Doa Kebaikan Dunia Dan Akhirat
Doa Kebaikan Dunia Dan Akhirat
ALLAAHUMMA RABBANAA AATINAA FID DUN-YA HASANAH, WAFILAAKHIRATI HASANAH, WAQINAA 'ADZAABAN NAAR
"Ya Allah, ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka." (Muttafaq 'alaih)
Manfaat doa ini sangat luar biasa. Kandungannya mencakup kebaikan yang diinginkan
setiap insan sejak di dunia hingga akhirat. Kebaikan di dunia mencakup setiap yang
diinginkan dari masalah dunia berupa kesehatan, tempat tinggal yang luas, rizki yang
banyak dan halal, istri shalihah, anak shalih, ilmu bermanfaat, amal shalih, ibadah khusu',
kendaraan yang nyaman, nama baik dan lainnya.
Sedangkan kebaikan di akhirat yang tertinggi adalah masuk surga dan mendapat ridla
Allah serta kenikmatan-kenikmatan yang mengirinya berupa rasa aman dari huru-hara
yang mengerikan di padang mahsyar, diringankan hisab dan lainnya. Maknanya juga
meminta agar diselamatkan dari siksa-siksa dan penderitaan yang ada di kubur, padang
mahsyar, dan di neraka.
Sedangkan maksud diselamatkan atau dipelihara dari siksa neraka adalah dimudahkan
untuk menjauhi jalan yang menghantarkan ke neraka berupa menjauhi maksiat dan dosa
serta meninggalkan perkara syubuhat dan haram.
Qasim bin Abdurrahman berkata, "siapa yang diberi kalbu yang selalu bersyukur, lisan
yang selalu berdzikir, dan jasad yang sabar dan tangguh, maka dia telah diberi kebaikan
di dunia dan kebaikan di akhirat serta di pelihara dari siksa neraka."
Karenanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam banyak berdoa dengannya dan sangat
menganjurkan umatnya untuk membaca doa ini. Dari Anas bin Malik radliyallah 'anhu
mengatakan, "doa yang paling sering dibaca Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah;
"Ya Allah, ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka." (HR. Bukhari dan Ahmad)
Anas bin Malik biasa berdoa dengan doa ini saja dan ketika melantunkan beberapa doa
pasti beliau memasukkan doa ini di dalamnya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari jalan Abu Nu'aim, Abdussalam bin Syadad
yakni Abu Thaluth- berkata, aku pernah bersama Anas, lalu Tsabit berkata kepadanya,
"sesungguhnya saudara-saudaramu meminta agar engkau mendoakan mereka. Lalu Anas
berdoa, "Ya Allah, ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka." Merasa kurang, mereka meminta agar
didoakan lagi ketika mereka akan beranjak pergi, lalu Anas berkata, "jika Allah sudah
memberikan untuk kalian kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta memelihara
kalian dari siksa nereka, berarti Dia telah memberikan untuk kalian seluruh kebaikan."
Al Qadli Iyadh rahimahullah mengatakan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam banyak
berdoa dengan ayat ini (al Baqarah: 201) karena mengandung seluruh isi doa dari urusan
dunia dan akhirat."
Kapan dibacanya?
Pada dasarnya doa ini boleh dibaca kapan saja khususnya pada saat-saat yang mustajab,
seperti di sepertiga malam terakhir, di antara adzan dan iqamah, di sore hari Jum'at, dan
lainnya. Namun, ada beberapa kondisi khusus yang dianjurkan untuk membacanya, di
antaranya:
1. Doa ketika berada di antara rukun Yamani dan Hajar Aswad ketika Thawwaf. (HR.
Abu Dawud, Ahmad, al Baghawi dalam Syarh as Sunnah dari Abdullah bin as Saaib).
2. Boleh dibaca setelah membaca tasyahhud kedua berdasarkan keumuman hadits, dalam
Shahihain dan lainnya, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "kemudian silahkan
dia berdoa yang dia suka." Juga berdasarkan riwayat Umair bin Sa'd yang menyatakan
bahwa Abdullah bin Mas'ud mengajari kami bacaan tasyahhud dalam shalat kemudian
berkata, "jika salah seorang kamu selesai baca tasyahhud hendaknya dia berdoa . . . (salah
satunya doa di atas)." (Fath al Baari: 2/239)
Pelajaran dari doa ini
1. Jangan-lah berdoa kepada Allah hanya kebaikan dunia saja, khususnya ketika di
tempat-tempat dan waktu-waktu yang mustajab. Doa dalam Al Baqarah: 201 adalah
pujian dari Allah bagi orang-orang beriman dan celaan atas orang-orang musyrik. Orangorang beriman meminta kebaikan di dunia dan akhirat. Sedangkan orang-orang musyrikin
doanya hanya sebatas kebaikan dunia semata, mereka lupa terhadap akhirat.
2. Tidak boleh juga meminta hanya kebaikan di akhirat dan melupakan kehidupan
dunianya. Dari sahabat Anas, pernah pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menjenguk salah seorang shabatnya yang dalam kondisi sangat lemah dan
kurus. Lalu beliau shallallahu 'alaihi wasallam bertanya padanya, "apakah kamu telah
berdoa dan meminta sesuatu kepada Allah?" dia menjawab, Ya Rasulullah aku telah
berdoa, "Ya Allah jika aku kelak akan disiksa di akhirat, maka segerakanlah di dunia ini."
lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata padanya, "Subhanallah, engkau tidak
akan kuat terhadap siksa Allah. jangan begitu, tapi berdoalah:
"Ya Allah, ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka." (HR. al Baghawi dalam Syarh as Sunnah dan Ahmad
dalam al Musnad)
Yang maknanya kurang lebih, "Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya
mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Maidah:
118)
Seseorang yang memahami makna ayat yang dibaca, tentunya akan mungkin untuk
berinteraksi langsung dengan ayat tersebut. Yaitu dengan bertasbih ketika melewati ayat
tasbih, dan berdoa ketika melewati ayat yang mengandung permintaan, berta'awwudz
(meminta perlindungan) ketika melewati ayat yang mengandung perlindungan, memohon
surga ketika melewati ayat surga, dan berlindung dari neraka ketika melewati ayat yang
membicarakan tentang neraka dan kengerian siksanya.
Imam Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan dari Hudzaifah radliyallah 'anhu, berkata,
. . .
"Suatu malam aku shalat bermakmum kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau
membaca Al-Qur'an dalam shalatnya dengan berlahan (tidak tergesa-gesa). Apabila
beliau sampai pada ayat yang mengandung tasbih, beliau bertasbih. Apabila sampai pada
ayat yang mengandung permintaan, beliau meminta (berdoa). Dan apabila sampai pada
ayat yang mengandung perlindungan, beliau berta'awwudz (memohon perlindungan)."
(HR. Muslim, no. 772)
"Suatu malam aku shalat bermakmum kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Maka
apabila sampai pada ayat rahmat, beliau meminta rahmat. Apabila sampai pada ayat
adzab, beliau berlindung darinya. Dan apabila sampai pada ayat yang di dalamnya
mengandung makna menyucikan Allah, beliau membaca tasbih." (HR. Imam al-Marwazi
dalam Ta'dzim Qadris Shalah. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih alJami', no. 4782)
Sebagian ulama salaf juga membaca ayat dengan diulang-ulang karena terkesan dengan
makna dan kandungannya. Hal ini tidak lain karena mereka memahami apa yang mereka
baca. Qatadah bin al-Nu'man, seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
melakukan qiyamullailnya tanpa membaca surat apapun, kecuali surat Al-Ikhlash yang
dibacanya berulang-ulang. (Atsar riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Baari 9/59 dan Ahmad
dalam Musnadnya III/43)
Sa'id bin 'Ubaid al-Thaiy telah meriwayatkan sebuah atsar, ia pernah mendengar Sa'id bin
Jubair mengimami pada bulan Ramadlan. Pada shalat tersebut, Sa'id hanya membaca ayat
berikut ini secara berulang ulang,
72)
(
71)
70)
)
" Kelak mereka akan mengetahui,ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka,
seraya mereka diseret, ke dalam air yang sangat panas, kemudian mereka dibakar dalam
api." (QS. Al-Mukmin: 70-72)
Al-Qasim telah meriwayatkan bahwa dia pernah melihat Sa'id bin Jubair melakukan
qiyamullail dengan hanya membaca ayat,
"Dan peliharalah dirimu dari (adzab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu
semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang
sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak
dianiaya (dirugikan)." (QS. Al-Baqarah: 281) dan beliau mengulang-ulang bacaan ayat
ini sampai 20 kali lebih.
Seorang laki-laki dari Bani Qais yang dikenal dengan Abu Abdullah telah meriwayatkan,
"Pada suatu malam kami menginap di rumah Al-Hasan (al-Bashri), maka di tengah
malam ia bangun dan shalat. Dan ternyata yang dibacanya hanyalah ayat berikut secara
berulang-ulang hingga waktu sahur, yaitu firman Allah,
"Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu
mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu
menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat dzalim dan sangat mengingkari
(nikmat Allah)." (Qs. Ibrahim: 34)
Pada pagi harinya kami bertanya, "Wahai Abu Sa'id, mengapa engkau tidak melampaui
ayat ini dalam bacaan sepanjang malam?" Al Hasan menjawab, "Aku memandang ayat
ini mengandung pelajaran yang mendalam. Karena tidaklah aku menengadahkan
pandangan mataku dan tidak pula menundukkannya, melainkan pasti melihat nikmat.
Sedangkan nikmat-nikmat Allah yang belum diketahui, masih sangat banyak." (AlTadzkirah, karya Imam al-Qurthubi, hal. 125)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid juga menjelaskan bahwa meragamkan bacaan
surat, ayat, dzikir, dan do'a dalam shalat bisa membantu menghadirkan kekhusyu'an.
Namun, kekhusyu'an ini tidak akan diperoleh kecuali oleh orang yang mengetahui
"Tidak bolehkan aku menjadi hamba yang banyak bersyukur? Sesungguhnya malam ini
telah diturunkan kepadaku beberapa buah ayat. Celakalah bagi orang membacanya tapi
tidak memikirkan makna yang terkandung di dalamnya: "Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi . . . (QS. Al-Baqarah: 164) seluruhnya." (HR. Ibnu Hibban
dalam Shahihnya. Al-Albani dalam Al-Shahihah, no. 68, menyatakan sanad hadits ini
jayyid baik-)
Mengetahui dan memahami makna apa yang dibaca di dalam shalat menjadi sarana wajib
untuk bisa merenungkan dan mentadabburi setiap gerakan dan dzikir-dzikir dalam shalat.
Dari perenungan dan tadabbur yang mendalam ini akan memunculkan sentuhan jiwa
sehingga matapun akan bisa menangis. Allah berfirman tentang Ibadurrahman,
"Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Rabb mereka, mereka
tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta." (Q.S Al-Furqan 73)
Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya Al-Shalah, pernah menyatakan: "Ada satu hal yang
ajaib, yang dapat diperoleh oleh orang yang merenungi makna-makna Al-Qur'an. Yaitu
keajaiban-keajaiban Asma dan Sifat Allah. Itu terjadi, tatkala orang tadi menuangkan
segala curahan iman dalam hatinya, sehingga ia dapat memahami bahwa setiap Asma dan
Sifat Allah itu memiliki tempat (bukan dibaca) di setiap gerakan shalat. Artinya
bersesuaian. Tatkala ia tegak berdiri, ia dapat menyadari ke-Maha Terjagaan Allah, dan
apabila ia bertakbir, ia ingat akan ke-Maha Agung-an Allah." Wallahu a'lam Bis shawab.
berdoa dengan suara lantang) kepada-Nya?" Turunlah ayat: "Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.
(QS. al-Baqarah/2: 186)
Allah telah memberikan beberapa pengecualian bagi umat Muhammad dalam
menjalankan ibadah puasa, seperti dibolehkannya seorang suami untuk memberikan
nafkah batin kepada isterinya pada malam bulan Ramadhan, kecuali pada waktu I'tikaf di
masjid, karena waktu tersebut adalah waktu di mana manusia seharusnya mendekatkan
diri kepada Allah, tanpa disibukkan dengan perkara yang lain.
Allaahumma innii 'abduka wabnu 'abdika wabnu amatik, naashiyatii biyadik, maadlin
fiyya hukmuk, 'adlun fiyya qadlaa'uk, as-aluka bikullismin huwa laka, sammaita bihi
nafsaka, au anzaltahuu fii kitaabika, au 'allamtahu ahadan min khalqika, awis ta'tsarta
bihii fii 'ilmil ghaibi 'indaka, an taj'alal Qur'aana rabii'a qalbii wanuura shadrii wajalaa'a
huzni wa dzahaaba hammii
Artinya: "Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu, dan
anak hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku berada di tangan-Mu. Hukum-Mu berlaku
pada diriku. Ketetapan-Mu adil atas diriku. Aku memohon kepada-Mu dengan segala
nama yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau Engkau
turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seorang dari makhluk-Mu,
atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu, agar Engkau jadikan
Al-Qur'an sebagai penyejuk hatiku, cahaya bagi dadaku dan pelipur kesedihanku serta
pelenyap bagi kegelisahanku."
Doa di atas didasarkan pada hadits dari Abdullah bin Mas'ud radliyallah 'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah seseorang tertimpa kegundahan dan
kesedihan lalu berdoa (dengan doa di atas) . . . melainkan Allah akan menghilangkan
kesedihan dan kegelisahannya serta menggantikannya dengan kegembiraan.
Ibnu Mas'ud berkata, "Ada yang bertanya, 'Ya Rasulallah, bolehkah kita
mempelajarinya?' Beliau menjawab, 'Ya, sudah sepatutnya orang yang mendengarnya
untuk mempelajarinya'." (HR. Ahmad dalam Musnadnya I/391, 452, Al-Hakim dalam
Mustadraknya I/509, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya VII/47, Ibnu Hibban dalam
Shahihnya no. 2372, Al-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir no. 10198 dari Maktabah
Syamilah-. Hadits ini telah dishahihkan oleh Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim,
keduanya banyak menyebutkannya dalam kitab-kitab mereka. Juga dihasankan oleh Al-
Hafidz dalam Takhriij Al-Adzkaar dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam al-Kalim al
Thayyib hal. 119 no. 124 dan Silsilah Shahihah no. 199.)
Apabila yang Berdoa Seorang Wanita
Bentuk lafadz doa di atas untuk mudzakar (laki-laki), Ana 'Abduka (aku hamba laki-lakiMu), Ibnu 'Abdika Wabnu Amatik (anak laki-laki dari hamba-laki-laki-Mu dan anak lakilaki dari hamba perempuan-Mu). Kalau yang berdoa adalah laki-laki tentunya lafadz
tersebut tepat dan tidak menjadi persoalan. Namun, bila yang berdoa seorang muslimah,
apakah dia harus mengganti lafadz di atas dengan bentuk mu'annats (untuk perempuan),
yaitu dengan Allaahumma Inni Amatuk, Ibnatu 'Abdika, Ibnatu Amatik (Ya Allah aku
adalah hamba wanita-Mu, anak perempuan dari hamba laki-laki-Mu dan anak perempuan
dari hamba perempuan-Mu)?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya tentang seorang wanita
yang mendengar doa di atas, tapi dia tetap berpegang dengan lafadz hadits. Lalu ada yang
berkata padanya, ucapkan, "Allahumma Inni Amatuk . . . ." namun dia menolak dan tetap
memilih lafadz dalam hadits, apakah dia dalam posisi yang benar ataukah tidak?
Kemudian beliau menjawab, "Selayaknya dia mengucapkan dalam doanya, "Allahumma
Inni Amatuk, bintu amatik . . ." dan ini adalah yang lebih baik dan tepat, walaupun
ucapannya, 'Abduka, ibnu 'abdika memiliki pembenar dalam bahasa Arab seperti lafadz
zauj (pasangan; bisa digunakan untuk suami atau istri-pent), wallahu a'lam." (Majmu'
Fatawa Syaikhil Islam Ibnu Taimiyah: 22/488)
Syaikh Abdul 'Aziz bin Baaz rahimahullah pernah juga ditanya tentang cara berdoanya
seorang wanita dengan doa tersebut. Apakah wanita itu tetap mengucapkan, "wa ana
'abduka wabnu 'abdika" (dan saya adalah hamba laki-laki-Mu dan anak laki-laki dari
hamba laki-laki-Mu) ataukah harus mengganti dengan, "Wa ana amatuk, ibnu 'andika
atau bintu 'abdika"?
Beliau rahimahullah menjawab, "Persoalan ini luas Insya Allah, Persoalan dalam masalah
ini luas. Apabila wanita itu berdoa sesuai dengan hadits, tidak apa-apa. Dan jika berdoa
dengan bentuk yang ma'ruf bagi wanita, Allahumma innii amatuk, wabnutu 'abdika, juga
tidak apa-apa, semuanya baik.
