mengatakan tidak bisa bernafas,suara wheezing (+) 6.Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d susah makan 7.Gangguan istirahat dan tidur b/d sesak nafas yang ditandai dengan os tampak payah, os mengatakan sesak nafas, os mengatakan tidak bisa tidur ,retraksi otot dada (+) 8.Kurang pengetahuan b/d kurang informasi yang ditandai dengan os mengatakan tidak tahu faktor penyebab penyakit dan kekambuhan 9 Resiko tinggi infeksi b/d peningkatan produksi mukus

3. Rencana Tindakan

Diagnosa Tujuan keperawatan 1.Bersihan jalan nafas Setelah diberi tak efektif b/d tindakan perawatan peningkatan produksi selama 3x 24 jam mukus yang ditandai jalan nafas pasien os batuk dan dahak efektif ,dengan KE: sulit keluar, sputum warna putih kental,os -Bunyi jalan nafas gelisah bersih/jelas -Pasien bisa batuk efektif dan mengeluarkan sekret

Rencana tindakan

Rasionalisasi

- Auskultasi bunyi nafas -Mengetahui luasnya ,catat adanya bunyi obstruksi oleh mukus mengi, ronkhi

-Pantau frekuensi pernafasan.catat rasio inspirasi/ expirasi

-Mengetahui tanda stress pernafasan

-Beri posisi nyaman, -Sekresi bergerak misal:peninggian kepala sesuaigayagravitasi tempat tidur,duduk pada akibat perubahan sandaran tempat tidur posisi dan meningkatkan kepala tempat tidur akan memindahkan isi perut menjauhi diafragma sehingga memungkinkan

diafragma untuk berkontraksi

-Mengencerkan sekret.

-Beri pasien 6-8 gelas /hari kecuali ada indikasi lain

-Mengeluarkan sekret dan meningkatkan patensi jalan nafas

-Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernafasan diafragma dan batuk

-Merontokkan sekret agar mudah dikeluarkan

-Lakukan drainage postural dengan perkusi dan fibrasi pada pagi dan malam sesuai yang diharuskan - Tidak merangsang pembentukan mukus lagi -Instruksikan pasien menghindari iritan seperti asap , asap rokok, aerosol, cuaca dingin

-Beri bronkodilator sesuai therapi 2.Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi Setelah diberi tindakan perawatan selama 324 jam terjadi perbaikan -Observasi frekuensi, kedalaman pernafasan,catat penggunaan otot bantu

-Memfasilitasi pergerakan sekret.

-Mengetahui adekuatnya jalan nafas dan meningkatnya kerja

yang ditandai dengan dalam pertukaran gas os mengatakan nafas dengan KE: sesak , tampak retraksi otot bantu -GDA dalam rentang pernafasan,RR > 20 normal kali /menit,PaO2 < 60 mmHg, Pa CO2 > 40 -Gejala disstres mmHg, os tampak pernafasan tidak ada sianosis -Tanda tanda vital dalam batas normal -Gelisah tidak ada

nafas,nafas pernafasan bibir,ketidakmampuan bicara/ berbincang

-Observasi tingkat kesadaran -Mengetahui indikasi hipoksia -Monitor AGD -Menentukan keseimbangan asam basa ,dan kebutuhan oksigen

-Atur pemberian oksigen

-Menambah suplai O2 sehingga meningkatkan pertukaran gas

-Mengoptimalkan kontraksi diafragma -Beri posisi duduk(fowler) -Memfasilitasi pernafasan yang dalam sehingga O2 yang masuk lebih banyak

-Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kemampuan

-Beri bronkodilator sesuai therapy

-Meningkatkan diameter jalan nafas sehingga mengurangi kerja pernafasan

-Mengetahui adekuatnya suplai O2 ke paru-paru dan jaringan

-Observasi tanda vital, dan warna membrane -Mempertahankan suplai O2 saat terjadi mukosa kulit gagal nafas

3.Pola nafas tidak efektif b/d bronkospasme yangditandai os mengatakan sesak nafas, os gelisah, terdengar suara wheezing (+), tampak pembesaran vena leher, takikardi, berkeringat.

