Anda di halaman 1dari 59

SISTEM SARAF

Sistem saraf adalah pusat kontrol & sistem komunikasi tubuh. Fungsi sistem saraf
adalah memonitor perubahan di dalam dan luar tubuh (perubahan: stimuli  input sensoris),
integrasi proses, interpretasi input, dan memutuskan apa yang harus dilakukan, serta out put
motoris  efek dari suatu respon.

Klasifikasi Struktural

• Susunan Saraf Pusat (SSP)


– Otak & sumsum tulang belakang

• Susunan Saraf Tepi (SST)


– Saraf yang meluas dari otak & sumsum tulang belakang:
• Saraf spinalis: membawa impuls ke & dari korda
spinal
• Saraf kranial: membawa impuls ke & dari otak
– Menghubungkan seluruh tubuh dengan membawa impuls dari reseptor
sensoris ke SSP & dari SSP ke kelenjar/otot

Klasifikasi Fungsional

• Sensoris (aferen)
– Membawa impuls ke SSP dari reseptor sensoris
• Sensori : transmisi impuls dari kulit, otot, sendi
• Visceral: transmisi impuls dari organ visceral

• Motoris (eferen)
– Membawa impuls dari SSP ke organ efektor, otot atau kelenjar
• Somatik : volunter  otot rangka
• Otonom : involunter  otot polos & jantung
– Simpatik
– Parasimpatik

• Interneuron
– Menghubungkan neuron motoris & sensoris

1
Jaringan Saraf
Terdiri dari 2 tipe sel, yaitu :
1. Sel saraf (Neuron)
Mampu mentransmisi impuls.
2. Sel penyokong
Tidak mampu mentransmisi impuls.

Neuron

Terdiri dari:
– Badan sel (perikarion/soma)
– Prosesus:
• Dendrit
– Konduksi impuls masuk ke badan sel
– Jumlah bervariasi
• Akson
– Konduksi impuls keluar badan sel
– Tunggal, dapat bercabang
– Pangkal akson: Axon hillock
Terminal akson mengandung neurotransmiter
– Celah Sinaps

2
Sinaps adalah tempat transmisi impuls saraf dari satu neuron ke neuron
lain atau dari neuron ke reseptor perifer. Transmisi impuls saraf berupa :
• kimiawi
– penerusan impuls saraf lewat senyawa kimia (neurotransmiter)
• paling umum
• neuron ke otot
• listrik
– penerusan impuls saraf melalui ion-ion yang melintas bebas
melalui saluran-saluran pada gap junction atau nexus
• jarang terdapat pada ssp mammalia
• ditemukan di beberapa tempat di batang otak, retina dan
korteks serebrum

Komponen pembentuk sinaps :


– pra-sinaps (bouton sinaps)
• gelembung (vesikel sinaps) 40-60 nanometer
• neurotransmiter
– celah sinaps
• lebar 20-30 nanometer
– post-sinaps
• reseptor neurotransmiter

Neurotransmitter
– disintesa di perikarion atau dekat dengan ujung akson
– macam-macam neurotransmiter
• asetil kolin
• norepinefrin
• gamma amino butyric acid
• enkefalin
• dsbnya

– Selubung mielin :
• Proteksi
• Isolator
•  transmisi impuls saraf

3
Fisiologi Neuron
• Fungsi neuron :
– Iritabilitas
Kemampuan merespon stimulus & merubahnya menjadi impuls.
– Konduktivitas
Kemampuan mentransmisi impuls ke neuron lain, otot, atau kelenjar.
• Membran plasma neuron:
– Istirahat  polarisasi: {ion + (Na) di luar > di dalam (K)}
– Distimulasi  depolarisasi
– Stimulasi berakhir  repolarisasi
• Aksi potensial  ujung akson  penglepasan neurotransmitter  sinaps  reseptor
membran

Neuroglia/ sel glia

• Jenisnya
– Astrosit
– Oligodendroglia
– Ependim
– Sel Schwann
– Sel Satelit
– Mikroglia

Astrosit

• Gambaran histologis
– Berbentuk seperti bintang (astro)
– Inti bulat, lonjong, besar
– Banyak cabang sitoplasma
• 2 tipe
– Astrosit Protoplasmatik
• Cabang sitoplasmanya pendek dan gemuk mirip lumut
• Substansia grisea
– Astrosit Fibrosa
• Cabang sitoplasmnya lurus, langsing mirip lidi atau landak
• Substansia alba
• Salah satu komponen pembentuk sawar darah otak (blood-brain barrier)

4
• Terdapat di substansia alba dan grisea
• Fungsi:
– Menyerap kelebihan ion kalsium yang lolos dari sel saraf selama proses
konduksi impuls saraf.
– Berperan dalam transportasi zat-zat metabolisma
– Berperan dalam pembentukan jaringan parut di SSP

Oligodendroglia

• Gambaran histologis
– Lebih kecil dari astrosit
– Cabang sitoplasma lebih sedikit (oligo= sedikit) dan pendek
– Mengandung ribosom, kompleks Golgi, mikrotubulus dan neurofilamen.
• Terdapat di substansia grisea dan alba
• Fungsi:
– Penyokong
– Pembentuk selubung mielin di SSP

Mikroglia

• Gambaran histologis
– Selnya kecil, badan sel gepeng dengan inti yang sukar dilihat
– Sitoplasma bercabang besar (cabang primer), yang kemudian dari cabang
primer bercabang-cabang lagi. Cabang-cabang ini saling tegak lurus
• Terdapat di substansia alba dan grisea
• Fungsi
– Fagositosis

5
Sel ependima

Terdapat di pleksus khoroidalis.

Sel Penyokong SST


1. Sel Schwann
Membentuk selubung mielin.
2. Sel satelit
Membentuk “bantalan” protektif.

Susunan Saraf Pusat

• Yaitu : otak dan medula spinalis


• Fungsi
– menerima, mengintegrasikan, mengolah dan memberi jawaban terhadap
semua rangsang yang diterima baik yang berasal dari dalam maupun luar
tubuh.
– Menyimpan impuls yang diterima sebagai memori
• Struktur histologis
– Neuron
• Medula Spinalis : Kolumna berbentuk huruf H (Substansia grisea)
• Otak : Korteks Serebri dan Serebellum (substansia grisea) dan nukleus
– Neuroglia
– Serat saraf = Traktus
– Struktur tambahan
• Pembuluh darah
• Likuwor serebrospinal (LCS)
• Selaput otak
• Terdiri atas 2 lapisan

6
– Substansia grisea (abu-abu)
• Perikarion
• Serat saraf tak bermielin
– Substansia alba (putih)
• Serat saraf bermielin
• Dendrit

Otak : Serebrum, Serebellum, Batang Otak

1. Serebrum

– Terdiri atas hemisfer kiri dan kanan


– Struktur histologis
• Substansia grisea (Korteks) mengandung perikarion
• Substansia alba (Medula) mengandung akson bermielin
• Bagian terdalam serebrum (nukleus) mengandung perikarion

2. Serebellum

• Mengontrol keseimbangan  gerakan tubuh menjadi halus & terkoordinasi


• Permukaan tampak berlipat-lipat --- Folia yang tersusun paralel terhadap fissura
(alur)
• Terdiri atas bagian kiri dan kanan yang terpisahkan oleh bangunan berbentuk
cacing disebut Vermis

7
3. Batang Otak

Korda spinal
• Pusat reflek
• Terletak dalam kolumna vertebra mulai dari foramen magnum tengkorak – vertebra
lumbar pertama atau kedua

8
Proteksi Sistem Saraf Pusat
• Tulang  tulang & kolumna vertebra
• Meninges , dari luar ke dalam:
– Duramater
– Arachnoid
– Piamater
• Cairan serebrospinal

Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)

• Komponen pembentuk
– Dinding sel endotel
• Keberadaan taut sekap (tight atau occluding junction di antara sel-sel
endotel kapiler darah akan melapisi ruang antar sel-sel endotel dan
mencegah lewatnya zat-zat melalui ruang-ruang ini.
• Zat-zat harus melewati dinding kapiler darah lewat mekanisme
mikropinositosis.
– Lamina basal sel endotel
– Kaki perivaskular astrosit (end feet astrosit)
• Fungsi:
– Melindungi SSP dari perubahan konsentrasi ion yang terjadi secara tiba-tiba di
cairan ekstrasellular
– Mencegah masuknya molekul-molekul dari sirkulasi ke dalam LCS yang
dapat menggangu fungsi normal neuron di dalam SSP
• Cara menembus sawar darah otak
– Mikropinositosis, bila zat tersebut mempunyai reseptor pada dinding endotel
yang memungkinkan terjadinya transport secara mikropinositosis.
– Diffusi yang difasilitasi (facilitated diffusion)
• Glukosa, asam-asam amino, vitamin-vitamin, nukleosida
– Transport aktif
• Ion-ion dan mineral
• Kerugian
– Antibiotik dan obat-obatan tidak dapat masuk kedalam otak

9
Sistem Saraf Tepi
• Terdiri dari: saraf & sekelompok badan sel saraf di luar SSP (ganglion)
• Klasifikasi:
– Aferen (Sensoris)
– Eferen (Motoris)
– Campuran (Sensoris & Motoris)  semua saraf spinal
• Struktur :
Serat saraf yang dibungkus jar. Ikat : Endoneurium-Perineurium-Epineurium

1. Saraf Kranial

I : Olfaktori  penghidu
II : Optik  penglihatan
III. : Okulomotor  otot mata
IV : Troklear  otot mata
V : Trigeminus  kulit wajah,mukosa hidung & mulut, otot pengunyah
VI : Abducens  otot mata
VII : Facial  wajah, kelenjar liur & kelenjar lakrimal
VIII : Vestibulokoklear  pendengaran & keseimbangan
IX : Glossofaringeal  faring
X : Vagus  faring, laring, viscera torak & viscera abdominal
XI : Asesori  otot sternoskleidomastoideus & trapezius
XII : Hipoglosus  lidah

2. Saraf Spinal

• 31 pasang saraf spinal:


– Cervikal
– Torakal
– Lumbar
– Sakral

10
11
12
PERKEMBANGAN JANIN DARI INTRAUTERIN
HINGGA MASA KELAHIRAN

13
Minggu ke-1 :
Minggu ini sebenarnya masih periode menstruasi, bahkan pembuahan pun belum
terjadi. Sebab tanggal perkiraan kelahiran si kecil dihitung berdasarkan hari pertama haid
terakhir Anda
Proses pembentukan antara sperma dan telur yang memberikan informasi kepada
tubuh bahwa telah ada calon bayi dalam rahim. Saat ini janin sudah memiliki segala bekal
genetik, sebuah kombinasi unik berupa 46 jenis kromosom manusia. Selama masa ini, yang
dibutuhkan hanyalah nutrisi (melalui ibu) dan oksigen.
Sel2 telur yang berada didalam rahim, berbentuk seperti lingkaran sinar yg mengelilingi
matahariSel ini akan bertemu dengan sel2 sperma dan memulai proses pembuahan
5 juta sel sperma sekaligus berenang menuju tujuan akhir mereka yaitu menuju sel
telur yang bersembunyi pada saluran sel telur. Walaupun pasukan sel sperma ini sangat
banyak, tetapi pada akhirnya hanya 1 sel saja yang bisa menembus indung telur.
Pada saat ini kepala sel sperma telah hampir masuk. Kita dapat melihat bagian tengah
dan belakang sel sperma yang tidak henti-hentinya berusaha secara tekun menerobos dinding
indung telur.

Minggu ke-2 :
Pembuahan terjadi pada akhir minggu kedua. Sel telur yang telah dibuahi membelah
dua 30 jam setelah dibuahi. Sambil terus membelah, sel telur bergerak di dalam lubang falopi
menuju rahim. Setelah membelah menjadi 32, sel telur disebut morula.
Sel-sel mulai berkembang dan terbagi kira-kira dua kali sehari sehingga pada hari
yang ke-12 jumlahnya telah bertambah dan membantu blastocyst terpaut pada endometrium.

14
Minggu 3:
Sampai usia kehamilan 3 minggu, Anda mungkin belum sadar jika sedang
mengandung.
Sel telur yang telah membelah menjadi ratusan akan menempel pada dinding rahim
disebut blastosit. Ukurannya sangat kecil, berdiameter 0,1-0,2 mm.

Minggu ke-4 :
Kini, bayi berbentuk embrio. Embrio memproduksi hormon kehamilan (Chorionic
Gonadotropin – HCG), sehingga apabila Anda melakukan test kehamilan, hasilnya positif.
Janin mulai membentuk struktur manusia. Saat ini telah terjadi pembentukan otak dan
tulang belakang serta jantung dan aorta (urat besar yang membawa darah ke jantung).

Minggu ke-5 :
Terbentuk 3 lapisan yaitu ectoderm, mesoderm dan endoderm. Ectoderm adalah
lapisan yang paling atas yang akan membentuk system saraf pada janin tersebut yang
seterusnya membentuk otak, tulang belakang, kulit serta rambut. Lapisan Mesoderm berada
pada lapisan tengah yang akan membentuk organ jantung, buah pinggang, tulang dan organ
reproduktif.
Lapisan Endoderm yaitu lapisan paling dalam yang akan membentuk usus, hati,
pankreas dan pundi kencing.

Minggu ke-6 :
Ukuran embrio rata-rata 2-4 mm yang diukur dari puncak kepala hingga bokong.
Tuba saraf sepanjang punggung bayi telah menutup. Meski Anda belum bisa mendengar,
jantung bayi mulai berdetak pada minggu ini. Sistem pencernaan dan pernafasan mulai
dibentuk, pucuk-pucuk kecil yang akan berkembang menjadi lengan kaki pun mulai tampak.

Minggu ke-7 :
Akhir minggu ketujuh, panjangnya sekitar 5-13 mm dan beratnya 0,8 gram, kira-kira
sebesar biji kacang hijau. Pucuk lengan mulai membelah menjadi bagian bahu dan tangan
yang mungil. Jantung telah dibagi menjadi bilik kanan dan bilik kiri, begitu pula dengan
saluran udara yang terdapat di dalam paru-paru.

Minggu ke 8 :
Panjang kira-kira 14-20 mm. Banyak perubahan yang terjadi pada bayi Anda. Jika
Anda bisa melihat , ujung hidung dan kelopak mata mulai berkembang, begitu pula telinga.
Brochi, saluran yang menghubungkan paru-paru dengan tenggorokan, mulai bercabang.
Lengan semakin membesar dan ia memiliki siku. Semua ini terjadi hanya dalam 6 minggu
setelah pembuahan.
bayi sudah mulai terbentuk diantaranya pembentukan lubang hidung, bibir, mulut serta lidah.
Matanya juga sudah kelihatan berada dibawah membran kulit yang tipis. Anggota
tangan serta kaki juga terbentuk walaupun belum sempurna.

