Anda di halaman 1dari 30

PRESENTASI KASUS

TUMOR MEDULLA SPINALIS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Saraf
Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I RS Sukanto

Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. Djoko N, Sp.S

Disusun Oleh : Nunik Puji Rahayu (1110221019)

Kepaniteraan Klinik Departemen Saraf FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I RS Sukanto PERIODE 07 Januari 08 Februari 2013 1

PENDAHULUAN Tumor medula spinalis memang merupakan salah satu penyakit yang jarang terjadi dan karena itulah banyak masyarakat yang belum mengetahui gejala-gejala serta bahaya dari penyakit ini. Pada umumnya, penderita yang datang berobat ke dokter atau ke rumah sakit sudah dalam keadaan parah (stadium lanjut) sehingga cara penanggulangannya hanya bersifat life-saving. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral. Sementara manifestasi yang tersering adalah bahwa penderita datang dengan keluhan nyeri punggung ataupun kelemahan. Tumor medula spinalis terbagi menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer merupakan tumor yang berasal dari medula spinalis itu sendiri sedangkan tumor sekunder merupakan anak sebar (mestastase) dari tumor di bagian tubuh lainnya. Tumor medula spinalis umumnya bersifat jinak (onset biasanya gradual) dan dua pertiga pasien dioperasi antara 1-2 tahun setelah onset gejala. Gejala pertama dari tumor medula spinocerebellar penting diketahui karena dengan tindakan operasi sedini mungkin, dapat mencegah kecacatan.

STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama Usia Jenis kelamin Pekerjaan Agama Status pernikahan Suku bangsa Tanggal masuk II. ANAMNESA Autoanamnesa KELUHAN UTAMA KELUHAN TAMBAHAN : Nyeri yang semakin bertambah parah pada bagian : Tidak ada. punggung bawah sejak +/- 2 bulan yang lalu. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Tingkat I RS Sukanto Jakarta dengan keluhan nyeri yang bertambah parah pada bagian punggung bawah sejak +/- 2 bulan yang lalu, dirasakan menjalar sampai ke dua kaki disertai kelemahan dan kesemutan. Nyeri dirasakan semakin hari semakin bertambah parah hingga 1 minggu SMRS pasien tidak bisa buang air besar maupun buang air kecil. Tiga hari SMRS pasien mengeluhkan nyeri hebat pada punggung bawah hingga kedua kaki, dan pasien tidak bisa lagi merasakan jika buang air besar maupun buang air kecil. Pasien mengaku kedua kaki terasa lemah, berat, kebas, baal dan tidak bisa digerakkan. Nyeri hebat timbul pada malam hari, jika digerakkan, dan tidak berkurang mesti dengan istirahat, serta hanya dapat berkurang jika diberi obat melalui suntikan, sedangkan pasien hanya bisa tidur terlentang. Pasien menyangkal adanya nyeri kepala, mual, muntah, demam serta hilangnya kesadaran. : Tn. R : 38 tahun : Pria : Polri : Islam : Menikah : Indonesia : 18 Desember 2012

RIWAYAT PENGOBATAN SEBELUMNYA

Pasien sebelumnya sering merasakan nyeri punggung bawah, namun tidak terlalu dirasakan hingga +/- 2 bulan lalu pasien berobat dengan keluhan tersebut dan sudah pernah dilakukan pemeriksaan MRI pada bagian yang terasa sakit dengan hasil terdapat tumor di medulla spinalis. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU - Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya, namun sering mengeluh sakit pada punggung bawah tapi tidak terlalu dirasakan. - Pasien menyangkal kebiasaan mengangkat beban berat, atau melakukan aktifitas berat. - Hipertensi - Kencing manis - Penyakit jantung - Trauma punggung atau terjatuh - Kegemukan : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA - Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal yang sama. III. PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALIS Keadaan umum Gizi Tanda vital Tekanan darah Nadi Kepala Leher Jantung Paru Abdomen Ekstemitas : 130/80 mmHg : 86 x/menit : Normocephal. : Tidak terdapat pembesaran KGB : BJ I > II, regular, Gallop (-), Murmur (-) : SD vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-) : Bising usus (+) normal, Nyeri Tekan (-), Hepar & lien : TAK : Akral hangat, edema (-), sianosis (-) Pernafasan Suhu : 20 x/menit : 36,1 C : Tampak Sakit Sedang : Baik

