Anda di halaman 1dari 3

PANDUAN PELAYANAN MEDIK STRES INKONTINENSIA URIN

Judul Pendahuluan
Stres Inkontinensia Urin Salah satu tipe inkontinensia urin adalah stres inkontinensia yang dapat terjadi pada semua umur, dan prevalensinya dengan meningkatnya usia, lebih banyak ditemukan pada wanita dari pada laki-laki, kelainan ini tidak mengancam jiwa penderita tetapi menyebabkan kualitas hidup wanita tersebut menurun , dapat dikontrol bila tekanan intrafisika melebihi tekanan penutup vietra, dengan kendung kemih tidak berkontraksi dan inkontinensia biasanya terjadi berhubungan dengan aktivitas seperti : batuk, bersin dan tertawa Difinisi: Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak dapat dikontrol, dapat dilihat secara obyektif, suatu masalah social dan higienis. Stres inkontinensia urin adalah suatu kelainan yang paling banyak ditemukan dari seluruh inkontinensia urin yang ada. Stres inkontinensia urin menurut (ICS) adalah keluarnya urin yang tidak dapat dikontrol bila tekanan dalam kandung kemih melebihi tekanan penutupan uretra; dalam keadaan ini kandung kemih tidak aktif atau tidak berkontraksi. Angka Kejadian:

Batasan dan uraian umum

Manifestasi klinis

20-53 %, angka kejadian ini sangat bervariasi karena tergantung dari difinisi, cara penelitian dilakukan serta populasi yang diteliti. Etiologi 1. Hipermobilitas leher kandung kemih dan uretra bagian proksimal 2. Intrinsik sfingter uretra defisiensi.
Faktor risiko

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Kehamilan Persalinan Paritas Obesitas Usia Menopause Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan intra abdominan meningkat, seperti: sakit paru yang kronik, pemain olah raga angkat besi dll.

Pathofisiologi Kandung kemih dan uretra bagian proksimal disokong oleh dinding vagina anterior, otot levator ani, fasia pubo servikalis, fasia pubo uretralis dan arkustendenious, fasia pubo uretralis. Pada keadaan persalinan pervaginam atau karena faktor-faktor risiko lainnya, penyokong uretra proksimal dan leher kandung kemih menjadi rusak atau melemah, sehingga bladder neck dan uretra proksimal menjadi hipermobilitas. Bila tekanan intra abdominal (tekanan transmisi) meningkat mendadak, tekanan ini akan ditransmisikan pada seluruh organ-organ visera termasuk pada kandung kemih, leher kandung kemih dan uretra bagian proksimal. Tekanan transmisi pada kandung kemih akan lebih