Minggu ke-9 :
Telinga bagian luar mulai terbentuk, kaki dan tangan terus berkembang berikut jari
kaki dan tangan mulai tampak. Ia mulai bergerak walaupun Anda tak merasakannya. Dengan
Doppler, Anda bisa mendengar detak jantungnya. Minggu ini, panjangnya sekitar 22-30 mm
dan beratnya sekitar 4 gram.

15
Minggu ke-10 :
Semua organ penting yang telah terbentuk mulai bekerjasama. Pertumbuhan otak
meningkat dengan cepat, hampir 250.000 sel saraf baru diproduksi setiap menit. Ia mulai
tampak seperti manusia kecil dengan panjang 32-43 mm dan berat 7 gram.

Minggu ke-11 :
Panjang tubuhnya mencapai sekitar 6,5 cm. Baik rambut, kuku jari tangan dan
kakinya mulai tumbuh. Sesekali di usia ini janin sudah menguap.
Gerakan demi gerakan kaki dan tangan, termasuk gerakan menggeliat, meluruskan
tubuh dan menundukkan kepala, sudah bisa dirasakan ibu. Bahkan, janin kini sudah bisa
mengubah posisinya dengan berputar, memanjang, bergelung, atau malah jumpalitan yang
kerap terasa menyakitkan sekaligus memberi sensasi kebahagiaan tersendiri.

Minggu ke-12 :
Bentuk wajah bayi lengkap, ada dagu dan hidung kecil. Jari-jari tangan dan kaki yang
mungil terpisah penuh. Usus bayi telah berada di dalam rongga perut. Akibat meningkatnya
volume darah ibu, detak jantung janin bisa jadi meningkat. Panjangnya sekitar 63 mm dan
beratnya 14 gram.
Mulai proses penyempurnaan seluruh organ tubuh. Bayi membesar beberapa
millimeter setiap hari. Jari kaki dan tangan mulai terbentuk termasuk telinga dan kelopak
mata.

Minggu ke-13 :
Pada akhir trimester pertama, plasenta berkembang untuk menyediakan oksigen ,
nutrisi dan pembuangan sampah bayi. Kelopak mata bayi merapat untuk melindungi mata
yang sedang berkembang. Janin mencapai panjang 76 mm dan beratnya 19 gram.
Kepala bayi membesar dengan lebih cepat daripada yang lain. Badannya juga semakin
membesar untuk mengejar pembesaran kepala.

Minggu ke-14 :
Tiga bulan setelah pembuahan, panjangnya 80-110 mm dan beratnya 25 gram.
Lehernya semakin panjang dan kuat. Lanugo, rambut halus yang tumbuh di seluruh tubuh
dan melindungi kulit mulai tumbuh pada minggu ini. Kelenjar prostat bayi laki-laki
berkembang dan ovarium turun dari rongga perut menuju panggul.
Detak jantung bayi mulai menguat tetapi kulit bayi belum tebal karena belum ada
lapisan lemak.

Minggu ke-15 :
Tulang dan sumsum tulang di dalam sistem kerangka terus berkembang. Jika bayi
Anda perempuan, ovarium mulai menghasilkan jutaan sel telur pada minggu ini. Kulit bayi
masih sangat tipis sehingga pembuluh darahnya kelihatan. Akhir minggu ini, beratnya 49
gram dan panjang 113 mm.
Bayi sudah mampu menggenggam tangannya dan mengisap ibu jari. Kelopak
matanya masih tertutup.

Minggu ke-16 :
Bayi telah terbentuk sepenuhnya dan membutuhkan nutrisi melalui plasenta. Bayi
telah mempunyai tulang yang kuat dan mulai bisa mendengar suara. Dalam proses
pembentukan ini system peredaran darah adalah yang pertama terbentuk dan berfungsi.

16
Janin mulai bergerak ! Tetapi tak perlu kuatir jika Anda tak merasakannya. Semakin
banyak kalsium yang disimpan dalam tulang bayi seiring dengan perkembangan kerangka.
Bayi Anda berukuran 116 mm dan beratnya 80 gram.

Minggu ke-17 :
Dengan panjang 12 cm dan berat 100 gram, bayi masih sangat kecil. Lapisan lemak
cokelat mulai berkembang, untuk menjada suhu tubuh bayi setelah lahir. Tahukah Anda ?
Saat dilahirkan, berat lemak mencapai tiga perempat dari total berat badannya.
Rambut, kening, bulu mata bayi mulai tumbuh dan garis kulit pada ujung jari mulai
terbentuk. Sidik jari sudah mulai terbentuk.

Minggu ke-18 :
Mulailah bersenandung sebab janin sudah bisa mendengar pada minggu ini. Ia pun
bisa terkejut bila mendengar suara keras. Mata bayi pun berkembang. Ia akan mengetahui
adanya cahaya jika Anda menempelkan senter yang menyala di perut. Panjangnya sudah 14
cm dan beratnya 140 gram.
Bayi sudah bisa melihat cahaya yang masuk melalui dinding rahim ibu. Hormon
Estrogen dan Progesteron semakin meningkat.

Minggu ke-19 :
Tubuh bayi diselimuti vernix caseosa, semacam lapisan lilin yang melindungi kulit
dari luka. Otak bayi telah mencapai jutaan saraf motorik karenanya ia mampu membuat
gerakan sadar seperti menghisap jempol. Beratnya 226 gram dengan panjang hampir 16 cm.

Minggu ke-20 :
Setengah perjalanan telah dilalui. Kini, beratnya mencapai 260 gram dan panjangnya
14-16 cm. Dibawah lapisan vernix, kulit bayi mulai membuat lapisan dermis, epidermis dan
subcutaneous. kuku tumbuh pada minggu ini.
Proses penyempurnaan paru-paru dan system pernafasan. Pigmen kulit mulai terlihat.

Minggu ke-21 :
Usus bayi telah cukup berkembang sehingga ia sudah mampu menyerap atau menelan
gula dari cairan lalu dilanjutkan melalui sistem pencernaan manuju usus besar. Gerakan bayi
semakin pelan karena beratnya sudah 340 gram dan panjangnya 20 cm.

Minggu ke-22 :
Indera yang akan digunakan bayi untuk belajar berkembang setiap hari. Setiap
minggu, wajahnya semakin mirip seperti saat dilahirkan. Perbandingan kepala dan tubuh
semakin proporsional.

Minggu ke-23 :
Meski lemak semakin bertumpuk di dalam tubuh bayi, kulitnya masih kendur
sehingga tampak keriput. Ini karena produksi sel kulit lebih banyak dibandingkan lemak. Ia
memiliki kebiasaaan “berolahraga”, menggerakkan otot jari-jari tangan dan kaki, lengan dan
kaki secara teratur. Beratnya hampir 450 gram.
Tangan dan kaki bayi telah terbentuk dengan sempurna, jari juga terbentuk sempurna.

Minggu ke-24 :
Paru-paru mulai mengambil oksigen meski bayi masih menerima oksigen dari
plasenta.

17
Untuk persiapan hidup di luar rahim, paru-paru bayi mulai menghasilkan surfaktan
yang menjaga kantung udara tetap mengembang. Kulit bayi mulai menebal.

Minggu ke-25 :
Bayi cegukan, apakah Anda merasakannya? Ini tandanya ia sedang latihan bernafas.
Ia menghirup dan mengeluarkan air ketuban. Jika air ketuban yang tertelan terlalu banyak, ia
akan cegukan.
Tulang bayi semakin mengeras dan bayi menjadi bayi yang semakin kuat. Saluran
darah di paru-paru bayi sudah semakin berkembang. Garis disekitar mulut bayi sudah mulai
membentuk dan fungsi menelan sudah semakin membaik. Indera penciuman bayi sudah
semakin membaik karena di minggu ini bagian hidung bayi (nostrils) sudah mulai berfungsi.
Berat bayi sudah mencapai 650-670 gram dengan tinggi badan 34-37 cm.

Minggu ke-26 :
Bayi sudah bisa mengedipkan matanya selain itu retina matanya telah mulai
terbentuk. Aktifitas otaknya yang berkaitan dengan pendengarannya dan pengelihatannya
sudah berfungsi, bunda dapat memulai memperdengarkan lagu yang ringan dan mencoba
untuk memberi cahaya lebih disekitar perut, mungkin bunda akan merasakan anggukan
kepala si kecil. Berat badan bayi sudah mencapai 750-780gram, sedangkan tingginya 35-38
cm.

Minggu ke-27 :
Minggu pertama trimester ketiga, paru-paru, hati dan sistem kekebalan tubuh masih
harus dimatangkan. Namun jika ia dilahirkan, memiliki peluang 85% untuk bertahan.
Indra perasa mulai terbentuk. Bayi juga sudah pandai mengisap ibu jari dan menelan air
ketuban yang mengelilinginya. Berat umum bayi seusia si kecil 870-890 gram dengan tinggi
badan 36-38 cm.

Minggu ke-28 :
Minggu ini beratnya 1100 gram dan panjangnya 25 cm. Otak bayi semakin
berkembang dan meluas. Lapisan lemak pun semakin berkembang dan rambutnya terus
tumbuh.
Lemak dalam badan mulai bertambah. Walaupun gerakan bayi sudah mulai terbatas
karena beratnya yang semakin bertambah, namun matanya sudah mulai bisa berkedip bila
melihat cahaya melalui dinding perut ibunya. Kepalanya sudah mengarah ke bawah. Paru-
parunya belum sempurna, namun jika saat ini ia terlahir ke dunia, si kecil kemungkinan besar
telah dapat bertahan hidup.

Minggu ke-29 :
Kelenjar adrenalin bayi mulai menghasilkan hormon seperti androgen dan estrogen.
Hormon ini akan menyetimulasi hormon prolaktin di dalam tubuh ibu sehingga membuat
kolostrum (air susu yang pertama kali keluar saat menyusui).
Sensitifitas dari bayi semakin jelas, bayi sudah bisa mengidentifikasi perubahan suara,
cahaya, rasa dan bau. Selain itu otak bayi sudah bisa mengendalikan nafas dan mengatur suhu
badan dari bayi. Postur dari bayi sudah semakin sempurna sebagai seorang manusia, berat
badannya 1100-1200 gram, dengan tinggi badan 37-39 cm.

Minggu ke-30 :
Lemak dan berat badan bayi terus bertambah sehingga bobot bayi sekarang sekitar
1400 gram dan panjangnya 27 cm. Karena ia semakin besar, gerakannya semakin terasa.

18
Mata indah bayi sudah mulai bergerak dari satu sisi ke sisi yang lain dan dia sudah
mulai belajar untuk membuka dan menutup matanya. Saat ini waktu yang terbaik bagi bunda
untuk menyenteri perut dan menggerak-gerakan senter tersebut maka mata bayi sudah bisa
mengikuti ke arah mana senter tersebut bersinar.cairan ketuban (amniotic fluid) di rahim
bunda semakin berkurang. Kini si kecil pun sudah mulai memproduksi air mata. Berat badan
bayi 1510-1550 gram, dengan tinggi 39-40 cm.

Minggu ke-31 :
Plasenta masih memberikan nutrisi yang dibutuhkan bayi. Aliran darah di plasenta
memungkinkan bayi menghasilkan air seni. Ia berkemih hampir sebanyak 500 ml sehari di
dalam air ketuban.
Perkembangan fisik bayi sudah mulai melambat pada fase ini, hanya berat badan
bayilah yang akan bertambah. Selain itu lapisan lemak akan semakin bertambah dibawah
jaringan kulitnya. Tulang pada tubuh bayi sudah mulai mengeras, berkembang dan mulai
memadat dengan zat-zat penting seperti kalsium, zat besi, fosfor.
Berkebalikan dengan perkembangan fisiknya, pada fase ini perkembangan otaknyalah
yang berkembang dengan sangat pesat dengan menghasilkan bermilyar sel. Apabila
diperdengarkan musik, bayi akan bergerak. Berat badan bayi 1550-1560 gram dengan tinggi
41-43 cm.

Minggu ke-32 :
Jari tangan dan kaki telah tumbuh sempurna, begitu pula dengan bulu mata, alis dan
rambut di kepala bayi yang semakin jelas. Lanugo yang menutupi tubuh bayi mulai rontok
tetapi sebagian masih ada di bahu dan punggung saat dilahirkan. Dengan berat 1800 gram
dan panjang 29 cm, kemampuan untuk bertahan hidup di luar rahim sudah lebih baik apabila
di dilahirkan pada minggu ini.
Kulit bayi semakin merah, kelopak matanya juga telah terbuka dan system
pendengaran telah terbentuk dengan sempurna. Kuku dari jari mungil tangan dan kaki si kecil
sudah lengkap dan sempurna. Rambutnya pun semakin banyak dan semakin panjang. Bayi
sudah mulai bisa bermimpi, .

Minggu ke-33 :
Bayi telah memiliki bentuk wajah yang menyerupai ayah dan ibunya. Otak bayi
semakin pesat berkembang. Pada saat ini juga otak bayi sudah mulai bisa berkoordinasi
antara lain, bayi sudah menghisap jempolnya dan sudah bisa menelan. Walaupun tulang-
tulang bayi sudah semakin mengeras tetapi otot-otot bayi belum benar-benar bersatu. Bayi
sudah bisa mengambil nafas dalam-dalam walaupun nafasnya masih di dalam air. Apabila
bayinya laki-laki maka testis bayi sudah mulai turun dari perut menuju skrotum. Berat badan
bayi 1800-1900 gram, dengan tinggi badan sekitar 43-45 cm.

Minggu ke-34 :
Bayi berada di pintu rahim. Bayi sudah dapat membuka dan menutup mata apabila
mengantuk dan tidur, bayi juga sudah mulai mengedipkan matanya. Tubuh bunda sedang
mengirimkan antibodi melalui darah bunda ke dalam darah bayi yang berfungsi sebagai
sistem kekebalan tubuhnya dan proses ini akan tetap terus berlangsung bahkan lebih rinci
pada saat bunda mulai menyusui. Berat Badan bayi 2000-2010 gram, dengan tinggi badan
sekitar 45-46 cm.

