Anda di halaman 1dari 14

ISSN 0215 - 8250

159

EFEKTIVITAS KEGIATAN LABORATORIUM KONSTRUKTIVIS DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP-KONSEP ARUS SEARAH MAHASISWA CALON GURU oleh Ketut Suma Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan MIPA, IKIP Negeri Singaraja ABSTRAK Penelitian ini mengungkapkan efektivitas dari kegiatan laboratorium konstruktivis dalam hal meningkatkan penguasaan konsep-konsep mahasiswa calon guru tentang Arus Searah. Dengan menggunakan desain eksperimenkelompok kontrol tak sepadan dilibatkan 33 orang mahasiswa kelompok eksperimen dan 32 orang mahasiswa kelompok kontrol. Kelompok eksperimen memperoleh pengajaran dengan kegiatan laboratorium konstruktivis, Sedangkan, kelompok kontrol memperoleh pengajaran dengan kegiatan laboratorium tradisional. Kedua kelompok kemudian dites dengan tes penguasaan konsep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan penguasaan konsep-konsep arus searah kelompok eksperimen lebih baik dari pada mahasiswa kelompok kontrol. Jadi, kegiatan laboratorium konstruktivis lebih efektif dari pada kegiatan laboratorium tradisional dalam meningkatkan penguasaan mahasiswa terhadap konsep-konsep arus searah. Kata kunci: kegiatan laboratorium konstruktivis; kegiatan laboratorium tradisional; konsep-konsep arus searah. ABSTRACT

____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVIII April 2005

ISSN 0215 - 8250

160

This study expressed the effectiveness of constructivist laboratory activities in term of increasing the prospective teacher students achievement of Direct Current Concepts. By using nonequivalent control group desain, 33 students of experimental group and 32 students of control group participated in this study. The experimental group was tough by using constructivist laboratory activities and the control group was tough by using traditional laboratory activities. The results of this study indicated that the gain score of Direct Current Concepts of the experimental group was better than the control group. So that teaching of direct current concept by using constructivist laboratory activities more effective than that using traditional laboratory activities in term of increasing the prospective teacher students achievement toward direct current concepts. Key word: constructivist laboratory activity; traditional laboratory activity; direct current concepts.

1. Pendahuluan Kegiatan laboratorium merupakan bagian yang penting dari pembelajaran IPA (Roychoudhury, Wolff, dan Roth, 1996; Collette & Chiappetta, 1994). Kegiatan Laboratorium ditujukan untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman, kemampuan kognitif, berpikir kreatif, dan sikap ilmiah melalui keterlibatannya dalam hand-on activity (Novack, 1988; Gangoli, 1995; Hodson, 1996). Dalam kegiatan laboratorium pembelajar berhadapan dengan objek dan permasalahan, memecahkan masalah-masalah itu sampai menemukan kesimpulan yang signifikan dan relevan (Amien, 1988). Kegiatan laboratorium dalam pembelajaran digunakan untuk mencapai berbagai tujuan yaitu tujuan kognitif, praktikal, dan afektif (Hofstein dan Lunetta, 1982). Tujuan kognitif berhubungan dengan belajar
____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVIII April 2005

ISSN 0215 - 8250

161

konsep-konsep ilmiah, mengembangkan keterampilan problem solving, dan meningkatkan pemahaman metode ilmiah. Tujuan-tujuan praktikal berhubungan dengan pengembangan keterampilan-keterampilan dalam melakukan penelitian-penelitian IPA, analisis data, berkomunikasi, dan keterampilan bekerja sama. Tujuan-tujuan afektif berhubungan dengan motivasi terhadap sains, tanggapan dan kemampuan memahami lingkungan. Kebanyakan penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif kegiatan laboratorium terhadap perolehan keterampilan-keterampilan praktikal dan meningkatkan sikap siswa terhadap sains. Sebaliknya, hanya sedikit penelitian yang menunjukkan pengaruh positif kegiatan laboratorium terhadap domain kognitif (Kempa, 1988, Hodson, 1990). Terbatasnya efek kegiatan laboratorium terhadap domain kognitif, dapat disebabkan oleh model kegiatan laboratorium yang diterapkan. Model kegiatan laboratorium yang paling umum digunakan di sekolah atau di perguruan tinggi adalah model tradisional, yaitu model deduktif terstruktur (Collette & Chiappetta, 1994; Gangoli, 1995). Dalam eksperimen tradisional, semua petunjuk sudah disediakan secara rinci. Swartz (1998) menyebutnya sebagai eksperimen resep masakan (cookbook-recipe experiment). Praktikum seperti ini memiliki tuntutan kognitif yang rendah. Studi yang dilakukan oleh Spear dan D Zollman (Toothacker, 1985) menunjukkan bahwa pendekatan eksperimen tradisional ini tidak dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis secara signifikan. Van den Berg dan Gidding (1992) menekankan perlunya membedakan dengan jelas rancangan kegiatan laboratorium dan petunjuk guru dengan mempertimbangkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVIII April 2005