Kandungan Doa
Doa di atas mengandung persoalan-persoalan pokok dalam akidah Islam di antaranya:
1. Rasa gundah dan sedih yang menimpa seseorang akan menjadi kafarah (penghapus
dari dosanya) berdasarkan hadits Mu'awiyah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam sabda,
"Tidak ada sesuatu yang menimpa seorang mukmin pada tubuhnya sehingga
membuatnya sakit kecuali Allah akan menghapuskan dosa-dosanya." (HR. Ahmad 4/98,
Al-Hakim 1/347 dan beliau menyatakan shahih sesuai syarat Syaikhain. Imam al-Dzahabi
menyepakatinya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam al-Shahihah 5/344, no. 2274)
Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu anhuma, dari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Tidaklah menimpa seorang muslim kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan
dan duka, sampai pun duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan menghapus
dengannya dosa-dosanya. (Muttafaqun alaih)
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata dalam Syarh Riyadhish Shalihin
(1/94): Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau berkeyakinan bahwa
kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampaipun duri yang mengenai dirimu, akan
berlalu tanpa arti. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menggantikan dengan yang
lebih baik (pahala) dan menghapuskan dosa-dosamu dengan sebab itu. Sebagaimana
pohon menggugurkan daun-daunnya. Ini merupakan nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sehingga, bila musibah itu terjadi dan orang yang tertimpa musibah itu:
a. Dia mengingat pahala dan mengharapkannya, maka dia akan mendapatkan dua
balasan, yaitu menghapus dosa dan tambahan kebaikan (sabar dan ridha terhadap
musibah).
b. Dia lupa (akan janji Allah Subhanahu wa Ta'ala), maka akan sesaklah dadanya
sekaligus menjadikannya lupa terhadap niat mendapatkan pahala dari Allah Taala.
Dari penjelasan ini, ada dua pilihan bagi seseorang yang tertimpa musibah: beruntung
dengan mendapatkan penghapus dosa dan tambahan kebaikan, atau merugi, tidak
mendapatkan kebaikan bahkan mendapatkan murka Allah Taala karena dia marah dan
tidak sabar atas taqdir tersebut.
2. Kedudukan ubudiyah merupakan tingkatan iman tertinggi. Karenanya, seorang muslim
wajib menjadi hamba Allah semata dan senantiasa beribadah kepada-Nya, Dzat yang
tidak memiliki sekutu. Hal ini ditunjukkan lafadz, Inni 'Abduka Wabnu 'Abdika Wabnu
Amatik (Sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu, dan anak
hamba perempuan-Mu).
3. Semua urusan hamba berada di tangan Allah yang diarahkan sekehandak-Nya. Dan
masyi'ah (kehendak) hamba mengikuti kehendak Allah. hal ini ditunjukkan oleh lafadz,
Naashiyatii biyadik (Ubun-ubunku berada di tangan-Mu).
4. Allah yang berhak mengadili dan memutuskan perkara hamba-hamba-Nya dalam
perselisihan di antara mereka. Hal ini ditunjukkan oleh lafadz, 'Adlun fiyya qadla-uka
(Ketetapan-Mu adil atas diriku). Allah Ta'ala berfirman,
"Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak
menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, . ." (QS. Yuusuf: 40)
5. Ketetapan takdir-Nya adil dan baik bagi seorang muslim. Jika dia mendapat kebaikan,
bersyukur, dan itu baik baginya. Sebaliknya, bila tertimpa keburukan (musibah atau
bencana) dia bersabar, dan itupun baik baginya. Semua perkara orang mukmin itu baik,
dan hal itu tidak dimiliki kecuali oleh ornag beriman. (HR. Muslim)
6. Anjuran untuk bertawassul dengan Asmaul Husna (Nama-nama Allah yang
Mahaindah) dan sifat-sifatnya yang Mahatinggi. Allah perintahkan sendiri bertawassul
dengannya dalam firman-Nya,
"Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut
asmaaulhusna itu . ." (QS. Al-A'raaf: 180)
7. Nama-nama Allah dan sifat-sifatnya adalah tauqifiyyah yang tidak diketahui kecuali
melalui wahyu. Allah sendiri yang menamakan diri-Nya dengan nama-nama tersebut dan
mengajarkannya kepada para hamba-Nya.
8. Nama-nama Allah tidak terbatas pada 99 nama. Hal ini ditunjukkan oleh lafadz, awis
ta'tsarta bihii fii 'ilmil ghaibi 'indaka (atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib
yang ada di sisi-Mu).
Sedangkan hadits yang menerangkan jumlah nama Allah ada 99,
"Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu, siapa yang menghafalnya
pasti masuk surga." (HR. Bukhari dan Muslim) Menurut imam al-Khathabi dan lainnya,
maknanya adalah seperti orang yang mengatakan "Saya memiliki 1000 dirham yang
kusiapkan untuk sedekah," yang bukan berarti uangnya hanya 1000 dirham itu saja.
(Majmu' Fatawa: 5/217)
9. Al-Qur'an memberi petunjuk kepada jalan yang paling lurus. Keberadaannya laksana
musim semi bagi hati orang mukmin, memberi kenyamanan pada hatinya, menjadi
cahaya bagi dadanya, sebagai pelipur kesedihannya, dan penghilang bagi kesusahannya.
Hal ini menunjukkan kedudukan Al-Qur'an yang sangat tinggi dalam kehidupan manusia,
baik individu, masyarakat, atau suatu umat.
10. Siapa yang datang kepada Allah pasti Allah akan mencukupkannya, siapa yang
menghaturkan kefakirannya kepada Allah, Dia pasti mengayakannya. Siapa yang
meminta kepada-Nya, pasti Dia akan memberinya. Hal ini ditunjukkan lafadz hadits,
"Melainkan Allah akan menghilangkan kesedihan dan kesusahannya serta
menggantikannya dengan kegembiraan."
11. Wajib mempelajari Al-Sunnah dan mengamalkan serta mendakwahkannya.
Sesungguhnya Sunnah memuat petunjuk kehidupan manusia secara keseluruhan. Hal ini
ditunjukkan oleh kalimat di ujung hadits, "Ya, sudah sepatutnya orang yang
mendengarnya untuk mempelajarinya." Wallahu a'lam bil Shawab.
"Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling cinta mencintai".[1]
Memberi hadiah merupakan salah satu bentuk perhatian seorang suami kepada istrinya,
atau istri kepada suaminya. Terlebih bagi istri, hadiah dari suami mempunyai nilai yang
sangat mengesankan. Hadiah tidak harus mahal, tetapi sebagai simbol perhatian suami
kepada istri.
Seorang suami yang ketika pulang membawa sekedar oleh-oleh kesukaan istrinya, tentu
akan membuat sang isteri senang dan merasa mendapat perhatian. Dan seorang suami,
semestinya lebih mengerti apa yang lebih disenangi oleh isterinya. Oleh karena itu, para
suami hendaklah menunjukkan perhatian kepada istri, diungkapkan dengan memberi
hadian meski sederhana.
Kedua : Mengkhususkan Waktu Untuk Duduk Bersama.
Jangan sampai antara suami istri sibuk dengan urusannya masing-masing, dan tidak ada
waktu untuk duduk bersama.
Ada pertanyaan yang diajukan kepada Syaikh bin Baz. Ada seorang pemuda tidak
memperlakukan isteri dengan baik. Yang menjadi penyebabnya, karena ia sibuk
menghabiskan waktunya untuk berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan studi dan
lainnya, sehingga meninggalkan isteri dan anak-anaknya dalam waktu lama. Masalah ini
ditanyakan kepada Syaikh, apakah diperbolehkan sibuk menuntut ilmu dan sibuk beramal
dengan resiko mengambil waktu yang seharusnya dikhususkan untuk isteri?
Syaikh bin Baz menjawab pertanyaan ini. Beliau menyatakan, tidak ragu lagi, bahwa
wajib atas suami untuk memperlakukan isterinya dengan baik berdasarkan firman Allah:
"Pergaulilah mereka dengan baik" [An Nisa`: 19]
Juga sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Abdullah bin Amr
bin Ash, yaitu manakala sahabat ini sibuk dengan shalat malam dan sibuk dengan puasa,
sehingga lupa dan lalai terhadap isterinya, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
berkata:
"Puasalah dan berbukalah. Tidur dan bangunlah. Puasalah sebulan selama tiga hari,
karena sesungguhnya kebaikan itu memiliki sepuluh kali lipat. Sesungguhnya engkau
memiliki kewajiban atas dirimu. Dirimu sendiri memiliki hak, dan engkau juga
mempunyai kewajiban terhadap isterimu, juga kepada tamumu. Maka, berikanlah haknya
setiap orang yang memiliki hak" [Muttafaqun alaihi].
Banyak hadits yang menunjukkan adanya kewajiban agar suami memperlakukan isteri
dengan baik. Oleh karena itu, para pemuda dan para suami hendaklah memperlakukan
isteri dengan baik, berlemah-lembut sesuai dengan kemampuan. Apabila memungkinkan
untuk belajar dan menyelesaikan tugas-tugasnya di rumah, maka lakukanlah di rumah,
sehingga, disamping dia mendapatkan ilmu dan menyelesaikan tugas, dia juga dapat
membuat isteri dan anak-anaknya senang. Kesimpulannya, adalah disyariatkan atas suami
mengkhususkan waktu-waktu tertentu, meluangkan waktu untuk isterinya, agar sang
isteri merasa tentram, memperlakukan isterinya dengan baik; terlebih lagi apabila tidak
memiliki anak.
Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (artinya) :
Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluarganya. Dan saya
adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (artinya) :
Orang yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya di antara mereka.
Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap isteri-isteri kalian. [Diriwayatkan
oleh Tirmidzi]
Sebaliknya, seorang isteri juga disyariatkan untuk membantu suaminya, misalnya
menyelesaikan tugas-tugas studi ataupun tugas kantor. Hendaklah dia bersabar apabila
suaminya memiliki kekurangan karena kesibukannya, sehingga kurang memberikan
waktu yang cukup kepada isterinya.
Berdasarkan firman Allah, hendaklah antara suami dan isteri saling bekerjasama:
"Tolong-menolonglah kalian di atas kebaikan dan takwa".
Juga berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Allah akan selalu menolong hambaNya selama hambaNya itu menolong saudaranya".
[Diterjemahkan dari buku Fatawa Islamiyyah]
Nasihat Syaikh bin Baz tersebut ditujukan kepada kedua belah pihak. Kepada suami
hendaklah benar-benar tidak sampai melalaikan, dan kepada isteri pun untuk bisa
bersabar dan memahami apabila suaminya sibuk bukan untuk hal-hal yang tidak
bermanfaat.
Untuk para isteri, bisa juga mengoreksi diri mereka. Mungkin di antara sebab suami tidak
kerasan di rumah karena memiliki isteri yang sering marah, selalu bermuka masam dan
ketus apabila berbicara.
"Sedikit pun janganlah engkau menganggap remeh perbuatan baik, meskipun ketika
berjumpa dengan saudaramu engkau menampakkan wajah ceria" [HR Muslim]
Begitu pula sebaliknya, ketika suami datang, seorang isteri jangan sampai menunjukkan
wajah cemberut atau marah. Meskipun demikian, hendaknya seorang suami juga bisa
memahami kondisi isteri secara kejiwaan. Misalnya, isteri yang sedang haidh atau nifas,
terkadang melakukan tindakan yang menjengkelkan. Maka seorang suami hendaklah
bersabar.
Ada pertanyaan dari seorang istri yang disampaikan kepada Syaikh bin Baz, sebagai
berikut :
"Suami saya -semoga Allah memaafkan dia-, meskipun dia berpegang teguh dengan
agama dan memiliki akhlak yang tinggi serta takut kepada Allah, tetapi dia tidak
memiliki perhatian kepada saya sedikit pun. Jika di rumah, ia selalu berwajah cemberut,
sempit dadanya dan terkadang dia mengatakan bahwa sayalah penyebab masalahnya.
Tetapi Allah-lah yang mengetahui bahwa saya alhamdulillah- telah melaksanakan hakhaknya. Yakni menjalankan kewajiban saya sebagai isteri. Saya berusaha semaksimal
mungkin dapat memberikan ketenangan kepada suami dan menjauhkan segala hal yang
membuatnya tidak suka. Saya selalu sabar atas tindakan-tindakannya terhadap saya.
Setiap saya bertanya sesuatu kepadanya, dia selalu marah, dan dia mengatakan bahwa
ucapan saya tidak bermanfaat dan kampungan. Padahal perlu diketahui, jika kepada
teman-temannya, suami saya tersebut termasuk orang yang murah senyum. Sedangkan
terhadap saya, ia tidak pernah tersenyum; yang ada hanyalah celaan dan perlakuan buruk.
Hal ini menyakitkan dan saya merasa sering tersiksa dengan perbuatannya. Saya raguragu dan beberapa kali berpikir untuk meninggalkan rumah.
Wahai Syaikh, apabila saya meninggalkan rumah dan mendidik sendiri anak-anak saya
dan berusaha mencari pekerjaan untuk membiayai anak-anak saya sendiri, apakah saya
berdosa? Ataukah saya harus tetap tinggal bersama suami dalam keadaan seperti ini,
(yaitu) jarang berbicara dengan suami, (ia) tidak bekerja sama dan tidak merasakan
problem saya ini?"
Dijawab oleh Syaikh bin Baz : Tidak diragukan lagi, bahwa kewajiban atas suami isteri
ialah bergaul dengan baik dan saling menampakkan wajah penuh dengan kecintaan. Dan
hendaklah berakhlak dengan akhlak mulia, (yakni) dengan menampakkan wajah ceria,
berdasarkan firman Allah:
"Pergaulilah mereka dengan baik". [An Nisa` : 19].
"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang maruf, akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isteri".
Arti kelebihan disini, secara umum laki-laki lebih unggul daripada wanita. Tetapi nilainilai yang ada pada setiap individu di sisi Allah, tidak berarti laki-laki pasti derajatnya
lebih tinggi. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang
paling bertakwa.
Dan berdasarkan sabda Nabi:
"Kebaikan itu adalah akhlak yang baik". [HR Muslim].
Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Sedikitpun janganlah engkau menganggap remeh perbuatan baik, meskipun ketika
berjumpa dengan saudaramu engkau menampakkan wajah ceria".[HR Muslim]
Juga berdasarkan sabda Nabi:
"Orang yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya di antara mereka.
Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap isteri-isteri kalian".[Diriwayatkan
oleh Tirmidzi].
Ini semua menunjukkan, bahwa motivasi berakhlak yang baik dan menampakkan wajah
ceria pada saat bertemu serta bergaul dengan baik kepada kaum Muslimin, berlaku secara
umum; terlebih lagi kepada suami atau isteri dan kerabat.
Oleh karena itu, engkau telah berbuat baik dalam hal kesabaran dan ketabahan atas
penderitaanmu, yaitu menghadapi kekasaran dan keburukan suamimu. Saya berwasiat
kepada dirimu untuk terus meningkatkan kesabaran dan tidak meninggalkan rumah di
karenakan hal itu. Insya Allah akan mendatangkan kebaikan yang banyak. Dan akibat
yang baik, insya Allah diberikan kepada orang-orang yang sabar. Banyak ayat yang
menunjukan, barangsiapa yang bertakwa dan sabar, maka sesungguhnya balasan yang
baik itu bagi orang-orang yang bertakwa. Dan sesungguhnya Allah akan memberi
perkataan Abu Bakar tersebut serta mengatakan: Saya ini hanyalah penuntut ilmu saja.
Seorang isteri senang pujian dari suaminya, khususnya di hadapan orang lain, seperti
keluarga suami atau isteri. Dia tidak suka jika suami menyebutkan aibnya, khususnya di
hadapan orang lain. Jika masakan isteri kurang sedap jangan dicela.
Keenam : Bersama-Sama Melakukan Tugas Yang Ringan.
Di antara kesalahan sebagian suami ialah, mereka menolak untuk melakukan sebagian
tugas di rumah. Mereka mempunyai anggapan, jika melakukan tugas di rumah, berarti
mengurangi kedudukannya, menurunkan atau menjatuhkan kewibawaannya di hadapan
sang isteri. Pendapat ini tidak benar.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan tugas-tugas di rumah, seperti menjahit
pakaiannya sendiri, memperbaiki sandalnya dan melakukan tugas-tugas di rumah.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya dan terdapat dalam Jamiush
Shaghir. Terlebih lagi dalam keadaan darurat, seperti isteri sedang sakit, setelah
melahirkan. Terkadang isteri dalam keadaan repot, maka suami bisa meringankan beban
isteri dengan memandikan anak atau menyuapi anak-anaknya. Hal ini, disamping
menyenangkan isteri, juga dapat menguatkan ikatan yang lebih erat lagi antara ayah dan
anak-anaknya.