-Kolaboratif tindakan intubasi dan ventilasi mekanik bila perlu Setelah diberi -Observasi perubahan tindakan perawatan pada RR dan dalamnya selama 324 jam pola pernafasan nafas pasien efektif, dengan KE: -Tanda-tanda vital dalam batas normal -Tidak terjadi sianosis dan tanda hipoksia -Atur pemberian oksigen -Bunyi nafas bersih

-Menentukan adekuatnya pola nafas yang berefek pada suplai O2 yang masuk

-Suplai O2 yang cukup akan mengurangi kerja pernafasan

-Memfasilitasi pernafasan yang dalam sehingga O2 yang masuk lebih banyak -Dorong nafas dalam -Meningkatkan perlahan atau nafas bibir sesuai kemampuan diameter jalan nafas sehingga mengurangi kerja pernafasan -Beri bronkodilator

sesuai therapy

-Mengetahui adekuatnya suplai O2 ke paru-paru dan jaringan

-Mengoptimalkan kontraksi diafragma -Observasi tanda vital, dan warna membrane mukosa kulit

-Beri posisi duduk(fowler)

4.Intoleransi aktivitas Setelah diberi -Evaluasi respon pasien b/d kelemahan fisik tindakan perawatan terhadap aktivitas yang ditandai dengan selama 324 jam os mengatakan badan pasien menunjukkan lemah, os mengatakan peningkatan toleransi nafas terhadap aktivitas, sesak,berkeringat dengan KE: -Catat adanya dispnea, -Pasien dapat dan peningkatan kelelahan mau melakukan dan perubahan tanda aktivitas sesuai vital selama dan setelah kemampuannya aktivitas. -Tanda tanda vital dalam batas normal

-Menentukan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas

-Menentukan periode istirahat pasien dan aktivitas yang menimbulkan kelelahan pasien.

-Berikan kepada pasien aktivitas sesuai kemampuannya -Memenuhi kebutuhan pasien tanpa menimbulkan kelelahan

-Pertahankan obyek -Memudahkan pasien yang digunakan pasien dalam penggunaan agar mudah terjangkau sehingga mengurangi penggunaan O2

-Semua kebutuhan pasien dapat terpenuhi -Bantu pasien melakukan aktivitas dengan melibatkan keluarga -Tanda vital yang normal mendukung pasien untuk beraktivitas -Petunjuk intervensi yang terapeutik

-Observasi vital sign

5. .Cemas b/d takut ancaman kematian yang ditandai os -Pasien mengatakan gelisah, os mengatakan tidak bisa sudah bisa bernafas bernafas,suara wheezing (+) -Pasien mengatakan merasa nyaman -Pasien tidak gelisah dan merasa aman

Setelah diberi tindakan perawatan 2x 30 menit rasa cemas pasien berkurang dengan, KE :

-Kaji tingkat cemas pasien(ringan ,sedang, -Bisa menghilangkan cemas ,membantu berat,panik) pasien menggunakan pikiran yang sehat kedepan. -Bantu pasien menggunakan koping yang efektif -Pengetahuan meningkat akan mengurangi cemas

-Pasien merasa aman dan mengurangi

ketakutan -Berikan informasi tentang tindakan dan prosedur therapy yang dilakukan

-Membantu mengurangi rasa cemas

-Tetap disamping pasien selama fase akut

-Batasi pengunjung bila perlu

6.Resiko tinggi Setelah diberikan perubahan nutrisi tindakan perawatan kurang dari kebutuhan 1x 24 jam pasien tubuh b/d susah tidak mengalami makan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan KE: -Pasien mau makan -Sesak nafas dan batuk berkurang -Pasien tahu pentingnya nutrisi untuk pemulihan

-Lakukan prosedur terapi sesuai advis

-Sesak dan produksi mukus berkurang

-Beri informasi tentang -Pasien termotivasi pentingnya nutrisi untuk untuk mau makan pemulihan

-Anjurkan keluarga untuk membantu pasien makan -Kebutuhan pasien akan nutrisi terpenuhi -Beri diet lunak TKTP

-Makanan mudah dicerna dan kebutuhan kalori terpenuhi

7. Gangguan istirahat Setelah diberikan -Ciptakan lingkungan dan tidur b/d sesak tindakan perawatan yang nyaman dan batasi nafas yang ditandai 2x 24 jam kebutuhan pengunjung dengan os tampak istirahat dan tidur payah, os mengatakan pasien terpenuhi sesak nafas, os dengan KE : mengatakan tidak bisa tidur ,retraksi otot -Os mengatakan dada (+) sudah dapat tidur -Os mengatakan sesak berkurang -Retraksi otot dada berkurang -Delegatif pemberian -RR 16- 24 x/ menit teraphy sesuai dosis -Beri KIE pentingnya tidur untuk pemulihan