STATUS NEUROLOGIS Kesadaran Sikap tubuh Cara berjalan Gerakan abnormal : Composmentis, E4V5M6 = GCS 15 : Terlentang : Tidak dapat dinilai : Tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEAL Kaku kuduk Kernig Laseque Brudzinsky I Brudzinsky II NERVI CRANIALIS N I. Olfaktorius N II. Optikus Ketajaman pengelihatan Lapang pandang Fundus Ptosis Strabismus Nistagmus Exopthalmus Gerakan bola mata Lateral Medial Atas medial Bawah medial Atas Bawah Pupil
5

: (-) : (+) / (+) : (+) / (+) : (-) / (-) : (-) / (-) Dextra Sinistra

: Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Tidak dilakukan : (-) : (-) : (-) : (-) : Normal : Normal : Normal : Normal : Normal : Normal (-) (-) (-) (-) Normal Normal Normal Normal Normal Normal

N III. Occulomotorius/ N IV. Trochlearis /N VI. Abduscen

Ukuran Bentuk Iso/anisokor Posisi Reflek cahaya N V. Trigeminus Menggigit Membuka mulut Spensibilitas V1 V2 V3 Reflek kornea N VII. Fasialis Motorik Mengerutkan dahi Mengerutkan alis Menutup mata Meringis Menggembungkan pipi Gerakan bersiul : Baik : Bulat

: 3 mm : Isokor : Sentral : (+) Sentral (+)

3 mm

: Simetris : (+) : (+) : (+) : (+) (+) (+) (+) (+)

: Simetris : Simetris : Simetris : Simetris : Simetris : Simetris

Daya pengecapan lidah 2/3 depan : Tidak dilakukan N VIII. Vestibulocochlearis Mendengar suara gesekan jari tangan : (+) Mendengar detik jam arloji Tes swabach Tes rinne Tes webber N IX. Glosopharingeus Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukan Menelan N X. Vagus Refleks muntah Letak uvula : (+) : Di tengah
6

(+) (+)

: (+) : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

: Tidak ada gangguan

N XI. Accesorius Memalingkan kepala Sikap bahu Mengangkat bahu N XII. Hipoglosus Menjulurkan lidah Atrofi lidah SISTEM MOTORIK Kekuatan Tonus Trofi : 5555 5555 1111 1111 : normotonus hipotonus : Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi SISTEM REFLEKS Refleks fisiologis Refleks Tendon Biseps Triseps Patella Achilles Sfingter ani Refleks patologis Hoffman trommer Babinski Chaddock Openheim Gordon Schaefer Klonus paha : (-) : (+) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) (-) (+) (-) (-) (-) (-) (-)
7

: Normal : Simetris : Simetris

: Tidak ditemukan deviasi : (-)

normotonus hipotonus

: (+) : (+) : (+) : (+) : (-) : Tidak dilakukan

(+) (+) (+) (+)

Refleks permukaan dinding perut bawah

Klonus kaki SISTEM SENSIBILITAS Eksteroseptif Nyeri Suhu Taktil Proprioseptif Vibrasi Posisi Tekan dalam

: (-)

(-)

: (-) : (-) :

(-) (-)

: Tidak dilakukan : (+) : (+)

KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN Tes Romberg Tes telunjuk hidung Tes telunjuk telunjuk FUNGSI OTONOM Miksi Defekasi FUNGSI LUHUR Fungsi bahasa Fungsi orientasi Fungsi memori Fungsi emosi Fungsi kognisi : Baik : Baik : Baik : Baik : Baik : Inkontinensia Uri : Sulit BAB, Inkontinensia Alvi : Tidak dilakukan : Tidak ada gangguan : Tidak ada gangguan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Desember 2012 Jenis Pemeriksaan Darah rutin Hemoglobin Hasil 16,1 Nilai Rujuk 13 16 gr/dL
8

