1 Definisi Pphi
1 Definisi Pphi
A. Latar Belakang
1. Masih banyak pengurus Serikat Pekerja yang belum mengetahui tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 2. Volume perselisihan hubungan industrial relatif tinggi, khususnya tentang perselisihan hak dan PHK.
B. Tujuan
1. Meningkatkan pengetahuan Serikat Pekerja tentang aspek-aspek penyelesaian perselisihan hubungan industrial 2. Meningkatkan upaya pembelaan terhadap anggota / pekerja
C. Pengertian Perselisihan hubungan industrial Pengertian Perselisihan hubungan industrial menurut UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha /gabungan pengusaha dengan Pekerja / buruh atau serikat pekerja / serikat buruh karena adanya perselisihan hak , perselisihan kepentingan ,perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja / serikat buruh dalam satu perusahaan . D. Peraturan Perundangan tentang Penyelesaian Perselisihan hubungan industrial
1. UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian perselisihan hubungan industrial 2. UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
perundang undangan ,perjanjian kerja ,peraturan perusahaan ,atau perjanjian kerja bersama. Contoh perselisihan hak antara lain : a. pengusaha tidak memberikan hak cuti melahirkan kepada pekerja wanita yang sedang hamil
2. Perselisihan Kepentingan
Adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan ,dan atau perubahan syarat syarat kerja yang di tetapkan dalam perjanjian kerja ,atau peraturan perusahaan ,atau perjanjian kerja bersama . Contoh perbaikan syarat-syarat kerja, antara lain : a. Kenaikan upah b. Kenaikan uang makan c. Pengurangan jam lembur dan lain sebagainya
3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja Adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang di lakukan oleh salah satu pihak 4. Perselisihan antar serikat pekerja / serikat buruh Adalah perselisihan antara serikat pekerja / serikat buruh dengan serikat pekerja / serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan ,karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan , pelaksanaan hak ,dan kewajiban keserikat pekerjaan . G. industrial
1. 2. 3. 4. Harus ada upaya penyelesaian secara damai Memenuhi ketentuan perundang-undangan Memperhatikan kepentingan masing-masing pihak yang berselisih Penyelesaian harus cepat, jangan sampai berlarut-larut
Bila terjadi perselisihan perburuhan, langkah penyelesaian yang terbaik adalah dengan jalan bipartite antara Serikat Pekerja dengan pengusaha dengan prinsip musyawarah untuk mufakat ( pasal 4 ayat a Kepmenaker No. 15A tahun 1994, jo pasal 2 ayat 1 UU No. 22 / 1957 )
Perundingan bipartite dimaksud dilakukan sebanyak-banyaknya 3 kali dalam jangka waktu paling lama 1 bulan ( pasal 3 ayat b Kepmenaker No. 15A / 1994 )
2)
a. Pelaksanaan Pemerintahan
Selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari terhitung mulai tanggal penerimaan surat permintaan, pegawai perantara sudah harus mengadakan pemerantaraan menurut perundangan yang berlaku ( pasal 8 ayat c Kepmenaker No. 15A/1994, jo pasal 4 ayat 1 UU No. 22/1957 ) Dalam menjalankan tugasnya, pegawai perantara harus mengupayakan penyelesaian melalui perundingan dengan pihak-pihak yang berselisih secara musyawarah mufakat ( pasal 8 ayat e Kepmenaker No. 15A/1994, jo pasal 7 ayat 2, pasal 4 ayat 1 UU No. 22 / 1957 )
hal itu kepada pihak-pihak yang berselisih ( pasal 8 ayat j Kepmenaker No. 15A/1994, jo pasal 4 ayat 2 UU No. 15A/1957 )
Penyelesaian perselisihan perburuhan di tingkat perantaraan harus sudah selesai dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari ( pasal 9 Kepmenaker No. 15A/1994 )
4. Penyelesaian Pada Tingkat Panitia Pusat a. Banding Atas Putusan Panitia Daerah