ISSN 0215 - 8250

162

Rancangan kegiatan bergantung pada apakah ditujukan untuk mengajarkan konsep, proses atau keterampilan manipulatif? Kegiatan laboratorium yang ditujukan untuk membangun konsep-konsep IPA hanya berhasil bila siswa telah menguasai prasarat keterampilan manipulatif dan keterampilan proses. Pada dekade terakhir pandangan konstruktivisme dalam proses pembelajaran mendapat dukungan yang luas. Dalam pandangan ini perkembangan konseptual adalah suatu proses dimana pebelajar merestrukturisasi prakonsep mereka menjadi konsep-konsep ilmiah (Gilbert dan Watt 1983; Osborne & Wittrock, 1985; Licht & Thijs, 1990). Pandangan belakangan ini (Driver, 1989) terhadap belajar dan mengajar dalam rangka conceptual change meletakkan fungsi praktikum dalam perspektif baru. Praktikum bukan hanya berfungsi untuk memverifikasi konsep, dan mengembangan keterampilan-keterampilan manipulatif, tetapi juga untuk mengubah miskonsepsi menjadi konsep ilmiah (Gunstone dan Champagne,1991). Perubahan fungsi dan peran kegiatan laboratorium ini menghendaki perlunya modifikasi kegiatan praktikum resep masakan (cookbook-recipe experiment) menjadi kegiatan laboratorium yang berbasis pada pandangan konstruktivisme. Mengingat bahwa prakonsepsi pembelajar sangat mempengaruhi performance mereka dalam memecahkan masalah, memahami konsep-konsep ilmiah, dan pencapaian skema konseptual (Brown, 1992; Katu, 1996)), maka kegiatan laboratorium perlu dirancang dengan memfokuskan pada prakonsep pembelajar. Melalui kegiatan laboratorium konstruktivis ini, miskonsepsi pembelajar dapat diubah menjadi konsep ilmiah yang pada akhirnya dapat meingkatkan pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari.
____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVIII April 2005

ISSN 0215 - 8250

163

Untuk mengetahui efek kegiatan laboratorium konstruktivis ini terhadap kemampuan kognitif pembelajar dalam hal ini penguasaan konsep maka model kegiatan laboratorium ini perlu diuji melalui penelitian eksperimen. Pengujian dilakukan dengan membandingkan efek kegiatan laboratorium konstruktivis dengan kegiatan laboratorium yang telah digunakan secara luas yaitu kegiatan laboratorium tradisional. Pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah apakah kegiatan laboratorium konstruktivis mempunyai efek yang lebih baik daripada kegiatan laboratorium tradisional dalam hal meningkatkan penguasaan konsep siswa? 2. Metode Penelitian 2.1 Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa tahun pertama jurusan pendidikan fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung tahun akademik 2001/2002. Jumlah subjek penelitian ini adalah 65 orang yang terdiri atas dua kelas yaitu kelas A berjumlah 33 orang dan Kelas B berjumlah 32 orang. Dalam penelitian ini terpilih kelas A sebagai kelas eksperimen dan kelas B sebagai kelas kontrol. 2.2 Variabel-Variabel Penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kegiatan laboratorium konstruktivis, sedangkan variabel terikat adalah peningkatan penguasaan konsep-konsep arus searah. 2.3 Rancangan Eksperimen
____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVIII April 2005