Hematokrit Leukosit Trombosit Hitung jenis leukosit *basofil *eosinofil *batang *segmen *limfosit *monosit Laju endap darah Eritrosit

47 10200 221000 4 60 32 4 8 5,02

40 48 % 5000 10000 /uL 150000 450000 /uL 0-1 1-3 2-6 50-70 20-40 2-9 <20 4,5-5,5

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Desember 2012 Jenis Pemeriksaan Kimia Cholesterol Trigliserida Ureum Kreatinin Asam urat Glukosa sewaktu Liver Fungsi Test Protein total Albumin Globulin Bilirubin total Bilirubin Direk Bilirubin Indirek SGOT / AST SGPT / ALT 6,8 4,7 2,1 0,92 0,30 0,62 35,2 47,0 6-8,7 g/dl 3,5-5,2 g/dl 2,5-3,1 g/dl < 1,5 mg/dl < 0,5 mg/dl < 1,0 mg/dl < 37 U/L < 40 U/L Hasil 190 74 31 0,9 6,5 63 Nilai Rujuk < 200 mg/ dL < 200 mg/dL 10 50 mg/dL 0,5 1,3 mg/dL 2,4 5,7 mg/dL <200 mg/dL

V. RESUME

Anamnesa didapatkan : - Nyeri yang semakin bertambah parah pada bagian punggung bawah sejak 2 bulan yang lalu dirasakan menjalar sampai ke dua kaki disertai kelemahan dan kesemutan. - Nyeri hebat timbul pada malam hari, jika digerakkan, dan tidak berkurang mesti dengan istirahat, serta hanya dapat berkurang jika diberi obat melalui suntikan, sedangkan pasien hanya bisa tidur terlentang. - Pasien tidak bisa lagi merasakan jika buang air besar maupun buang air kecil sempat tidak bisa buang air besar maupun buang air kecil.. - Kedua kaki semakin terasa lemah, berat, kebas, baal dan tidak bisa digerakkan. - Tidak adanya nyeri kepala, mual, muntah, demam serta hilangnya kesadaran. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan : pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat 130/80 mmHg. tanda rangsang meningeal : lasegue (+), kernig (+) pemeriksaan nervus kranialis : tidak ditemukan adanya kelainan. kekuatan motorik 5555 5555 , normotonus 1111 1111 , hipotonus refleks fisiologis Patella dan Achiles : menurun reflex permukaan dinding perut bawah : (-) refleks patologis : Babinski (+) pemeriksaan sensorik : hipoestesi dari akral hingga dermatomal medulla spinalis setinggi T11. sistem saraf otonom : mengalami inkontinensia uri dan inkontinensia alvi. fungsi luhur dan koordinasi tidak ada kelainan. Dari pemeriksaan laboratorium secara keseluruhan didapatkan dalam batas normal, hanya terdapat peningkatan asam urat dan SGPT Follow up Tanggal 10/01/2013 Keterangan S : Kedua kaki tidak dapat digerakkan, lemas, mual dan nyeri perut, sulit BAB, tidak mau makan, gelisah, tidak bisa tidur. O : KU : tampak sakit sedang TD : 120/90 mmHg RR : 20 x/mnt N : 79 x/mnt S : afebris St Neurologis : - Kesadaran : E4M6V5 = 15 (compos mentis)
10