Dalam 14 hari setelah putusan Panitia Daerah diambil, salah satu pihak yang berselisih dapat memintakan pemerikasaan ulang ( banding ) kepada Panitia Pusat melalui Panitera Panitia Daerah ( pasal 11 ayat 1 dan 2 UU No. 22/1957 ) Bila suatu perselisihan perburuhan dapat membahayakan kepentingan negara atau kepentingan umum, Panitia Pusat dapat menarik perselisihan
perburuhan dari tangan Pegawai Perantara atau Panitia Daerah maupun pihak-pihak yang berselisih ( pasal 11 ayat 3 UU No. 22/1957 )
Putusan Panitia Pusat bersifat mengikat dan terhadapnya tidak dapat dimintakan banding. Putusan tersebut dapat mulai dilaksanakan dalam waktu 14 hari setelah putusan itu diambil dan Menteri Tenaga Kerja tidak membatalkan atau menunda pelaksanaan putusan itu ( pasal 13 UU No. 22/1957 ) Jika diperlukan, untuk melaksanakan suatu Putusan Panitia Pusat salah satu pihak yang bersangkutan dapat meminta kepada Pengadilan Negeri Pusat ( di Jakarta ) agar putusan itu dilaksanakan menurut aturan-aturan yang biasa untuk menjalankan suatu putusan perdata ( pasal 16 ayat 1 dan 2 UU No. 22/1957 )
c. d. e.
Jika dalam suatu perselisihan, salah satu pihak hendak melakukan tindakan terhadap pihak lain, maka maksud untuk melakukan tindakan itu harus diberitahukan kepada pihak yang lain dan kepada Ketua Panitia Daerah Dalam surat pemberitahuan itu harus diterangkan hal-hal antara lain : Telah diadakan perundingan yang mendalam mengenai pokok perselisihan antara Serikat Pekerja dan Pengusaha, yang diketuai atau diperantarai oleh Pegawai Perantara tapi tetap menemui jalan buntu, atau
b.
Benar-benar permintaan untuk berunding telah ditolak oleh pihak lainnya, atau Pihak yang hendak melakukan tindakan telah dua kali dalam jangka waktu 2 minggu tidak berhasil mengajak pihak lainnya untuk berunding mengenai hal-hal yang menjadi perselisihan
c.
Ketua Panitia Daerah baru dapat mengeluarkan Surat Tanda Penerimaan Pemberitahuan setelah menerima dan mencatat tanggal penerimaan tersebut dan diberitahukan dengan surat kepada pihak-pihak yang berselisih dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari setelah dia menerima surat pemberitahuan tersebut. Tindakan hanya boleh dilakukan sesudah pihak yang bersangkutan menerima Surat Tanda Penerimaan Pemberitahuan dari Ketua Panitia Daerah Tindakan yang hendak / telah dilakukan hanya dapat diperintahkan ditunda bila hendak diadakan enquete oleh Panitia Daerah / Panitia Pusat (pasal 6 dan 18 UU No. 22/1957)
d. e.
b.
c.
d. e.
Putusan Juru Pemisah atau Dewan Pemisah sesudah disahkan oleh Panitia Pusat mempunyai kekuatan hukum sebagai putusan Panitia Pusat Panitia Pusat hanya dapat menolak pengesahan, jika putusan tadi melampaui kekuasaan Juru Pemisah atau Dewan Pemisah atau didalamnya terdapat halhal yang menunjukkan itikad buruk atau yang bertentangan dengan Undangundang tentang ketertiban umum atau dengan kesusilaan Akibat penolakan pada ayat 5 diatur oleh Panitia Pusat Putusan Juru Pemisah memuat : Hal-hal yang termuat dalam surat perjanjian tersebut pada ayat 2 diatas Ikhtisar dari tuntutan, balasan serta penjelasan lebih lanjut dari kedua belah pihak Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar putusan Pokok putusan Putusan tersebut diberi tanggal, diberi nama, tempat dimana putusan itu diambil dan ditandatangani oleh Juru Pemisah / Anggota Dewan Pemisah Terhadap putusan Juru Pemisah / Dewan Pemisah tidak dapat dimintakan pemeriksaan ulang Jika perlu untuk melaksanakan suatu putusan Juru / Dewan Pemisah yang sudah disahkan oleh Panitia Pusat, maka oleh pihak yang bersangkutan dapat dimintakan pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan kedua belah pihak terhadap siapa putusan itu akan dijalankan, supaya putusan itu akan dijalankan, supaya putusan itu dinyatakan dapat dijalankan Sesudah dinyatakan dapat dijalankan demikian oleh Pengadilan Negeri, maka putusan itu dilaksanakan menurut aturan-aturan yang biasa untuk menjalankan suatu putusan perdata
f. g.