19
Minggu ke-35 :
Pendengaran bayi sudah berfungsi secara sempurna. Lemak dari tubuh bayi sudah
mulai memadat pada bagian kaki dan tangannya, lapisan lemak ini berfungsi untuk
memberikan kehangatan pada tubuhnya. Bayi sudah semakin membesar dan sudah mulai
memenuhi rahim bunda. Apabila bayi bunda laki-laki maka di bulan ini testisnya telah
sempurna. Berat badan bayi 2300-2350 gram, dengan tinggi badan sekitar 45-47 cm.

Minggu ke-36 :
Kulit bayi sudah semakin halus dan sudah menjadi kulit bayi. Lapisan lemak sudah
mulai mengisi bagian lengan dan betis dari bayi. Ginjal dari bayi sudah bekerja dengan baik
dan livernya pun telah memproduksi kotoran. Saat ini paru-paru bayi sudah bekerja baik
bahkan sudah siap bertemu dengan mama dan papa. Berat badan bayi 2400-2450 gram,
dengan tinggi badan 47-48 cm.

Minggu ke-37 :
Kepala bayi turun ke ruang pelvik. Bentuk bayi semakin membulat dan kulitnya
menjadi merah jambu. Rambutnya tumbuh dengan lebat dan bertambah 5cm. Kuku terbentuk
dengan sempurna. Bayi sudah bisa melihat adanya cahaya diluar rahim. Bayi pada saat ini
sedang belajar untuk mengenal aktifitas harian, selain itu bayi juga sedang belajar untuk
melakukan pernafasan walaupun pernafasannya masih dilakukan di dalam air. Berat badan
bayi di minggu ini 2700-2800 gram, dengan tinggi 48-49 cm.

Minggu ke-38 hingga minggu ke-40 :


Proses pembentukan telah berakhir dan bayi siap dilahirkan.

20
Pertumbuhan yang terprediksi ini akan menentukan apa yang bisa dan belum bisa
dilakukan oleh seorang bayi atau anak kecil pada jenjang waktu tertentu. Selain itu, sistem
saraf juga mengalami perkembangan pesat, yang mempengaruhi perubahan perilaku secara
signifikan di usia 2 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Perubahan-perubahan ini menghasilan
perbedaan kemampuan berpikir, kemampuan motorik dan kemampuan sosial/emosional yang
dapat diamati. Hampir semua bayi dan anak kecil pada umumnya mengikuti tahapan
perkembangan yang sama.
Anak yang lebih tua memiliki tahapan perkembangan psikologis dan perilaku yang
bervariasi. Hal ini karena perkembangan syaraf terus terjadi dan pada rentang waktu ini
perubahan atau kejadian kecil pun dapat memiliki efek yang besar dalam perilaku anak
tersebut. Setelah usia 6 tahun tahapan tumbuh kembang atau developmental milestone tidak
lagi relevan karena tiap anak akan memasuki kegiatan atau lingkungan masing-masing yang
sangat bervariasi. Perubahan fungsional yang signifikan pada otak akan terjadi pada masa
pubertas dan menjelang remaja, tapi waktu dan efeknya terhadap perilaku anak akan sangat
bervariasi.
Perkembangan Berpikir/Berbahasa mengacu pada kemampuan menyerap informasi
seperti kemampuan memperhatikan, mengingat, dan mengelompokkan, serta penggunaan
bahasa untuk berkomunikasi dan memahami dunia sekitarnya
Perkembangan Fisik/Motorik/Sensorik termasuk perubahan pada sistem otot dan saraf yang
memungkinkan anak untuk melakukan berbagai gerak anggota tubuh, berinteraksi dengan
benda disekitarnya, memonitor suara dan informasi visual.
Perkembangan Emosional/Sosial berhubungan dengan kemampuan pribadi anak yang
memungkinkan ia berinteraksi dengan orang lain dan untuk mengalami serta menunjukkan
emosi

Usia 0 - I,5 bulan


Mulai mampu mengontrol gerakan otot-otot tubuhnya.
Membutuhkan banyak bantuan Anda untuk belajar mengangkat dan menopang
kepalanya dengan otot-otot lehernya.
Menggerakkan tangan dan kakinya untuk menunjukkan bahwa ia tertarik dengan
sesuatu yang ada di dekatnya.
Bisa tiba-tiba menggerakkan tubuhnya seperti kejang-kejang dalam rangka belajar
mengendalikan diri. Itu sebabnya Anda perlu hati-hati dan memegangnya cukup kuat saat
menggendongnya.
Ketika terjaga, berilah ia kesempatan belajar mengangkat kepalanya. Caranya,
letakkan tubuhnya pada posisi telungkup, sehingga memaksa anak berlatih mengangkat
kepalanya.
Lakukan face to face alias saling berpandangan muka dengannya, sesering mungkin

Umur 1,5 - 3 bulan


Mulai bisa belajar mengangkat kepalanya pada posisi telungkup.
Mulai aktif belajar mengontrol dan mengendalikan gerakan otot tangan dan kakinya.
Itu sebabnya, Anda akan melihat anak mampu meraih serta menggenggam benda-benda kecil
yang Anda berikan padanya.

21
Umur 3 - 6 bulan

Perkembangan motorik kasar:


Mulai bisa mengangkat dan menahan kepalanya sendiri untuk beberapa saat lamanya.
Bila dibaringkan telungkup, ia mampu menggunakan kedua tangannya untuk menahan
tubuhnya sambil bergerak maju.
Mulai belajar mengguling-gulingkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri.
Apabila ditaruh beberapa bantal di sekelilingnya sebagai pengganjal, ia akan belajar untuk
duduk. Bantulah dengan mendudukkan dan menyandarkan tubuhnya pada bantal.

Perkembangan motorik halus:


Mulai bisa menggunakan kedua tangannya untuk meraih dan menggenggam sebuah
benda.
Senang bermain dengan kedua tangannya.
Dengan tangannya, ia asyik bermain dengan jari-jari kaki yang bisa diraihnya.
Gemar memasukkan semua benda yang berhasil dipegangnya ke dalam mulut.

22
KEJANG
Kejang adalah gangguan fungsi otak tanpa sengaja paroksimal yang dapat nampak
sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktivitas motorik abnormal, kelainan prilaku,
gangguan sensoris, atau disfungsi otonom. Beberapa kejang ditandai dengan gerakan
abnormal tanpa kehilangan kesadaran. Sedangkan kejang demam adalah kejang yang
disertai demam / terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38C) yang disebabkan suatu
proses ekstrakranium ; di luar rongga tengkorak.

Terdapat 3 faktor utama yg berperan :


– Demam
– Umur
– Gen

Faktor Demam
Cepatnya penaikan suhu tubuh memegang peranan penting sebagai penyebab kejang demam.
Derajat demam
• 75% dari anak dengan demam : 39C
• 25% dari anak dengan demam >40C
Panas yang berperan pada kejangdemam bisa berupa Infeksi saluran pernafasan, Infeksi
saluran pencernaan, Infeksi saluran air seni, Roseola infantum dan atau pasca imunisasi.

Faktor umur
• Umumnya KD terjadi umur 9 bulan - 5 tahun
• Puncak tertinggi umur 14 – 18 bulan
• 85% KD pertama terjadi pada umur sampai umur 4 tahun
• KD sebelum 5-6 bulan kemungkinan infeksi SSP

Faktor gen
• Gen berperanan penting pada KD
• Anamnese KD pada famili 7.5%
• Risiko meningkat 2-3 x bila saudara/i KD
• Risiko meningkat 5%, bila seorang orang tua menderita KD
• Mode penurunan gen KD: Recessive
• Peranan faktor gen, sehubungan dengan mutasi receptor GABA.
• Lokasi gen: 19q, 8q 13-23 dan 2q 23-24

Gambaran Klinik
• Hilangnya kesadaran dengan cepat
• Bersuara menangis, ekspirasi paksa krn spasme trhoraks / abdomen
• Inkontinensia urin atau alvi
• Disfungsi otonom
• Otot otot brkontraksi dan posisi tubuh mungkin berubah
• Otot berkontraksi dan melemas
• Jumlah kontraksi bertahap berkurang
• Kekuatannya tidak berubah
• Lidah tergigit
• Setelah sadar mungkin mengalami kebingungan , agak stupor, atau bengong.

23
Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam berasal dari banyak ahli, diantaranya klasifikasi menurut
prichard dan Mc Greal, klasifikasi menurut livingstone atau klasifikasi menurut fukiyama.
A. Klasifikasi menurut prichard dan Mc Greal
1. Kejang Demam Sederhana
• Kejang bersifat simetris
• Serangan pertama pada usia 6 bln – 4 thn
• Suhu 37,78 c atau lebih
• Lama nya kurang dari 30 menit
• Keadaan neurologi normal dan setelah kejang juga tetap normal
• EEG ( rekaman otak) yg dibuat stelah tdk demam adalah normal
2. Kejang demam tidak khas

B. Klasifikasi KD menurut Livingston


1. Kejang Demam Sederhana
• Kejang bersifat umum
• Lama kejang berlangsung singkat ( kurang dri 15 menit )
• Usia waktu KD pertama muncul kurang dri 6 thn
2. Epilepsi yg dicetuskan oleh demam
• Kejang berlangsung lama atau bersifat fokal / setempat
• Usia lebih dri 6 tahun saat serangan KD pertama
• Frekuensi serangan kejang lebih dri 4 x dlm 1 tahun
• Gambaran EEG abnormal

C. Klasifikasi KD menurut fukuyama


1. Kejang demam sederhana (96.9%)
• Dikeluarga tdk ada riwayat epilepsi
• Sebelumnya tdk ada riwayat cedera otak olh penyebab apapun
• Serangan KD yg pertama trjd diantara usia 6 bln – 6 thn
• Lama kejang tdk lebih dri 20 menit
• Kejang tdk bersifat fokal / kedua belah tubuh
• Serangan kejang sekali pada satu periode demam
• Tdk ada gangguan / abnormalitas pasca kejang
• Tdk didapatkan abnormalitas neurologis / abnormalitas perkembangan
2. Kejang demam kompleks (3.1%)
• Lama kejang > 15 menit
• Kejang fokal/sebelah tubuh
• Serangan kejang lebih satu kali dalam 24 jam
• Biasanya ada kelainan neurologi pasca kejang ( parese Todd; lumpuh pasca
serangan kejang)

Diagnosa
Tergantung banyak faktor termasuk umur, tipe dan frekuensi, ada tau tidaknya temuan
neurologis

Pemeriksaan
• Kebanyakan dokter melakukan Punksi Lumbal (PL) pada kasus-kasus tertentu saja. PL
sangat dianjurkan pada bayi < 12 bulan. PL dianjurkan pada anak 12 -18 bulan.
• Pemeriksaan gula darah dan elektrolit tidak membantu

24
• EEG nilai prognosisnya sedikit. Tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam
• Abnormalitas EEG berhubungan dengan seringnya serangan kejang
o 18% pada anak dengan sekali serangan kejang
o 63% pada anak dengan 4 x atau lebih serangan kejang
• Computed Tomography Scan (CT-Scan) atauMagnetic Resonance Imaging (MRI)
jarangsekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
o Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
o Paresis nervus VI
o Papiledema

Differential Diagnosa
• Terpapar toksin
• Emboli sepsis
• Sindroma hemolitik-uremika
• Ensefalopati akut
• Malaria
• Syncope
• Menggigil waktu demam
• Epilepsi mioklonik

Prognosis
1. Kejang Demam Berulang
• KD berulang 30 – 37% dari kasus
• 50% anak yang mengalami KD pertama akan berulang
• Kebanyakan KD terbatas 2-3 x berulang
• Hanya 9-12% pasien mengalami > 3 x berulang
• Kejang berulang ¾ kasus terjadi dalam satu thn
Resiko KD berulang
• Pasien dengan KD pertama sebelum umur 1 thn
• KD pada famili positif
• Kejang terjadi pada tingkat suhu relatif rendah
2. Kejadian Epilepsi setelah KD
• Kejadian epilepsi 2-7%
• Saat terjadinya epilepsi: 2% sebelum umur 5-7 thn, 4,5% pada umur 10 thn, 5,5%
pada umur 11-15 thn, 7% pada umur 25 thn
Resiko epilepsi setelah KD Lebih mungkin bila:
• Perkembangan anak abnormal sebelum KD
• KD kompleks
• Epilepsi pada famili positif
Pencegahan diperlukan oleh karena dapat mengakibatkan kerusakan otak permanendan
menurunkan IQ
Tiga tipe pencegahan KD
• kejang lama/prolong seizure
• selang-seling/intermitten
• terus-menerus/continuous

25
Penatalaksanaan Kejang Demam

Penatalaksanaan saat kejang


Diberikan segera pada saat kejang terjadi; larutan diazepam per rectal. Diazepam rektal
sangat efektif, dan dapat diberikan di rumah. dosis 0,3-0,5mg/kg. Untuk memudahkan: 5 mg
untuk BB < 10 kg, 10 mg untuk BB > 10 kg

Pemberian obat pada saat demam

Antipiretik
• Dosis Parasetamol yang digunakanadalah 10 – 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali.
• Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari

Antikonvulsan
• Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus,begitu pula dengan diazepam rektal dosis
0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu >38,5 C

Pemberian obat rumat

Indikasi:
• Kejang lama > 15 menit
• Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis
• retardasi mental, hidrosefalus
• Kejang fokal

Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:


• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
• Kejang demam : 4 kali per tahun

Antikonvulsan
• Pemberian obat Fenobarbital atau Asam Valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
risiko berulangnya kejang
• Pemakaian Fenobarbital dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar
pada 40-50% kasus, Fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis
• Obat pilihan saat ini adalah asam valproat, Dosis Asam Valproat 15-40 mg/kg/hari dalam
2-3 dosis,
• Pengobatandiberikanselama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan

26
AlogaritmaPenanganan Kejang

27
EPILEPSI
Epilepsi adalah suatu serangan mendadak, dengan manifestasi fisik seperti kejang-
kejang, gangguan sensorik, atau kehilangan kesadaran yang dihasilkan dari muatan listrik
abnormal di otak. Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut etiologi (idiopatik/primer dan
sekunder), tempat asal kejang, manifestasi klinis (general atau fokal), frekuensi (isolated,
siklik, repetitif) atau berdasar korelasi elektrofisiologis.
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan
oleh lepasnya muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal,
dan disebabkan oleh bermacam etiologi. Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinik dari
bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau
tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di
otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut.