A : Diagnosis

11/01/2013

A : Diagnosis

Rangsang meningeal : Lasegue (+), Kernig (+) N craniales I-XII: Tak ada kelainan Motorik : Bentuk : Eutrofi Gerakan : bebas bebas terbatas terbatas Tonus : normotonus normotonus hipotonus hipotonus Kekuatan : 5555 5555 1111 1111 Sensorik : Hipoestesia setinggi T11 Refleks fisiologis : menurun Refleks patologis : Babinski (+) Laboratorium: SGPT : 111,6 mg/dl DK : Low Back Pain (LBP), paraparese, parastesi, hipoestesia setinggi T11, disertai inkontinensia uri dan inkontinensia alvi, gejala depresi, insufiensi hepar . DT : Medulla spinalis setinggi T11-S1 DE : Tumor medulla spinalis intradural ekstramedular (SOL). P:S : Kedua kaki tidak dapat digerakkan, lemas, mual dan nyeri perut, sulit BAB. O : KU : tampak sakit sedang TD : 130/70 mmHg RR : 20 x/mnt N : 80 x/mnt S : afebris St Neurologis : - Kesadaran : E4M6V5 = 15 (compos mentis) - Rangsang meningeal : Lasegue (+), Kernig (+) - N craniales I-XII: Tak ada kelainan Motorik : Bentuk : Eutrofi Gerakan : bebas bebas terbatas terbatas Tonus : normotonus normotonus hipotonus hipotonus Kekuatan : 5555 5555 1111 1111 Sensorik : Hipoestesia setinggi T11 Refleks fisiologis : menurun Refleks patologis : Babinski (+) Laboratorium: SGPT :111,6 mg/dl DK : Low Back Pain (LBP), paraparese, parastesi, hipoestesia setinggi T11, disertai inkontinensia uri dan inkontinensia alvi, insufisiensi hepar. DT : Medulla spinalis setinggi T11-S1 DE : Tumor medulla spinalis intradural ekstramedular (SOL). P:11

VI. DIAGNOSIS Diagnosis klinis : Low Back Pain (LBP), paraparese, parastesi, hipoestesia setinggi T11, inkontinensia uri dan inkontinensia alvi, serta insufiensi hepar. Diagnosis topis Diagnosis etiologi : Medula spinalis setinggi T11-S1. : Tumor medulla spinalis intradural ekstramedular (SOL).

VII. DIAGNOSIS BANDING LBP (Low Back Pain) et causa Herniasi Nukleus Polposus Grade IV Spondilitis et causa Infeksi Fraktur Vertebrae et causa Fraktur kompresi VIII. PENATALAKSANAAN Pemeriksaan anjuran Dilakukan MRI ulang untuk mengetahui dan memastikan letak lesi pada medulla spinalis Penatalaksanaan umum Perbaikan keadaan umum, pemantauan dan evaluasi status generalis. Dilakukan pembedahan (laminectomy) pada daerah yang terkena lesi. Medikamentosa Ranitidin 2x1 tab, Inj. Ranitidin 3x1 amp Diazepam 2x1 tab Meloxicam 2x1 tab Inj. Mecobalamin 3x1 amp Inj. Toradol 3x1 amp Inj. Methylprednisolon 3x1 amp Ciprofloxacin 2x1 tab Lactulac 3x2 C

Non medikamentosa - Mobilisasi mencegah dekubitus - Rehabilitasi fisioterapi - Psikoterapi

12

IX. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad fungsionam Quo ad sanationam : Dubia ad malam : ad malam : ad malam

13

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada daerah cervical pertama hingga sacral, yang dapat dibedakan atas; A.Tumor primer: 1) jinak yang berasal dari a) tulang; osteoma dan kondroma, b) serabut saraf disebut neurinoma (Schwannoma), c) berasal dari selaput otak disebut Meningioma; d) jaringan otak; Glioma, Ependimoma. 2) ganas yang berasal dari a) jaringan saraf seperti; Astrocytoma, Neuroblastoma, b) sel muda seperti Kordoma. B. Tumor sekunder: merupakan anak sebar (metastase) dari tumor ganas di daerah rongga dada, perut, pelvis dan tumor payudara. 2.2 Epidemiologi Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral. Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma, astrositoma dan hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada orang dewasa pada usia pertengahan (30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usia anak-anak. Insidensi ependidoma kirakira sama dengan astrositoma. Dua per tiga dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral. Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat tumbuh pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang tersering pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor spinal intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari tumor intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada remaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal dan servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal, lumbosakral atau pada conus medularis. Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular yang tumbuh lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua tumor intramedular medula spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun, namun pada pasien dengan von Hippel-