ISSN 0215 - 8250

164

Penelitian ini menggunakan kelas-kelas utuh sebagai kelas eksperimen atau kelas kontrol. Oleh karena itu rancangan eksperimen yang paling sesuai adalah pre-test post-test nonequivalent control group desain seperti berikut. O X1 O O X2 O Dengan X1 adalah perlakuan pada kelompok eksperimen yaitu kegiatan laboratorium konstruktivis. X2 adalah perlakuan pada kelompok kontrol, yaitu kegiatan laboratorium tradisional. O adalah observasi, dalam hal ini adalah pre-test dan post-test mengenai penguasaan konsep tentang arus searah. Penetapan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan undian. Dengan cara ini, terpilih kelas A sebagai kelompok eksperimen dan kelas B sebagai kelompok kontrol. 2.4 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah skor penguasaan konsep-konsep arus searah. Data ini dikumpulkan dengan teknik tes. Tes yang digunakan adalah tes penguasaan konsep yang berbentuk uraian. 2.5 Teknik Analisis Data Untuk menunjukkan kualitas peningkatan penguasaan konsep Arus Searah kelas eksperimen dan kontrol digunakan rumus rata-rata gain score ternormalisasi (g factor). Rata-rata g factor dihitung dengan rumus:

____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVIII April 2005

ISSN 0215 - 8250


x post x pre xmax x pre

165

g=

(Savinainen & Scott, 2002)

Dengan g adalah gain score ternormalisasi, x pre = skor pre-test x post skor post-test, xmax= skor maksimum. Kualifikasi peningkatan penguasaan konsep adalah sebagai berikut: g > 0,7 : tinggi 0,3 < g < 0,7 : sedang g < 0,3 : rendah Hipotesis nol yang berbunyi tidak terdapat perbedaan peningkatan penguasaan konsep-konsep topik arus searah antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan kegiatan laboratorium konstruktivis dan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan kegiatan laboratorium tradisional, diuji dengan uji perbedaan dua rata-rata (uji-t) 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata g factor penguasaan = 0,74 dengan SD= 0,19. konsep mahasiswa kelas eksperimen adalah g Ini menunjukkan bahwa Secara umum peningkatan penguasaan konsepkonsep arus searah mahasiswa kelas eksperimen berada dalam kategori tinggi. Sementara itu, rata-rata g factor mahasiswa kelas kontrol adalah =0,25 , dengan SD=0,12. Ini menunjukkan bahwa peningkatan g penguasaan konsep-konsep arus searah mahasiswa kelas kontrol berada dalam kategori rendah. Uji t menunjukkan nilai t untuk kedua rata-rata di atas adalah t= 12,10, dengan signifikansi p<0.01. Ini berarti, bahwa rata-rata peningkatan
____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVIII April 2005

ISSN 0215 - 8250

166

penguasaan konsep-konsep arus searah mahasiswa kelas eksperimen dan kelas konrol berbeda secara signifikan. Terlihat pula bahwa rata-rata skor mahasiswa kelas eksperimen lebih besar dari rata-rata gain skor kelas kontrol. Ini menunjukkan hipotesis yang berbunyi: tidak terdapat perbedaan peningkatan penguasaan konsep-konsep topik arus searah antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan kegiatan laboratorium konstruktivis dan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan kegiatan laboratorium tradisional, ditolak. Tampak pula bahwa g kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol. Ini dapat diinterpretasikan bahwa peningkatan penguasaan konsep-konsep arus searah kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Dengan kata lain, pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium konstruktivis lebih efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep-konsep arus searah dibandingkan dengan pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium tradisional. Efektivitas pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium konstruktivis dalam meningkatkan penguasaan konsep-konsep arus searah pada mahasiswa kelas eksperimen, diyakini karena kegiatan laboratorium konstruktivis memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan penalaran baik secara kuantitatif atau kualitatif. Eksperimen dalam kegiatan laboraorium ini dirancang bertolak dari prakonspsi siswa tentang arus searah. Eksperimen ini dirancang sedemikian untuk menanggulangi miskonsepsi siswa. Dengan melakukan eksperimen konstrukivis mahasiswa yang masih memiliki miskonsepsi akan mengalami peristiwa konflik kognitif, yang mendorong mereka untuk merekontruksi pengetahuan awalnya. Kegiatan laboratorium semacam ini mendorong kemampuan mahasiwa untuk membangun dan
____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVIII April 2005