Etiologi
Etiologi epilepsi dapat dibagi menjadi :
1. Idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisi genetik.
2. Simptomatik : disebabkan oleh kelainan atau lesi susunan saraf pusat, misalnya cedera
kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, gangguan peredaran darah otak, toksik,
metabolic, kelainan neuro-degeneratif.

Patofisiologi
Kejang epilepsi (serangan epilepsi, epileptic fit) dipicu oleh perangsangan sebagian
besar neuron secara berlebihan, spontan, dan sinkron sehingga menyebabkan aktivasi fungsi
motorik (kejang), sensorik (kesan sensorik), otonom (salivasi), atau fungsi kognitif (kognitif,
emosional) secara lokal atau umum.
Kejang epilepsi dapat bersifat lokal missal di gyrus precentralis kiri dengan neuron di
daerah tersebut yang mengatur kaki kanan (kejang parsial). Kejang dapat menyebar dari
tempat tersebut ke seluruh gyrus precentralis (epilepsi Jacksonian). Sebagai contoh, kram
klonik dapat menyebar dari kaki kanan ke seluruh tubuh bagian kanan (gerakan motorik
Jacksonian) tanpa pasien kehilangan kesadaran. Namun, jika kejang menyebar ke sisi tubuh
lainnya, pasien akan kehilangan kesadaran (kejang parsial dengan generalisasi sekunder).
Kejang umum primer selalu disertai hilangnya kesadaran. Kejang tertentu (absens) dapat juga
hanya menyebabkan kehilangan kesadaran yang terisolasi. Fenomena pemicunya adalah
depolarisasi paroksismal pada neuron tunggal (pergeseran depolarisasi paroksismal). Hal ini
disebabkan oleh pengaktifan kanal Ca2+. Ca2+ yang masuk mula-mula akan membuka kanal
kation yang tidak spesifik sehingga menyebabkan depolarisasi yang berlebihan, yang akan
terhenti oleh pembukaan kanal K+ dan Cl‾ yang diaktivasi oleh Ca2+. Kejang epilepsi terjadi
jika jumlah neuron yang terangsang terdapat dalam jumlah yang cukup. Penyebab atau faktor
yang memudahkan terjadinya epilepsi adalah kelainan genetic, malformasi otak, trauma otak
(jaringan parut di sel glia), tumor, pendarahan, atau abses. Kejang juga dapat dipicu oleh
keracunan (alkohol), inflamasi, demam, pembengkakan sel atau pengerutan sel, hipoglikemia,
hipomagnesemia, hipokalsemia, kurang tidur, iskemia atau hipoksia, dan perangsangan
berulang.
Perangsangan neuron atau penyebaran rangsangan ke neuron sekitarnya ditingkatkan
oleh sejumlah mekanisme selular.
Dendrit sel pyramidal mengandung kanal Ca2+ yang akan membuka pada saat
depolarisasi sehingga meningkatkan depolarisasi. Pada lesi neuron, akan lebih banyak kanal
Ca2+ yang diekspresikan. Kanal Ca2+ dihambat oleh Mg2+, sedangkan hipomagnesemia akan

28
meningkatkan aktivitas kanal ini. Peningkatan konsentrasi K+ ekstrasel akan mengurangi
refluks K+ melalui kanal K+. Hal ini berarti K+ mempunyai efek depolarisasi, dan karena itu
pada saat yang bersamaan meningkatkan pengaktifan kanal Ca2+. Dendrit sel pyramidal juga
didepolarisasi oleh glutamate dari sinaps eksitatorik. Glutamat bekerja pada kanal kation
yang tidak permeable terhadap Ca2+ (kanal AMPA) dank anal yang permeable terhadap Ca2+
(kanal NMDA). Kanal NMDA normalnya dihambat oleh Mg2+.
Akan tetapi, depolarisasi yang dipicu oleh pengaktifan kanal AMPA akan
menghilangkan penghambatan Mg2+ (kerja sama dari kedua kanal). Jadi defisiensi Mg2+ dan
depolarisasi memudahkan pengaktifan kanal NMDA. Potensial membran neuron normalnya
dipertahankan oleh kanal K+. Syarat untuk hal ini adalah gradien K+ yang melewati membran
sel harus adekuat. Gradien ini dihasilkan oleh Na+/ K+ ATPse. Kekurangan energy (kurang
O2 atau hipoglikemia) akan menghambat Na+/ K+ ATPse sehingga memudahkan depolarisasi
sel.
Depolarisasi normalnya dikurangi oleh neuron inhibitorik yang mengaktifkan kanal
K dan atau Cl‾ diantaranya melalui GABA. GABA dihasilkan oleh glutamate dekarboksilase,
+

yakni enzim yang membutuhkan piridoksin (vitamin B6) sebagai kofaktor. Defisiensi vitamin
B6 (kelainan genetik) memudahkan terjadinya epilepsy. Hiperpolarisasi neuron thalamus
dapat meningkatkan kesiapan kanal Ca2+ tipe-T untuk diaktifkan sehingga memudahkan
serangan absens.

Klasifikasi
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Againts epilepsy (ILAE) terdiri
dari diua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsy dan klasifikasi
untuk sindrom epilepsy. Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsy:
1. Bangkitan parsial
a. Bangkitan parsial sederhana
i. Motorik
ii. Sensorik
iii. Otonom
iv. Psikis
b. Bangkitan parsial kompleks
i. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran
ii. Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan
c. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
i. Parsial sederhana yang menjadi umum tonik-klonik
ii. Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik
iii. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik

2. Bangkitan umum
a. Lena (absens)
b. Mioklonik
c. Klonik
d. Tonik
e. Tonik-Klonik
f. Atonik

3. Tak tergolongkan

29
Klasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi:
1. Berkaitan dengan letak fokus
 Idiopatik (primer)
- Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Rolandik
benigna)
- Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital
- Primary reading epilepsy“.
 Simptomatik (sekunder)
- Lobus temporalis
- Lobus frontalis
- Lobus parietalis
- Lobus oksipitalis
- Kronik progesif parsialis kontinua
 Kriptogenik

2. Umum
 Idiopatik (primer)
- Kejang neonatus familial benigna
- Kejang neonatus benigna
- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
- Epilepsi absans pada anak
- Epilepsi absans pada remaja
- Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga.
- Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak.
 Kriptogenik atau simptomatik.
- Sindroma West (Spasmus infantil dan hipsaritmia).
- Sindroma Lennox Gastaut.
- Epilepsi mioklonik astatik
- Epilepsi absans mioklonik
 Simptomatik
- Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik neonatal
- Sindrom Ohtahara
- Etiologi / sindrom spesifik.
- Malformasi serebral.
- Gangguan Metabolisme.

3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum.
 Serangan umum dan fokal
- Serangan neonatal
- Epilepsi mioklonik berat pada bayi
- Sindroma Taissinare
- Sindroma Landau Kleffner
 Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
 Epilepsi berkaitan dengan situasi
- Kejang demam
- Berkaitan dengan alkohol
- Berkaitan dengan obat-obatan
- Eklampsi.
- Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek epilepsi)
30
Diagnosis
Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk
bangkitan epilepsi berulang (minimal 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada
EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai berikut:

1. Anamnesis
a. Pola/bentuk bangkitan
b. Lama bangkitan
c. Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan
d. Frekuensi bangkitan
e. Faktor pencetus
f. Ada/tidak adanya penyakit lain yang diderita sekarang
g. Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama
h. Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran dan perkembangan bayi/anak
i. Riwayat terapi epilepsi sebelumnya
j. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologik


Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi,
seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital. gangguan
neurologik fokal atau difus, kecanduan alkohol atau obat terlarang dan kanker.

3. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan indikasi


a. Pemeriksaan EEG
i. Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun, tidur, dengan stimulasi
fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai pencetus bangkitan (pada epilepsi
refleks)
ii. Kelainan epileptiform EEG interiktal (di luar bangkitan) pada orang dewasa
dapat ditemukan sebesar 29-38%; pada pemeriksaan ulang gambaran
epileptiform dapat meningkat menjadi 59-77%.
iii. Bila EEG pertama normal sedangkan persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka
dapat dilakukan EEG ulangan dalam 24-48 jam setelah bangkitan atau dilakukan
dengan persyaratan khusus, misalnya kurangi tidur, atau dengan menghentikan
obat anti epilepsi (OAE).
iv. Indikasi pemeriksaan EEG:
− Membantu menegakkan diagnosis epilepsi
− Menentukan prognosis pada kasus tertentu
− Pertimbangan dalam penghentian OAE
− Membantu dalam menentukan letak fokus
− Bila ada perubahan bentuk bangkitan dari bangkitan sebelumnya
b. Pemeriksaan pencitraan otak, dengan indikasi:
i. Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural
ii. Adanya perubahan bentuk bangkitan
iii. Terdapat defisit neurologik fokal
iv. Epilepsi dengan bangkitan parsial
v. Bangkitan pertama di atas usia 25 tahun
vi. Untuk persiapan tindakan pembedahan epilepsi
c. Magnetic Resonance Imaging
i. Merupakan prosedur pencitraan pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi
dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan

31
ii. Dapat mendeteksi sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan
hemangioma kavernosa
iii. Pemeriksaan MRI diindikasikan untuk epilepsi yang sangat mungkin
memerlukan terapi pembedahan
iv. Pemeriksaan laboratorium
 Darah : hemoglobin, hematokrit, trombosit, apus darah tepi, elektrolit, kadar
gula darah, fungsi hati, ureum, kreatinin, dan lainnya sesuai indikasi
 Cairan serebrospinal : bila curiga ada infeksi SSP
 Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi misalnya kelainan
metabolik bawaan

Diagnosis Banding
1. Sinkope
Sinkope adalah keadaan kehilangan kesadaran sepintas akibat kekurangan aliran
darah kedalam otak dan anoksia. Sebabnya adalah tensi darah yang menurun
mendadak biasanya saat penderita sedang berdiri. Pada fase permulaan, penderita
menjadi gelisah, tampak pucat, berkeringat, merasa pusing, pandangan kabur.
Kesadaran menurun secara berangsur, nadi melemah, tekanan darah rendah. Dengan
dibaringkan horizontal penderita segera membaik.
2. Gangguan jantung
Gangguan fungsi dan irama jantung dapat timbul dalam serangan-serangan yang
mungkin pula mengakibatkan pingsan.
3. Gangguan sepintas peredaran darah otak
Gangguan sepintas peredaran darah dalam batang otak dengan macam-macam
sebab dapat mengakibatkan timbulnya serangan pingsan. Pada keadaan ini dijumpai
kelainan-kelainan neurologis seperti diplopia, disartria, ataksia, dan lain-lain.
4. Hipoglikemia
Hipoglikemia didahului rasa lapar, berkeringat, paltisipasi, tremor, mulut kering.
Kesadaran dapat menurun perlahan.
5. Histeria
Kejang fungsional atau psikologis sering terdapat pada wanita 7-15 tahun.
Serangan biasanya terjadi di hadapan orang-orang yang hadir karena ingin menarik
perhatian. Jarang terjadi luka-luka akibat jatuh, mengompol, atau perubahan pasca
serangan seperti terdapat pada epilepsi. Gerakan-gerakan yang terjadi menyerupai
kejang tonik klonik, tetapi bisa menyerupai sindroma hiperventilasi. Timbulnya
serangan sering berhubungan dengan stress.
6. Paralisis tidur
Biasanya terjadi kejang menjelang tidur atau bangun dan sering didahului
halusinasi visual dan auditoris. Serangan ini sering merekrutkan penderita karena ia
dapat bernafas, menggerakkan mata, namun tidak dapat bergerak. Sentuhan ringan
atau rangsang auditoris dapat mengakhiri paralisis tersebut yang biasanya berlangsung
hanya beberapa detik.

Komplikasi
Komplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh stress emosional.
Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian seperti:
 Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah, hiperseksual
 Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya gangguan pada
hippocampus, anomia (ketidakmampuan untuk mengulang kata atau nama benda).
 Kepribadian keras : agresif dan defensif

32
Komplikasi yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi:
 Aspirasi atau muntah
 Fraktur vertebra atau dislokasi bahu
 Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit
 Status epileptikus
Status epileptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang berulang tanpa
kembalinya kesadaran diantara kejang. Kondisi ini dapat berkembang pada setiap tipe
kejang tetapi yang paling sering adalah kejang tonik klonik. Status epileptikus
mungkin menyebabkan kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan mungkin
fatal.
Komplikasi meliputi:
− Aspirasi
− Aritmia
− Dehidrasi
− Fraktur
− Serangan jantung
− Trauma kepala

Pedoman Pengobatan Epilepsi

a. Diagnosis
Sebelum pengobatan dimulai, diagnosis epilepsi harus dipastikan. Penderita epilepsi
harus minum obat dalam jangka waktu lama sehingga perlu dipastikan bahwa diagnosis
ditegakkan dengan benar. Bila seorang pasien mengalami serangan lebih dari satu kali dalam
12 bulan terakhir maka terapi dimulai. Jika pasien hanya mengalami satu kalis erangan,
pengobatan ditangguhkan bila tidak ada tanda-tanda lesi otak yang mendasarinya.

b. Jenis epilepsi
Menentukan jenis serangan penting sekali oleh karena jenis serangan tertentu
memerlukan obat antikonvulsi tertentu. Pada bangkitan parsial tipe sederhana diberi
karbamazepin, tipe kompleks diberi difenilhidantoin dan tipe umum sekunder diberi
fenobarbital. Sedangkan bangkitan umumtipe konvulsif diberi asam valproat, tipe mioklonik
diberi asam valproat, clonazepam atau nitrazepam. Dan tipe lena diberi etoksuksimid.

c. Usia
Beberapa obat mempunyai efek samping yang lebih besar bila diberikan pada anak
usia pertumbuhan, misalnya pada pemberian difenilhidantoin akan terjadi hipertrofi gigi.
Pemberian fenobarbital pada anak-anak dengan usia kurang dari 3 tahun sering terjadi
hiperkinetik serta efek teratogenik.

d. Keadaan sosial ekonomi

e. Faktor kepatuhan
Untuk dapat menjamin keberhasilan pengobatan sangat penting bahwa penderita
minum obat secara teratur dan untuk jangka waktu yang panjang sesuai dengan petunjuk
yang diberikan oleh dokter.
T
Tujuan utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien
sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang
dimilikinya. Untuk tercapainya tujuan tadi diperlukan beberapa upaya antara lain

33
menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping/dengan efek
samping yang minimal, menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
Prinsip pemberian terapi farmakologis pada epilepsi adalah sebagai berikut:
a. Obat Anti Epilepsi (OAE) diberikan bila:
 Diagnosis epilepsi sudah dipastikan (confirmed)
 Terdapat minimal 2 bangkitan dalam satu tahun
 Setelah pasien dan/atau keluarga menerima penjelasan tujuan
pengobatan
 Pasien dan/atau keluarga telah diberitahu tentang kemungkinan
efek samping
b. Terapi dimulai dengan monoterapi menggunakan OAE pilihan sesuai
dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi.
c. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahan sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma
ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.
d. Bila dengan penggunaan dosis maksimum OAE bangkitan tidak terkontrol,
ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi,
maka OAE pertama diturunkan perlahan dosisnya.
e. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak
dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
f. Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi
bila kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila:
 Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG
 Pada pemeriksaan CT Scan atau MRI otak dijumpai lesi yang
berkorelasi dengan bangkitan, misalnya meningioma, neoplasma otak,
AVM, abses otak dan ensefalitis.
 Herpes
 Kerusakan otak
 Terdapat riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
 Riwayat bangkitan simptomatik
 Terdapat sindrom epilepsi yang berisiko tinggi seperti JME (Juvenile
Myoclonic Epilepsy)
 Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran,
stroke, infeksi SSP
 Bangkitan pertama berupa status epileptikus
g. Efek samping dan interaksi farmakokinetik antar-OAE perlu diperhatikan

Obat saraf golongan antikonvulsan atau obat epilepsi terbagi dalam 8 golongan yaitu:
a) Golongan Hidantoin: Fenitoin, Mefenotoin, Etotoin.
b) Golongan Barbiturat seperti Fenobarbital, Primidon.
c) Golongan Oksazolidindion: Trimetadion.
d) Golongan Sukstnimtd: Etosuksimid, Karbamazepin, Ox Carbazepine
e) Golongan Bcnzodiazepin: Diazepam, Klonazepam, Nitrazepam, Levetiracetam
f) Golongan Asam Valproat dan garamnya (Divalproex Na)
g) Golongan Phenyltriazine; Lamotrigine.
h) Golongan Gabapentin dan turunannya (Pregabalin).
i) Lainnya: Fenasemid, Topiramate.