-Suasana tenang dan pemakaian O2 ruangan tidak berbagi sehingga os bisa istirahat

-Os mau untuk istirahat dan tidur

-Melonggarkan jalan nafas dan sesak berkurang

-Suplai O2 meningkat sehingga sesak berkurang -Delegatif pemberian O2 -Os merasa aman sehingga bisa istirahat dengan tenang -Libatkan satu anggota keluarga untuk menemani

8.Kurang pengetahuan b/d kurang informasi yang ditandai dengan os mengatakan tidak

Setelah diberikan tindakan perawatan 2 x 30 menit pengetahuan pasien bertambah dengan

-Beri KIE tentang pengertian dan penyebab / pencetus dari penyakit

-Os tahu tentang sakitnya dan tahu faktor penyebab / pencetus penyakit

tahu faktor penyebab KE : penyakit dan kekambuhan -Os tahu tentang penyakitnya -Os tahu penyebab/ pencetus penyakit -Os tahu cara menghindari kekambuhan

-Beri KIE cara menghindari kekambuhan seperti: menghindari cuaca dingin dan debu, memakai baju penghangat dan masker hidung, mengurangi aktivitas / latihan berlebih.

- Os tahu dan bisa menghindari faktor pencetus kambuh

-Beri KIE untuk kontrol ulang penyakitnya

-Os tahu perkembangan penyakit sehingga resiko kambuh berkurang

9 Resiko tinggi infeksi b/d peningkatan produksi mukus

Setelah diberi -Kaji batuk dan tindakan perawatan 3 pengeluaran dahak x 24 jam pasien tidak selama 24 jam mengalami infeksi dengan KE: -Batuk dan dahak berkurang -Tidak ada dahak purulen -Cek vital sign - Vital sign dalam batas normal -Observasi perubahan warna dahak

-Mengetahui pengurangan produksi mukus

-Dahak purulen tanda infeksi

-Mengetahui tandatanda infeksi

-Anjurkan minum air putih 2-3 liter/ hari

- Dahak encer sehingga mudah keluar -Kuman penyakit tidak bisa berkembang biak sehingga tidak terjadi infeksi.

-Delegatif pemberian antibiotika

4.Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan untuk menilai keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Serelah melaksanakan tindakan keperawatan maka hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana tujuan yaitu: 1.Bersihan jalan nafas pasien efektif 2.Pasien mengalami perbaikan dalam pertukaran gas 3.Pola nafas pasien efektif 4.Pasien menunjukkan toleransi terhadap aktivitas 5.Rasa cemas pasien berkurang. 6.Pasien tidak mengalamiperubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. 7.Kebutuhan istirahat dan tidur pasien terpenuhi

8.Pengetahuan pasien tentang penyakitnya bertambah 9.Pasien tidak mengalami infeksi

http://chandrarandy.wordpress.com/2011/09/08/askep-asma-bronchiale/

AsKep Pasien dengan Asma Bronchiale


AsKep Pasien dengan Asma Bronchiale.Setelah lama tidak memposting mengenai asuhan keperawatan maka sore hari ini kita akan sedikit memposting mengenai AsKep Pasien dengan Asma Bronchiale setelah sebelumnya juga memposting mengenai AsKep KLIEN DENGAN INKONTINENSIA URINE dan juga AsKep Pasien Dengan INFARK MIOKARD AKUT

I.PENGERTIAN Asma adalah penyakit jalan nafas yang tidak dapat pulih yang terjadi karena spasme bdonkus disebabkan oleh berbagai penyebab misalnya alergen, infeksi, latihan. Spasme bronkus meliputi konstriksi otot polos, edema mukosa dan mukus berlebihan dengan perlengketan di jalan nafas pada tahap lanjut. (Hudak, 1997 : 565) Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. ( Smeltzer, 2002 : 611) Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48) II. PENYEBAB a. Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi) - Reaksi antigen-antibodi - Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang) b. Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi) - Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal - Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur - Iritan : kimia