tinggi dari pada tekanan transmisi yang mengenai leher kandung kemih dan uretra. Hal ini akan menyebabkan stres inkontinensia urin, seperti pada penderita mendadak batuk, tertawa, bersin, melompat dsb. Pada instrensik sfingter uretra defisiensi disebabkan oleh karena adanya tumor pada onoff medula spinalis atau myelodisplasia, pasca radikal vulvektomi, pasca radiasi, kekurangan estrogen dan trauma pada uretra. Kelainan yang disebabkan disefisiensi uretra ini disebut ISD (Intrensik Sfingter Dysefisiensi). Hipermobilitas menyebabkan penyebab utama dari stres inkontinensia urin yaitu sekitar 90-95%, sedangkan ISD sekitar 5-10%. Gejala dan Tanda Keluar urin tanpa dapat dikontrol karena aktifitas tubuh, dan urin dapat dilihat keluar dari uretra pada pemeriksaan bila penderita disuruh batuk. Kriteria diagnosis
Tentang Gejala-gejala Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan Ginekologi, serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis Pemeriksaan Fisik, perlu diperhatikan berat badan penderita, kelainan pada paru dan abdomen mungkin ada tumor atau tidak. Pemeriksaan ginekologi, harap diperhatikan adanya sistokel atau prolaps uteri pada stadium lanjut. Penderita disuruh batuk, kemudian terlihat urin keluar dari uretra. Perlu dilakukan pula penilaian urin sisa, bila urin sisa lebih dari 100 cc kemungkinan penderita mengalami retensio urin, bila urin sisa kurang dari 50 cc, maka penderita mengalami kelainan stres inkontinensia urin. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan Q Test Bila terdapat penyimpangan-penyimpangan lebih dari 30 maka penderita kemungkinan mengalami stres inkontinensia urin 2. Bony Test Penekanan uretra dengan dua jari, bila kandung kemih terisi, penderita disuruh batuk maka urin tidak akan keluar dari uretra sedangkan kalau tidak ditekan urin akan keluar. 3. Pemeriksaan Pad Test Penderita disuruh minum sebanyak 500 cc kemudian dalam waktu 30 menit penderita disuruh naik tangga, jalan dan batuk-batuk. Lima belas menit kemudian penderita disuruh duduk berdiri, duduk berdiri sebanyak 10 kali dan batuk yang kuat serta mengambil barang yang jatuh di lantai. Enam puluh menit setelah tes ini selesai (lama tes 60 menit). Pad ditimbang dengan hasil kemungkinan: a. Timbangan Pad bertambah 2 gram, ini berarti tidak ada stres inkontinensia urin b. Pad bertambah beratnya 2-10 gram disebut stres inkontinensia urin derajat ringan c. Pad bertambah 10-20 gram, ini berarti penderita mengalami stres inkontinensia urin sedang d. Pad bertambah beratnya 20-40 gram, ini berarti penderita mengalami stres inkontinensia urin derajat berat. e. Pad bertambah beratnya 40-50 gram, ini berarti penderita mengalami stres inkontinensia urin derajat sangat berat.

Tatalaksana

4. Pemeriksaan Urodinamik Pemeriksaan urodinamik dikerjakan hanya pada kasus-kasus yang diragukan diagnostiknya atau terapi direncanakan operatif. Terapi: 1. Konservatif a. Behavior terapy b. Latihan Kegel c. Latihan otot dasar panggul dengan Cone, Perineometri, Stimulator, d. Pakai kateter atau pembalut 2. Operatif Kelly Kenedy Aplikasi a. Sling, dengan menggunakan mesh seperti, TVT, TVT-O dan lain-lain. b. Cara Marshal Marchetty Kraz (MMK) c. Burch Colposuspensi d. Sling dengan menggunakan fasialata, fasiagrasilis, prolene dan rektus abdominis Biaya: 1. Jasa medis dokter kelas III untuk operasi Kelly K. Plication Rp.3.400.000,2. jasa medis dokter Kleas III untuk operasi TVT dan TVT-O Rp. 4.000.000,-

Kepustakaan

1. Abrams P, Kitoury S, Wein L. Incontinence 1 st international consultation on incontinence Monaco 1998; 581-652. 2. Cardozo L.Urogynecology. Churchill Livingtone, New York, Edinburg, London, Tokyo 1997; 33-37, 231-278. 3. Heinemann London, Butther, Toronto, 1990; 16-30, 31-36, 89-109. 4. Ostergard DR, Bent AE; Urogynecology and Urodynamics Theory and Practice. Williams & Wilkins, Baltimore, London-Los Angeles, Sydney, 1991; 4-59, 493-502. 5. Scussler B, Laycock J, Nordan P, Stantuan S. Pelvic Floor Preeducation. Springer-Verlag London Limited 1994; 9-14. 6. Suthorst J.R Frazer MI, Richmond DH, Haylen BH. Clinical gynecological urology Butterworth Heinemann London, Butther, Toronto 1990; 16-30, 3136, 89-109. 7. Stanton LS. Clinical Gynecologic Urology. Mosby st Louis Turonto 1984; 169-190. 8. Walter MD. Karane MM. Clinical Uroginecology. Mosby st Louis Baltimore, London, Sydney, Turonto 1997; 6-13.

Anda mungkin juga menyukai