14

Lindau syndrome (VHLS) biasanya muncul pada dekade awal dan mempunyai tumor yang multipel. Rasio laki-laki dengan perempuan 1,8 : 1. Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan tersering pada daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada kelompok intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira 25% dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada foramen magnum. 2.3 Klasifikasi Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak maupun ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru, payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor primer yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan kordoma, sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma. Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu sendiri dibagi lagi menjadi tumor intramedular dan ekstramedular. Macam-macam tumor medula spinalis berdasarkan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 1. Gambar 2.1 (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-ekstramedular, dan (C) Tumor Ekstradural

15

Tabel 1. Tumor Medula Spinalis Berdasarkan Gambaran Histologisnya


Ekstra dural Intradural ekstramedular Intradural intramedular

Chondroblastoma Chondroma Hemangioma Lipoma Lymphoma Meningioma Metastasis Neuroblastoma Neurofibroma Osteoblastoma Osteochondroma Osteosarcoma Sarcoma Vertebral hemangioma

Ependymoma, tipe myxopapillary Epidermoid Lipoma Meningioma Neurofibroma Paraganglioma Schwanoma

Astrocytoma Ependymoma Ganglioglioma Hemangioblastoma Hemangioma Lipoma Medulloblastoma Neuroblastoma Neurofibroma Oligodendroglioma Teratoma

2.4 Etiologi dan Patogenesis Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut. Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat genetik kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada anggota keluarga ( syndromic group) misal pada neurofibromatosis. Astrositoma dan neuroependimoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2 memiliki kelainan pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30%

16

pasien dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas dari kromosom 3. 2.5 Manifestasi Klinis Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi dalam tiga tahapan, yaitu: Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang lama Sindroma Brown Sequard Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler, nyeri vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler merupakan indikasi pertama adanya space occupying lesion pada kanalis spinalis dan disebut pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24% nyeri funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas3. Nyeri radikuler dicurigai disebabkan oleh tumor medula spinalis bila: Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktus piramidalis Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP seperti C5-7, L3-4, L5 dan S1 Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah tumor yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks. Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali dengan gejala TTIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah, papiledema, gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor, yang dapat menghambat aliran likuor di dalam kompartemen subarakhnoid spinal, dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang menerangkan kejadian hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma intraspinal primer. Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor di sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh yang selevel
17

dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada tumor di tengah medula spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri yang menyebar ke dada depan (girdleshape pattern) dan bertambah nyeri saat batuk, bersin, atau membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen cervical dapat menyebabkan nyeri yang dapat dirasakan hingga ke lengan, sedangkan tumor yang tumbuh pada segmen lumbosacral dapat memicu terjadinya nyeri punggung atau nyeri pada tungkai. Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul adalah seperti yang terihat dalam Tabel 2 di bawah ini : Tabel 2. Tanda dan Gejala Tumor Medula Spinalis
Lokasi Foramen Magnum Tanda dan Gejala Gejalanya aneh, tidak lazim, membingungkan, dan tumbuh lambat sehingga sulit menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering adalah nyeri servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesia dalam dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Setiap aktivitas yang meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat barang, atau bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan adalah gangguan sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien yang melaporkan kesulitan menulis atau memasang kancing. Perluasan tumor menyebabkan kuadriplegia spastik dan hilangnya sensasi secara bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing, disartria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah, serta atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Temuan neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya berjalan spastik, palsi N.IX Servikal hingga N.XI, dan kelemahan ekstremitas. Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikular yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga menyerang tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas (misal, diatas C4) diduga disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang lebih rendah (C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks tendon ekstremitas atas (biseps, brakioradialis, triseps). Defisit sensorik membentang sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada lesi C7, dan lesi C7 menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah. Torakal Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia. Pasien dapat mengeluh nyeri dan 18

perasaan terjepit dan tertekan pada dada dan abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri akibat gangguan intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal bagian bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda Beevor (umbilikus menonjol apabila penderita pada posisi telentang mengangkat kepala melawan suatu tahanan) dapat menghilang. Lumbosakral Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak segmen lumbal bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf desendens dari tingkat medula spinalis yang lebih tinggi. Kompresi medula spinalis lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks perut, namun menghilangkan refleks kremaster dan mungkin menyebabkan kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi kehilangan refleks lutut dan refleks pergelangan kaki dan tanda Babinski bilateral. Nyeri umumnya dialihkan keselangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal bagian bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot perineum, betis dan kaki, serta kehilangan refleks pergelangan kaki. Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol usus dan kandung kemih merupakan Kauda Ekuina tanda khas lesi yang mengenai daerah sakral bagian bawah. Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-tanda khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai dengan radiks saraf yang terkena dan terkadang asimetris.