34
Pemilihan OAE pada Pasien Remaja dan dewasa Berdasarkan Bentuk Bangkitan
Tipe Bangkitan OAE Lini I OAE Lini II / Tambahan OAE Lini III / Tambahan

Lena Valproat Etosuksimid Levetiracetam


Lamotrigin Zonisamid

Mioklonik Valproat Topiramat Lamotrigin


Levetiracetam Clobazam
Zonisamid Clonazam
Fenobarbital

Tonik Klonik Valproat Lamotrigin Topiramat


Karbamazepin Okskarbazepin Levetiracetam
Fenitoin Zonisamid
Fenobarbital Pirimidon

Atonik Valproat Lamotrigin Felbamat


Topiramat

Parsial Carbamazepin Valproat Tlagabine


Fenitoin Levetiracetam Vigabatrin
Fenobarbital Zonisamid Felbamat
Okskarbazepin Pregabalin Pirimidon
Lamotrigin
Topiramat
Gabapentin

Tidak Valproat Lamotrigin Topiramat


terklasifikasikan Levetiracetam
Zonisamid

Bila lebih dari satu jenis obat yang digunakan bersama, kemungkinan saling
mempengaruhi tentu ada. Obat yang sering berinteraksi dapat mengganggu konsentrasi obat
(Meninggikan kadar difenilhidantoin seperti isoniazid, khloramfenikcol, dikumarol,
asetazolmaid; adapula yang menurunkan kadar difenilhidantoin seperti karbamazepin,
diazepam, klonazepam) dan anti epilepsi dan obat yang diketahui menurunkan kadamya oleh
obat antiepilepsi (griseolfulvin warfarin, hormon steroid PII kontrasepsi, dan vitamin D
doksisiklin).
Efek samping obat dapat terjadi salam hubungan dengan dosis, keadaan yang disebut
suatu intoksikasi. Pada keracunan akut difenilhidantoin berturut-turut dapat terjadi
nystagmus. ataksia, dan bila kadar obat lebih tinggi lagi penurunan kesadaran. Pada
keracunan kronik obat-obat epilepsi dapat teijadi degenerasi sel serebelum, neurophaty
perifer, anemia megaloblastik, dan defisiensi vitamin D.17

35
Efek Samping OAE
Obat Efek samping yang Efek samping minor
mengancam jiwa

Karbamazepin Anemia aplastik, Dizziness, ataksia, diplopia, mual,


hepatotokisitas, sindrom kelelahan, lekopeni,
Steven Johnson, lupus like trombositopenia, ruam, gangguan
syndrome perliaku, tics

Fenitoin Anemia aplastik, gangguan Hipertrofi gusi, hirsutisme, ataksia,


fungsi hati, sindroma Steven nistagmus, diplopia, ruam,
Johnson, lupus like syndrome, anoreksia, mual, makrositosis,
pseudolymphoma neuropati perifer

Fenobarbital Hepatotoksik, ganggunan Mengantuk ataksia, nistagmus,


jaringan ikat dan sumsum ruam/ kulit, depresi, hiperaktif
tulang, sindroma Steven pada anak, gangguan belajar
Johnsons

Asam Valproat Hepatotoksisitas, Mual, muntah, rambut menipis,


hiperamonemia, leopeni, tremor, amenore, peningkatan
trombositopeni, pankreatitis berat badan, konstipasi

Tevetiracetam Belum diketahui Mual, nyeri kepala, dizziness,


kelemahan, mengantuk, gangguan
perilaku

Gabapentin Belum diketahui Somnolen, kelelahan, ataksia,


dizziness, peningkatan berat badan,
gangguan perilaku pada anak

Lamotrigin Sindrom Stevens Johnson, Ruam, dizziness, tremor, ataksia,


gangguan hepar akut, diplopia, pandangan kabur, nyeri
kegagalan multi organ kepala, mual, muntah, insomnia

Okskarbazepin Ruam kulit Dizziness, ataksia, nyeri kepala,


mual, kelelahan, hiponatremia

36
Topiramat Batu ginjal, hipohidrosis, Gangguan kognitif, kesulitan
gangguan fungsi hati menemukan kata, dizziness, ataksia,
nyeri kepala, kelelahan, mual,
penurunan berat badan, parestesia,
glukoma

Zonizamid Batu ginjal, hipohidrosis, Mual, nyeri kepala, dizziness,


ganemia apalstik kelelahan, parestesia, ruam, gangguan
berbahasa

Ada dua mekanisme obat epilepsi yang penting yaitu dengan mencegah timbulnya
letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dan dengan mencegah terjadinya letupan
depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi. Obat epilepsi digunakan
terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epileptic seizure). Golongan
obat ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala
kejang/konvulsi penyakit lain. Pasien perlu berobat secara teratur. Pasien atau keluarganya
Dianjurkan untuk membuat catatan tentang datangnya waktu bangkitan epilepsi.

Mekanisme Kerja dan Tempat Ekskresi OAE


Karbamazepin Blok sodium channel pada neuron, bekerja >95% hati
Juga pada reseptor NMD A, monoamine dan
asetilkolin

Fenitoin Blok sodium channel dan inhibisi aksi >90% hati


konduktan kalsium dan klorida dan
neurotransmiter yang voltage dependent

Fenobarbital Meningkatkan aktivitas reseptor GABAA, 75% hati


menurunkan eksitabilitas glutamat, 25% ginjal
menurunkan konduktan natrium, kalium, dan
kalsium

Valproat Diduga aktivitas GABA glutaminergik, >95% hati


menurunkan ambang konduktan kalsium (T)
dan kalium

Levetiracetam Tidak diketahui Cairan


tubuh

Gabapentin Modulasi calcium channel tipe N 100%


Lamotrigin Blok konduktan natrium yang voltage 85%
dependent

37
Okskarbazepin Blok sodium channel, meningkatkan 45% hati
konduktan kalium, modulasi aktivitas calcium 45% ginjal
channel

Topiramat Blok sodium channel, meningkatkan influks 90% hati


GABA- mediated chloride, meodulasi efek
reseptor GABAA, bekerja pada reseptor
AMPA

Zonisamid Blok sodium, potassium, calcium channels, >90 % hati


inhibisi eksitasi glutamat

Pemeriksaan neurologik disertai EEG perlu dilakukan secara berkala. Di samping itu
perlu berbagai pemeriksaan lain untuk mendeteksi timbulnya efek samping sedini mungkin
yang dapat merugikan, antara lain pemeriksaan darah, kimia darah, maupun kadar obat dalam
darah. Fenitoin dan karbamazepin merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan epilepsy
kecuali terhadap epilepsi petit mal.
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu (tiga hingga lima tahun
tidak mendapat serangan dan EEG normal atau hanya menunjukkan sedikit kelainan non
spesifik), OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada 60% pasien. Pada anak-anak,
penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 2 tahun bebas bangkitan,
sedangkan pada dewasa diperlukan waktu yang lebih lama (5 tahun). Dalam hal penghentian
OAE, maka ada dua hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu syarat umum untuk
menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhnya bangkitan setelah OAE dihentikan.
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah:
 Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah minimal
2 tahun bebas bangkitan
 Gambaran EEG “normal”
 Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan
dalam jangka waktu 3-6 bulan
 Bila digunakan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan
utama
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada
keadaan sebagai berikut:
 Semakin tua usia kemungkinan timbul kekambuhan semakin tinggi
 Epilepsi simtomatik
 Gambaran EEG yang abnormal
 Semakin lamanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan
 Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita; sangat jarang pada sindrom
epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentrotemporal, 5-25% pada
epilepsi lena masa anak kecil, 25-75% epilepsi parsial kriptogenik/simtomatik, 85-
95% pada epilepsi mioklonik pada anak
 Penggunaan lebih dari satu OAE
 Masih mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulia terapi
 Mendapat terapi 10 tahun atau lebih
 Kemungkinan kekambuhan lebih kecil pada pasien yang telah bebas bangkitan selama
3-5 tahun, atau lebih dari lima tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan

38
dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis OAE), kemudian di evaluasi
kembali.

Status Epileptikus
Status epileptikus adalah bangkitan yang teijadi melebihi dari 30 menit atau adanya
dua bangkitan atau lebih di mana di antara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan
kesadaran. Namun demikian penanganan bangkitan harus dimulai dalam 10 menit setelah
awitan suatu bangkitan.

Penanganan status epileptikus konvulsivus


Stadium Penatalaksanaan
Stadium I (0-10 menit)  Memperbaiki fungsi kardio dan
respirasi
 Memperbaiki jalan nafas, oksigenasi
dan resusitasi bilamana diperlukan
Stadium II (1-60 menit)  Pemeriksaan status neurologik
 Pengukuran tekanan darah, nadi dan
suhu
 Pemeriksaan EKG
 Pasang infus
 Ambil 50-100cc darah untuk
pemeriksaan laboratorium
 Pemberian OAE cito : diazepam 10-20
mg iv (kecepatan pemberian ≤2-5
mg/menit atau rectal dapat diulang 15
menit kemudian)
 Beri 50cc glukosa 50% dengan atau
tanpa thiamin 250mg
 Menangani asidosis dengan
bikarbonat
Stadium III (0-60/90 menit)  Menentukan etiologi
 Bila kejang terus berlangsung setelah
pemberian lorazepam/diazepam, beri
phenitoin IV 15-20mg/kg dengan
kecepatan kurang lebih 50mg/menit
sambil monitoring tekanan darah,
 Atau dapat pula diberikan
Phenobarbital 10 mg/kg dengan
kecepatan kurang lebih 10 mg/menit
(monitoring pernafasan saat
pemberian)
 Terapi vasopresor (dopamin) bila
diperlukan.
 Mengoreksi komplikasi
Stadium IV (30-90 menit)  Bila tetap kejang, pindah ke ICU
 Beri propofol (2mg/kgBB bolus iv,
diulang bila perlu)

39
Prognosis Epilepsi
Prognosis umumnya baik, 70 - 80% pasien yang mengalami epilepsi akan sembuh,
dan kurang lebih separuh pasien akan bisa lepas obat. Dua puluh sampai tiga puluh persen
mungkin akan berkembang menjadi epilepsi kronis dan pengobatan semakin sulit. Lima
persen di antaranya akan tergantung pada orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Prognosis
buruk pada pasien dengan lebih dari satu jenis epilepsi. mengalami retardasi mental, dan
gangguan psikiatri dan neurologic. Penderita epilepsi memiliki tingkat kematian yang lebih
tinggi daripada populasi umum. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum
maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya
epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan
neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis relatif jelek.

40
LUMBAL PUNGSI
a. Definisi
Upaya pengeluaran cairan serebrospinal dengan memasukan jarum ke dalam ruang
subarakhnoid. (Brunner and Suddarth’s, 1999)

b. Tujuan
Pemeriksaan cairan serebrospinal.
Mengukur dan mengurangi tekanan cairan serebrospinal.
Menentukan ada tidaknya darah pada cairan serebrospinal.
Mendeteksi adanya blok subarakhnoid spinal.
Memberikan antibiotik intrathekal ke dalam kanalis spinal terutama kasus infeksi.

c. Indikasi
Kejang
Paresis atau paralisis termasuk paresis Nervus VI
Pasien koma
Ubun – ubun besar menonjol
Kaku kuduk dengan kesadaran menurun
Tuberkolosis milier

d. Kontra Indikasi
Syock/renjatan
Infeksi lokal di sekitar daerah tempat pungsi lumbal
Peningkatan tekanan intrakranial (oleh tumor, space occupying lesion, hedrosefalus)
Gangguan pembekuan darah yang belum diobati

e. Komplikasi
Sakit kepala
Infeksi
Iritasi zat kimia terhadap selaput otak
Jarum pungsi patah
Herniasi
Tertusuknya saraf oleh jarum pungsi

f. Alat dan Bahan


Sarung tangan steril
Duk lubang
Kassa steril, kapas dan plester

41
Jarum pungsi lumbal no. 20 dan 22 beserta stylet
Antiseptic: povidon iodine dan alcohol 70%
Tabung reskasi untuk menampung cairan serebrospinal

g. Anestesi lokal
Spuit dan jarum untuk memberikan obat anestesi lokal
Obat anestesi lokal (lidokian 1% 2 x ml), tanpa epinefrin. (Reis CE, 2006)
Tempat sampah.

h. Persiapan Pasien
Pasien diposisikan tidur lateral pada ujung tempat tidur dengan lutut ditarik ke
abdomen. Catatan : bila pasiennya obesitas, bisa mengambil posisi duduk di atas
kursi, dengan kursi dibalikan dan kepala disandarkan pada tempat sandarannya.

i. Prosedur Pelaksanaan
Lakukan cuci tangan steril
Persiapkan dan kumpulkan alat-alat
Jamin privacy pasien
Bantu pasien dalam posisi yang tepat, yaitu pasien dalam posisi miring pada salah
satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal (dahi ditarik kearah lutut), eksterimitas bawah
fleksi maksimum (lutut di atarik kearah dahi), dan sumbu kraniospinal (kolumna
vertebralis) sejajar dengan tempat tidur.