- Polusi udara : CO, asap rokok, parfum - Emosional : takut, cemas dan tegang - Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus. (Suriadi, 2001 : 7) III. TANDA DAN GEJALA

a. Stadium dini Faktor hipersekresi yang lebih menonjol - Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek - Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul - Whezing belum ada - Belum ada kelainan bentuk thorak - Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E - BGA belum patologis Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan - Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum - Whezing - Ronchi basah bila terdapat hipersekresi - Penurunan tekanan parsial O2 b. Stadium lanjut/kronik - Batuk, ronchi - Sesak nafas berat dan dada seolah olah tertekan - Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan - Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest) - Thorak seperti barel chest - Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus - Sianosis - BGA Pa O2 kurang dari 80% - Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri - Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Spirometri (Tidal volume, kapasitas vital) b. Pemeriksaan sputum dan pemeriksaan eosinofil total (biasanya meningkat dalam darah dan sputum. c. Pemeriksaan alergi (Radioallergosorbent Test : RAST) : uji kulit, kadar Ig E total dan Ig E specifik dalam sputum d. Foto thorak e. AGD

V. PENGKAJIAN

A. Pengkajian Primer - Airway Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan otot otot aksesoris pernapasan ( retraksi otot interkosta) - Breathing Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi, dypsnea, takypnea, taktil fremitus menurun pada palpasi, suara tambahan ronkhi, hiperresonan pada perkusi - Circulation Hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan tingkat kesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm B. Pengkajian Sekunder - Riwayat penyakit sekarang Lama menderita asma, hal yang menimbulkan serangan, obat yang pakai tiap hari dan saat serangan - Riwayat penyakit sebelumnya Riwayat alergi, batuk pilek, menderita penyakit infeksi saluran nafas bagian atas - Riwayat perawatan keluarga Adakah riwayat penyakit asma pada keluarga - Riwayat sosial ekonomi Lingkungan tempat tinggal dan bekerja, jenis pekerjaan, jenis makanan yang berhubungan dengan alergen, hewan piaraan yang dimiliki, dan tingkat stressor.

VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN (Tucker S. Martin, 1998 hal 242-243) a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b. d bronkospasme dan sekresi kental berlebihan Tujuan: pasien mempertahankan jalan nafas paten KriteriaHasil :

- Bunyi nafas bersih - Kecepatan dan kedalaman pernafasan normal - Tak ada dispnea Intervensi: - Kaji sputum terhadap warna, kekentalan dan jumlah - Ausultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas tambahan misalnya: mengi, krekels, dan ronchi - Kaji kualitas dan kecepatan pernafasan - Kaji frekuensi dispnea: gelisah, ansietas distress pernapasan, penggunan otot bantu - Beri klien posisi pada ketinggian yang nyaman dan mengoptimalkan pernafasan : tinggikan kepala tempat tidur 60 90 derajat, sokong punggung dengan bantal - Berikan oksigen aliran rendah dengan kateter sesuai pesanan - Pertahankan/ bantu batuk efektif dan bantu untuk fisioterapi dada - Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari dan berikan air hangat - Berikan obat : epinefrin, aminofilin, antihistamin, ekspektoran, kortikosteroid adrenal - Nebulisasi isoproterenol atau kromolin b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru selama serangan akut Tujuan: pasien mempertahankan pola nafas efektif Kriteria hasil: - Sesak berkurang atau hilang, RR 18-24x/menit - Frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan - Tidak ada retraksi otot pernapasan Intervensi: - Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea, penggunaan otot-otot pernapasan - Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas darah arteri - Baringkan pasien dalam posisi fowler tinggi untuk memaksimalkan ekspansi dada - Berikan terapi oksigen sesuai pesanan - Pertahankan patensi jalan nafas - Berikan obat sesuai pesanan c. Cemas b.d krisis situasi, kesulitan bernafas, takut serangan ulang Tujuan : rasa cemas klien menjadi berkurang sampai hilang KH: - Klien tampak rileks - Mengungkapkan perasaan cemas berkurang - Tanda tanda vital normal Intervensi; - Kaji tingkat kecemasan klien (ringan, sedang, berat) - Ukur tanda-tanda vital - Berikan dukungan emosional - Implementasikan teknik relaksasi : petunjuk imajinasi, relaksasi otot

- Jelaskan informasi yang diperlukan klien tentang penyakitnya, perawatan dan pengobatannya - Ajarkan klien tehnik relaksasi (memejamkan mata, menarik nafas panjang) - Menganjurkan klien untuk istirahat

DAFTAR PUSTAKA 1. Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001 2. Tucker S. Martin, Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998 3. Reeves. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika; 2001 4. Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates , 2000 5. Smeltzer, C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1. Jakarta , EGC, 2002 6. Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC, 1997

Pengertian
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996). Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996). Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001). Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh : 1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas. 2) Pembengkakan membran bronkus.