2.5.1

Tumor Ekstradural

Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi pada medula spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat merupakan gejala awal pada 30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa hari, minggu/bulan diikuti dengan gejala mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1 radiks, yang mulanya hilang dengan istirahat, tetapi semakin lama semakin menetap/persisten, sehingga dapat merupakan gejala utama, walaupun terdapat gejala yang berhubungan dengan tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini dapat terjadi spontan, dan sering bertambah dengan perkusi ringan pada vertebrae, nyeri demikian lebih dikenal dengan nyeri vertebrae.

a. Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural


19

Memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Sebagian besar tumor spinal (>80 %) merupakan metastasis keganasan terutama dari paru-paru, payudara, ginjal, prostat, kolon, tiroid, melanoma, limfoma, atau sarkoma. Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Predileksi lokasi metastasis tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks, sedangkan tumor prostat, testis dan ovarium biasanya ke daerah lumbosakral. 2.5.2 Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level torakal, karena diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1 cm). Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang tajam dan kadang menjalar (radikuler) serta menghebat pada penekanan atau palpasi. Tumor Intradural-Ekstramedular Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik progresif. Kejadiannya 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak adalah neurinoma pada laki-laki dan meningioma pada wanita. a. Neurinoma (Schwannoma) Memiliki karakteristik sebagai berikut: Berasal dari radiks dorsalis Kejadiannya 30% dari tumor ekstramedular 2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya pada satu sisi dan dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkan gejala lanjut terdapat tanda traktus piramidalis 39% lokasinya disegmen thorakal

b. Meningioma Memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 80% terletak di regio thorakalis dan 60% pada wanita usia pertengahan Pertumbuhan lambat Pada 25% kasus terdapat nyeri radikuler, tetapi lebih sering dengan gejala traktus piramidalis dibawah lesi, dan sifat nyeri radikuler biasanya bilateral dengan jarak waktu timbul gejala lain lebih pendek
20

2.5.3 Tumor Intradural-Intramedular Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti rasa terbakar dan menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan ringan seperti electric shock like pain (Lhermitte sign). a. Ependimoma Memiliki karakteristik sebagai berikut:

Rata-rata penderita berumur di atas 40 tahun Wanita lebih dominan Nyeri terlokalisir di tulang belakang Nyeri meningkat saat malam hari atau saat bangun Nyeri disestetik (nyeri terbakar) Menunjukkan gejala kronis Jenis miksopapilari rata-rata pada usia 21 tahun, pria lebih dominan

b. Astrositoma Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:


Prevalensi pria sama dengan wanita Nyeri terlokalisir pada tulang belakang Nyeri bertambah saat malam hari Parestesia (sensasi abnormal)

c.

Hemangioblastoma Memiliki karakter sebagai berikut:


Gejala muncul pertama kali saat memasuki usia 40 tahun Penyakit herediter (misal, Von Hippel-Lindau Syndrome) tampak pada 1/3 dari jumlah pasien keseluruhan. Penurunan sensasi kolumna posterior

21

Nyeri punggung terlokalisir di sekitar lesi

2.6 Diagnosis Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula spinalis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di bawah ini. a. Laboratorium Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan xantokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam mengambil dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor medula spinalis harus berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis yang komplit. b. Foto Polos Vertebrae Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal. Kemungkinan ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai mata burung hantu pada tulang belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur kompresi patologis, scalloping badan vertebra, sklerosis, perubahan osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya Ca payudara. c. CT-scan CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan ini juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema, perdarahan dan keadaan lain yang berhubungan. CT-scan juga dapat membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas tumor. d. MRI Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan yang mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan gambar tumor yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas dibandingkan dengan CT-scan. 2.7 Diagnosis Banding Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) Lumbar (Intervertebral) Disk Disorders Mechanical Back Pain Brown-Sequard Syndrome
22