Tentukan daerah pungsi lumbal diantara vertebra L4 dan L5 yaitu dengan menemukan
garis potong sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) dan garis antara kedua spina
iskhiadika anterior superior (SIAS) kiri dan kanan. Pungsi dapat pula dilakukan antara L4 dan
L5 atau antara L2 dan L3 namun tidak boleh pada bayi.

42
Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm dengan
larutan povidon iodine diikuti dengan larutan alcohol 70 % dan tutup dengan duk steril di
mana daerah pungsi lumbal dibiarkan terbuka.
Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah memakai
sarung tangan steril selama 15-30 detik yang akan menandai titik pungsi tersebut selama 1
menit.

Anestesi lokal disuntikan ke tempat tempat penusukan dan tusukkan jarum spinal
pada tempat yang telah di tentukan. Masukkan jarum perlahan – lahan menyusur tulang
vertebra sebelah proksimal dengan mulut jarum terbuka ke atas sampai menembus durameter.
Jarak antara kulit dan ruang subarakhnoi berbeda pada tiap anak tergantung umur dan
keadaan gizi. Umumnya 1,5 – 2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada umur 3-5
tahun. Pada remaja jaraknya 6-8 cm.
Lepaskan stylet perlahan – lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran cairan
yang lebih baik, jarum diputar hingga mulut jarum mengarah ke cranial. Ambil cairan untuk
pemeriksaan.
Cabut jarum dan tutup lubang tusukkan dengan plester.
Rapihkan alat-alat dan membuang sampah sesuai prosedur rumah sakit.
Cuci tangan.

43
GANGGUAN TUMBUH KEMBANG

Retardasi Mental (RM)


Retardasi mental adalah suatu gangguan aksis II, didefinisikan dalam DSM IV TR
sebagai: (1) Fungsi intelektual yang di bawah rata-rata bersama dengan, (2) Kurangnya
perilaku adaptif; dan (3) Terjadi sebelum usia 18 tahun.

Kriteria retardasi mental dalam DSM IV TR adalah sebagai berikut:

(1) Fungsi intelektual secara signifikan berada di bawah rata-rata, IQ kurang dari 70;
(2) Kurangnya fungsi sosial adaptif dalam minimal dua bidang berikut: Komunikasi,
mengurus diri sendiri, kehidupan keluarga, keterampilan interpersonal, penggunaan sumber
daya komunitas, kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri, keterampilan akademik
fungsional, rekreasi, pekerjaan, kesehatan dan keamanan;
(3) Terjadi sebelum usia 18 tahun.

Komponen pertama dalam definisi DSM memerlukan penilaian intelegensi.


Penentuan IQ harus didasarkan pada berbagai tes yang diberikan kepada seseorang oleh
seorang profesional yang kompeten dan terlatih dengan baik.

Komponen berikutnya adalah fungsi adaptif, yaitu merujuk pada penguasaan


keterampilan masa kanak-kanak seperti menggunakan toilet, berpakaian, memahami konsep
waktu dan uang, mampu menggunakan peralatan, berbelanja, melakukan perjalanan dengan
transportasi umum dan mengembangkan responsivitas sosial. Seorang remaja, contohnya,
diharapkan mampu menerapkan keterampilan akademik, penalaran dan penilaian dalam
kehidupan sehari-hari dan berpartisipasi dalam berbagai aktifitas kelompok. Seorang dewasa
diharapkan dapat menyokong diri sendiri dan memegang tanggung jawab sosial.

Komponen terakhir dalam definisi retardasi mental adalah gangguan ini terjadi
sebelum usia 18 tahun, untuk mencegah mengklasifikasikan kelemahan intelegensi dan
perilaku adaptif yang disebabkan oleh cedera atau sakit yang terjadi di kemudian hari
sehingga mengakibatkan retardasi mental. Anak-anak yang mengalami hendaya berat sering
kali didiagnosis pada masa bayi. Meskipun begitu, sebagian besar anak yang mengalami
retardasi mental tidak diidentifikasikan demikian sampai mereka mulai sekolah.

Anak-anak tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda fisiologis, neurologis, atau fisik


yang jelas dan masalah tersebut muncul kepermukaan hanya setelah mereka menunjukkan
ketidakmampuan untuk mengalami kehidupan yang sama seperti anak-anak seusia mereka di
sekolah.

Klasifikasi Retardasi Mental

Kriteria penggolongan retardasi mental tidak bisa hanya menggunakan patokan


intelegensi, karena beberapa orang yang masuk dalam kelompok retardasi mental ringan tidak
memiliki gangguan pada fungsi adaptif sehingga tidak bisa digolongkan dalam gangguan
retardasi mental. Penggolongan berdasarkan intelegensi dapat digunakan jika penderita
mengalami gangguan pada fungsi adaptif. Berikut ini merupakan ringkasan karakteristik
orang-orang yang masuk dalam masing-masing level retardasi mental.

44
1. Retardasi mental ringan
Antara IQ 50-55 hingga 70. Mereka tidak selalu dapat dibedakan dengan anak-
anak normal sebelum mulai bersekolah. Di usia remaja akhir biasanya mereka dapat
mempelajari keterampilan akademik yang kurang lebih sama dengan level 6. Mereka
dapat bekerja ketika dewasa, pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan yang
rumit dan mereka bisa mempunyai anak.

2. Retardasi mental sedang


Antara IQ 35-40 hingga 50-55. Orang yang mengalami retardasi mental
sedang dapat memiliki kelemahan fisik dan disfungsi neurologis yang menghambat
keterampilan motorik yang normal, seperti memegang dan mewarnai dalam garis, dan
keterampilan motorik kasar, seperti berlari dan memanjat. Mereka mampu, dengan
banyak bimbingan dan latihan, berpergian sendiri di daerah lokal yang tidak asing
bagi mereka. Banyak yang tinggal di institusi penampungan, namun sebagian besar
hidup bergantung bersama keluarga atau rumah-rumah bersama yang disupervisi.

3. Retardasi mental berat


Antara IQ 20-25 hingga 35-40. Umumnya mereka memiliki abnormalitas fisik
sejak lahir dan keterbatasan dalam pengendalian sensori motor. Sebagian besar
tinggal di institusi penampungan dan membutuhkan bantuan super visi terus menerus.
Orang dewasa yang mengalami retardasi mental berat dapat berperilaku ramah,
namun biasanya hanya dapat berkomunikasi secara singkat di level yang sangat
konkret. Mereka hanya dapat melakukan sedikit aktifitas secara mandiri dan sering
kali terlihat lesu karena kerusakan otak mereka yang parah menjadikan mereka relatif
pasif dan kondisi kehidupan mereka hanya memberikan sedikit stimulasi. Mereka
mampu melakukan pekerjaan yang sangat sederhana dengan supervisi terus-menerus.

4. Retardasi mental sangat berat


IQ di bawah 25. Mereka yang masuk dalam kelompok ini membutuhkan
supervisi total dan sering kali harus diasuh sepanjang hidup mereka. Sebagian besar
mengalami abnormalitas fisik yang berat serta kerusakan neurologis dan tidak dapat
berjalan sendiri kemanapun. Tingkat kematian di masa anak-anak pada orang yang
mengalami retardasi mental sangat berat sangat tinggi.

Orang dewasa yang mengalami retardasi mental berat dapat berperilaku ramah,
namun biasanya hanya dapat berkomunikasi secara singkat di level yang sangat konkret.
Mereka hanya dapat melakukan sedikit aktifitas secara mandiri dan sering kali terlihat lesu
karena kerusakan otak mereka yang parah menjadikan mereka relatif pasif dan kondisi
kehidupan mereka hanya memberikan sedikit stimulasi. Mereka mampu melakukan pekerjaan
yang sangat sederhana dengan supervisi terus-menerus
Secara biologis penyebab RM antara lain :
1. Prenatal : Malnutrition, terinfeks penyakit ketika dalam kandungan, atau penggunaan
obat-obatan serta komunikasi alkohol pada wanita hamil.
2. Prinatal : Kesulitan dalam proses kelahiran,kekurangan oksigen selama proses
persalinan.
3. Posnatal : Infeksi atau mengalami cedera kepala.

Kapalan (1972) menyatakan bahwa penyebab RM antara lain :


Kelainan kromosom meliputi down syndrom,fragile x syndrome , prader–willi
syndrome dan cat-cry syndrom. A)Wanita yang terserang virus rubella ketika hamil akan

45
mengalami infeksi maternal, sehingga akan menyebabkan malformasi kongental. B) Penyakit
inklusi sitomeganik pada ibu > kematian anak,kalsifikasi sereberal, hidrosefalus >RM. C)
Sifilis pada wanita hamil akan menimbulkan neuropatologis pada bayi yang menyebabkan
RM. D) Taxoplasma menyebabkan RM ringan dan berat pada anakMengatasi bukan
lahmudah,,makanya lebih baik menghindari RM tesebut. E) Klasifikasi retardasi mental
menurut DSM-IV-TR yaitu :
Kelainan genetika = fenilketonuria, gangguan RET
Kelainan prenatal,antara lain:

Autism
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa
balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang
normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia
repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993).
Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan
dalam bidang:
 interaksi sosial,
 komunikasi (bahasa dan bicara),
 perilaku-emosi,
 pola bermain,
 gangguan sensorik dan motorik
 perkembangan terlambat atau tidak normal.
Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil, biasanya sebelum anak
berusia 3 tahun.
Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV
merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Pervasive
Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan ADD
(Attention Deficit Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang
dipakai untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di bawah
(umbrella term) PDD, yaitu:
1. Autistic Disorder (Autism) Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya
hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara
imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas.
2. Asperger’s Syndrome Hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan
aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan
bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.
3. Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified (PDD-NOS) Merujuk
pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku bila seorang anak tidak
menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau
Rett Syndrome).
4. Rett’s Syndrome Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada
anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal kemudian terjadi
kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya; kehilangan kemampuan
fungsional tangan yang digantikan dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-
ulang pada rentang usia 1 – 4 tahun.
5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan perkembangan yang normal
selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan
kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.

46
Diagnosa Pervasive Develompmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD –
NOS) umumnya digunakan atau dipakai di Amerika Serikat untuk menjelaskan adanya
beberapa karakteristik autisme pada seseorang (Howlin, 1998: 79). National Information
Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) di Amerika Serikat menyatakan
bahwa Autisme dan PDD – NOS adalah gangguan perkembangan yang cenderung memiliki
karakteristik serupa dan gejalanya muncul sebelum usia 3 tahun. Keduanya merupakan
gangguan yang bersifat neurologis yang memengaruhi kemampuan berkomunikasi,
pemahaman bahasa, bermain dan kemampuan berhubungan dengan orang lain.
Ketidakmampuan beradaptasi pada perubahan dan adanya respon-respon yang tidak wajar
terhadap pengalaman sensoris seringkali juga dihubungkan pada gejala autisme.

Diagnosis
Secara historis, diagnosa autisme memiliki persoalan. Suatu ketika para ahli dan
peneliti dalam bidang autisme bersandarkan pada ada atau tidaknya gejala, saat ini para ahli
dan peneliti tampaknya berpindah menuju berbagai karakteristik yang disebut sebagai
continuum autism. Aarons dan Gittents (1992) merekomendasikan adanya descriptive
approach to diagnosis. Ini adalah suatu pendekatan deskriptif dalam mendiagnosa sehingga
menyertakan pengamatan-pengamatan yang menyeluruh di setting-setting sosial anak sendiri.
Settingya mungkin di sekolah, di taman-taman bermain atau mungkin di rumah sebagai
lingkungan sehari-hari anak dimana hambatan maupun kesulitan mereka tampak jelas di
antara teman-teman sebaya mereka yang ‘normal’.
Persoalan lain yang memengaruhi keakuratan suatu diagnosa seringkali juga muncul
dari adanya fakta bahwa perilaku-perilaku yang bermasalah merupakan atribut dari pola asuh
yang kurang tepat. Perilaku-perilaku tersebut mungkin saja merupakan hasil dari dinamika
keluarga yang negatif dan bukan sebagai gejala dari adanya gangguan. Adanya interpretasi
yang salah dalam memaknai penyebab mengapa anak menunjukkan persoalan-persoalan
perilaku mampu menimbulkan perasaan-perasaan negatif para orang tua.
Pertanyaan selanjutnya kemudian adalah apa yang dapat dilakukan agar diagnosa
semakin akurat dan konsisten sehingga autisme sungguh-sungguh terpisah dengan kondisi-
kondisi yang semakin memperburuk? Perlu adanya sebuah model diagnosa yang
menyertakan keseluruhan hidup anak dan mengevaluasi hambatan-hambatan dan kesulitan
anak sebagaimana juga terhadap kemampuan-kemampuan dan keterampilan-keterampilan
anak sendiri. Mungkin tepat bila kemudian disarankan agar para profesional di bidang
autisme juga mempertimbangkan keseluruhan area, misalnya: perkembangan awal anak,
penampilan anak, mobilitas anak, kontrol dan perhatian anak, fungsi-fungsi sensorisnya,
kemampuan bermain, perkembangan konsep-konsep dasar, kemampuan yang bersifat sikuen,
kemampuan musikal, dan lain sebagainya yang menjadi keseluruhan diri anak sendiri.
Bagi para orang tua dan keluarga sendiri perlu juga dicatat bahwa gejala autisme
bersifat individual, akan berbeda satu dengan lainnya meskipun sama-sama dianggap sebagai
low functioning atau dianggap sebagai high functioning. Membutuhkan kesabaran untuk
menghadapinya dan konsistensi untuk dalam penanganannya sehingga perlu disadari bahwa
bahwa fenomena ini adalah suatu perjalanan yang panjang. Jangan berhenti pada
ketidakmampuan anak tetapi juga perlu menggali bakat-bakat serta potensi-potensi yang ada
pada diri anak. Sebagai inspirasi kiranya dapat disebutkan beberapa penyandang autisme
yang mampu mengembangkan bakat dan potensi yang ada pada diri mereka, misalnya:
Temple Grandine yang mampu mengembangkan kemampuan visual dan pola berpikir yang
sistematis sehingga menjadi seorang Doktor dalam bidang peternakan, Donna William yang
mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dan bakat seninya sehingga dapat menjadi
seorang penulis dan seniman, Bradley Olson seorang mahasiswa yang mampu

47
mengembangkan kemampuan kognitif dan kebugaran fisiknya sehingga menjadi seorang
pemuda yang aktif dan tangkas dan mungkin masih banyak nama-nama lain yang dapat
menjadi sumber inspirasi kita bersama. Pada akhirnya, sebuah label dari suatu diagnosa dapat
dikatakan berguna bila mampu memberikan petunjuk bagi para orang tua dan pendidik
mengenai kondisi alamiah yang benar dari seorang anak. Label yang menimbukan
kebingungan dan ketidakpuasan para orang tua dan pendidik jelas tidak akan membawa
manfaat apapun.