ISSN 0215 - 8250

167

mengembangkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan hukum-hukum melalui pengalaman langsung (first-hand experience). Kemampuan-kemampuan berpikir seperti mendeskripsikan pengetahuan fisika secara efektif, menginterpretasikan konsep atau prinsip, dan membangun konsep serta representasi ilmiah dapat dikembangkan dengan baik. Dalam kegiatan laboratorium konstruktivis mahasiswa membangun konsep-konsep dan prinsip-prinsip penting melalui peramalan, pengujian ramalan, inferensi, dan konflik kognitif. Di pihak lain, dalam kegiatan laboratoroum tradisional, eksperimen dirancang tidak didasarkan pada pengetahuan awal siswa. Eksperimen yang digunakan adalah eksperimen yang sangat terstruktur. Semua petunjuk sudah disediakan secara rinci. Mahasiswa tinggal mengikuti petunjuk itu dan mengolah hasil pengamatannya dalam bentuk manipulasi matematika. Tujuan dari eksperimen ini lebih pada verifikasi konsep, bukan pembentukan konsep dan menanggulangi miskonsepsi. Eksperimen ini tentu tidak mengembangkan kreativitas dan kemampuan berpikir apalagi menimbulkan konflik kognitif yang mendorong mahasiswa untuk mengubah pandangannya tentang suatu konsep. Jika dibandingkan dengan eksperimen konstruktivis, jelas eksperimen tradisional kurang ivestigatif, tidak memperhatikan prakonsepsi siswa, tidak mendorong rekontruksi pengatahatuan awal. Dengan demikian miskonsepsi yang telah dimiliki siswa tidak mengalami perbaikan dan akibatnya pemahaman konsep tidak meningkat secara signifikan. Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium konstruktivis, praktikum diselenggarakan terintegrasi dengan kuliah terori. Dengan demikian, fakta-fakta yang diamati di laboratorium dapat secara
____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVIII April 2005

ISSN 0215 - 8250

168

langsung digunakan dalam membangun dan mengembangkan konsepkonsep dan prinsp-prinsip serta pemecahan masalah. Konsep-konsep dan hukum-hukum yang telah dibangun menjadi lebih mudah dan lama diingat oleh pebelajar. Di pihak lain, pada pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium tradisional, praktikum dilaksanakan terpisah dengan kuliah teori. Tidak ada koordinasi antara kegiatan laboratorium dan materi yang diajarkan di kelas. Fakta-fakta yang diamati di laboratorium tidak secara langsung digunakan untuk pengembangan konsep-konsep dan prinsipprinsip penting. Ada kecenderungan mahasiswa menganggap kegiatan laboratorium merupakan kegiatan yang terpisah dengan kuliah. Mahasiswa umumnya sudah merasa puas jika suatu prinsip sudah dapat dibuktikan di laboratorium. Mereka lebih mementingkan membuat laporan dan mengumpulkannya tanpa berusaha menghubungkan hasil kegiatan laboratorium dengan teori yang sudah dipelajar sebelumnya. Hasil penelitian ini tampaknya didukung oleh hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa ahli pendidikan sains. Katu dan Thijs (1996) menunjukkan bahwa kegiatan laboratorium konstruktivis dapat meremidi pemahaman konsep-konsep siswa secara signifikan. Gustone & Champagne (Lazarowitz dan Tamir, 1990) menyimpulkan bahwa kegiatan laboratorium konstruktivis merupakan cara yang efektif untuk membangun conceptual change. Thijs & Bosch, (1995) mendapatkan bahwa kegiatan laboratorium sains yang dipusatkan pada prakonsepsi siswa baik yang dilakukan dengan eksperimen atau demonstrasi dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa secara signifikan. Bertolak dari hasil penelitian ini, tampaknya praktikum konstruktivis merupakan pilihan yang tepat. Hal ini sejalan dengan pandangan McDermott (1990) pembelajaran fisika calon
____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVIII April 2005

ISSN 0215 - 8250

169

guru hendaknya berdasarkan pengalaman konkrit yang melibatkan calon guru secara aktif dalam penelitian fenomena-fenomena di laboratprium. Pengajaran topik-topik hendaknya dimulai dengan penelitian open-ended di laboratorium.

