Anda di halaman 1dari 2

BAB 1 PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa, Mycobacterium bovis, serta Mycobacterium avium, tetapi lebih sering disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa. Faktor resiko yang dapat menimbulkan penyakit TB adalah faktor genetik, malnutrisi, vaksinasi, kemiskinan, dan kepadatan penduduk. TB terutama banyak terjadi di populasi yang mengalami stress, nutrisi jelek, penuh sesak, ventilasi rumah yang tidak bersih, perawatan kesehatan yang tidak cukup, dan perpindahan tempat. Genetik berperan kecil, tetapi faktor-faktor lingkungan berperan besar pada insidensi kejadian tuberkulosis. (ND1)(Papdi) Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosa. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-5 di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah pasien TB di dunia. Diperkirakan, setiap tahun ada 429,730 kasus baru dan kematian 62,246 orang. Insidensi kasus TB dengan basil tahan asam (BTA) positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.(BPN 2007)(Isi) Dalam kelanjutannya infeksi Mycobacterium tuberculosa dapat

menimbulkan komplikasi berupa TB milier, yang merupakan suatu bentuk infeksi TB yang disebarkan secara akut dari suatu fokus infeksi melalui aliran darah yang bersifat sistemik. TB milier klasik didefinisikan sebagai gambaran milletlike pada paru-paru, rata-rata berukuran 2 mm, dengan kisaran 1-5 mm, seperti yang dibuktikan pada radiografi dada. Pola ini terlihat pada 1-3% dari semua kasus tuberkulosis. TB milier dapat terjadi di organ individu (sangat jarang, <5%), di beberapa organ, atau seluruh tubuh (> 90%), termasuk otak. Sampai dengan 25% pasien dengan TB milier mungkin memiliki keterlibatan meningeal. TB milier

dapat menyerupai banyak penyakit. Dalam beberapa seri kasus, 50% kasus TB milier tidak terdiagnosis antemortem. Sehingga, pemeriksaan klinis yang teliti sangatlah penting untuk mendapatkan diagnosis awal untuk memastikan perbaikan klinis pasien yang lebih baik ke depannya.(CDC)(medscape) Awal terapi empiris untuk pasien yang masih dicurigai TB milier dapat meningkatkan kesempatan bertahan hidup pasien dan terapi tidak boleh dihentikan selama pemeriksaan penunjang masih dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Pada otopsi, lesi TB terdeteksi di beberapa organ tubuh seperti paru-paru, hati, limpa, otak, dan lain-lain. Mengacu pada ketentuan WHO, pengobatan TB milier pada prinsipnya sama dengan pengobatan TB pada umumnya, yaitu perpaduan dari beberapa jenis obat antituberkulosa (OAT) baik yang bakteriostatik maupun bakterisida. TB milier bersama dengan TB dengan meningitis, TB pleuritis eksudatif, dan TB perikarditis konstriktif, direkomendasikan untuk mendapat pengobatan OAT kategori 1 ditambah dengan kortikosteroid.(medscape)(BPN 2007)

Anda mungkin juga menyukai