Simtoma Klinis
Anak dengan autisme dapat tampak normal pada tahun pertama maupun tahun kedua
dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan
berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang
lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif
terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan,
penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau
jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan.
Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah
sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal
mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang
terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para
penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang
mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan
tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.
Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati
pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan
hingga terberat sekalipun.
1. Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.
2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta
menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
5. Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu
Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam
kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa di
antaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya
sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia). Mereka yang
memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas
dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat
individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.
Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para
orang tua dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala-gejala yang
terlihat. The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di
Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi
lebih lanjut :
1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan
2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam)
hingga usia 12 bulan
3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan
5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu

48
Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang
autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang
anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog,
Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan
autisme.

Simtoma Klinis Menurut DSM IV

A. Interaksi Sosial (minimal 2):


1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi
muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju
2. Kesulitan bermain dengan teman sebaya
3. Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat
4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2 arah

B. Komunikasi Sosial (minimal 1):


1. Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal
2. Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris
3. Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip
4. Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi social

C. Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):


1. Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan
berlebihan, baik intensitas dan fokusnya
2. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna
3. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat
terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda
Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah (severe),
sehingga masyarakat mungkin tidak menyadari seluruh keberadaannya. Parah atau ringannya
gangguan autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para
ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah,
tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan
sangat terbatasnya minat dan rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai
low functioning autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi
yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif serta menunjukkan
kemampuan mengikuti rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism.
Dua dikotomi dari karakteristik gangguan sesungguhnya akan sangat berpengaruh pada
implikasi pendidikan maupun model-model treatment yang diberikan pada para penyandang
autisme. Kiranya melalui media ini penulis menghimbau kepada para ahli dan paktisi di
bidang autisme untuk semakin mengembangkan strategi-strategi dan teknik-teknik
pengajaran yang tepat bagi mereka. Apalagi mengingat fakta dari hasil-hasil penelitian
terdahulu menyebutkan bahwa 80% anak dengan autisme memiliki intelegensi yang rendah
dan tidak berbicara atau nonverbal. Namun sekali lagi, apapun diagnosa maupun label yang
diberikan prioritasnya adalah segera diberikannya intervensi yang tepat dan sungguh-sungguh
sesuai dengan kebutuhan mereka.
Referensi baku yang digunakan secara universal dalam mengenali jenis-jenis
gangguan perkembangan pada anak adalah ICD (International Classification of Diseases)
Revisi ke-10 tahun 1993 dan DSM (Diagnostic And Statistical Manual) Revisi IV tahun 1994
yang keduanya sama isinya. Secara khusus dalam kategori Gangguan Perkembangan
Perpasiv (Pervasive Developmental Disorder/PDD): Autisme ditunjukkan bila ditemukan 6

49
atau lebih dari 12 gejala yang mengacu pada 3 bidang utama gangguan, yaitu: Interaksi Sosial
– Komunikasi – Perilaku.
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari
berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun
komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening
yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
 Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-kanak
yang dibuat oleh Eric Schopler pada awal tahun 1970 yang didasarkan pada
pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi
berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi
terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal
 The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan autisme
pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan,
dikembangkan oleh Simon Baron Cohen pada awal tahun 1990-an.
 The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40
skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi
kemampuan komunikasi dan sosial mereka
 The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme bagi anak
usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3
bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.

Diagnosa yang akurat dari Autisme maupun gangguan perkembangan lain yang
berhubungan membutuhkan pengamatan yang menyeluruh terhadap: perilaku anak,
kemampuan komunikasi dan kemampuan perkembangan lainnya. Akan sangat sulit
mendiagnosa karena adanya berbagai macam gangguan yang terlihat. Observasi dan
wawancara dengan orang tua juga sangat penting dalam mendiagnosa. Evaluasi tim yang
terdiri dari berbagai disiplin ilmu memungkinkan adanya standardisasi dalam mendiagnosa.
Tim dapat terdiri dari neurolog, psikolog, pediatrik, paedagog, patologis ucapan/kebahasaan,
okupasi terapi, pekerja sosial dan lain sebaginya.

Penanganan autisme di Indonesia


Intensitas dari treatment perilaku pada anak dengan autisme merupakan hal penting,
namun persoalan-persoalan mendasar yang ditemui di Indonesia menjadi sangat krusial untuk
diatasi lebih dahulu. Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain, beberapa fakta yang dianggap
relevan dengan persoalan penanganan masalah autisme di Indonesia di antaranya adalah:
1. Kurangnya tenaga terapis yang terlatih di Indonesia. Orang tua selalu menjadi pelopor
dalam proses intervensi sehingga pada awalnya pusat-pusat intervensi bagi anak
dengan autisme dibangun berdasarkan kepentingan keluarga untuk menjamin
kelangsungan pendidikan anak mereka sendiri.
2. Belum adanya petunjuk treatment yang formal di Indonesia. Tidak cukup dengan
hanya mengimplementasikan petunjuk teatment dari luar yang penerapannya tidak
selalu sesuai dengan kultur kehidupan anak-anak Indonesia.
3. Masih banyak kasus-kasus autisme yang tidak di deteksi secara dini sehingga ketika
anak menjadi semakin besar maka semakin kompleks pula persoalan intervensi yang
dihadapi orang tua. Para ahli yang mampu mendiagnosa autisme, informasi mengenai
gangguan dan karakteristik autisme serta lembaga-lembaga formal yang memberikan
layanan pendidikan bagi anak dengan autisme belum tersebar secara merata di seluruh
wilayah di Indonesia.
4. Belum terpadunya penyelenggaraan pendidikan bagi anak dengan autisme di sekolah.
Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah

50
diamanatkan pendidikan yang demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, dukungan ini membuka peluang yang besar bagi para
penyandang autisme untuk masuk dalam sekolah-sekolah umum (inklusi) karena
hampir 500 sekolah negeri telah diarahkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan
inklusi.
5. Permasalahan akhir yang tidak kalah pentingnya adalah minimnya pengetahuan baik
secara klinis maupun praktis yang didukung dengan validitas data secara empirik
(Empirically Validated Treatments/EVT) dari penanganan-penanganan masalah
autisme di Indonesia. Studi dan penelitian autisme selain membutuhkan dana yang
besar juga harus didukung oleh validitas data empirik, namun secara etis tentunya
tidak ada orang tua yang menginginkan anak mereka menjadi percobaan dari suatu
metodologi tertentu. Kepastian dan jaminan bagi proses pendidikan anak merupakan
pertimbangan utama bagi orang tua dalam memilih salah satu jenis treatment bagi
anak mereka sehingga bila keraguan ini dapat dijawab melalui otoritas-otoritas ilmiah
maka semakin terbuka informasi bagi masyarakat luas mengenai pengetahuan-
pengetahuan baik yang bersifat klinis maupun praktis dalam proses penanganan
masalah autisme di Indonesia.

Terapi Bagi Individu dengan Autisme


Bila ada pertanyaan mengenai terapi apa yang efektif? Maka jawaban atas pertanyaan
ini sangat kompleks, bahkan para orang tua dari anak-anak dengan autisme pun merasa
bingung ketika dihadapkan dengan banyaknya treatment dan proses pendidikan yang
ditawarkan bagi anak mereka. Beberapa jenis terapi bersifat tradisional dan telah teruji dari
waktu ke waktu sementara terapi lainnya mungkin baru saja muncul. Tidak seperti gangguan
perkembangan lainnya, tidak banyak petunjuk treatment yang telah dipublikasikan apalagi
prosedur yang standar dalam menangani autisme. Bagaimanapun juga para ahli sependapat
bahwa terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun
keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh setiap anak autis, misalnya; komunikasi dan
persoalan-persolan perilaku. Treatment yang komprehensif umumnya meliputi; Terapi
Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational Therapy) dan Applied Behavior
Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi perilaku.
Berikut ini adalah suatu uraian sederhana dari berbagai literatur yang ada dan
ringkasan penjelasan yang tidak menyeluruh dari beberapa treatment yang diakui saat ini.
Menjadi keharusan bagi orang tua untuk mencari tahu dan mengenali treatment yang
dipilihnya langsung kepada orang-orang yang profesional dibidangnya. Sebagian dari teknik
ini adalah program menyeluruh, sedang yang lain dirancang menuju target tertentu yang
menjadi hambatan atau kesulitan para penyandangnya.
 Educational Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: Applied Behavior Analysis
(ABA) yang prinsip-prinsipnya digunakan dalam penelitian Lovaas sehingga sering
disamakan dengan Discrete Trial Training atau Intervensi Perilaku Intensif.
 Pendekatan developmental yang dikaitkan dengan pendidikan yang dikenal sebagai
Floortime.
 TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication –
Handicapped Children).
 Biological Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: diet, pemberian vitamin dan
pemberian obat-obatan untuk mengurangi perilaku-perilaku tertentu (agresivitas,
hiperaktif, melukai diri sendiri, dsb.).
 Speech – Language Therapy (Terapi Wicara), meliputi tetapi tidak terbatas pada
usaha penanganan gangguan asosiasi dan gangguan proses auditory/pendengaran.

51
 Komunikasi, peningkatan kemampuan komunikasi, seperti PECS (Picture Exchange
Communication System), bahasa isyarat, strategi visual menggunakan gambar dalam
berkomunikasi dan pendukung-pendukung komunikasi lainnya.
 Pelayanan Autisme Intensif, meliputi kerja team dari berbagai disiplin ilmu yang
memberikan intervensi baik di rumah, sekolah maupun lngkungan sosial lainnya.
 Terapi yang bersifat Sensoris, meliputi tetapi tidak terbatas pada Occupational
Therapy (OT), dan Auditory Integration Training (AIT).

Dengan adanya berbagai jenis terapi yang dapat dipilih oleh orang tua, maka sangat
penting bagi mereka untuk memilih salah satu jenis terapi yang dapat meningkatkan
fungsionalitas anak dan mengurangi gangguan serta hambatan autisme. Sangat disayangkan
masih minim data ilmiah yang mampu mendukung berbagai jenis terapi yang dapat dipilih
orang tua di Indonesia saat ini. Fakta menyebutkan bahwa sangat sulit membuat suatu
penelitian mengenai autisme. Sangat banyak variabel-variabel yang dimiliki anak, dari
tingkat keparahan gangguannya hingga lingkungan sekitarnya dan belum lagi etika yang ada
didalamnya untuk membuat suatu penelitian itu sungguh-sungguh terkontrol. Sangat tidak
mungkin mengontrol semua variabel yang ada sehingga data yang dihasilkan dari penelitian-
penelitian sebelumnya mungkin secara statistik tidak akurat.
Tidak ada satupun jenis terapi yang berhasil bagi semua anak. Terapi harus
disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada potensinya, kekurangannya dan tentu
saja sesuai dengan minat anak sendiri. Terapi harus dilakukan secara multidisiplin ilmu,
misalnya menggunakan; okupasi terapi, terapi wicara dan terapi perilaku sebagai basisnya.
Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu mengarahkan pilihan-pilihan anda terhadap
berbagai jenis terapi yang ada saat ini. Tidak ada jaminan apakah terapi yang dipilih oleh
orang tua maupun keluarga sungguh-sungguh akan berjalan efektif. Namun demikian,
tentukan salah satu jenis terapi dan laksanakan secara konsisten, bila tidak terlihat perubahan
atau kemajuan yang nyata selama 3 bulan dapat melakukan perubahan terapi. Bimbingan dan
arahan yang diberikan harus dilaksanakan oleh orang tua secara konsisten. Bila terlihat
kemajuan yang signifikan selama 3 bulan maka bentuk intervensi lainnya dapat ditambahkan.
Tetap bersikap obyektif dan tanyakan kepada para ahli bila terjadi perubahan-perubahan
perilaku lainnya.

Prognosis
Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di Amerika Serikat. Sejak
tahun 80 – an, bayi-bayi yang lahir di California – AS, diambil darahnya dan disimpan di
pusat penelitian Autisme. Penelitian dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran
saraf dari Universitas George Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil, ternyata
hasilnya mencengangkan; seperempat dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala autis.
National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY)
memperkirakan bahwa autisme dan PDD pada tahun 2000 mendekati 50 – 100 per 10.000
kelahiran. Penelitian Frombonne (Study Frombonne: 2003) menghasilkan prevalensi dari
autisme beserta spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah: 60/10.000 – best
current estimate dan terdapat 425.000 penyandang ASD yang berusia dibawah 18 tahun di
Amerika Serikat. Di Inggris, data terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD. Autisme secara umum
telah diketahui terjadi empat kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan yang terjadi
pada anak perempuan. Hingga saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti. Saat ini
para ahli terus mengembangkan penelitian mereka untuk mengetahui sebabnya sehingga
mereka pun dapat menemukan ‘obat’ yang tepat untuk mengatasi fenomena ini. Bidang-
bidang yang menjadi fokus utama dalam penelitian para ahli, meliputi; kerusakan secara
neurologis dan ketidakseimbangan dalam otak yang bersifat biokimia. Dr. Ron Leaf saat

52
melakukan seminar di Singapura pada tanggal 26 – 27 Maret 2004, menyebutkan beberapa
faktor penyebab autisme, yaitu:
 Genetic susceptibility – different genes may be responsible in different families
 Chromosome 7 – speech / language chromosome
 Variety of problems in pregnancy at birth or even after birth

Meskipun para ahli dan praktisi di bidang autisme tidak selamanya dapat menyetujui
atau bahkan sependapat dengan penyebab-penyebab di atas. Hal terpenting yang perlu dicatat
melalui hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa gangguan autisme tidak
disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat psikologis, misalnya karena orang tua tidak
menginginkan anak ketika hamil.