Ketujuh : Ucapan Yang Baik.
Kalimat yang baik adalah kalimat-kalimat yang menyenangkan. Hendaklah menghindari
kalimat-kalimat yang tidak menyenangkan, bahkan menyakitkan.
Seorang suami yang menegur isterinya karena tidak berhias, tidak mempercantik diri
dengan celak dimata, harus dengan ucapan yang baik.[3]
Misalnya dengan perkataan : Mengapa engkau tidak memakai celak?
Isteri menjawab dengan kalimat yang menyenangkan : Kalau aku memakai celak, akan
mengganggu mataku untuk melihat wajahmu.
Perkataan yang demikian menunjukkan ungkapan perasaan cinta isteri kepada suami.
Ketika ditegur, ia menjawab dengan kalimat menyenangkan.
Berbeda dengan kasus lain. Saat suami isteri berjalan-jalan di bawah bulan purnama,
suami bertanya : Tahukah engkau bulan purnama di atas?
Mendengar pertanyaan ini, sang isteri menjawab : Apakah engkau lihat aku buta?
Kedelapan : Perlu Berekreasi Berdua Tanpa Membawa Anak.
Rutinitas pekerjaan suami di luar rumah dan pekerjaan isteri di rumah membuat suasana
menjadi jenuh. Sekali-kali diperlukan suasana lain dengan cara pergi berdua tanpa
membawa anak. Hal ini sangat penting, karena bisa memperbaharui cinta suami isteri.
Kita mempunyai anak, lantas bagaimana caranya? Ini memang sebuah problem. Kita cari
solusinya, jangan menyerah begitu saja.
Bukan berarti setelah mempunyai anak banyak tidak bisa pergi berdua. Tidak! Kita bisa
meminta tolong kepada saudara, kerabat ataupun tetangga untuk menjaga anak-anak, lalu
kita dapat pergi bersilaturahmi atau belanja ke toko dan lain sebagainya. Kemudian pada
kesempatan lainnya, kita pergi berekreasi membawa isteri dan anak-anak.
Kesembilan : Hendaklah Memiliki Rasa Empati Pada Pasangannya.
Rasulullah bersabda:
"Perumpamaan kaum mukminin antara satu dengan yang lainnya itu seperti satu tubuh.
Apabila ada satu anggota tubuh yang sakit, maka anggota tubuh yang lain pun ikut
merasakannya sebagai orang yang tidak dapat tidur dan orang yang terkena penyakit
demam".[4]
Ini berlaku secara umum kepada semua kaum Muslimin. Rasa empati harus ada. Yaitu
merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, termasuk kepada isteri atau suami. Jangan
sampai suami sakit, terbaring di tempat tidur, isteri tertawa-tawa di sampingnya,
bergurau, bercanda. Begitu pula sebaliknya, jangan sampai karena kesibukan, suami
kemudian kurang merasakan apa yang dirasakan oleh isteri.
Kesepuluh : Perlu Adanya Keterbukaan.
Keterbukaan antara suami dan isteri sangat penting. Di antara problem yang timbul di
keluarga, lantaran antara suami dan isteri masing-masing menutup diri, tidak terbuka
menyampaikan problemnya kepada pasangannya. Yang akhirnya kian menumpuk. Pada
gilirannya menjadi lebih besar, sampai akhirnya meledak.
Inilah sepuluh tips untuk merekatkan hubungan suami-istri, sehingga biduk rumah tangga
tetap harmonis dan tenteram. Semoga bermanfaat, menjadi bekal keharmonisan keluarga.
"Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu."
* Firman Allah yang menyatakan bahwa Dia semata yang berhak memerintah, QS. Ali
Imran: 154,
"Mereka berkata: "Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam
urusan ini?" Katakanlah: "Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah"."
* Allah menggabungkan hak mencipta dan memerintah hanya miliknya, QS. Al-A'raf:
54,
"Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan
semesta alam."
Firman Allah Ta'ala:
"Berkata Fir'aun: "Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa?" Musa berkata: "Tuhan
kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya,
kemudian memberinya petunjuk." (QS. Thaahaa: 49-50)
* Firman Allah melalui lisan kekasih-Nya, Ibrahim, 'alihi as-salam, QS. Asy-Syu'ara': 78,
"(yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku."
* Firman Allah Ta'ala ketika memerintahkan hamba-Nya, Muhammad shallallahu 'alaihi
wa sallam,
"Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan dan
menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan
memberi petunjuk." (QS. Al-A'la: 1-3)
..
.
:
149-146 : )
)
Adakah kamu akan dibiarkan tinggal di sini (di negeri kamu ini) dengan aman, di dalam
kebun-kebun serta mata air, dan tanam-tanaman dan pohon-pohon korma yang
mayangnya lembut. Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan
rumah-rumah dengan rajin; QS. Al-Syuara: 146-149.
Sehingga firman Allah subhanahu wa taala yang mengatakan:
: )
:
159-158)
maka mereka ditimpa azab. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
bukti yang nyata. Dan adalah kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya
Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. QS. AlSyuara: 158-159.
Ibnu Katsir rahimhullah berkata: Allah subhanahu wa taala berkata guna
memberitahukan dan memperingatkan mereka bahwa siksa Allah turun kepada mereka,
serta mengingatkan mereka akan nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka
berupa rizki-rizki yang melimpah ruah, menjadikan mereka dalam aman dari segala
bahaya, mencurahkan bagi mereka kebun-kebun yang penuh dengan tanaman, dan
mengalirkan bagi mereka mata air yang mengalir deras serta memberikan mereka
tanaman dan buah-buahan, oleh karena itulah Allah subhanahu wa taala berfirman:
.
((dan tanam-tanaman dan pohon-pohon korma yang mayangnya lembut))
Ibnu Katsir berkata yaitu pada saat dia basah dan menjulur dan selain itu kalian pahat
sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin. Ibnu Abbas
dan ulama yang lainnya berkata memahatnya dengan baik, di dalam riwayat yang lain
disebutkan memahatnya dengan rakus dan melwati batas. Dan inilah pendapat yang
dipilih oleh Mujahid dan jamaah ahli tafsir dan tidak ada kontradiksi antara kedua
pendapat tersebut. Sebab sesungguhnya mereka menjadikan rumah-rumah yang terukir di
atas gunung-gunung tersebut secara liar melampui batas, demi kesombongan dan berlaku
sia-sia bukan untuk tempat tinggal dan mereka sangat profesional dalam memahat dan
mengukir batu-batuan tersebut, seperti itulah yang disimpulakn tentang keadaan mereka
bagi orang yang pernah melihat tempat tinggal mereka.
Yang menjadi penekanan kita adalah bahwa mereka terjebak dalam pola hidup yang
mewah sehingga memabawa mereka mendustakan para rasul lalu akibat mereka adalah
kebinasaan di dunia dan akherat.
Dan Nabi shalallahu alaihi wasalam telah memberitahukan bahwa di hari kiamat kelak
orang-orang yang hidup mewah akan melupakan semua kenikmatan yang pernah mereka
nikmati selamat hidup di dunia. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari
Anas bin Malik bahwa Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: Akan ditangkan pada
hari kiamat kelak seorang penghuni neraka yang keadaannya paling mewah selama
hidup di dunia, lalu dia dicelupkan satu kali ke dalam api neraka, kemudian dikatakan
kepadanya: Wahai anak Adam apakah engkau pernah merasakan sedikit kenikmatan saat
hidupmu?. Apakah suatu kenikmatan telah menghampirimu saat hidup di dunia?. Lalu
dia berkata: Tidak wahai Tuhanku. Lalu didatangkanlah orang yang paling sengasara
hidupnya di dunia namun dia termasuk penduduk surga, lalu orang tersebut dicelupkan
satu kali celupan di dalam surga dan dikatakan kepadanya: Wahai anak Adam, apakah
engkau pernah merasakan satu kesengsaraan di dalam kehidupanmu? Apakah engkau
telah mengalami hidup sengsara?. Maka dia berkata: Demi Allah tidak pernah wahai
Tuhanku aku tidak pernah merasakan kesengsaraan sedikitpun dan aku tidak pernah
hidup sengsara sedikitpun.
Dan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasalam adalah orang yang paling jauh dari
pola hidup mewah, diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Umar ra bahwa dia
mendatangi Nabi shalallahu alaihi wasalam dan melihat beliau tertidur bertikar pasir
dan membekas pada pinggang beliau, maka kedua matanya menangis dan berkata: Wahai
Rasulullah para raja dan kaesar hidup dalam kemewahan mereka dan engkau adalah
makhluk pilihan Allah. Saat itu Rasulullah shalallahu alaihi wasalam berbaring lalu
baliu duduk dan bersabda: Apakah engkau meragukan ajaran yang aku bawa wahai Ibnul
Katab?. Kemudian Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: Mereka adalah kaum yang
kebaikannya disegerakan pada kehidupan duniawi, di dalam sebuah riwayat disebutkan:
Apakah engkau tidak rela jika mereka mendapat dunia dan kita mendapatkan akherat.
Di antara cermin kehidupan mewah pada zaman kita sekarang ini adalah tenggelam
dalam memenuhi kebutuhan sekunder secara berlebihan, contohnya sebagian keluarga
merubah perabot rumah tangga pada setiap tahunnya sekalipun perabot yang lama masih
layak padahal mereka mempersiapkan biaya yang sangat besar untuk urusan tersebut.
Di antara bentuk kemewahan itu adalah sebagian keluarga berupaya membeli makanan
dan minuman setiap harinya dari rumah makan-rumah makan yang mahal padahal dia
tidak membutuhkan hal tersebut.
Di antara bentuk kemewahan itu adalah adanya kaum wanita yang selalu mengganti
pakian secara terus menerus dalam setiap pesta dan resepsi pernikahan, walaupun pakaian
tersebut tidak dimanfaatkan kecuali satu kali saja, walau mereka harus membayar mahal
dengan pola hidup seperti itu.
Di antara bentuk kemewhan itu adalah adanya sebagian masyarakat yang berwisata pada
setiap tahunnya, dan mereka membayar biaya yang malah untuk keperluan tersebut
walaupun harus berhutang. Banyak lagi bentuk-bentuk kemewahan lainnya.
Di antara dampak negatif dari pola hidup mewah adalah:
Pertama; Munculanya berbagai macam penyakit seperti penyakit kegemukan, penykait
liver dan stroke dan lain-lain.
Kedua: Pola hidup seperti ini akan menjerumuskan kepada kemalasan, hidup santai dan
bergantung kepada dunia sehingga akan mempermudah bagi musuh untuk menguasai
umat ini, merusak aqidah mereka, mengeksploitasi kekayaan alam yang tersimpan di
dalam negara mereka. Dan umat Islam harus memperoyeksikan diri mereka sebagai umat
yang pejuang, kuat dan mempersiapak diri mereka untuk berdakwah kepada Allah dan
menyebarkan agama ini di bumi belahan barat dan timur dan mengeluarkan mereka dari
kegelapan kesyirikan menuju cahaya tauhid dan hal ini tidak akan pernah terwujud
kecuali dengan kerja keras bukan dengan hidup mewah dan santai. Allah subhanahu wa
taala berfirman:
105 : )
: )
Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, QS. Al-Taubah: 105.
Ketiga: Hidup mewah akan mengakibatkan tersalurnya smber daya dan potensi umat ini
pada perkara yang tidak mendatangkan manfaat, dan umat ini sangat membutuhkan
pemanfaatan kekayaan ini guna membangun kekuatan ekonomi dan militer sehingga
menjadi umat yang memiliki harga diri di hadapan negara-negara lain.
Allah subhanahu wa taala berfirman:
60 : )
: )
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah, musuhmu. QS. Al-Anfal: 60.
Keempat: Hidup mewah akan membuat umat ini menjadi lemah dan menggantungkan
diri pada uluran tangan orang lain, tidak berdiri pada pada sumber daya pemuda dan
potensi mereka. Keadaan ini akan memaksa mereka untuk tunduk pada kekuatan musuh
mereka, kekayaan mereka akan terperas, agama mereka akan rusak dan banyak kerusakan
lainnya.
Hal ini terjadi jika pola hidup mewah tersebut hanya terbatas pada perkara-perkara yang
mubah namun jika sudah mengarah pada perkara yang diharamkan maka perkaranya
menjadi lebih bahaya lagi, itulah lonceng kehancuran dan kebinasaan sebagaimana
disebutkan di dalam ayat-ayat sebelumnya.
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi nimat Allah yaitu Nabi-nabi, para shiddiqin,
orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-baiknya
Menampilkan 10 dari 37 entri terbaru dari November 2010. Tampilkan entri lawas
Menampilkan 10 dari 37 entri terbaru dari November 2010. Tampilkan entri lawas
Adakah kamu akan dibiarkan tinggal di sini (di negeri kamu ini) dengan aman, di dalam
kebun-kebun serta mata air, dan tanam-tanaman dan pohon-pohon korma yang
mayangnya lembut. Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan
rumah-rumah dengan rajin; QS. Al-Syuara: 146-149.
Sehingga firman Allah subhanahu wa taala yang mengatakan:
: )
:
159-158)
maka mereka ditimpa azab. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
bukti yang nyata. Dan adalah kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya
Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. QS. AlSyuara: 158-159.
Ibnu Katsir rahimhullah berkata: Allah subhanahu wa taala berkata guna
memberitahukan dan memperingatkan mereka bahwa siksa Allah turun kepada mereka,
serta mengingatkan mereka akan nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka
berupa rizki-rizki yang melimpah ruah, menjadikan mereka dalam aman dari segala
bahaya, mencurahkan bagi mereka kebun-kebun yang penuh dengan tanaman, dan
mengalirkan bagi mereka mata air yang mengalir deras serta memberikan mereka
tanaman dan buah-buahan, oleh karena itulah Allah subhanahu wa taala berfirman:
.
((dan tanam-tanaman dan pohon-pohon korma yang mayangnya lembut))
Ibnu Katsir berkata yaitu pada saat dia basah dan menjulur dan selain itu kalian pahat
sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin. Ibnu Abbas
dan ulama yang lainnya berkata memahatnya dengan baik, di dalam riwayat yang lain
disebutkan memahatnya dengan rakus dan melwati batas. Dan inilah pendapat yang
dipilih oleh Mujahid dan jamaah ahli tafsir dan tidak ada kontradiksi antara kedua
pendapat tersebut. Sebab sesungguhnya mereka menjadikan rumah-rumah yang terukir di
atas gunung-gunung tersebut secara liar melampui batas, demi kesombongan dan berlaku
sia-sia bukan untuk tempat tinggal dan mereka sangat profesional dalam memahat dan
mengukir batu-batuan tersebut, seperti itulah yang disimpulakn tentang keadaan mereka
bagi orang yang pernah melihat tempat tinggal mereka.
Yang menjadi penekanan kita adalah bahwa mereka terjebak dalam pola hidup yang
mewah sehingga memabawa mereka mendustakan para rasul lalu akibat mereka adalah
kebinasaan di dunia dan akherat.
Dan Nabi shalallahu alaihi wasalam telah memberitahukan bahwa di hari kiamat kelak
orang-orang yang hidup mewah akan melupakan semua kenikmatan yang pernah mereka
nikmati selamat hidup di dunia. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari
Anas bin Malik bahwa Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: Akan ditangkan pada
hari kiamat kelak seorang penghuni neraka yang keadaannya paling mewah selama
hidup di dunia, lalu dia dicelupkan satu kali ke dalam api neraka, kemudian dikatakan
kepadanya: Wahai anak Adam apakah engkau pernah merasakan sedikit kenikmatan saat
hidupmu?. Apakah suatu kenikmatan telah menghampirimu saat hidup di dunia?. Lalu
dia berkata: Tidak wahai Tuhanku. Lalu didatangkanlah orang yang paling sengasara
hidupnya di dunia namun dia termasuk penduduk surga, lalu orang tersebut dicelupkan
satu kali celupan di dalam surga dan dikatakan kepadanya: Wahai anak Adam, apakah
engkau pernah merasakan satu kesengsaraan di dalam kehidupanmu? Apakah engkau
telah mengalami hidup sengsara?. Maka dia berkata: Demi Allah tidak pernah wahai
Tuhanku aku tidak pernah merasakan kesengsaraan sedikitpun dan aku tidak pernah
hidup sengsara sedikitpun.
Dan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasalam adalah orang yang paling jauh dari
pola hidup mewah, diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Umar ra bahwa dia
mendatangi Nabi shalallahu alaihi wasalam dan melihat beliau tertidur bertikar pasir
dan membekas pada pinggang beliau, maka kedua matanya menangis dan berkata: Wahai
Rasulullah para raja dan kaesar hidup dalam kemewahan mereka dan engkau adalah
makhluk pilihan Allah. Saat itu Rasulullah shalallahu alaihi wasalam berbaring lalu
baliu duduk dan bersabda: Apakah engkau meragukan ajaran yang aku bawa wahai Ibnul
Katab?. Kemudian Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: Mereka adalah kaum yang
kebaikannya disegerakan pada kehidupan duniawi, di dalam sebuah riwayat disebutkan:
Apakah engkau tidak rela jika mereka mendapat dunia dan kita mendapatkan akherat.