h. i. j.
k.
I.
b.
Data dan bukti-bukti atau surat lainnya termasuk kutipan undang-undang atau peraturan atau PKB / PP yang berkaitan dengan perselisihan yang sedang ditangani Kronologis peristiwa terjadinya perselisihan Surat Permohonan pemerantaraan kepada Disnaker bila penyelesaian tingkat bipartite tidak tercapai. Surat tersebut dilampirkan dengan : Surat Kuasa dari pekerja, bila pekerja menguasakan kepada serikat pekerja Risalah perundingan tingkat bipartite Data-data seperti tersebut pada poin 2 dan 3 diatas Surat penolakan anjuran, bila pekerja / serikat pekerja menolak anjuran Disnaker. Dan meminta melalui Disnaker untuk diselesaikan melalui P4D / P4P. Surat tersebut dilengkapi dengan : Data-data seperti pada poin 2 dan 3 diatas Alasan yang dipergunakan Pengusaha Alasan yang dipergunakan pekerja / serikat pekerja Pertimbangan Pegawai Perantara Anjuran Pegawai Perantara Memori Banding, bila pekerja / serikat pekerja menolak putusan P4D / P4P dan minta perselisihan diteruskan ke tingkat P4P atau Menteri ( untuk Veto Menteri ). Memori Banding dilengkapi dengan : Data-data seperti tersebut pada poin 2 dan 3 diatas Alasan-alasan yang dipergunakan pekerja / serikat pekerja Putusan P4D / P4P Bila pengusaha yang mengajukan Banding, maka pihak pekerja / serikat pekerja mengajukan kontrak memori banding kepada P4P atau Menteri ( untuk Veto Menteri ). Kontrak memori banding dilengkapi dengan suratsurat seperti tersebut pada poin 6 ayat a, b, c dan d Data-data yang sama seperti tersebut pada poin 6 diatas, tetap dilampirkan dan diajukan apabila penyelesaian perselisihan diteruskan untuk minta Fiat Eksekusi Pengadilan Negeri
c. d.
e.
f.
g.
h.
2. Untuk setiap tindakan perundingan pihak pekerja dan atau serikat pekerja haruslah betul-betul menguasai persoalan 3. Bila kasus ditangani oleh serikat pekerja, maka pihak serikat pekerja harus membentuk team perunding serta juru bicaranya 4. Disetiap perundingan / persidangan, jangan lupa membuat notulen dan daftar nama 5. Bila tercapai kesepakatan ditingkat bipartite atau tripartite, harus dibuat PB ( Persetujuan Bersama ) tentang hal-hal yang telah disepakati yang ditandatangani oleh kedua belah pihak ( bipartite ) dan disaksikan Disnaker ( tripartite )
6. Disetiap tingkat perundingan / persidangan pihak pekerja / serikat pekerja harus menahan diri jangan sampai emosional 7. Pekerja / serikat pekerja jangan ragu-ragu untuk minta pendamping kepada perangkat serikat pekerja setingkat diatasnya. Untuk setiap tingkat perundingan kalau tidak memungkinkan setidaknya konsultasi dan wajib memberi laporan keperangkat atasnya.