Hyperactivity : Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)


Definisi
Merupakan kelompok masalha pada attention, konsentrasi, impulsity, dan overactivity
yang muncul selama masa awal pertumbuhan anak-anak.
Menurut America Academy of Pediatric, ADHD adalah suatu kelainan kondisi
neurologi akibat dari disfungsi persisten didalam ssp dan tidak berhubungan dengan jenis
kelamin, tingkat intelegensi, atau lingkungan budaya.

Etiologi
Belum diketahui pasti. Namun, memiliki beberapa faktot pemicu yang didasar pada
hasil penelitian :
1. Terhambatnya proses maturitas SSP
2. Faktor genetik, paling tidak terjadi pada beberapa subgroup anak yang menderita
ADHD
3. Faktor lingkungan, misalnya meningkatnya prevelensi alkoholism, sociopathy,
histeria orang tua terhadap anak dengan ADHD
4. Hubungan antara ADHD dan disfungsi katekolamin neurotransmitter dopamin dan
norephenifrin.
5. Variasi neuroanatomik dan neuropsikologis. Yang dapat dilihat melalui :
a. Magnetic Resonance Imagin, untuk mengetahui kuantitas aliran darah regional.
b. Positron emisson Tomography Scanning, untuk memeriksa kadar metabolisme
glukosa di otak secara regional.
c. EEG power spectral analysis, untuk memeriksa CNS arousal level.

Bisa dikatakan ADHD tidak memilki penyebab spesifik, lebih tepatnya terjadi karena
multidimensi transaksi antara faktor intrinsik dari anak tersebut dan lingkungan.

Manifestasi Klinis
1. Inattentiveness and Easy distractibility
Anak memiliki kesulitan dalam memilih stimulus yang teat dan fokus pada tugas yang
diberikan, apalagi tugas tersebut berlarut-larut dan membosankan. Karena itu anak
menjadi mudah teralihkan dan lebih fokus pada kegiatan yang kurang penting.
2. Impulsity
Anak ersebut cenderung bertindak cepat dan tidak memikir akibat yang mereka
lakukan. Pekerjaan yang lakukan berantakan.
3. Motor Restlessness and Hiperactivity

53
Awal kehidupan tersebut tidak pernah berjalan tapi berlari, suka memanjat walaupun
diberikan larangan keras. Pada usia anak sekolah, anak terlihat bergerak nerlebihan,
menggeliat dan sangat gelisah.
4. Difficulties with Planning and OrganizingTask
Anak cenderung kesulitan dalam pembelajaran dan adaptasi. Termasuk maslah dalam
perencanaan, pengorganisasian atau melakukan tugas sesuai urutan yang benar dan
sulit berpindah dari satu tugas ke tugas yang lain.
5. Emotional Lability
Anak mudah marah, berkelahi, kegembiraan yang berlebihan, semua itu merupakan
gambaran toleransi frustasi yang rendah karena ketidak mampuan dalam
menyelesaikan tugas.

Diagnostik
Kriteria diagnostik American Psychiatric Assosiation, 1994.
1. Inattentive Behaviour
a. Perhatian mudah teralihakan dengan stimulus yg lebih besar
b. Membuat kelalaian pada oekerjaan sejolah dan kegiatan lainnya
c. Memiliki kesulitan dalam memfokuskan pikiran atau tugas
d. Tidak mendengarkan apa yang dikatakan kepadanya
e. Gagal dalam menyelesaikan tugas atau perintah
f. Suka menghilangkan barang
g. Lupa tentang kegiatan yang ia lakukan
2. Hyperactive/Impulsive Behavior
a. Berlari dan memanjat pada situasi tidak tepat
b. Menggerakkan tangan dan kaki atau gelisah
c. Memiliki kesulitan menunggu waktu bermain
d. Mengatakan jawaban atau berbicara tiba-tiba

Managemen dan Penatalaksanaan


 Behavior Management
1. Reinforcement, dapat memberikan pujian dan hadiah saat melakukan kegiatan yang
baik dan benar (positive activity)
2. Punishment strategic, teguran verbal dan nonverbal gesture (negative activity)
3. Mengajarkan penolakan terhadap yang tidak seharusnya dan yang tidak diinginkan
4. Bercerita, komunikasi antara guru dan orang tua.

 Special Education
Memberikan pembelajaran yang dirancang untuk memberikan kesempatan bagi anak
untuk mencapai keberhasilan dan meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri.

 Drug Treatment
Stimulansi obat memberikan efek 60-80% pada anak ADHD, walaupun bersifat short-
term effect :
1. Meningkatkan perhatian dan konsentrasi
2. Mengurangi perilaku yang tidak relevan dan impulsive
3. Meningkatkan kinerja terhadap tugas-tugas
4. Meningkatkan kewaspadaan
Biasanya yang sering digunakan pada anak ADHD : methylpenidate, dextro
amphetamine. Obat tersebut bertujuan untuk meningkatkan releasing dan inhibiting
reuptake dopamine dan norephinephrine dari neuron di CNS.

54
INTERPRETASI KASUS

Keluhan Utama Analisa :


Kejang demam di seluruh tubuh selama Dari keluhan ini kita dapat mengambil hipotesis pasien
3 menit mengalami kejang sederhana , hal ini dikarenakan
waktu kejang yang dialami pasien kurang dari 5 menit.
Keluhan Tambahan Analisa :
 Sebelum kejang mengalami panas,  Dari keluhan tambahan pasien kita dapat mengambil
demam mendadak tinggi hipotesis pasien mengalami kejang yang disertai
 Saat kejang tidak sadar demam
 Setelah kejang menangis  selain itu pasien juga mengalami infeksi pada saluran
 Batuk pilek sejak 4 hari yang lalu pernafasan serta tenggorokannya.

RPD Analisa :
usia 8 bulan kejang saat demam, tidak  Pernah mengalami kejang demam sebelumnya ,
ada trauma kepala, tidak ada nyeri mengutkan hipotesis mengenai kejang demam,
hebat di kepala, tidak ada kelemahan selain itu kita juga bisa melemahkan jika
anggota gerak. menghipotesakan trauma kepala, juga menguatkan
hipotesa mengenai kejang demam dengan tidak
ditemukannya trauma dan nyeri hebat pada kepala.
 Selain itu tidak ada nya kelemahan pada anggota
gerak juga mengindikasikan tidak ada kelainan pada
anggota gerak pasien.
RPK : ibu kejang di saat panas Analisa : adanya faktor resiko lebih besar yang
menguatkan hipotesa mengenai kejang demam.
Riwayat Perkembangan : Analisa :
Mulai bisa duduk pada usia 1,5 tahun  pasien mengalami gangguan tumbuh kembang,
Berjalan sendiri pada usia 2 tahun berdasarkan umur pasien seharusnya pasien sudah
Tidak diimunisasikan bisa melompat, memanjat, mengucapkan kalimat
dan bermain bersama anak lainnya.
 Pasien juga tidak di imunisasikan, berpengaruh
terhadap kekebalan tubuh terhadap berbagai
penyakit , khusus nya yang di sebabkan oleh
mikroorganisme.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Compos Mentis dan Kesadaran umum nya masih baik dengan kesadaran
menangis sempurna .
Tipe tangisan :
- Tangisan yang kuat dapat disebabkan karena keadaan
sakit pasien
- Tangisan lemah tanpa sebab indikasi adanya
malnutrisi atau penyakit kronik yang menyebabkan
tubuh lemah
- Tangisan nada tinggi dapat mengindikasikan tekanan
intrakranial meninggi atau lesi pada SSP
- Tangsian denagn suara serak mengindikasikan adanya
kelainan pada laring

55
Tanda Vital Nadi normal anak usia 3 Bangun (80-150)
Nadi : 110 x / menit bulan – 2 tahun Tidur (70 – 120 )
Respirasi : 30 x / menit Demam ( s.d 200 )
Suhu axilla : 40̊ C Respirasi normal anak 25 – 50 x/ menit
usia 1 tahun – 2 tahun
Tekanan darah normal 95 / 65 mmHg
anak usia 1 – 5 tahun
BB : 10 kg Normal
Hidung : sekret cairan bening , Terinfeksi bakteri / virus  rhinitis
mukosa hidung hiperemis
Mulut : faring hiperemis Terinfeksi bakteri A. Streptokokus Beta Hemolitikus
faringitis

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Analisa :
Ht ↓ Indikasi adanya infeksi mikrorganisme
Leukosit ↑ berupa bakteri.
Neutrofil ↑
GDS Normal
Elektrolit Analisa
Natrium ↑ nilai normal natrium (117-137),
Kalium Normal kalium (2,33-4,59)
Kalsium Normal
Kaku kuduk (-) Negatif menandakan tidak ada infeksi
Brudzinsky I (-) meningeal.
Brudzinsky II (-)
Kernig (-)
RF normal Keadaan normal
RP (-)

Diagnosa

Kejang demam sederhana e.c rhinitis dan faringitis

Analisa :

Kejang demam sederhana


Kejang demam adalah kejang yang disertai demam / terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal > 38C) yang disebabkan suatu proses ekstrakranium ; di luar rongga tengkorak.
Terdapat 3 faktor utama yg berperan : faktor demam, umur, dan gen
Faktor DemamDerajat demam : 75% dari anak dengan demam : 39C, 25% dari anak
dengan demam >40C. Panas yang berperan pada kejangdemam bisa berupa Infeksi saluran
pernafasan, Infeksi saluran pencernaan, Infeksi saluran air seni, Roseola infantum dan atau
pasca imunisasi.
Faktor umurUmumnya KD terjadi umur 9 bulan - 5 tahun, 85% KD pertama terjadi pada
umur sampai umur 4 tahun
Faktor genAnamnese KD pada famili 7.5% risiko meningkat 5%, bila seorang orang tua
menderita KD

56
Gambaran Klinik
Hilangnya kesadaran dgn cepat, bersuara menangis, ekspirasi paksa krn spasme trhoraks /
abdomen, inkontinensia urin atau alvi, disfungsi otonom, otot otot brkontraksi dan posisi
tubuh mungkin berubah, otot berkontraksi dan melemas, jumlah kontraksi bertahap
berkurang , kekuatannya tidak berubah, lidah tergigit, setelah sadar mungkin mengalami
kebingungan , agak stupor, atau bengong.

Klasifikasi KD menurut fukuyama


Kejang demam sederhana (96.9%) Kejang demam kompleks (3.1%)
• Dikeluarga tdk ada riwayat epilepsi • Lama kejang > 15 menit
• Sebelumnya tdk ada riwayat cedera otak olh penyebab • Kejang fokal/sebelah tubuh
apapun • Serangan kejang lebih satu kali
• Serangan KD yg pertama trjd diantara usia 6 bln – 6 dalam 24 jam
thn • Biasanya ada kelainan neurologi
• Lama kejang tdk lebih dri 20 menit pasca kejang ( parese Todd;
• Kejang tdk bersifat fokal / kedua belah tubuh lumpuh pasca serangan kejang)
• Serangan kejang sekali pada satu periode demam
• Tdk ada gangguan / abnormalitas pasca kejang
• Tdk didapatkan abnormalitas neurologis /
abnormalitas perkembangan

Rhinitis
Menurut WHO ARIA ( allergic Rhinitis and its impact an asthma) 2001 < Rhinitis adalah
kelainan pada hidung dengan gejalan bersin bersin , rinore, gatal dan hidung tersumbat
setelah mukosa hidung terpapar alargen yang diperantarai IgE.
Tipe alergen :
Alergen inhalan : masuk bersama dengan udara pernafasan, alergen ingestan : masuk
kedalam saluran cerna , alergen injektan : masuk melalui saluran suntikan atau tusukan,
alergen kontaktan : masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa.

Faringitis
Adalah peradangan dinding faring , etiologi virus, bakteri, alergi, trauma dan toksin .
Klasifikasi :
Faringitis viral ( Rhenovirus ) dan faringitis bakterial (A. Streptokokus Beta Hemolitikus)
Faringitis Bakterial :
Etiologi : A. Streptokokus Beta Hemolitikus
Tanda dan gejala : nyeri hebat di kepala , muntah, demam suhu tinggi

Patofisiologi Kasus
Bakteri / virus

Port d entree

Bakteri mengeluarkan toksin ekstraselular

lapisan epitel mukosa  KGB regional

Bakteremia atau viremia  sumsum tulang  aliran darah

Bakteremia dan viremia II

57

imunitas turun

Demam

↑ metabolisme basal gangguan elektrolit


↓ ↓
Timbunan asam laktat dan CO2 gangguan permeabilitas membran sel
↓ ↓
Kerusakan neuron Na+ masuk ke dalam sel

Depolisasai membran

Kejang Demam

Penatalaksanaan

Antibotik :
Untuk menghilangkan infeksi bakteri pada penyakit rhinitis atau faringitis , di gunakan
penisilin G banzatin 50.000u/kgBB IM dosis tunggal , atau amoxcilin 50mm/kgBB dosis di
bagi 3x1 selama 10 hari, atau eritromisin 4 x 500 mg/ hari .

Obat penurun panas :


Dosis Parasetamol yang digunakanadalah 10 – 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak
lebih dari 5 kali atau dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari

Edukasi Orang Tua :


• Tidak panik, kendorkan pakaian yg ketat, terutama sekitar leher dan badan.
• Posisikan anak miring ke sebelah kiri. Bersihkan lendir atau muntahan di mulut atau di
hidung, jangan sampai tertelan. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan masukan
sesuatu ke dalam mulut.
• Ukur suhu, observasi dan catat lama serta bentuk kejang.
• Tetap bersama pasien saat kejang.
• Bawa ke RS bila kejang terjadi >5 mnt.

58
REFERENSI

1. Kegawat Daruratan Neurologi FKUNPAD


2. Kejang demam, febrile convulsions, Prof.Dr.dr.S.M. Lumbantobing, FKUI
3. Ilmu Kesehatan Anak , Nelson, EGC
4. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU
5. Soetjiningsih, dr, DSAK. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta, EGC.
6. Mardjono M, Sidharta P. 2003. Neurologi Klinis Dasar, Edisi IX, Jakarta, Dian
Rakyat.

59

Anda mungkin juga menyukai