Di antara cermin kehidupan mewah pada zaman kita sekarang ini adalah tenggelam
dalam memenuhi kebutuhan sekunder secara berlebihan, contohnya sebagian keluarga
merubah perabot rumah tangga pada setiap tahunnya sekalipun perabot yang lama masih
layak padahal mereka mempersiapkan biaya yang sangat besar untuk urusan tersebut.
Di antara bentuk kemewahan itu adalah sebagian keluarga berupaya membeli makanan
dan minuman setiap harinya dari rumah makan-rumah makan yang mahal padahal dia
tidak membutuhkan hal tersebut.
Di antara bentuk kemewahan itu adalah adanya kaum wanita yang selalu mengganti
pakian secara terus menerus dalam setiap pesta dan resepsi pernikahan, walaupun pakaian
tersebut tidak dimanfaatkan kecuali satu kali saja, walau mereka harus membayar mahal
dengan pola hidup seperti itu.
Di antara bentuk kemewhan itu adalah adanya sebagian masyarakat yang berwisata pada
setiap tahunnya, dan mereka membayar biaya yang malah untuk keperluan tersebut
walaupun harus berhutang. Banyak lagi bentuk-bentuk kemewahan lainnya.
Di antara dampak negatif dari pola hidup mewah adalah:
Pertama; Munculanya berbagai macam penyakit seperti penyakit kegemukan, penykait
liver dan stroke dan lain-lain.
Kedua: Pola hidup seperti ini akan menjerumuskan kepada kemalasan, hidup santai dan
bergantung kepada dunia sehingga akan mempermudah bagi musuh untuk menguasai
umat ini, merusak aqidah mereka, mengeksploitasi kekayaan alam yang tersimpan di
dalam negara mereka. Dan umat Islam harus memperoyeksikan diri mereka sebagai umat
yang pejuang, kuat dan mempersiapak diri mereka untuk berdakwah kepada Allah dan
menyebarkan agama ini di bumi belahan barat dan timur dan mengeluarkan mereka dari
kegelapan kesyirikan menuju cahaya tauhid dan hal ini tidak akan pernah terwujud
kecuali dengan kerja keras bukan dengan hidup mewah dan santai. Allah subhanahu wa
taala berfirman:
105 : )
: )
Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, QS. Al-Taubah: 105.
Ketiga: Hidup mewah akan mengakibatkan tersalurnya smber daya dan potensi umat ini
pada perkara yang tidak mendatangkan manfaat, dan umat ini sangat membutuhkan
pemanfaatan kekayaan ini guna membangun kekuatan ekonomi dan militer sehingga
menjadi umat yang memiliki harga diri di hadapan negara-negara lain.
Allah subhanahu wa taala berfirman:
60 : )
: )
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah, musuhmu. QS. Al-Anfal: 60.
Keempat: Hidup mewah akan membuat umat ini menjadi lemah dan menggantungkan
diri pada uluran tangan orang lain, tidak berdiri pada pada sumber daya pemuda dan
potensi mereka. Keadaan ini akan memaksa mereka untuk tunduk pada kekuatan musuh
mereka, kekayaan mereka akan terperas, agama mereka akan rusak dan banyak kerusakan
lainnya.
Hal ini terjadi jika pola hidup mewah tersebut hanya terbatas pada perkara-perkara yang
mubah namun jika sudah mengarah pada perkara yang diharamkan maka perkaranya
menjadi lebih bahaya lagi, itulah lonceng kehancuran dan kebinasaan sebagaimana
disebutkan di dalam ayat-ayat sebelumnya.
Diposkan oleh INDRA UTAMA AKIP di 03:31 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz
kecuali Allah akan mengangkat derajatnya dengan musibah tersebut atau dia akan
dihapuskan kesalahannya.
Akhirnya seorang muslim menyadari bahwa apapun musibah yang menimpanya, baik
kebimbangan dan kecemasan pada hakekatnya hal itu sebagai penghapus bagi kesalahankesalahannya dan tabungan bagi kebaikannya. Seorang ulama salaf berkata: Seandainya
bukan karena musibah maka kita akan datang pada hari kiamat sebagai orang yang
merugi. Bahkan salah seorang di antara mereka senang jika ditimpa musibah
sebagaimana kesenangan mereka hidup dalam suasana sentosa.
Ketiga:
Mengetahui hakekat dunia, bahwa dia fana, kesenangan yang ada padanya sangatlah
sedikit, kelezatannya bisa mendatangkan kekeruhan, tidak pernah menjanjikan kecerahan
bagi siapapun, jika seseorang tertawa di dunia dalam sesaat, maka orang itu menangis di
dunia dalam waktu yang panjang, jika dia seseorang gembira di dunia dalam waktu yang
pendek maka dia juga membuat seseorang, banyak bersedih. Allah subhanahu wataala
berfirman:
Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar
mereka mendapat pelajaran);. (QS. Ali Imron: 140). Maka hari-hari bergilir satu hari
untuk kemenangan dan di hari yang lain penderitaan. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam
kitab shahihnya dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu alaihi
wasallam bersabda: Dunia ini adalah penjara bagi orang yang beriman dan surga bagi
orang kafir.
Dunia juga sebagai ladang kelelahan, gangguan, kebingungan, kecemasan maka seorang
yang beriman akan merasa tenang setelah meninggalkannya. Diriwayatkan oleh AlBukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Qotadah bahwa jenazah
seseorang melewati Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam lalu bersabda: Tenang
dan orang lain tenang darinya
. Para shahabat bertanya: Wahai Rasulullah apa yang anda maksudkan dengan kata
tenang dan orang lain tenang darinya?. Maka beliau bersabda: Seorang hamba yang
beriman akan tenang terlepas dari keletihan duniawi dan gangguannya menuju rahmat
Allah sementara hamba yang bejat akan membuat manusia, negeri, pohon dan hewan
akan tenang dengan kepergiannya.
Inilah makna tentang hakekat dunia yang disadari oleh orang yang beriman maka dengan
kesadaran ini segala musibah dan kebimbangan akan menjadi enteng, sebab dia
menyadari bahwa itulah hakekat dunia.
Keempat:
Kebimbangan dan kecemasan yang terjadi dunia ini akan membuat jiwa ini tercerai berai,
memporak-porandakan kekuatannya, namun jika seseorang menjadikan orientasinya
mengarah kepada akherat maka Allah subhanahu wataala akan mengumpulkan
kekuatannya dan tekadnya akan dimantapkan. Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi di dalam
kitab sunannya dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad shalallahu alaihi
wasallam bersabda: Barangsiapa yang menjadikan negeri akherat sebagai orientasinya
maka Allah akan menjadikan kekayaan di dalam hatinya dan Dia akan mengumpulkan
segala kekuatannya sementara dunia ini akan datang mengejarnya dengan penuh
ketundukan, dan barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai orientasinya maka Allah
akan menjadikan kefakiran di hadapannya dan mencerai beraikan kekuatannya dan dunia
tidak datang kepadanya kecuali apa yang telah ditetapkan baginya.
Kelima:
Berdoa. Langkah ini adalah penawar yang paling ampuh dalam menghilangkan
kebimbangan dan kebingungan. Allah subhanahu wataala berfirman:
Dan apabila hamba-hamba -Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada -Ku, (QS. Al-Baqarah: 186).
Allh subhanahu wataala berfirman:
Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku. (QS. Thaha: 25).
Dan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam meminta perlindungan kepada Allah
subhanahu wataala dari segala kebimbangan dan kesedihan. Diriwayatkan oleh AlBuhkari di dalam kitab shahihnya dari Anas bin Malik berkata : Aku menjadi pembantu
Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam di dalam rumah tangganya dan apabila
beliau memasuki rumah keluarganya maka beliau bersabda:
((
))
Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada -Mu dari (hal yang) menyedihkan
dan menyusahkan, lemah dan malas, bakhil dan penakut, lilitan hutang dan
penindasan orang.[8]
Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab sunannya dari hadits riwayat
Abdurrahman bin Abi Bakroh bahwa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam
bersabda: Doa orang yang kesusahan adalah;
((
)) .
Ya Allah! Aku mengharapkan (mendapat) rahmat -Mu, oleh karena itu, jangan
Engkau biarkan diriku sekejap mata (tanpa pertolongan atau rahmat dari -Mu).
Perbaikilah seluruh urusanku, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.[9]
Apabila seorang hamba mendengungkan doa ini dengan hati yang sadar, niat yang benar
dan dibarengi dengan usaha-usaha yang menyebabkan doa tersebut diterima maka Allah
pasti memberikan apa-apa yang dimintanya dan dia berbuat untuk mewujudkan
keinginannya serta kecemasan akan berbuah kesenangan dan kegembiraan.
Keenam: Bertawakkal kepada Allah subhanahu wataala. Dia berfirman:
Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan) nya. (QS. Al-Thalaq: 3)
Artinya mencukupkan keperluannya baik dari perkara dunia atau akherat. Syekh
Abdurrahman As-Sadi berkata: Maka pada saat hati ini bergantung kepada Allah
subhanahu wataala, berserah diri kepada -Nya, tidak menyerah pada kecemasan, tidak
pula dikendalikan oleh hayalan-hayalan yang buruk, maka dia akan percaya kepada
Allah, mengharap pada karunia -Nya, dengannya pula segala serpihan-serpihan
kebimbangan dan kebingungan akan terusir, serta akan terbebas dari banyak jenis
penyakit hati dan jasad. Hati akan merasakan kekuatan, kelapangan dan kegembiraan
yang tidak bisa terlukiskan.
Langakah-langkah untuk menggapai kebahgiaan itu ternyata sangat banyak bagi mereka
yang menyadarinya, dan aku hanya menyebutkan beberapa langkah yang penting saja,
dan semua langkah ini akan bertumpu pada membaca Al-Quran yang dibarengi dengan
perenungan, dia adalah pelipur hati, cahaya bagi dada, penghapus kesedihan, penghilang
segala kebimbangan dan kebingungan, obat bagi segala macam penyakit baik penyakit
badan atau hati. Allah subhanahu wataala berfirman:
Katakanlah: "Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang
beriman. QS. Fushilat: 44).
Allah subhanahu wataala berfirman:
Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman. (QS. Al-Isro: 82)
Maka barangsiapa yang membaca Al-Quran ini dengan penuh perenungan dan meresapi
maknanya maka segala kecemasan dan kebimbangan akan hilang dari dirinya. Allah
subhanahu wataala berfirman:
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah -lah hati menjadi
tenteram. (QS. Al-Radu: 28).
Diposkan oleh INDRA UTAMA AKIP di 11:50 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz
MENJAGA LISAN
Di antara nikmat agung yang diberikan oleh Allah kepada kita adalah nikmat lisan. Allah
subhanahu wa taalaberfirman
Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir.
(QS. Al-Balad: 8-9)
Dan jika lisan ini tidak dimanfaatkan dalam ketaatan kepada Allah maka dia akan
menjadi bumerang bagi pemilikinya. Allah berfirman:
Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap
apa yang dahulu mereka kerjakan. (QS. Al-Nur: 24)
Banyak nash syari yang menganjurkan untuk menjaga lisan. Allah subhanahu wa taala
berfirman:
Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat
pengawas yang selalu hadir. (QS. Qaf: 18)
Allah berfirman:
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu
secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap
Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah
tiadalah beruntung. (QS. Al-Nahl: 116)
Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi di dalam kitab sunannya dari hadits riwayat Muadz
radhiyallahu anhu bahwa dia bertanya kepada Nabi Muhammad shalallahu alai
wasallam tentang amalan yang mendekatkannya kepada surga dan menjauhkannya dari
neraka, maka Nabi Muhammad shalallahu alai wasallam memberitahukannya tentang
pokok perkara, tiangnya dan puncak suatu perkara kemudian beliau bersabda, Apakah
engkau mau aku beritahukan tentang apakah yang mengendalikan semua perkara itu?.
Aku berkata: Ya, wahai Nabi Allah. Maka Muadz berkata: Beliaupun memegang
lisannya dan bersabda: Tahanlah lisanmu ini. Aku bertanya: Wahai Nabi Allah,
apakah kita akan disiksa karena apa yang kita ucapkan?. Maka beliau bersabda: Kamu
kehilangan ibumu wahai Muadz, tidakkah banyak manusia yang tersungkur di dalam
api neraka di atas wajah-wajah mereka atau di atas hidung mereka karena mereka telah
menjadi tawanan bagi lisan-lisan mereka?.
Diriwayatkan oleh Imam Al-bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu
bahwa Nabi Muhammad shalallahu alai wasallam bersabda, Sesungguhnya seorang
hamba berkata dengan suatu perkataan yang tidak dicamkannya secara mendetil,
akhirnya dia terjatuh dengan ucapannya itu ke dalam api neraka yang kedalamannya
melebihi antara masyrik dan magrib.
Maksud tidak dicamkan adalah tidak mengetahui atau menghiraukan apakah
perkataannya itu termasuk ketaatan kepada Allah atau kemaksiatan?.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari hadits riwayat Sahl bin Sad
bahwa Nabi Muhammad shalallahu alai wasallam bersabda, Barangsiapa yang
menjamin bagiku apa yang ada di antara kedua bibirnya dan apa yang ada di antara
kedua kakinya maka aku akan menjamin baginya masuk surga.
Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi di dalam kitab sunannya dari Uqbah bin Amir
radhiyallahu anhu berkata, Wahai Rasulullah apakah keselamatan tersebut?. Maka
Nabi Muhammad shalallahu alai wasallam bersabda, Jagalah lisanmu, hendaklah
engkau merasa lega dengan rumahmu dan tangisilah kesalahanmu.
beritahukanlah kepadaku suatu perkara yang aku jadikan sebagai pegangan bagiku.
Rasulullah shalallahu alai wasallam bersabda, Katakanlah: Allah adalah Tuhanku
dan istiqomahlah. Aku bertanya: Wahai Rasulullah, perkara apakah yang paling engkau
khawatirkan terhadap diriku?.
Abdullah bin Masud berkata, Aku telah memperingatkan kalian terhadap perkataan
yang berlebihan, cukuplah bagi kalian ungkapan yang bisa memenuhi kebutuhan.
Muhammad bin Wasi berkata kepada Malik bin Dinar: Wahai Abi Yahya, menjaga lisan
lebih sulit bagi manusia daripada menjaga harta dinar dan dirham.
Al-Auzai berkata, Umar bin Abdul Aziz rahimahullah telah menulis bagi kami sebuah
pesan yang tidak akan pernah dijaga oleh orang lain selain diriku dan Mahul: Amma
Badu... sesungguhnya orang yang memperbanyak mengingat mati, maka dia akan rela
dengan harta duniawi yang sedikit, dan barangsiapa yang menyadari bahwa perkataannya
sebagai bagian dari amalnya maka dia akan sedikit bicara pada perkara yang tidak
bermanfaat.
Abdullah bin Masud berkata: Demi Allah yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah
selain diri -Nya, tidak ada sesuatu yang paling membutuhkan pengekangan dalam masa
yang lama kecuali lisan.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, Ketahuilah bahwa seyogyanya bagi orang yang
mukallaf untuk menjaga lisannya dari segala bentuk ungkapan kecuali bicara yang
mendatangkan kebaikan, lalu pada saat suatu pembicaraan memiliki perbandingan yang
sama antara dilakukan atau ditinggalkan maka yang sunnah adalah meninggalkannya,
sebab bisa jadi perkataan yang mubah akan mengarahkan seseorang pada perkataan yang
haram atau makruh, bahkan hal ini banyak terjadi atau telah bisa terjadi di dalam
kebiasaan manusia, dan keselamatan itu tidak ada bandingannya.
Dan gerakan anggota badan yang paling buruk adalah bergeraknya lisan, dia bisa
mendatangkan bahaya bagi seorang hamba.
Ibnul Qoyyim berkata, Termasuk perkara yang mengagumkan jika seseorang menjaga
dirinya dari makanan yang diharamkan, atau berbuat zalim, berzina, mencuri, meminum
khamar dan melihat kepada perkara yang diharamkan dan lainnya, namun sulit bagi
seseorang menjaga dan menahan garakan lisannya, bahkan orang yang dikenal sebagai
orang yang istiqomah dalam agama, zuhud dan ahli ibadah terkadang dia berbicara
dengan kata-kata yang mendatangkan kemurkaan Allah , hal itu terjadi tanpa disadarinya,
sehingga dengan satu kata itu dia terjebak ke dalam api neraka pada kedalaman yang
lebih jauh dari masyrik dan magrib, terkadang engkau bisa menyaksikan orang yang
menjaga dirinya dari perbuatan keji dan zalim, namun lisannya mencincang dan
menyembelih kehormatan orang yang hidup dan mati, tanpa dirinya menyadari apa yang
telah diucapkannya itu.
