Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI A.

Pengertian Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Bruner dan Suddarth, 2002: 896) Hiperetensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah baik sistol dan diastol karena adanya gangguan peredaran darah tepi dengan tanda dan gejala yang khas. Hiperetensi merupakan penyebab utama stroke, gagal jantung dan gagal ginjal. Hipertensi juga sering disebut sebagai silent killer karena orang dengan hipertensi sering tidak menampakan gejala. Institut Nasional Jantung, Paru dan Darah

memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Begitu penyakit ini diderita, tekanan darah psien harus dipantau dengan interval teratur karena hipertensi merupakan kondisi seumur hidup. Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertens, lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi esensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder). B. Klasifikasi Hipertensi Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : ( Darmojo, 1999 ) 1. Hipertensi Ringan Tekanan sistole 140-150 mmHg dan diastole 90-100 mmHg 2. Hipertensi Sedang Keadaan tekanan darah systole 160-180 mmHg dan diastole 100-110 mmHg 3. Hipertensi Berat Tekanan systole lebih dari 185 mmHg dan diastole lebih 110 mmHg Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan rekomendasi dari The Sixth Report of The Join National Committee,

Page 1 of 20

Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure (JNC VI, 1997) sebagai berikut :

No 1. 2. 3. 4.

Kategori Optimal Normal High Normal Hipertensi Grade 1 (ringan) Grade 2 (sedang) Grade 3 (berat) Grade 4 (sangat berat)

Sistolik(mmHg) <120 120 129 130 139 140 159 160 179 180 209 >210

Diastolik(mmHg) <80 80 84 85 89 90 99 100 109 100 119 >120

Kalsifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain. C. Etiologi 1. Hipertensi Primer a. Usia Insidens hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur. b. Kelamin Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada usia pertengahan dan lebih tua, insidens pada wanita mulai meningkat, sehingga pada usia di atas 65 tahun, insidens pada wanita lebih tinggi.

Page 2 of 20

c. Ras Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang berkulit putih. Akibat penyakit ini umumnya lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya mortalitas pasien pria hitam dengan diastole 115 atau lebih, 3,3 kali lebih tinggi daripada pria berkulit putih dan 5,6 kali bagi wanita kulit putih. d. Pola Hidup Faktor seperti pendidikan, penghasilan dan faktor pola hidup lain telah diteleti tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah dan kehidupan atau pekerjaan yang penuh stress agaknya berhubungan dengan insiden hipertensi yang lenih tingi. Obesitas dipandang sebagai faktor resiko utama. Bila berat badan turun, tekanan darah sering turun menjadi normal. Merokok dipandang sebagai faktor resiko tinggi bagi hipertensi dan penyakit arteri koroner. Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia adalah faktor-faktor utama untuk perkembangan aterosklerosis, yang berhubungan erat dengan hipertensi. e. Faktor Keturunan Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi f. Diabetes Melitus Hubungan antara hipertensi dan diabetes melitus kurang jelas, namun secara statistik nyata ada hubungan antara hipertensi dan penyakit arteri koroner. Penyebab utama kematian pasien diabetes melitus adalah penyakit kardiovaskuler. 2. Hipertensi Sekunder Seperti dijelaskan sebelumnya, hipertensi dapat terjadi akibat penyakit yang tidak diketahui. Bila faktor penyebab dapat diatasi, tekanan darah dapat kembali normal. Pada bentuk sekunder dari hipertensi, penyakit parenkim dan penyakit renovaskuler adalah penyebab paling umum, kontrasepsi oral telah dihubungkan dengan hipertensi ringan yang

Page 3 of 20

berhubungan dengan peningkatan substrat renin dan peningkatan kadar angiostensin II dan aldosteron.

Jenis Hipertensi

Penyabab dengan obesitas,

Hipertensi esensial atau Berhubungan primer

hipokolesterolemia, aterosklerosis, diet tinggi garam, diabetes, stress, kepribadian tipe A, riwayat keluarga, merokoko, kurang olahraga

Hipertensi sekunder

Renovaskular: Penyakit parenkim, misalnyaglomerulonefritis akut dan menahun. Penyempitan (stenosis) arteri renalis, akibat aterosklerosis atau fibroplasia bawaan Penyakit atau sindrom Cushing: Dapat disebabkan peningkatan sekresi

glukokortikoid akibat penyakit adrenal atau disfungsi hipofisis. Aldosteronisme primer: Peningkatan sekrei aldosteron, akibat tumor adrenal Feokromositoma: Timor medula adrenal yang berakibat

peningkatan sejresu katekolamin adrenal. Koarktasio aorta: Konstriksi aorta bawaan pada tingkat duktus arteriosus dengan peningkatan tekanan darah di atas konstriksi dan penurunan tekanan di bawah konstriksi.