4. Penutup Kegiatan laboratorium konstruktivis sangat efektif dalam pengembangan dan pembentukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip penting dalam topik Arus Searah. Kegiatan laboratorium ini sangat efektif dalam meningkatkan penguasaan mahasiswa terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip penting dalam topik arus searah. Dibandingkan dengan kegiatan laboratorium tradisional, kegiatan laboratorium konstruktivis lebih efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip topik Arus Searah. Dalam rangka pengembangan kemampuan berpikir dan penalaran kualitatif dan kuantitatif serta pengembangan kemampuan membangun dan mengembangkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip penting dalam fisika mahasiswa calon guru, kegiatan laboratorium konstruktivis dapat dipertimbangkan sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran fisika. Kegiatan laboratorium hendaknya dirancang dengan memperhatikan prakonsepsi yang telah dimiliki oleh mahasiswa serta merangsang terjadinya konflik kognitif. Kegiatan praktikum atau demonstrasi hendaknya dilakukan terintegrasi dengan kuliah sehingga fakta-fakta yang diamati di laboratorium secara langsung dapat digunakan dalam
____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVIII April 2005

ISSN 0215 - 8250

170

pembentukan dan pengembangan konsep-konsep dan prinsip-prinsip penting. DAFTAR PUSTAKA Amien, M. (1987). Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Menggunakan Metode Discovey dan Inkuiri. Jakarta: Depdikbud. Bodner, G.M. (1986). Constructivism. A Theory of Knowledge. Journal of Chemical Education. Vol. 63. N0.10. Brown, D.E. (1992). Using Examples and Analogies to Remediate Misconceptions in Physics. Factors Influencing Conceptual Change. Journal of Research and Science Teaching. Vol. 29. N0.1. Collette, A, T. & Chiappetta, Eugene, L. (1994). Science Instruction in The Middle and Secondary School. Third Edition, New York. Maxwell Macmillan International. Gustone, R.F. (1991). Learning in Science Education in Fershan. Development and Dilemmas in Science Education. New York: Falmer. Gilbert, J.K. dan Watt, D.M. (1983). Concept, misconception, and alternative Conception: Changing Perspective in Science Education. Studies in Science Education. Vol. 10. Gangoli, S.G. (1985). A Study of Effectiveness of Guided Open-Ended Approach Physics Experiments. International Journal of Science Education. Vol.17. No.2. Hofstein, A. dan Lunetta, V.M. (1982). The Role of Laboratory in Science Teaching: Neglected Aspect of Research. Review of Educational Research. Vol.52. No.2. Hodson, D. (1990). A Critical Look at Practical Work in School. Science Review. Vol. 70.
____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVIII April 2005

ISSN 0215 - 8250

171

Katu, N. dan Thijs, G.D. (1996). A Constructivist Laboratory Teaching to Remedy Students Alternative Conception of Force: An Exploratory Study in an Indonesian High School. Journal of Science and Mathematics Education in S.E. ASIA. Vol. XIX. No.1. Lazarowitz, R. dan Tamir,P. (1990) Research on Using Laboratory Instruction in Science. Handbook of Research on Science Teaching and Learning. A Project of The National Science Teachers Association. New York: Macmillan Publishing Company. McDermott, L.C. (1990). A Perspective on Teacher Preparation in Physics and Other Science. American Journal o Physics. Vol.58. No.8. Novack, J.D. (1988). Learning Science and Science of Learning. Studies on Science Education. Vol. 15. Osborne, R. dan Wittrock, M. (1985). The Generative Learning Model and Its Implication for Science Education. Studies on Science Education. Vol.12. Roychoudhury, Wolff, and Roth, M. (1996). Interaction in an Open Inquiry Physics Laboratory. International Journal of Science Educaion.Vol.18. N0.4. Savinainen,A. dan Scott, P. (2002). The Force Concept Inventory: A Tool for Monitoring Student Learning. Physics Education. Vol. 37. No.1. Swartz, C.E. (1998). Teaching Introductory Physics. AIP Press. Thijs, G.D. dan Bosch, G.M. (1995). Cognitive Effect of Science Experiment Focusing on Students Preconception of Force: A Comparison on Demonstration and Small Group Practical . International Journal of Science Education. Vol.17. No.3. Toothacker. (1983). A Critical look at Introductory Laboratory Instruction. American Journal of Physics. Vol.51. N0.6.

____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVIII April 2005

ISSN 0215 - 8250

172

Van den Berg, E. dan Gidding, G. (1992). Laboratory Practical Work: an Alternative View of Laboratory Teaching. Monograph. Curtin University of Technology, Western Australia, Science and Mathematics Education Centre.

____________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVIII April 2005

Anda mungkin juga menyukai