Dan jika engkau ingin mengetahui hal itu maka renungkanlah sebuah riwayat dari
Muslim di dalam kitab shahihnya dari Jundub bin Abdullah bahwa Nabi Muhammad
shalallahu alai wasallam menceritakan bahwa seorang lelaki berkata: Demi Allah,
sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni si fulan, dan sesungguhnya Allah Taala
berkata: Siapakah yang berani bersumpah dengan diri -Ku bahwa Aku tidak mengampuni
si fulan?, sesungguhnya Aku telah mengampuni si fulan dan menghapuskan semua
pahala amal ibadahmu.
Atau sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad shalallahu alai wasallam
Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, Dia telah mengucapkan satu kata yang
membinasakan dunia dan akheratnya, seorang lelaki menceritakan kejelekan seorang
lelaki lainnya, maka temannya berkata: Apakah engkau telah memerangi bangsa
Romawi?. Lelaki tersebut berkata: Aku tidak pernah melakukannya, lalu teman itu
berkata: Orang Nashrani selamat dari ceritamu namun saudaramu sendiri tidak selamat
dari lisanmu.
Sebagian ulama berkata: sembilan persepuluh dosa-dosa datang akibat lisan.
Semoga ALLAH SWT memberi kita taufiq dan hidayah tuk bisa meneladani kedua
manusia mulia tersebut. Amiinamiin ya rabbalalamiin.
Diposkan oleh INDRA UTAMA AKIP di 23:47 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz
Dan inilah sebagian wasiat yang aku wasiatkan kepada sebagian
saudara-saudaraku yang beriman semoga Allah memberikan manfaat dengannya.
Allah subhanahu wa taala berfirman: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan
perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.
Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar,
mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.( QS. Al-Taubah: 71).
Wasiat Pertama:
Berpegang teguh dengan tauhid dan waspada terhadap syirik.
Allah subhanahu wa taala berfirman: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena
itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan
putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 256).
Allah subhanahu wa taala berfirman: Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya
kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala
urusan. (QS. Luqman: 22)
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, Pondasi dan dasar
din Islam adalah dua perkara yang besar, yaitu: Pertama: Perintah untuk beribadah
kepada Allah semata dan menganjurkan berbuat seperti itu serta saling mecintai karena
hal tersebut, juga mengkafirkan orang yang meninggalkannya.
Allah subhanahu wa taala berfirman: Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang)
kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu,
bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu
pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain
Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: Saksikanlah, bahwa kami
adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. Ali Imron: 64)
Allah subhanahu wa taala memerintahkan kepada Nabi Muhammad shalallahu alaihi
wasallam untuk menyeru para ahli kitab agar mereka kembali kepada makna: ) (
yaitu kalimat yang diserukan oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam kepada
bangsa Arab dan yang lainnya. Dan kalimat yang sama adalah ) (maksudnya
tiada yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah, maka tidak boleh berdoa,
meminta pertolongan, menyembelih dan bernazar atau ibadah yang lainnya kecuali
diberikan kepada Allah, dan inilah dakwah para Rasul semoga Allah mencurahkan
kesejahteraan kepada mereka.
Wasiat kedua:
Menjauhi syirik dalam beribadah kepada Allah, mewaspadai perkara tersebut dengan
kewaspadaan yang tinggi, serta memusuhi orang yang syirik dan mengkafirkan orang
yang melakukan syirik. Sebab tauhid tidak akan sempurna kecuali dengan hal ini, dan
itulah agama para Rasul, mereka telah memperingatkan kaum mereka dari syirik,
sebagaimana firman Allah subhanahu wa taala:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut.( QS. Al-Nahl: 36).
Syirik akan menghapuskan semua pahala dan amal, baik yang kecil dan yang besar, Allah
tidak menerima apapun dari para pelaku syirik, tidak juga menerima perbuatan yang
sifatnya wajib atau sunnah. Allah subhanahu wa taala berfirman:
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang berterbangan. (QS. Al-Furqon: 23)
Di antara musibah yang membuat tubuh dan hati menjadi khawatir dan merupakan
bahaya besar yang mengancam pondasi yang paling berharga bagi umat ini adalah apa
yang ditayangkan oleh para musuh-musuh Islam melalui berbagai media elektronik, dan
media lainnya berupa iklan-iklan yang menghancurkan dan mengarah kepada terciptanya
keraguan kaum muslimin terhadap agama mereka sendiri, dan menggiring mereka
kepada tindakan untuk meninggalkan agama mereka. Waspadalah! inilah bahaya yang
pertama.
Bahaya kedua: Kita melihat tersebarnya para tukang ramal dan tukang sihir, dan banyak
orang yang mendatangi mereka dengan tujuan berobat dan alasan lainnya. Maka tidak
boleh bagi wanita yang beriman mengunjungi tempat-tempat paranormal, yaitu orangorang yang menganggap dirinya mengetahui perkara-perkara yang gaib, untuk
mengetahui jenis penyakit, sebagaimana mereka juga tidak boleh membenarkan apa yang
dikatakan oleh dukun paranormal tersebut, sebab mereka cuma mengira-ngira tentang
perkara yang gaib, atau mereka mendatangkan jin guna meminta tolong kepada mereka
untuk memenuhi permintaan mereka. Mereka ini dihukumi dengan kafir dan sesat apabila
mengatakan bahwa mereka mengetahui perkara yang gaib. Diriwayatkan oleh Muslim di
dalam kitab shahihnya dari Shafiyah dari sebagian istri-istri Nabi Muhammad shalallahu
alaihi wasallam bahwa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersabda:
Barangsiapa yang mendatangi paranormal dan bertanya tentang sesuatu maka dia tidak
akan diterima shalatnya selama empat puluh malam.
Banyak bahaya lain yang mengancam umat ini dan tidak mungkin bisa keluar darinya
kecuali dengan mewujudkan tauhid dan berpegang teguh padanya, mengetahui kesyirikan
dan kekafiran serta waspada terhadap keduanya dan berlepas diri dari keduanya.
Wasiat yang ketiga:
Menjaga shalat baik rukun, syarat dan perkara-perkara yang wajib.
Allah subhanahu wa taala berfirman:
Peliharalah segala salat (mu), dan (peliharalah) salat wusthaa. Berdirilah karena Allah
(dalam salatmu) dengan khusyuk. (QS. Al-Baqarah: 238)
Shalat adalah ibadah yang paling pertama yang akan ditanya oleh Allah pada hari kiamat.
Diriwayatkan oleh Al-Thabrani di dalam kitab Al-Mujamul Ausath dari Abdulllah bin
Qarth bahwa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersabda, Perkara pertama
yang akan dihisab oleh Allah terhadap hamba -Nya pada hari kiamat adalah shalat, jika
shalatnya baik maka baiklah amal ibadah yang lain, dan jika rusak maka rusaklah semua
amalnya yang lain.
Dan perkara terakhir yang diwasiatkan oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam
pada saat beliau menghadapi sakartul maut adalah bahwa beliau bersabda, Jagalah
shalat, jagalah shalat dan apa-apa yang dimilki oleh tangan kanan kalian.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab sunannya dari Ubadah bin Shamit dia
berkata, aku telah mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, Shalat
lima waktu yang telah diwajibkan oleh Allah atas hamba -Nya, maka barangsiapa yang
mengerjakannya dan tidak menyia-nyiakannya karena meremehkan hak-haknya, maka
Allah akan berjanji untuk memasukkannya ke dalam surga, dan barangsiapa yang tidak
mengerjakannya maka tidak ada janji dari Allah untuk memasukkannya ke dalam surga,
jika Allah berkehendak maka maka Dia akan menyiksanya dan jika dia berkehendak
maka Dia akan memasukkannya ke dalam surga.
Dan ketahuilah wahai saudariku seiman bahwa tidak akan sempurna keislaman seseorang
sehingga dia mengerjakan rukun Islam yang lima. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan
Muslim dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad shalallahu
alaihi wasallam bersabda, Islam itu didirikan atas lima pondasi, bersaksi bahwa tiada
zat yang lebih berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa
Muhamad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan berpuasa pada
bulan ramadhan serta berhaji ke baitullah.
Wasiat yang keempat:
Bertafaquh dalam agama.
Allah subhanahu wa taala berfirman: Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Al-Zumar: 9)
Di dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Muawiyah RA bahwa Nabi Muhammad
shalallahu alaihi wasallam bersabda, Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah suatu
kebaikan maka dia akan diberikan kepahaman dalam agama.
Oleh karena itulah seorang wanita muslimah harus mendalami perkara agamanya dengan
cara menghadiri pengajian dan ceramah-ceramah agama, mendengarkan kaset-kaset yang
bermanfaat, membaca buku-buku yang berguna, dan yang terpenting adalah mengahafal
kitab Allah, dia adalah puncak semua ilmu, sumber hikmah, taman bagi orang-orang
yang shaleh, perisai dari kesesatan yang nyata serta beramal dengannya. Aisyah RA
berkata: Alangkah baiknya wanita-wanita Anshar, rasa malu tidak mencegah mereka
untuk bertanya tentang urusan agama mereka.
Wasiat kelima:
Bertaqwa kepada Allah dan muraqabah kepada -Nya dalam keadaan sunyi atau ramai,
sebab taqwa kepada Allah adalah wasiat Allah bagi orang-orang terdahulu dan yang akan
datang. Allah subhanahu wa taala berfirman:
..dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab
sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. (QS. Al-Nisa: 131)
Dan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam banyak berwasiat kepada para
shahabatnya agar mereka bertaqwa kepada Allah, di dalam riwayat Irbadh bin Sariyah
bahwa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersabda, Aku berwasiat kepada
kalian agar bertaqwa kepada Allah, hendaklah kalian mendengar dan taat.
Dan waspadalah terhadap kemaksiatan baik yang kecil atau yang besar, dan Allah telah
menjanjikan bagi orang yang meninggalkan dosa-dosa besar bahwa akan dihapuskan
dosa-dosa kecil mereka dan akan dimasukkan ke dalam tempat yang mulia. Allah
subhanahu wa taala berfirman:
Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu
mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil)
dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS. Al-Nisa: 31).
Wasiat yang keenam:
Oleh karena itulah, maka wajib bagi wanita muslimah untuk waspada terhadap tipu daya
musuh-musuh Allah terhadap diri mereka, mereka ingin agar para wanita hidup bebas,
menjadi barang murahan di tangan-tangan mereka, mereka ingin mengebiri para wanita
muslimah dari keimanan dan agama mereka dan keluar dari fitrah yang telah diciptakan
oleh Allah. Oleh sebab itulah maka setiap wanita muslimah harus menyadari hal tersebut.
Wasiat kedelapan:
Memperbanyak shedeqah.
Allah subhanahu wa taala berfirman:
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan
dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian
karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang
besar. ( QS. Al-Nisa: 114.)
Allah subhanahu wa taala berfirman:
Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendakiNya)". Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan
Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya. (QS. Saba: 39)
Di dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi Muhammad shalallahu
alaihi wasallam memberikan peringatan kepada para wanita, dalam sabdanya,
Perbanyaklah bershedeqah sebab sebagian besar kalian adalah sebagai kayu bakar api
neraka.
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, Dan memberi hadiah serta bersedeqah adalah
perbuatan yang paling dicintai oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, dan
kesenangan beliau saat memberi lebih besar dari kesenangan orang yang mengambil
pemberian yang diberikan kepadanya, beliau adalah orang paling dermawan dengan
kebaikan, tangan kanan beliau bagaikan angin yang berhembus kencang, dan apabila ada
orang yang membutuhkan datang meminta maka beliau mendahulukannya dari
kepentingan pribadinya, terkadang mendahulukan mereka dengan makanan, terkadang
pula dengan pakaian dan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam memerintahkan
untuk bersedeqah dan menganjurkan umatnya untuk melakukan hal tersebut, dan beliau
mengarahkan umat ini kepadanya baik dengan harta dan perkataan beliau, oleh karena
itulah maka beliau adalah manusia ciptaan Allah yang paling lapang dadanya, yang
paling baik kehidupannya, paling halus hatinya dan shedeqah tersebut memiliki dampak
yang sangat mengagumkan dalam menciptakan kelapangan dada.
Dan shedeqah yang paling baik adalah shedeqah yang pahalanya tetap mengalir bagi para
hamba walaupun dia telah meninggal dunia, itulah shedeqah jariyah, seperti menggali
sumur, membangun mesjid, mencetak buku-buku agama, wakaf-wakaf yang
pemanfaatannya untuk kemaslahatan sosial, yaitu untuk orang fakir dan miskin dan yang
lainnya.
Wasiat kesembilan:
Menjauhi teman yang buruk.
Dan Allah subhanahu wa taala menyebutkan bahwa manusia pada hari kiamat akan
menyesal dengan teman yang buruk yang menyesatkannya dan menjauhkannya dari jalan
kebenaran. Allah subhanahu wa taala berfirman:
Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang lalim menggigit dua tangannya, seraya
berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul."
Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman
akrab (ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur'an ketika Al Qur'an itu
telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia. Berkatalah
Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur'an ini suatu yang tidak
diacuhkan". (QS. Al-Furqon: 27-30)
Allah subhanahu wa taala berfirman:
Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain
kecuali orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Zukhruf: 67.)
Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi Muhammad shalallahu alaihi
wasallam bersabda, Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk sama seperti
penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun penjual minyak wangi baik dia
akan memberimu atau engkau membeli minyak wangi darinya atau engkau akan
mendapat bau yang wangi darinya. Sementara tukang pandai besi baik dia akan
membakar pakaianmu atau engkau akan mendapat bau yang buruk darinya.
Banyak wanita yang gagal dalam pendidikannya karena teman yang buruk, banyak
wanita yang kehormatannya terbengkalai dan hilang disebabkan oleh teman yang buruk,
banyak wanita yang tenggelam dalam obat-obat terlarang dan mabuk-mabukkan dan
berbagai bencana buruk yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan terlarang tersebut. Oleh
karena itulah aku berwasiat kepada saudariku yang beriman agar mereka tetap bersahabat
dengan teman yang shaleh.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap
tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh
pengikut beliau.
Diposkan oleh INDRA UTAMA AKIP di 23:46 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz
"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang ma'ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". [al-Baqarah/2:228].
Jika pasangan suami istri mengerti dan memahami kewajiban masing-masing, niscaya
biduk suatu rumah tangga kaum muslimin akan berjalan normal, semarak oleh suasana
mawaddah dan rahmat. Suami memenuhi kewajiban-kewajibannya. Begitu pula, istri juga
menjalankan kewajiban-kewajibannya. Dengan ini, rumah tangga akan menuai
kebahagiaan dan ketentraman. Rumah tangga benar-benar berfungsi sebagaimana
mestinya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." [ar-Rm/30:21].
"Akan tetapi, kondisi ideal ini, terkadang terganggu oleh riak-riak yang pada
akhirnya mempengaruhi tingkat mawaddah dan rahmat antara suami-istri".
Suami berbalik membenci istrinya. Pada sebagian suami, tidak mampu bersabar sehingga
tangan kuatnya diayunkan ke tubuh istri, dan menyebabkan istri mengerang kesakitan.
Bekas-bekas penganiayaan pun terlihat jelas. Istrinya merasa tidak aman dan nyaman
hidup dengan lelaki itu. Situasi kian memanas. Akibat emosi tak terkendali, kadang
timbul aksi yang tidak diharapkan, semisal penganiayaan hingga pembunuhan, baik dari
suami maupun istri. Nas`alullah as-salaamah.
Syaikh 'Abdur-Rahmaan as-Sudais menyampaikan fakta: "Ada sejumlah lelaki (suami)
yang tidak dikenal kecuali hanya dengan bahasa perintah dan larangan, hardikan, sifat
arogan, buruk pergaulan, tidak ringan tangan, susah bertoleransi, emosional dan sangat
reaktif. Jika berbicara, perkataannya menunjukkan dirinya bukan orang yang beradab.
Dan bila berbuat, perilakunya mencerminkan kecerobohan. Di dalam rumah, suka
menghitung-hitung kebaikannya di hadapan istri. Bila keluar rumah, prasangka buruk
kepada istri menggelayuti pikirannya. Bukan pribadi yang lembut dan tidak sayang.
Istrinya hidup dalam kesulitan, bergulat dengan kesengsaraan dan terpaksa mengalami
prahara"
MENDATANGKAN DUA PENENGAH DARI MASING-MASING PIHAK
Dalam konteks ini, bila persoalan semakin meruncing, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala
mengarahkan untuk menghadirkan dua penengah dari keluarga suami dan istri.
"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang
hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua
orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal"
[an-Nisaa`/4:35].