3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.

Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli. Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing. Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu : 1) Tingkat I : a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.

b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium. 2) Tingkat II : a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tandatanda obstruksi jalan nafas. b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan. 3) Tingkat III : a) Tanpa keluhan. b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali. 4) Tingkat IV : a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas. 5) Tingkat V : a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

Klasifikasi Asma
Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti debu, binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen. Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, latihan fisik, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emfisema, selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.

Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale : a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas b. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma. c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit. Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas : a. Pengobatan dengan obat-obatan Seperti : 1) Beta agonist (beta adrenergik agent) 2) Methylxanlines (enphy bronkodilator) 3) Anti kolinergik (bronkodilator) 4) Kortikosteroid 5) Mast cell inhibitor (lewat inhalasi) b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya : 1) Oksigen 4-6 liter/menit. 2) Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% diberikan perlahan. 3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam. 4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat. c.Pemeriksaan Penunjang : Beberapa pemeriksaan penunjang seperti : a. Spirometri :

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. b. Tes provokasi : 1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus. 2) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri. 3) Tes provokasi bronkial seperti : Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata. 4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh. c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum. d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal. e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat. f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah. g. Pemeriksaan sputum.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis, gagal nafas, bronkhitis dan fraktur iga. Asuhan Keperawatan pada Klien Asma

Pengkajian
a. Identitas klien 1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin 2) riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin. 3) Status mental : lemas, takut, gelisah 4) Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan. 5) Gastro intestinal : adanya mual, muntah.

6) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah b. Pemeriksaan fisik Dada 1) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum 2) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal 3) Keabnormalan struktur Thorax 4) Contour dada simetris 5) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata 6) RR dan ritme selama satu menit. Palpasi : 1) Temperatur kulit 2) Premitus : fibrasi dada 3) Pengembangan dada 4) Krepitasi 5) Massa 6) Edema Auskultasi 1) Vesikuler 2) Broncho vesikuler 3) Hyper ventilasi 4) Rochi 5) Wheezing 6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.

c. Pemeriksaan penunjang 1) Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. 2) Tes provokasi : a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus. b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri. c) Tes provokasi bronkial Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus , test provokasi dilakukan bila tidak dilakukan test spirometri. Test provokasi bronchial seperti : Test provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata. 3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh. 4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum. 5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal. 6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat. 7) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah. 8) Pemeriksaan sputum.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus. Tujuan : Jalan nafas kembali efektif. Kriteria hasil : Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik. Intervensi :

a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi. Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat). b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi. Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran. Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi. d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk. Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan. e. Berikan air hangat. Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. f. Kolaborasi obat sesuai indikasi. Bronkodilator spiriva 11 (inhalasi). Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa. Diagnosa 2 : Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. Tujuan : Pola nafas kembali efektif. Kriteria hasil : Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang. Intervensi :

1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal. Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada 2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing. Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan. 3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan. 4. Observasi pola batuk dan karakter sekret. Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi. 5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk. Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas. 6. Kolaborasi - Berikan oksigen tambahan - Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret. Diagnosa 3 : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi. Kriteria hasil : Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal.

Intervensi : 1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva). Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya. 2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh. Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan keperawatan. 3. Timbang berat badan dan tinggi badan. Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi. 4. Anjurkan klien minum air hangat saat makan. Rasional : air hangat dapat mengurangi mual. 5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien. 6. Kolaborasi - Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi. Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan. - Berikan obat sesuai indikasi. - Vitamin B squrb 21. Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi. - Antiemetik rantis 21 Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah. Diagnosa 4 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

Kriteria hasil : KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang Intervensi : 1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas. Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi. 2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat. Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. 3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur. Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal. 4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. 5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat. Diagnosa 5 : Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi Tujuan : Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah. Kriteria hasil : Mencari tentang proses penyakit : - Klien mengerti tentang definisi asma

- Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma - Klien mengerti komplikasi dari asma Intervensi : 1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan. Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan. 2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal. Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik. 3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan. Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari penyakitnya. 4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan. Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi. 5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik. Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.

Evaluasi
a. Jalan nafas kembali efektif. b. Pola nafas kembali efektif. c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi. d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah. http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-asma/

Anda mungkin juga menyukai