Infeksi Medula Spinalis Cauda Equina Syndrome 2.8 Penatalaksanaan Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal. Kebanyakan tumor intraduralekstramedular dapat direseksi secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi dengan terapi radiasi post operasi. Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah : a. Deksamethason: 100 mg (mengurangi nyeri pada 85 % kasus, mungkin juga menghasilkan perbaikan neurologis). b. Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya dengan sistemik kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi bertulang; analgesik untuk nyeri. Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-4000 cGy pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas dan di bawah lesi); radiasi biasanya seefektif seperti laminektomi dengan komplikasi yang lebih sedikit. c. Penatalaksanaan darurat (pembedahan/ radiasi) berdasarkan derajat blok dan kecepatan deteriorasi bila > 80 % blok komplit atau perburukan yang cepat: penatalaksanaan sesegera mungkin (bila merawat dengan radiasi, teruskan deksamethason keesokan harinya dengan 24 mg IV setiap 6 jam selama 2 hari, lalu diturunkan (tappering) selama radiasi, selama 2 minggu. bila < 80 % blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan deksamethason 4 mg selama 6 jam, diturunkan (tappering) selama perawatan sesuai toleransi. d. Radiasi Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang tidak dapat diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy.
23

e.

Pembedahan Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan teknik myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan pada pembedahan tumor medula spinalis. Indikasi pembedahan: Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi bila lesi dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat terjadi pada pasien dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan sebagai metastase. Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal). Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam, kecuali signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya terjadi dengan tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal atau melanoma. Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal.

2.9 Komplikasi Komplikasi yang mungkin pada tumor medula spinalis antara lain: Paraplegia Quadriplegia Infeksi saluran kemih Kerusakan jaringan lunak Komplikasi pernapasan Komplikasi yang muncul akibat pembedahan adalah: Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi pada anakanak dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang belakang tersebut dapat menyebabkan kompresi medula spinalis. Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat terjadi obstruksi foramen Luschka sehingga menyebabkan hidrosefalus. 2.10 Prognosis

24

Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).

ANALISA KASUS Anamnesa didapatkan : - Nyeri yang semakin bertambah parah pada bagian punggung bawah sejak 2 bulan yang lalu dirasakan menjalar sampai ke dua kaki disertai kelemahan dan kesemutan. Nyeri yang ditemukan bersifat kronik progresif, dengan intensitas sering, dan diikuti oleh penurunan fungsi sensorik dan motorik. Nyeri yang menjalar menandakan adanya radiks yang terkena. - Nyeri hebat timbul pada malam hari, jika digerakkan, dan tidak berkurang mesti dengan istirahat, serta hanya dapat berkurang jika diberi obat melalui suntikan, sedangkan pasien hanya bisa tidur terlentang. Kualitas dari nyeri hebat yang dirasakan sudah sangat mengganggu aktifitas, bahkan tanpa aktifitas pun nyeri tidak berkurang. Pengunaan obat-obat yang bersifat analgetika baru dapat mengurangi rasa nyeri tersebut. - Pasien tidak bisa lagi merasakan jika buang air besar maupun buang air kecil dan pasien tidak bisa buang air besar maupun buang air kecil. Sudah terjadi inkontinensia uri dan inkontinensia alvi menunjukkan adanya defisit otonom yang progresif. - Kedua kaki semakin terasa lemah, berat, kebas, baal dan tidak bisa digerakkan. Menunjukkan penurunan fungsi motorik dan sensorik yang progresif serta lesi yang ditemukan dapat bersifat LMN (Lower Motor Neuron) ataupun UMN (Upper Motor Neuron). - Tidak adanya nyeri kepala, mual, muntah, demam serta hilangnya kesadaran.