Tugas mereka berdua, mengerahkan segala upaya untuk mengetahui akar permasalahan
yang menjadi sebba perseteruan antara suami istri dan menyingkirkannya, serta
memperbaiki hubungan suami-istri yang sedang dilanda masalah. Dua penengah ini
(hakamain) disyaratkan orang muslim, adil, dikenal istiqamah, keshalihan pribadi dan
kematangan berpikir, dan bersepakat atas satu keputusan. Keputusan mereka berkisar
pada perbaikan hubungan dan pemisahan antara mereka berdua. Berdasarkan pendapat
jumhur ulama, keputusan dua penengah ini mempunyai kekuatan untuk mempertahankan
hubungan atau memisahkan mereka.
TALAK BISA "MENJEMBATANI" KEBUNTUAN ANTARA SUAMI-ISTRI
Pada asalnya, talak bukanlah jalan keluar yang dianjurkan untuk menyelesaikan
keretakan hubungan antara suami-istri, jika tidak ada faktor penting dan mendesak yang
menjadi penyebabnya. Namun, ketika istri memperlihatkan tanda-tanda kebencian kepada
suami, karena istri sering mengalami penindasan, misalnya secara fisik berupa pukulan
yang menciderai, siksaan yang berat, kewajiban nafkah tak dipenuhi, terus-menerus
dicaci, mendapatkan tuduhan yang bermacam-macam umpamanya, sehingga kehidupan
rumah tangga tidak mendukung menjadi keluarga harmonis, maka dalam kondisi ini,
talak bisa menjadi jalan keluar bagi mereka berdua.
Konsepsi kehidupan rumah tangga dalam Islam sendiri bersendikan "pergaulan yang
baik, atau dilepaskan dengan cara baik pula". Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
"Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang
baik" [al-Baqarah/2:229].
Kalau suami ingin tetap hidup bersama istri, kewajibannya ialah mempergauli istrinya
dengan sebaik-baiknya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut". [an-Nis/4: 19]
Tindakan aniaya terhadap orang lain terlarang. Demikian juga perbuatan-perbuatan yang
merugikan dan membahayakan orang lain. Apalagi kepada orang yang menjadi
pendamping hidup dan bersifat lemah. Orang terbaik ialah orang yang berlaku baik
kepada keluarganya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang bersikap baik kepada keluarganya. Dan aku
adalah orang yang terbaik bagi keluargaku" [HR at-Tirmidzi dan Abu Dwud].
Kedekatan antara suami dan istri sangat kuat. Dari seringnya interaksi antara keduanya,
masing-masing dapat mudah terpengaruh oleh kondisi pasangannya. Pengaruh baik akan
berdampak positif bagi pasangan. Begitu pula, keadaan-keadaan yang buruk pun akan
mudah berpengaruh pada pasangannya. Tatkala kesepahaman tidak bisa dipadukan, dan
seluruh terapi tidak memberi pengaruh positif bagi perubahan ke arah yang baik, maka
kehidupan berumah tangga dengan pasangan bisa menjadi beban berat untuk dipikul.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing
dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Bijaksana" [an-Nisaa/4:130]
BILA SUAMI TIDAK INGIN MENCERAIKAN
Bila kehidupan rumah tangga sudah menjadi beban berat bagi istri sehingga
dikhawatirkan tidak mampu lagi menjadi pendamping suami, baik karena perilaku
maupun tindak kekerasan yang dilakukan suami atau lainnya, maka dalam keadaan
seperti ini, Islam membolehkan wanita mengajukan gugatan cerai kepada suami dengan
memberikan ganti rugi harta. Dalam syariat Islam, gugatan cerai istri atas suaminya ini
dinamakan al-khulu.
Al-Hishn rahimahullah menjelaskan jenis ketiga dari keringanan dalam pernikahan
dengan menyatakan: Di antaranya, ialah kemudahan pensyariatan talak (cerai) karena
beban berat tinggal berumah tangga, dan demikian juga al-khulu. Juga semua yang
disyariatkan hak pilih faskh (menggagalkan akad) karena kesabaran wanita atas keadaan
tersebut merupakan beban berat (al-masyaqqah), karena syariat tidak memberikan hak
cerai kepada wanita.
Sedangkan Ibnu Qudamah rahimahullah, ketika menjelaskan hikmah disyariatkannya alkhulu, ia menyatakan: "Al-khulu (disyariatkan) untuk menghilangkan dharar
(kerugian) yang menimpa wanita karena jeleknya pergaulan dan tinggal bersama orang
yang tidak ia sukai dan benci".
Lebih jelas lagi, yaitu pernyataan Ibnul-Qayyim, bahwasanya Allah mensyariatkan alkhulu untuk menghilangkan mafsadat yang berat, menimpa pasangan suami istri dan
membebaskan satu dari pasangannya. Apabila suami menyetujuinya, maka rusaklah akad
pernikahan keduanya (faskh) dan sang wanita menunggu sekali haidh agar dapat
menerima pinangan orang lain.
Namun, apabila suami tidak menerima al-khulu (gugatan cerai) istrinya tersebut, maka
sang istri dapat mengajukan gugatan cerai kepada pemerintah atau lembaga yang ditunjuk
pemerintah menangani permasalahan tersebut agar mendapatkan keridhaan suami untuk
menerima gugatan cerai tersebut. Sebab, terjadinya al-khulu, tetap dengan keridhaan
suami. Demikianlah pendapat mayoritas ulama bahwasanya al-khulu tidak sah kecuali
dengan keridhaan suami.
Oleh karena itu, Ibnu Hazm rahimahullah berkata: "Maka wanita diperbolehkan
mengajukan gugatan cerai (al-khulu) dari suami dan menceraikannya bila suami
meridhainya".
Demikian, cukup jelas solusi yang diberikan Islam dalam menangani masalah KDRT.
Keuntungan dunia dan akhirat akan bisa digapai bila menaatinya. Mudah-mudahan, Allah
Subhanahu wa Ta'ala membukakan hati kita untuk menerapkan seluruh syari'at-Nya
dalam semua aspek kehidupan kita sehari-hari. Wallahu a'lam.
Diposkan oleh INDRA UTAMA AKIP di 23:45 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz
seorang anak.
Setelah Abu Halal meninggal, Khadijah menikah lagi dengan Atiq bin Abid alMakhzumi. Sampai Atiq meninggal, mereka tidak dikurnia anak. Ummul mukminin alKubra (Ibu Kaum Mukminin yang Agung) ini sendiri meninggal pada 619 H.
SAUDAH BINTI ZUM'AH (Ummul Mukminin kedua).
Setelah Khadijah meninggal, Nabi baru bersedia menikah lagi. Saudah juga seorang
janda. Suaminya, as-Sakran bin Amru al-Amiri, meninggal ketika hijrah ke Habsyi
(Ethiopia).
Saudah sangat berduka ditinggal suaminya itu. Untuk mengobati duka itu, atas saran
seorang wanita Khaulah binti Hakim As,Rasulullah SAW lantas meminang Saudah.
Meskipun RasuluLlah SAW juga menyayangi Saudah, tetapi ternyata hatinya tidak
mampu mencintai wanita ini. Karena merasa berdosa, RasuluLlah SAW lantas ingin
menceraikan Saudah. Tapi apa kata Saudah, "Biarlah Rasulullah SAW aku begini. Aku
rela malamku untuk Aisyah (Ummul Mukminin ke tiga Nabi). Aku sudah tidak
membutuhkan lagi."
Saudah wafat dimasa kekhalifahan Umar bin Khaththab hampir berakhir.
'AISYAH BINTI ABU BAKAR (Ummul Mukminin ketiga).
Satu-satunya isteri Nabi yang masih gadis, ketika dinikahi Nabi. Putri sahabat Nabi, Abu
Bakar ash-Shiddiq ini dilahirkan 8 atau 9 tahun sebelum Hijrah. Menikah berumur 6
tahun, namun baru 3 kemudian hidup serumah dengan Nabi. Budaya Arab, seorang lakilaki berumur menikahi seorang gadis belia, hal yang biasa. Salah satu sebabnya, wanita
Arab fisiknya cenderung bongsor dibanding usianya.
Setelah Khadijah, Aisyahlah isteri yang paling dekat dengan Nabi. Cantik dan cerdas,
begitu penampilannya. Karena kedekatan dan kecerdasannya itu, setelah Nabi wafat,
banyak hadith yang ia riwayatkan. Terutama soal wanita dan keluarga. Ada 1.210 hadith
yang diriwayatkan Aisyah, di antaranya 228 terdapat dalam hadith shahih Bukhari.
Selama mendampingi Nabi, Aisyah pernah dilanda fitnah hebat. Ceritanya, pada
peperangan melawan Bani Mustaliq, berdasarkan undian di antara isteri-isteri Nabi,
Aisyah terpilih mendampingi Nabi. Dalam perjalanan pulang, rombongan istirahat pada
suatu tempat Aisyah turun dari sekedupnya (sejenis pelana yang beratap di atas punuk
unta), karena ada keperluan. Kemudian kembali. Tetapi ada yang ketinggalan, ia kembali
lagi untuk mencarinya. Sementara itu, rombongan berangkat dengan perkiraan bahwa
Aisyah sudah ada di sekedupnya. Aisyah tertinggal.
Ketika sahabat Nabi, Safwan bin Buattal menemuinya, Aisyah sudah tertidur. Akhirnya,
ia pergi diantar Safwan. Peristiwa ini kemudian dimanfaatkan orang-orang kafir untuk
menghantam Nabi. Disebarkan fitnah, Aisyah telah serong. Fitnah ini benar-benar
meresahkan ummat. Bahkan Nabi sendiri sempat goyah kepercayaannya pada Aisyah.
Sehingga turunlah wahyu surat An Nuur ayat 11. Inti wahyu itu, menegur Nabi dan
membenarkan Aisyah.
Aisyah wafat pada malam Selasa, 17 Ramadhan 57 H, dalam usia 66 tahun. Shalat
jenazahnya diimami oleh Abu Hurairah dan dimakamkan di Ummahat al-Mukminin di
Baqi (sebelah Masjid Madinah) bersama Ummul Mukminin lainnya.
HAFSAH BINTI UMAR (Ummul Mukminin keempat).
Hafsah adalah janda Khunais bin Huzafah, sahabat Rasulullah SAW yang meninggal
ketika perang Uhud.
Rasulullah SAW menikahi Hafsah, kerena kasihan kepada Umar bin Khattab --ayah
Hafsah. Hafsah sedih ditinggal suaminya, apalagi usianya baru 18 tahun. Melihat
kesedihan itu, Umar berniat mencarikan suami lagi.
Pilihannya jatuh kepada sahabatnya yang juga orang kepercayaan Rasulullah SAW, yakni
Abu Bakar. Tapi ternyata Abu Bakar hanya diam saja. Dengan perasaan kecewa atas
sikap Abu Bakar itu, Umar menemui Usman bin Affan, dengan maksud yang sama.
Ternyata Usman juga menolak, karena dukanya atas kematian isterinya, belum hilang.
Isteri Usman adalah putri Rasulullah SAW sendiri, Ruqayyah.
Lalu Umar mengadu kepada RasuluLlah SAW. Melihat sahabatnya yang marah dan sedih
itu, Rasulullah SAW ingin menyenangkannya, lantas berkata "Hafsah akan menikah
dengan orang yang lebih baik daripada Usman, dan Usman akan menikah dengan orang
yang lebih baik dari Hafsah." Tak lama kemudian, Hafsah dinikahi Rasulullah SAW,
sedang Usman dengan Ummu Kalsum, putri RasuluLlah SAW juga.
Suatu malam di kamar Hafsah, Rasulullah SAW sedang berdua dengan isterinya yang
lain, Maria. Hafsah cemburu berat, lantas menceritakan kepada Aisyah. Aisyah kemudian
memimpin isteri-isteri yang lain, protes kepada RasuluLlah SAW.
Rasulullah SAW sangat marah dengan ulah isteri-isterinya itu. Saking marahnya, beliau
tinggalkan mereka selama satu bulan. Terhadap kasus ini, kemudian Allah menurunkan
wahyu surat at-Tahrim ayat 1-5.
Sejarah mencatat, Hafsahlah yang dipilih di antara isteri-isteri Rasululah SAW untuk
menyimpan naskah pertama al-Qur'an. Hafsah wafat pada awal pemerintahan Mu'awiyah
bin Abu Sufyan, dimakamkan di Ummahat al-Mu'minin di Baqi.
ZAINAB BINTI KHUZAIMAH (Ummul Mukminin kelima).
Di antara isteri-isteri RasuluLlah SAW, Zainablah yang wafat lebih dulu, setelah
Khadijah. Para sejarawan tidak banyak tahu tentang Zainab, termasuk latar belakangnya.
Tapi yang jelas ia juga seorang janda saat dinikahi Rasulullah SAW.
Hidupnya bersama Rasululah SAW, hanya singkat. Antara 4 sampai 8 bulan. Zainab
terkenal dengan julukan Ummul Masaakiin, karena kedermawanannya terhadap kaum
miskin. Zainab meninggal, ketika Rasulullah SAW masih hidup. Dan RasuluLlah SAW
sendiri menshalati jenazahnya. Zainablah yang pertama kali dimakamkan di Baqi.
UMMU SALAMAH (Ummul Mukminin keenam).
Nama aslinya, Hindun binti Abu Umayah bin Mughirah. Suaminya bernama Abdullah
bin Abdul Asad. Abdullah atau dipanggil Abu Salamah, meninggal ketika perang
melawan Bani As'ad yang akan menyerang Madinah. Sebelum meninggal Abu Salamah
berwasiat, agar isterinya ada yang menikahi dan orang itu harus lebih baik dari dirinya.
Abu Bakar ingin melaksanakan wasiat itu, dengan meminang Ummu Salamah tapi
ditolak. Demikian pula Umar bin Khattab, juga ditolak. Tiada lain, RRasulullah SAW
sendiri akhirnya yang maju. Dan diterima. Ketika itu umur Ummu Salamah hanya
beberapa tahun dibawah Rasulullah SAW dan sudah beranak empat.
Sejarah mencatat, surat at-Taubah 102 turun tatkala Rasulullah SAW sedang berbaring di
kamarnya Ummu Salamah. Dalam perjanjian Hudaibiyah, Umum Salamah punya
peranan penting.
Banyak sahabat Rasulullah SAW yang protes terhadap perjanjian itu, termasuk Umar.
Usai perjanjian ditandatangani, Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat agar
menyembelih ternak dan memotong rambut. Namun tidak ada yang melakukan seruan
itu. Rasulullah SAW mengulangnya sampai tiga kali, tapi tetap tidak ada yang menyahut.
Dengan kesal dan marah kembali ke kemahnya.
Ummu Salamah lantas usul, agar Rasulullah SAW jangan hanya bicara, langsung saja
contoh. Benar juga, RasuluLlah SAW lantas keluar menyembelih ternak dan menyuruh
pembantu memotong rambut beliau. Kaum muslimin kemudian banyak yang mengikuti
rindakan RasuluLlah SAW ini, karena takut dikatakan tidak mengikuti sunnah Rasulullah
SAW. Ummu Salamah banyak mengikuti peperangan. Ia hidup sampai usia lanjut. Ia
wafat setelah peristiwa Karbala, yakni terbunuhnya Husein, cucu Rasulullah SAW.
Ummu Salamah adalah Ummahatul Mukminin yang paling akhir wafatnya.
ZAINAB BINTI JAHSY (Ummul Mukminin ketujuh).
Zainab adalah bekas isteri Zaid bin Haritsah yang telah bercerai. Sedang Zaid adalah
anak angkat Rasulullah SAW. Zainab sendiri dengan RasuluLlah SAW juga masih
bersaudara. Karena wanita ini adalah cucu Abdul Muthalib, kakek Rasulullah SAW (baca
Sejarah, Sahid, April l997).
Meski perkawinan Zainab dengan Nabi jelas-jelas perintah Allah, tapi gosip menyelimuti
perkawinan mereka. Wahyu yang memerintah Nabi agar menikahi Zainab itu ada pada
al-Ahzab 37. Dari perkawinan inilah kemudian turun hukum-hukum pernikahan,
Mariah wafat pada tahun 16 hijriah. Dishalatkan oleh Amir Mukminin Umar bin Khattab.
MAIMUNAH BINTI AL HARITS (Ummul Mukminin kedua belas).
Nama aslinya adalah Barrah binti Harits. Setelah menikah dengan Nabi, diganti dengan
Maimunah. Perkawinan ini --Barrah ketika itu janda berumur 26 tahun-- sesungguhnya
atas permintaan paman Nabi, yakni Abbas bin Abdul Muthalib. Barrah sendiri adalah
adik dari isteri Abbas. Tidak banyak yang diketahui sejarah Barrah. Yang jelas ia wafat
pada tahun 51 hijriah.