Page 4 of 20

D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal

mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,

Page 5 of 20

aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).

Page 6 of 20

Pathway Hipertensi umur Jenis kelamin Gaya hidup obesitas

Elastisitas , arteriosklerosis

hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah


Perubahan struktur Penyumbatan pembuluh darah vasokonstriksi Gangguan sirkulasi

otak
Resistensi pembuluh darah otak

ginjal
Suplai O2 otak menurun sinkop
Vasokonstriksi pembuluh darah ginjal Blood flow munurun

Pembuluh darah sistemik vasokonstriksi Afterload meningkat Penurunan curah jantung Fatique Intoleransi aktifitas koroner Iskemi miocard

Retina
Spasme arteriole diplopia

Nyeri kepala

Gangguan pola tidur

Respon RAA

Peningkatan tekanan intrakranial Resiko stroke hemoragik

Gangguan perfusi jaringan

Rangsang aldosteron Retensi Na edema

Page 7 of 20

E. Tanda dan Gejala Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala, bila ada biasanya menunjukkan kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah yang bersangkutan. penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang paling menyertai hipertensi. Hipertofi ventrikel kiri terjadi sebagai respons peningkatan beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan sistemik yang meningkat. Apabila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban kerja maka terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azotemia (peningkatan nitrogen urea darah dan kretinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik trasien yang termanifestasi sebagai paralysis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan ketajaman penglihatan. Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis. Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu : 1. 2. Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan

Page 8 of 20

3. 4. 5. 6. 7. 8.

Sesak nafas Gelisah Mual Muntah Epistaksis Kesadaran menurun

F. Pengkajian 1. Aktivitas / istirahat a. Gejala : 1) Kelemahan 2) Letih 3) Napas pendek 4) Gaya hidup monoton b. Tanda : 1) Frekuensi jantung meningkat 2) Perubahan irama jantung 3) Takipnea 2. Sirkulasi a. Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung

koroner / katup, penyakit serebrovaskuler b. Tanda : 1) Kenaikan TD 2) Nadi : denyutan jelas 3) Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia 4) Bunyi jantung : murmur 5) Distensi vena jugularis 6) Ekstermitas Perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokontriksi perifer), pengisian kapiler mungkin lambat

Page 9 of 20

3. Integritas Ego a. Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,

euphoria, marah, faktor stress multiple (hubungsn, keuangan, pekerjaan) b. Tanda : 1) Letupan suasana hati 2) Gelisah 3) Penyempitan kontinue perhatian 4) Tangisan yang meledak 5) otot muka tegang (khususnya sekitar mata) 6) Peningkatan pola bicara 4. Eliminasi Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (infeksi, obstruksi,

riwayat penyakit ginjal ) 5. Makanan / Cairan a. Gejala : 1) Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol 2) Mual 3) Muntah 4) Riwayat penggunaan diuretik b. Tanda : 1) BB normal atau obesitas 2) Edema 3) Kongesti vena 4) Peningkatan JVP 5) glikosuria 6. Neurosensori a. Gejala : 1) Keluhan pusing / pening, sakit kepala 2) Episode kebas 3) Kelemahan pada satu sisi tubuh

Page 10 of 20

4) Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia ) 5) Episode epistaksis b. Tanda : 1) Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori ( ingatan ) 2) Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman 3) Perubahan retinal optik 7. Nyeri/ketidaknyamanan Gejala : a. nyeri hilang timbul pada tungkai b. sakit kepala oksipital berat c. nyeri abdomen 8. Pernapasan a. Gejala : 1) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas 2) Takipnea 3) Ortopnea 4) Dispnea nocturnal proksimal 5) Batuk dengan atau tanpa sputum 6) Riwayat merokok b. Tanda : 1) Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan 2) Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi ) 3) Sianosis 9. Keamanan a. Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan

b. Tanda : Episode parestesia unilateral transien 10. Pembelajaran / Penyuluhan Gejala : a. Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal b. Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain

Page 11 of 20

c. Penggunaan obat / alkohol G. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada klien dengan hipertensi adalah sebagai berikut: 1. Hematokrit Pada penderita hipertensi kadar hematokrit dalam darah meningkat seiring dengan meningkatnya kadar natrium dalam darah. Pemeriksaan hematokrit diperlukan juga untuk mengikuti perkembangan pengobatan hipertensi. 2. Kalium Serum Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi 3. Kreatinin Serum Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan kreatinin adalah kadar kreatinin dalam darah meningkat sehingga berdampak pada fungsi ginjal.. 4. Urinalisa Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan adanya diabetes. 5. Elektrokardiogram Pembesaran ventrikel kiri dan gambaran kardiomegali dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini. Dapat juga menggambakan apakah hipertensi telah lama berlangsung. (Tom Smith, 1991). H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan ataupun penanganan pada klien dengan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis penatalaksanaan yaitu: 1. Penatalaksanaan Farmakologis (Isserbacher, 1999): a. Diuretik, seperti: tiazid, furosemia, spironokiktan, triamteren, anilloroid. 1) Hipertensi ringan dimulai dari dosis yang amat rendah (contoh 12,5 mg pe rhari). 2) Hipertensi sedang, dosis maksimum 25 mg per hari. 3) Hipertensi berat, dosis 25-50 mg tiap tengah hari. b. Obat antiadrinergik seperti klonidin, guonabenz, guanfasin,

trimetafan. Reserpin, guantidin, fentolamin, timololol dan lain-lain.

Page 12 of 20

1) Hipertensi ringan, diberikan pada permulaan 0,1 mg malam hari. 2) Hipertensi sedang diberikan dengan dosis 125 mg per hari 3) Hipertensi berat, dosis 250 mg dua kali sehari. c. Vasodilator seperti hidralazin, minaksidil, dianoksid, nitropusid. Pada hipertensi penggunaan dosis dibatasi sampai 300 mg/hari. d. Inhibitor enzim pengubah angiostisin, seperti captopril, benezwbril, ramipril, enalapril, dan lain-lain. 1) Hipertensi sedang diberikan dengan dosis 2,5-10 mg tiap tengah hari/2 kali sehari 2) Hipertensi sedang diberikan dengan dosis 0,5 mg tablet, 2 kali sehari 3) Hipertensi berat diberikan 6,2 mg tablet tiap 2 kali sehari e. Antagonis saluran kalsium, seperti: nifedepin, diltiazom, verapamil, dan lain-lain. 1) Hipertensi sedang diberikan dengan hasil 40-80 mg per oral tiga kali sehari. 2) Hipertensi sedang diberikan dengan dosis 30-120 mg tiap 2 kali sehari. 3) Hipertensi berat diberikan dengan dosis 120-200 mg tiap 2 kali sehari. 2. Penatalaksanaan Non-farmakologis a. Perubahan gaya hidup. Gaya hidup yang baik dan sehat merupakan upaya menghindari terjangkitnya hipertensi ataupun timbulnya komplikasi. Pada hipertensi ringan dan sedangm seperti menghentikan rokok, olah raga secara teratur dan dinamik (yang tidak memerlukan tenaga terlalu banyak), misalnya berenang, joggingm jalan kaki cepat, naik sepeda. Hipertensi berat seperti berhenti merokok, minum alkohol, menurunkan asupan garam perhari. (Purwanti, 1998). b. Diet 1) Hipertensi ringan (diit rendah garam I)

Page 13 of 20

Mengkonsumsi garam sendok makan perhari, konsumsi kecap, MSG sendok per hari. 2) Hipertensi sedang (diit rendah garam II) Mengkonsumsi garam sendok makan perhari, konsumsi kecap, MSG sendok makan perhari 3) Hipertensi berat (diit rendah garam III) Tidak boleh mengkonsumsi garam, kecap, MSG. (Isselbacher, 1999). c. Upaya menghilangkan atau menghindari stress dapat dilakukan seperti: meditasi, yoga, relaksai, hipnotis yang dapat mengontrol sistem saraf otonom dan enurunkan hipertensi. (Soeparman, 1999). d. Berat badan yang berlebihan atau obesitas. Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi, sehingga upaya penirunan BB pada obesitas sangat penting. (Purwanti, 1998). Disamping itu upaya menurunkan BB juga dapat meningkatkan efektivitas pebgobatan farmakologis. (Soeparman, 1999). I. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Timbul 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular. 2. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral 3. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya tahanan pembuluh darah. 4. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output 5. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala J. Intervensi Keperawatan 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
a.

Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.

b. Kriteria hasil :

Page 14 of 20

1) Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD 2) Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima 3) Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
c. Intervensi :

1) Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat 2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer 3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas 4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler 5) Catat edema umum 6) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung. 7) Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi 8) Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan 9) Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur. 10) Anjurkan pengalihan 11) Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah 12) Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi 13) Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi: a) Diuretik Tiazid misalnya klorotiazid (Diuril), tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas

hidroklorotiazid (esidrix, hidrodiuril), bendroflumentiazid (Naturetin) b) Diuretic Loop misalnya Furosemid (Lasix), asam etakrinic (decrin), bumetanic (Burmex) c) Diuretik hemat kalium misalnay spironolakton (aldactone), triamterene (Dyrenium), amilioride (midamor) d) Inhibitor simpatis misalnya propanolol (inderal), metoprolol (lopressor), Atenolol (tenormin), nadolol (Corgard),

Page 15 of 20

metildopa (aldomet), reserpine ( Serpasil ), klonidin (catapres) e) Vasodilator misalnya minoksidil (loniten), hidralasin

(apresolin), bloker saluran kalsium (nivedipin, verapamil) f) Anti adrenergik misalnya minipres, tetazosin (hytrin) g) Bloker nuron adrenergik misalnya guanadrel (hyloree), quanetidin (Ismelin), reserpin (Serpasil) h) Inhibitor adrenergik yang bekerja secara sentral misalnya klonidin (catapres), guanabenz (wytension), metildopa (aldomet) i) Vasodilator kerja langsung misalnya hidralazin (apresolin), minoksidil, loniten j) Vasodilator oral yang bekerja secara langsung misalnya diazoksid (hyperstat), nitroprusid (nipride, nitropess) k) Bloker ganglion misalnya guanetidin (ismelin), trimetapan (arfonad), ACE inhibitor (captopril, captoten) 2. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral a. Tujuan : Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam b. Kriteria hasil : 1) Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala 2) Pasien tampak nyaman 3) TTV dalam batas normal c. Intervensi : 1) Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan 2) Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan 3) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan 4) Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin

Page 16 of 20

5) Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi 6) Hilangkan/minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk 7) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: analgesik,

antiansietas (lorazepam, ativan, diazepam, valium) 3. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya tahanan pembuluh darah. a. Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam b. Kriteria hasil : 1) Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal. 2) Haluaran urin 30 ml/ menit 3) Tanda-tanda vital stabil c. Intervensi : 1) Pertahankan tirah baring 2) Tinggikan kepala tempat tidur 3) Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia 4) Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan 5) Amati adanya hipotensi mendadak 6) Ukur masukan dan pengeluaran 7) Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program 8) Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program

Page 17 of 20

4. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output a. Tujuan : Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam b. Kriteria hasil : 1) Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari hari 2) Menunjukkan penurunan gejala gejala intoleransi aktifitas c. Intervensi : 1) Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan 2) Instruksikan pasien tentang penghematan energi 3) Kaji respon pasien terhadap aktifitas 4) Monitor adanya diaforesis, pusing 5) Observasi TTV tiap 4 jam 6) Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk

memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore 5. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala a. Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam b. Kriteria hasil : 1) Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 8 jam per hari 2) Tampak dapat istirahat dengan cukup 3) TTV dalam batas normal c. Intervensi : 1) 2) 3) 4) Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur Evaluasi tingkat stress Monitor keluhan nyeri kepala

Page 18 of 20

5) 6) 7) 8) 9)

Lengkapi jadwal tidur secara teratur Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat Lakukan masase punggung Putarkan musik yang lembut Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

Page 19 of 20

DAFTAR PUSTAKA Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Ed 3. Jakarta: EGC Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Jakarta : EGC Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC Sudoyo, Aru dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed V. Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Page 20 of 20

Anda mungkin juga menyukai