25

Kecurigaan terhadap gangguan sistem saraf sentral khususnya peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial) tidak ditemukan. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan : Pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat 130/80 mmHg. Tidak ada penurunan kesadaran, yang mengindikasikan adanya gangguan pada sistem saraf sentral khususnya peningkatan TIK, peningkatan tekanan darah dapat berupa sebagai kompensasi dari rasa nyeri. Tanda rangsang meningeal : lasegue (+), kernig (+) Ditemukan adanya iritasi pada medulla spinalis. Pemeriksaan nervus kranialis : tidak ditemukan adanya kelainan. Kekuatan motorik 5555 5555 , normotonus 1111 1111 , hipotonus Refleks fisiologis Patella dan Achiles : menurun Reflex permukaan dinding perut bawah : (-) Menunjukan secara jelas adanya lesi yang bersifat LMN berupa defisit neurologi pada medulla spinalis setinggi L2 hingga L5 serta lesi yang dapat bersifat UMN berupa penurunan kekuatan motorik yang mengenai medulla spinalis setinggi T11 , dan mneghilangnya reflex dinding perut. Refleks patologis : Babinski (+) Menunjukkan bahwa selain lesi LMN juga ditemukan lesi UMN. Pemeriksaan sensorik : hipoestesi dari akral hingga dermatomal medulla spinalis setinggi T11. Sistem saraf otonom : mengalami inkontinensia uri dan inkontinensia alvi. Ditemukan adanya gangguan pada jaras sensorik dan otonom yang jelas dicurigai setinggi T11 hingga S1. Jaras otonom yang terkena adalah berupa LMN dan UMN. Sedangkan jaras sensorik yang terkena merupakan jaras medulla spinalis pada anterior maupun posterior atau keduanya yang berupa menurunnya sensasi raba dan tekan serta terputusnya jaras traktus spinotalamikus di medulla spinalis untuk sensasi suhu dan nyeri. Fungsi luhur dan koordinasi tidak ada kelainan.

26

Tidak ada kelainan yang bersifat organik pada sistem saraf sentral terutama pada bagian frontal serta occipital. Dari pemeriksaan laboratorium secara keseluruhan didapatkan dalam batas normal, hanya terdapat peningkatan asam urat dan SGPT Kecurigaan mengalami insufiensi hepar akibat efek samping dari pengobatan yang diberikan sehingga fungsi hati menurun. Dari hasil MRI ulang yang dilakukan ditemukan kesan : Enhancing multiple solid mass intradural yang berasal dari conus, filum terminale, dan cauda equine yang mengisi sebagian besar dura space setinggi V.Th11 samapi V.S1, suspect Ependymoma myxopapillary. Massa tampak menimbulkan pendesakan medulla spinalis setinggi V.Th11 sampai V.Th12, serta cauda equine di level V.Th12 sampai V.L2 dan V.L3 sampai V.S1.

LAMPIRAN Gambar 1. Dermatomal Sistem Saraf Perifer

Gambar 2. Jaras Otonom Medulla Spinalis


27

Gambar 3. Hasil MRI pasien

28

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. Baehr M, Frotscher M. 2007. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. Fauci et al. 2009. Harrisons Manual of Medicine, 17th edition. McGraw Hill : CA. Mcphee S, Papadakis M. 2010. Current Medical Diagnosis and Treatment, 49 th edition. McGraw Hill: CA. Lumbantobing S. Neurologi Klinik : Pemeriksaan Fisik dan Mental. FKUI : Jakarta. Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi Ed.8 : Jakarta. Erlangga Medical Series. Hakim, A.A. 2006. Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak dan Tulang Belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara 7. 8. Huff, Japardi, J.S. 2010. Spinal 2002. Cord Neoplasma. Thorakalis. [serial [serial online]. online].

http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. Iskandar. Radikulopati http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1994/1/bedah-iskandar %20japardi43.pdf. 9. American Cancer Society. 2009. Brain and Spinal Cord Tumor in Adults . [serial online]. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003088-pdf.
29

10. 11.

Mumenthaler, M. and Mattle, H. 2006. Fundamental of Neurology. New York: Thieme. Page 146-147. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management of Intradural Intramedullary Neoplasms. [serial online]. http://emedicine.medscape.com/article/249306-print.

12.

National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and Spinal Cord Tumors - Hope Through Research. [serial online]. http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainandspinaltumor s.htm.

13.

Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

30

Anda mungkin juga menyukai