Diposkan oleh INDRA UTAMA AKIP di 04:38 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz
suami membaca hadits ini? Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda: Orang
mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya, dan orang
yang paling baik diantara kalian
ialah yang paling baik terhadap istrinya (HR.Tirmidzi, Ibnu Hibban, hadits hasan
shahih). Dalam suatu lafazh dari hadits Aisyah di sebutkan: Yang paling lemah lembut
diantara mereka terhadap keluarganya (HR. Tirmidzi dan Hakim).Dalam riwayat lain,
juga dari Aisyah disebutkan: Yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik
terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik di antara kalian kepada
keluargaku (HR. Ibnu Hibban dalam kitab Sahihnya).
Ironis memang, dan inilah yang penulis dapati bahkan telah menjadi slogan di negri ini
(Saudi Arabia) 3 hal yang senang dilakukan sebagian kaum lelaki disini pertama senang
bergonta-ganti
telpon genggam (HP) kedua mereka senang bergonta-ganti mobil dan yang ketiga mereka
senang bergonta-ganti istri,waliyyadzubillah. Kepada Allah kita memohon
pertolongan, istri bagi mereka disamakan dengan telepon genggam dan mobil. Mereka
tidak berusaha mengurus rumah tangga dengan baik. Kecenderungan mereka adalah
bersenang-senang dengan para wanita serta mencari kenikmatan dari setiap wanita,
sehingga hal itu menjadikan mereka sering melakukan thalak dan nikah.Padahal
Rasulullah telah bersabda: Aku tidak menyukai laki-laki
yang senang mencicipi wanita dan wanita yang senang mencicipi laki-laki (HR.
Thabrani dan Daruquthni).
Semoga Allah memberi mereka hidayah dan menunjuki mereka kejalan yang lurus, amin.
Hal lain yang sering dilakukan para suami adalah seringnya mereka memukuli para istri
ketika mereka sedang emosi atau marah. Mereka beralasan dengan memukul istri maka
istri mereka akan takut kepada suami, suami menjadi berwibawa. Padahal bila mereka
mau sedikit melirik kepada Rasulullah, beliau adalah manusia yang paling berwibawa
akan tetapi tidak pernah ditemukan beliau memukul istri-istrinya tangan beliau hanya
digunakan untuk memukul musuh-musuh Allah. Wahai para suami yang senang
memukuli istri takutlah kepada Allah dan camkanlah hadits berikut ini: Dari Muawiyah
bin Haidah dia berkata:Aku bertanya,Wahai Rasulullah apa hak istri salah seorang
diantara kami atas dirinya? Beliau menjawa:Hendaklah
engkau memberinya Ibuan jika engkau Ibuan, memberinya pakaian jika engkau
mengenakan pakaian, janganlah memukul muka, janganlah engkau berdoa agar Allah
memburukannya dan janganlah engkau menghindarinya kecuali di dalam rumah
(HR.Abu Dawud dan Ibnu Hibban)
dan juga sabda beliau: Berlemah lembutlah terhadap wanita (HR. Bukhari
{no.6018,6059,6066} dan Muslim {no.5989, 5992}).
Wahai para suami,.setiap rumah tangga tentu mempunyai problema, karena memang
demikianlah sebagai ujian dan cobaan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman.Sebagai
seorang suami dan kepala rumah tangga dituntut untuk pandai dan cermat menyiasati apa
yang terjadi diantara hubungan mereka berdua. Kelapangan hati untuk meredam emosi
akan membawa pada kebaikan dan keindahan. Kehalusan sikap akan mencairkan hati
yang beku dan melunakkan gunung yang keras.Lihatlah bagaimana Rasulullah dalam
menghadapi kemarahan Aisyah, beliau justru tersenyum menghadapi hal itu dengan
penuh kesabaran dan keagungan. Atau engkau bisa melihat kepada Umar bin khattab
amirul mukminin ketika sahabat datang ingin mengadukan perihal istrinya justru ia
mendapati suara istri Umar lebih tinggi dan nyaring
dibandingkan dengan suara Umar.Karena Umar adalah seorang yang bijak, maka ia
berkata: Kehidupan itu harus ditempuh dengan cara yang maruf. Ia adalah istriku.Ia
membuatkan untukku roti, mencucikan pakaianku dan melayaniku. Jika aku tidak
berlemah lembut padanya maka kami tidak akan hidup bersama. Tidakkah engkau
menyimak perkataan Umar?? Semoga Allah meridhainya beliau adalah seorang Amir alFaruq yang tegas dan berwibawa yang ditakuti musuh-musuhnya bahkan iblispun takut
berpapasan dengannya.Lihatlah bagaimana ia lemah lembut dan mengalah terhadap
kemarahan istrinya.Atau sejenak engkau berkaca pada Ali, dalam hadits shahih,
rasulullah datang kerumah Fatimah putrinya untuk menanyakan padanya
tentang Ali radhiyallahu anhu. Lalu Fatimah radhiyallahu anha menjawab: Aku telah
marah padanya sehingga ia keluar .(HR. Bukhari no.436 dan Muslim no.6182). Ali
memilih keluar daripada bersitegang dan bertengkar dengan istrinya.
Duhai para suami tercinta,engkau berharap istri-istrimu mencintaimu dengan sepenuh
hati. Engkau meminta mereka untuk setia dan taat kepadamu. Engkau meminta mereka
agar bakti dan kasihnya tercurah padamu. Engkau mendambakan agar mereka
merindukanmu ketika jauh darimu. Tapi engkau lupa menyematkan cinta kasih dihati
istri-istrimu??.Cukuplah ayat dibawah ini sebagai penutup dan renungan bagi para suami
yang mendambakan kebahagiaan dalam rumah tangga mereka di dunia dan akhirat. dan
pergaulilah mereka dengan cara yang patut kemudian bila kamu tidak menyukai mereka,
maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak {An-Nisaa:19}. Wallahu alam
Diposkan oleh INDRA UTAMA AKIP di 10:54 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz
ISTRI SHALIHAH
Sungguh tak terbayangkan bagaimana indahnya hidup bersama istri shalihah. Istri yang
sejuk dipandang mata, menentramkan hati dan jiwa. Istri yang pandai membahagiakan
hati suaminya. Ia tahu apa yang harus ia lakukan sebagai seorang istri terhadap suaminya,
sebagai seorang ibu terhadap anak-anaknya, sebagaimana ia dahulu menjadi anak yang
berbakti kepada orang tuanya. Kata-katanya santun penuh hikmah. Jika ia senang, tampak
dari raut wajahnya yang berseri-seri bak bidadari. Jika marah, ia berusaha menahannya
agar tidak diketahui suaminya. Ia selalu meminta maaf meskipun bukan ia yang bersalah.
Dan ia selalu memaafkan kesalahan orang lain sebelum mereka memintanya. Itulah ciri
wanita shalihah.
Wanita shalihah pandai menjaga lisan, mata dan hatinya. Ia tidak berbicara kecuali yang
bermanfaat, tidak melihat kecuali yang halal untuk dilihat, dan tidak pernah menyimpan
rasa benci ataupun dendam kepada siapapun. Hatinya luas bak samudera. Jiwanya lembut
laksana sutera, namun sikapnya tegas seperti ksatria.
Sungguh tak berlebihan ketika Rasulullah SAW menyebut wanita shalihah sebagai
perhiasan terindah yang ada di dunia. Ya, bahkan ia lebih dari itu. Wanita shalihah adalah
tulang punggung bangkitnya generasi baru Islam yang akan memimpin dunia. Berapa
banyak para ulama dan mujahid yang terlahir dari rahim seorang wanita shalihah. Tanpa
belaian dan kasih sayang wanita shalihah, sangat sulit dibayangkan mereka semua bisa
menjadi seperti itu.
Sungguh mengagumkan kehidupan yang dilalui wanita shalihah. Ketika masih kecil, ia
menjadi anak yang berbakti kepada orang tua. Ketika beranjak dewasa ia menjadi remaja
yang pandai menjaga kehormatan dirinya. Ia tidak terbawa arus pergaulan yang dapat
merusak akhlaknya. Ketika menikah ia menjadi istri yang tulus dan setia dengan
suaminya. Ia tidak pernah mengkhianatimya, baik ketika pergi maupun berada di dalam
rumahnya. Setelah dikaruniai anak, ia menjadi seorang ibu yang bijaksana dalam
mendidik anak-anaknya. Ia paham bagaimana harus bersikap semestinya. Ia juga
mengerti bagaimana menjaga hak dan kewajibannya, baik terhadap Tuhannya maupun
sesama manusia.
Namun meskipun demikian, ia tetaplah manusia. Kadangkala benar, kadang pula salah. Ia
juga masih memiliki hati nurani dan air mata, sehingga tak jarang hatinya menangis
karena terluka. Ia juga membutuhkan seseorang yang sanggup membimbingnya menuju
jalan-Nya. Ia juga ingin berbagi cerita tentang kisah hidupnya, baik dalam mengurus anak
maupun mengelola keuangan rumah tangga. Ia juga butuh teman yang selalu berada di
sisinya dan mengusap air mata di pipinya di kala ia bersedih.
Sungguh wanita shalihah adalah manusia luar biasa yang pernah ada di dunia. Tak heran
jika Rasulullah SAW bersabda, Surga berada di bawah telapak kaki ibu. Dalam hadits
lain ketika ditanya tentang orang yang berhak dilayani beliau bersabda, Ibumu, beliau
mengulainya sebanyak tiga kali, baru setelah itu beliau melanjutkan, Ayahmu. Bahkan
dalam Al-Quran, Allah mengabadikan keagungan wanita dengan sebuah surat bernama
An-Nisa (wanita-wanita). Tak hanya itu, bahkan nama salah seorang wanita shalihah pun
diabadikan menjadi nama surat, Maryam. Allahu Akbar, Walillahil Hamd. Itulah balasan
bagi wanita shalihah.
Rosulullah shalallaahu alaihi wa sallam bersabda, Bila telah datang hari Jumah,
maka semua pintu-pintu masjid dijaga oleh beberapa malaikat, mereka itu akan
mencatat orang-orang ketika sang Imam telah duduk, mereka melipat lembaranlembaran catatan itu dan merekapun kemudian ikut mendengarkan khutbah.
Itu semua, wahai saudaraku yang beragama Islam adalah perlindungan Allah kepada Bani
Adam dan kepada kita semua, dimana ketika ajal seorang hamba telah tiba, malaikat akan
mencabut nyawanya (rohnya), merupakan suatu amanat yang dilaksanakan dengan
sempurna, tanpa adanya tindakan yang melampaui batas. Kemudian, ketika datang hari
kiamat, malaikat-malaikat memberi hormat dan penghormatan kepada kaum mukminin
seraya berkata, Inilah hari tuan-tuan yang telah dijanjikan. Dan ketika mereka
mempersilahkan masuk syurga, malaikat-malaikat inipun mendahului mereka berada
di depan pintu-pintu syurga dan berkata, Salam sejahtera buat tuan-tuan sekalian,
berkat kesabaran tuan, betapa bagusnya tempat kesudahan itu.
Untuk itu, wahai saudaraku sebagai hamba-hamba Allah, marilah kita bersyukur kepada
Allah atas nikmat-nikmat-Nya dan segala yang di bumi dan langit ini telah ditundukkan
oleh-Nya untuk kita semua.
Marilah kita semua rajin beribadah kepada-Nya dengan penuh rasa cinta dan
mengagungkan serta memohon pertolongan. Maka, bagi-Nya lah keutamaan dan
kebajikan, yang awal maupun yang terakhir. Dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta
alam.
bagus, harta yang banyak, status social yang tinggi, disenangi kawan, disegani lawan, dan
lain-lain. Juga sukses akhirat: memperoleh ridha Allah, dibebaskan dari siksa neraka dan
masuk ke dalam surga dengan sejahtera.
Namun, sangat disayangkan, banyak orang dengan dalih ingin meraih keberhasilan dan
mengangkat derajat keluarga seseorang pergi ke tempat-tempat yang jauh dengan
menelantarkan keluarganya. Mengerjakan aktivitas yang tak berkaitan dengan tujuan
yang dicita-citakan, selain isapan jempol dan permainan angan. Mereka mungkin lupa
bahwa sesungguhnya rahasia kesuksesan itu ada di tengah-tengah keluarga.
"Banyak orang dengan dalih ingin mengangkat derajat keluarga pergi ke tempattempat jauh dengan menelantarkan keluarganya. Mereka mungkin lupa bahwa
sesungguhnya rahasia kesuksesan itu ada di tengah-tengah keluarga"
Untuk itu, setiap suami dan istri, semestinya memberikan perhatian yang tinggi terhadap
keluarga; Menggali sebab-sebab yang mempengaruhi kemampuan keluarga
menghadiahkan kesuksesan yang kepada semua anggotanya; mengasah ketajamannya;
serta memupuk kesuburannya.
1. ORIENTASI
Tidak semua orang mempunyai orientasi yang sama dalam membangun keluarganya.
Ada yang mendasarinya dengan orientasi duniawi: kesenangan, kekayaan, kekuasaan,
keturunan dan kecantikan/ketampanan. Ada pula yang melandasi dengan orientasi
ukhrawi. Yang pertama tidak akan mendapat bagian apa-apa di akhirat. Sementara yang
kedua, akan merengkuh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Allah SWT menerangkan, Barang siapa yang mengharapkan kehidupan dunia dan
perhiasannya maka Kami akan penuhi keinginan mereka dengan membalas amal itu di
dunia untuk mereka dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Mereka itulah orangorang yang tidak meraih apa-apa ketika di akhirat melainkan siksa neraka dan
lenyaplah semua amal yang mereka perbuat selama di dunia dan sia-sialah segala amal
usaha mereka (Qs. Hud 15-16)
Keluarga dengan orientasi ukhrawi adalah keluarga yang terdiri dari pribadi-pribadi yang
tidak menautkan tujuan di dalam hatinya selain kepada surga dan ridha Allah. Dimulai
sejak akan menikah; ketika memilih pasangan, pada saat melangsungkan pernikahan
hingga setelah terbentuk sebuah rumah tangga; berperan sebagai suami, istri dan orang
tua. Sehingga, segala bentuk pemikiran, kata maupun perbuatannya adalah wujud dari
harapan yang besar akan perjumpaan dengan Allah.
"Keluarga dengan orientasi ukhrawi adalah keluarga yang terdiri dari pribadipribadi yang tidak menautkan tujuan di dalam hatinya selain kepada surga dan
ridha Allah"
Kekhusyukan dalam hal ini menjadi teramat urgen. Karena hanya dengan hati yang
khusyuk sajalah seseorang dapat menjaga keistiqamahan dalam berorientasi. Bahkan
dalam kondisi-kondisi ketika dihantam musibah yang mengguncangkan jiwa sekali pun,
orang yang khusyuk senantiasa tetap sadar bahwa orientasi hidupnya hanyalah Allah
SWT.
Firman Allah, Yaitu, orang orang yang apabila ditimpa musibah ia mengucapkan:
inna lillahi wa innaa ilaihi roojiuun... (Qs. Al-Baqarah156).
Lalu, bagaimanakah jika kesadaran untuk menjadikan Allah sebagai orientasi dalam
berkeluarga itu muncul setelah berkeluarga? Mulailah sekarang juga untuk
memperbaikinya. Mengikhlaskan apa saja yang telah berlalu, dan berharap kepada Allah
terhadap setiap hal yang diusahakan untuk keluarga anda.
2. CINTA
Allah telah mengabarkan kepada kita, bahwa cinta tertinggi setiap mukmin adalah kepada
Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya. Setelah itu, baru cinta kepada orang tua, suami, istri,
anak, saudara seiman dan lain-lain.
Firman Allah, Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri,
kaum kerabat, harta benda yang kalian miliki, dan perniagaan yang kalian khawatiri
kerugiannya, itu lebih kalian cintai dari pada Allah, Rasul dan berjihad di jalan-Nya,
maka tunggulah hingga Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim (Qs. At-Taubah 24).
Untuk menghadirkan cinta tertinggi di lubuk sanubari, setiap pasangan suami-istri harus
berusaha menjaga perasaan cinta di dalam diri dan keluarganya. Mampu menjaga ikatan
cinta di antara mereka dan tahu hal-hal yang dapat kian menumbuhsuburkan perasaan
cinta di dalam hatinya. Karena kekuatan cinta suami istri turut berperan dalam
mengokohkan cinta kepada Allah SWT.
"Setiap pasangan suami-istri harus berusaha menjaga perasaan cinta di dalam diri
dan keluarganya, karena kekuatan cinta suami istri turut berperan dalam
mengokohkan cinta kepada Allah SWT"
Seorang mantan aktris yang kini aktif di dunia parenting islami mengungkapkan apa yang
menurutnya dapat menyuburkan cinta suami kepada istri dan sebaliknya, Setiap suami
akan merasakan cinta kepada istrinya kian menguat bukan karena kelihaian syahwat,
melainkan karena kelapangan hati istri dalam menerima nafkah dan rezeki, kepandaian
menjaga harga diri suami dengan pergaulan yang suci dan baik terutama dalam
pergaulan dengan lawan jenis dan karena keterampilan serta kesabarannya dalam
mendidik dan mengasuh buah hati mereka.
Sungguh, amat besar pahala yang dijanjikan kepada istri yang ikhlas dalam mengurus
rumah tangga dan anak-anaknya. Dalam sebuah riwayat Rasul SAW bersabda: Siapa di
antara kalian yang ikhlas tinggal di rumah untuk mengurus anak-anak dan melayani
segala urusan suaminya, maka ia akan memperoleh pahala yang kadarnya sama dengan
pahala para mujahidin yang berjuang di jalan Allah (HR. Bukhari dan Muslim)
Sementara istri, lanjutnya, bertambah kuat cintanya kepada suami bukan karena
jumlah uang belanja yang tak ada batasan atau pemberian hadiah permata, baju, sepatu,
berlian, zamrud, dan emas tidak berputusan dan berkeliling dunia kapan saja bisa. Tidak!
Banyak ratu-ratu menjalin cinta dengan lelaki biasa bukan karena pemberian dan jaminan
raga, melainkan karena kelembutan hati dan ketertimangan diri.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menyebutkan ada tiga faktor yang menyebabkan tumbuhnya
cinta:
1. Sifat/kelebihan yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia kagum dan jatuh cinta
padanya,
2. Perhatian sang kekasih terhadap sifat-sifat tersebut, dan
3. Pertautan antara seseorang yang sedang jatuh cinta dengan orang yang dicintainya.
Di atas semua itu, keshalihan dan kedekatan dengan Sang Maha Dekat, akan membuat
daya magnet seorang suami/istri bertambah kuat. Karena keshalihan dan kedekatan
kepada sang Khaliq akan mengundang cinta-Nya. Dan manakala Allah telah mencintai
kita, maka akan mencintai kita pula segenap makhluk dengan ijin-Nya.
"Cinta seorang istri kepada suaminya, atau suami kepada istrinya, bukan lagi
semata karena ikatan perkawinan. Karena cinta yang tidak dibangun di atas
pondasi mahabatullah, hanya akan menjerumuskan ke dasar jurang kelalaian dan
kenistaan"
Cinta seorang istri kepada suaminya, atau suami kepada istrinya, bukan lagi semata
karena ikatan perkawinan. Namun, ada dan tidaknya hal-hal yang menjadi sebab
datangnya cinta Allah sebagai alasan. Sehingga, kadar cinta suami/istri akan bertambah
dan berkurang, seiring meningkat dan menurunnya kualitas ibadah dan keimanan
pasangannya. Keduanya senantiasa menyadari, bahwa cinta yang tidak dibangun di atas
pondasi mahabatullah, hanya akan menjerumuskan ke dasar jurang kelalaian dan
kenistaan.
3. NAFKAH
Meski bukan segalanya, nafkah berupa materi tetap menjadi sesuatu yang tidak bisa
diremehkan begitu saja. Dalam sebuah penelitian disertasi doktoral, Jan Andersen
menemukan 70% responden mengakui bahwa keuangan merupakan penyebab perceraian.
Karena keluarga tak mungkin bisa berjalan tanpa ada nafkah yang menggerakkan roda
perekonomiannya. Materi bagi keluarga-keluarga muslim menjadi sarana pemenuhan
tuntutan syariat, menjaga iffah (kemuliaan diri) dari meminta-minta, serta sebagai
pembatas agar tidak dekat kepada kekafiran.
Islam mewajibkan bagi orang yang mampu untuk memberi nafkah. Allah Taala
berfirman, Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.
Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang
diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan
(sekedar) apa yang telah Allah berikan kepadanya. (Qs. Ath-Thalaq 7).
Bahkan Rasul SAW mengingatkan dalam haditsnya: Seseorang itu cukup berdosa bila
ia menyia-nyiakan orang yang harus diberi belanja. (HR. Abu Daud dan lain-lain)
Tidak harus banyak, asalkan halal. Banyak sedikit sangat relatif. Namun, kehalalan
nafkah yang diberi, tidak bisa ditawar-tawar. Mengabaikan kehalalan dapat berakibat
sangat fatal bagi semua pribadi di dalam keluarga: tidak diterima doa dan ibadahnya,
mendorong berperilaku menyimpang, menghalangi ketaatan hingga menjadi penyebab
terlemparnya ke dalam Jahanam.
"Mengabaikan kehalalan nafkah dapat berakibat sangat fatal bagi semua pribadi
di dalam keluarga: tidak diterima doa dan ibadahnya, mendorong perilaku
menyimpang, menghalangi ketaatan hingga jadi penyebab terlemparnya ke dalam
Jahanam"
Menenteramkan sungguh kalimat-kalimat yang mengalir dari lisan istri-istri sahabat dan
generasi salafus shalih setiap kali mengantarkan suami-suami mereka yang hendak
mengais rezeki: Suamiku, bertakwallah kepada Allah terhadap apa yang akan engkau
nafkahkan kepada kami. berikanlah kepada kami hanya nafkah yang halal. Karena
perihnya kelaparan dapat kami tahan, sementara panasnya neraka yang memanggang tak
mungkin membuat kami dapat bertahan.
4. BERBUAT ADIL
Adil berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Lawan adil adalah zalim. Dan ukuran
yang paling tepat untuk menilai adil atau zalimnya seseorang adalah Al-Quran. Karena
hanya Al-Quran sajalah yang tidak mengandung perselisihan di dalamnya. Sehingga
tidak akan membuat siapa pun bingung harus bersikap seperti apa. Berbeda sangat jauh
dengan hukum/aturan apa pun buatan manusia yang mudah diinterpretasikan sekehendak
hatinya.
Adil tidak terbatas pada suami istri harus memenuhi setiap kewajibannya sebagai suami
terhadap istri maupun sebagai istri terhadap suami, juga kewajiban keduanya terhadap
anak-anak mereka. Akan tetapi adil, meliputi pemenuhan terhadap semua perintah dan
larangan Allah yang mengenai diri setiap pribadi di dalam keluarga.
Suami yang adil adalah, yang taat kepada Allah, melaksanakan tugas memimpin,
menafkahi dan mendidik istri dan anak-nya. Istri yang adil adalah yang memenuhi semua
perintah Allah SWT dan larangan-larangannya, taat, menjaga harta, kehormatan diri dan
suaminya, dan mengasuh secara baik anak-anaknya.
Rasul SAW bersabda: Sesungguhnya Allah memiliki hak atas dirimu yang harus
engkau tunaikan, dirimu memiliki hak yang harus engkau tunaikan, dan keluargamu
memiliki hak atas dirimu yang harus engkau tunaikan. Maka tunaikanlah hak-hak
masing-masing dari semua itu. (HR. Bukhari).
Rasul SAW juga menyebutkan, bahwa ada tiga hal yang dapat menyelamatkan. Di antara
ketiga hal itu adalah: Berbuat adil dalam keadaan ridha (senang) maupun dalam
keadaan benci
"Tidak seorang pun yang tidak memerlukan nasihat orang lain. Suami,
membutuhkan nasihat istrinya. Istri mengharapkan bimbingan suaminya"
5. SALING MENASEHATI
Tidak seorang pun yang tidak memerlukan nasihat orang lain. Suami, membutuhkan
nasihat istrinya. Istri mengharapkan bimbingan suaminya. Anak-anak merindukan
untaian lembut nasihat kedua orang tuannya. Orang tua, terkadang perlu mendengar
pendapat anak-anaknya.
Ingat apa yang dilakukan Ibunda Khadijah terhadap Rasulullah SAW sesaat setelah turun
wahyu yang pertama? Ketika sekujur tubuh Rasulullah SAW menggigil karena khawatir
akan keselamatan dirinya, wanita agung itu hadir dengan nasihat-nasihat yang
menenteramkan jiwa. Bergembiralah dan tenteramkanlah hatimu. Demi Allah yang
menguasai diriku, Allah SWT tidak akan mengecewakanmu. Engkau orang yang
sentiasa berusaha untuk menghubungkan tali persaudaraan, selalu berkata benar,
menyantuni anak yatim piatu, memuliakan tamu dan memberi bantuan kepada setiap
orang yang ditimpa kesusahan.
Rasul SAW melukiskan kesannya yang mendalam: Khadijah beriman kepadaku ketika
orang-orang mengingkari. Dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan. Dan
dia memberikan hartanya kepadaku ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah
mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan bagiku anak dari selain dia (HR.
Imam Ahmad).
Nasihat (dengan ijin Allah), dapat membuat yang lupa menjadi ingat. Yang tersesat
kembali selamat. Dan yang lemah jadi bersemangat.
Demikian indah kiasan yang Allah berikan bagi pasangan suami istri. Dalam surat AlBaqarah 187 Allah menyebut: Mereka (istri-istrimu) itu adalah pakaian bagimu dan
kamu pun adalah pakaian bagi mereka!
Apa saja yang dilakukan oleh pemilik pakaian terhadap pakaian kesayangannya? Tentu,
bukan hanya memakai secara terus menerus sampai pakaian tersebut usang, bau dan
sobek sana sini. Orang yang bijak, selain memakai ia pun akan berpikir untuk menjaga
agar pakaiannya tidak koyak, senantiasa dalam keadaan halus, harum dan wangi.
Karenanya, setiap kali pakaiannya itu kotor, ia akan memilihkan detergen yang terbaik
untuk mencuci. Setelah kering, pakaian itu akan diseterika dan diberi wewangian. Lalu,
diletakkan di tempat yang terbaik di dalam lemari.
"Mereka akan selalu saling menasehati untuk menetapi kebenaran dan kesabaran,
sebagai wujud kasih sayang dan perhatian yang mendalam"
Maka, demikian pula yang seharusnya dilakukan seorang suami/istri terhadap
pasangannya. Ia akan selalu menjaga kebersihan jiwa dari segala hal yang mengotorinya.
Menghiasi dengan wangi akhlak yang terpuji. Dan membentengi dari ancaman apa pun
yang dapat merusakkan hati. Mereka akan selalu saling menasehati untuk menetapi
kebenaran dan kesabaran, sebagai wujud kasih sayang dan perhatian yang mendalam.
Sebelum segalanya terlambat, dan taubat pun tiada lagi bermanfaat.
Semoga keluarga-keluarga kita menjadi keluarga yang mulia dan dimuliakan. Dipenuhi
cahaya iman dan ketakwaan. Dan ditaburi cinta yang tak berkesudahan.
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,
supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan
kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena
(membela) orang-orang yang khianat." (QS. An-Nisa': 105). Kebenaran di dalamnya
mencakup kabar berita dan tuntutannya (perintah dan larangannya), semua berasal dari
Allah.
Allah Ta'ala memerintahkan kepada rasul-Nya untuk menghakimi manusia dengan apa
yang diturunkan-Nya. Allah juga memperingatkan agar jangan berpaling dari sebagian
hukum-Nya.
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah
kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa
yang telah diturunkan Allah kepadamu." (QS. Al-Maidah: 49)
Beriman kepada Al-Qur'an mengharuskan kita menghalalkan segala yang dihalalkannya
dan mengharamkan yang diharamkannya serta mengambil pelajaran dari kisah-kisah dan
perumpamaan yang disebutkannya.
"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran
(daripadanya)." (QS. Al-A'raf: 3). Allah memerintahkan untuk mengikuti jalan hidup
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang datang dengan membawa Al-Qur'an dan
melarang berpaling kepada yang lain. Jika tidak begitu, berarti kita telah berpaling dari
hukum Allah kepada hukum yang lain.
"Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada
ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan,
maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah
dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya
melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman
kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak
dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal." (QS. Ali
Imran: 7)
"Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan
sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman." (QS. Yusuf: 111)
Iman kepada Al-Qur'an juga menuntut untuk menerima perintah dan larangan yang
dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Allah Ta'ala berfirman;
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah." (QS. Al hasyr: 7)
Iman kepada Al-Qur'an juga menuntut untuk menerima perintah dan larangan yang
dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Biarkanlah aku dengan apa-apa yang
telah aku tinggalkan untuk kalian. Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa
karena pertanyaan mereka dan menyimpang dari nabinya. Jika aku telah larang kalian
dari sesuatu maka jauhilah dan jika kuperintahkan sesuatu maka kerjakanlah semampu
kalian." (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)
Berlebih-lebihan
Menganggap bahwa rizkynya datang dari kepandaian dirinya sendiri, tidak pernah
berharap kepada Allah. Bahkan menghalalkan apa yang diharamkan Allah. Dalam hadits
diatas disebutkan untuk bertakwa kepada Allah dan memperindah cara mencarinya sesuai
tuntunan yang halal dalam syariat dalam mencari nafkah.
Menyepelekan
Menganggap bahwa rizkinya akan datang dengan sendirinya tanpa perlu dicari.
Walaupun rizky sudah ditetapkan oleh Allah, akan tetapi Nabi tetap memerintahkan kita
untuk memperbagus cara mencari riski.
ketakwaan. Inilah hakikat dari makna kecukupan, yaitu seseorang akan merasa tenang
dengan yang sedikit dan merasa lebih dengan apa yang dianggap kurang oleh manusia.
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, Bukanlah
kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tapi kekayaan adalah yang ada di hati
(HR. Bukhari Muslim)
5. Mensyukuri nikmat-Nya
8. Menyambung silaturahmi
Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda, Barang siapa
yang senang Allah luaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya dia
menyambung silaturahmi. (HR. Bukhari Muslim)
Allah berfirman, Apapun yang kalian infaqkan dari sesuatu, maka Dialah yang akan
menggantinya, dan Dialah sebaik-baik pemberi rizky. (Saba : 39)
Allah berfirman, Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu.
Kamilah yang memberi rezeki kepada kalian. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi
orang yang bertakwa. (Thaahaa : 132)
Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas bahwa apabila seseorang memerintahkan
keluarganya untuk mengerjakan shalat dan bersabar terhadapnya, maka dia akan
dikaruniakan rizky dari arah yang tidak pernah dia sangka.
derajatnya. Selain itu, dia akan mendapat manfaat yang lain, yang paling penting adalah
bahwa semua cobaan hidup ini akan mengarahkan seorang yang beriman untuk kembali
kepada Allah subhanahu wataala, bersimpuh di hadapan -Nya, bertdharru kepada -Nya,
sehingga dengannya hati akan mendapatkan ketenangan dan ketentraman, serta akan
merasakan kebahagiaan dan merasa dekat dengan Allah Azza Wa Jalla, yaitu sebuah
kebahagiaan yang tidak bisa terlukiskan.
Selain itu, semua perkara yang mengeruhkan hidup akan menjadikan seorang mumin
mengetahui kehinaan duniawi. Perasaan ini akan membawanya kepada zuhud dengan
dunia dan tidak cendrung kepadanya, dia akan mementingkan akherat dengan penuh
keyakinan bahwa dia lebih baik dan lebih kekal abadi, sebab tidak ada kebimbangan di
dalam surga dan tidak pula kesedihan sebagaimana ditegaskan di dalam firman Allah
subhanahu wataala:
Dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita
dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Mensyukuri. (35)Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari
karunia -Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu". (QS.
Fathir: 34-35)
Alangkah agungnya manfaat yang didapatkan bagi orang yang mengetahui hikmah Allah
yang terakandung di dalamnya. Dan di bawah ini beberapa langkah yang bermanfaat
untuk menghalau rasa bimbang, bingung, sedih dan berencana bagi orang yang
menggunakannya secara baik.
Pertama:
Beriman dan beramal shaleh. Allah subhanahu wataala berfirman:
Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-Nahl: 97)
Ini adalah janji Allah subhanahu wataala kepada orang yang beriman dan beramal
shaleh bahwa Dia akan menganugarahkan kepada mereka kehidupan yang baik.
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Shuhaib RA berkata:
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: Sungguh menakjubkan perkara
seorang yang beriman, sesungguhnya segala perkara orang yang beriman itu baik, dan
hal itu tidak terjadi kecuali bagi orang yang beriman, jika dia mendapatkan kebaikan
maka dia bersyukur maka itu adalah lebih baik baginya, dan apabila mendapat musibah
dia bersabar dan itu lebih baik baginya.
Kedua:
Kegembiraan seorang muslim karena apa yang diperolehnya berupa pahala yang agung,
upah yang besar, sebagai balasan atas kesabaran dan harapan pahala dari Allah
subhanahu wataala atas bencana-bencana yang menimpanya itu baik berupa
kebimbangan duniawi dan segala bentuk musibahnya.
Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi
Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersabda: Apa apa yang menimpa seorang
muslim baik keletihan, penyakit yang akut, kebimbangan, kesedihan, gangguan,