Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan , pasal 23 dinyatakan bahwa upaya kesehatan dan keselamatan kerja harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah Bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola Rumah Sakit menerapkan upaya-upaya K3 di Rumah Sakit. 1 Sopir ambulans bertugas untuk mengangkut orang sakit, terluka, atau yang pulih ke rumah sakit, fasilitas kesehatan, atau tujuan lainnya dan melaksanakan berbagai macam kewajiban yang berhubungan dengan pekerjaan utamanya. Menempatkan pasien pada tandu dan mengisi tandu ke dalam ambulans, biasanya dengan bantuan dari petugas ambulans (pelayanan medis). Mengganti kain pengalas pada tandu. Melakukan pengangan pertama jika diperlukan. Dapat melaporkan fakta-fakta yang berhubungan dengan kecelakaan atau kegawatdaruratan kepada petugas rumah sakit atau penegak hukum. Seorang yang mengemudi kendaraan emergensi medis, ambulans atau pelayanan rumah sakit dapat membantu dalam mengangkut bayi di dalam ambulans.2,3,4 Sopir ambulans memegang posisi penting dalam sopir ambulansan dan pengobatan pasien. Ini adalah tanggung jawab dan kewajiban pengemudi untuk mengantar petugas dan ambulans ke TKP dengan cara yang aman, untuk memfasilitasi trasportasi pasien ke dalam ambulans,, untuk mengangkut pasien dan kru tetap mempertahankan platform kerja yang cocok untuk sopir ambulansan pasien yang efektif, dan mengembalikan kru ke tempat asalnya dengan aman dan profesional.4 Potensi bahaya di rumah sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumbersumber cedera lainnya), radiasi, bahanbahan kimia yang berbahaya, gas-gas anestesi, gangguan psikososial, dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut jelas mengancam jiwa bagi kehidupan para pekerja di rumah sakit. 1
1

Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, penyakit infeksi dan lain-lain. Laporan lainnya yakni di Israel angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada sopir ambulans (16,8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813 sopir ambulans, 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insidens cedera muskuloskeletal 4.62/100 sopir ambulans per tahun. Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS belum tergambar dengan jelas , namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di RS, sehuungan dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.1 Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus intervertebrae.1 Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik.1

BAB II TUJUAN SURVEI 2.1 Tujuan Survei Tujuan Umum : untuk mengetahui tentang aspek K3 supir ambulans di RSUP Wahidin Sudirohusodo 2.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui tentang faktor hazard yang dialami supir ambulans di RSUP Wahidin Sudirohusodo b. Untuk mengetahui tentang alat kerja yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas c. Untuk mengetahui keluhan penyakit yang dialami yang berhubungan dengan pekerjaan pada supir ambulans di RSUP Wahidin Sudirohusodo d. Untuk mengetahui tentang APD yang digunakan pada saat bekerja e. Untuk mengetahui adanya rambu-rambu kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja f. Untuk mengetahui pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan sesuai peraturan (sebelum kerja, berkala, berkala khusus) g. Untuk mengetahui tentang peraturan pimpinan RS tentang K3 di tempat kerja h. Untuk mengetahui upaya K3 lainnya yang dijalankan misalnya ada penyuluhan/pelatihan, pengukuran/pemantauan lingkungan tentang hazard yang pernah dilakukan i. Untuk mengetahui organisasi K3 di tempat kerja

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Tinjauan Umum Mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan ilmu yang mempelajari dua arah hubungan antara pekerjaan dan kesehatan.Bahaya pekerjaan (akibat kerja), seperti halnya masalah kesehatan lingkungan lain, bersifat akut atau kronis (sementara atau berkelanjutan) dan efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung. Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh karena selain dapat menimbulkan gangguan tingkat produktivitas, kesehatan masyarakat kerja tersebut dapat timbul akibat pekerjaannya.5 Tujuan kesehatan kerja adalah:6 1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua lapangan pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental maupun kesehatan sosial. 2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh tindakan/kondisi lingkungan kerjanya. 3. Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan olek faktor-faktor yang membahayakan kesehatan. 4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya. Kesehatan kerja mempengaruhi manusia dalam hubunganya dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis yang meliputi, antara lain: metode bekerja, kondisi kerja dan lingkungan kerja yang mungkin dapat menyebabkan kecelakaan, penyakit ataupun perubahan dari kesehatan seseorang. Pada hakekatnya ilmu kesehatan kerja mempelajari dinamika, akibat dan problematika yang ditimbulkan akibat hubungan interaktif tiga komponen utama yang mempengaruhi seseorang bila bekerja, yaitu:6 1. Kapasitas kerja: status kesehatan kerja, gizi kerja, dan lain-lain. 2. Beban kerja: fisik maupun mental. 3. Beban tambahan yang berasal dari lingkungan kerja, antara lain: bising, panas, debu, parasit, dan lain-lain.

Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu kesehatan kerja yang optimal. Sebaliknya bila terdapat ketidakserasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.6 Sasaran kesehatan kerja khususnya Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dapat diberikan batasan sebagai berikut : SMK3 adalah merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab pelaksanaan prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya kerja yang aman, efisien dan produktif.6 3.2. Sopir Ambulans dan Gambarannya Sopir ambulans bertugas untuk mengangkut orang sakit, terluka, atau yang pulih ke rumah sakit, fasilitas kesehatan, atau tujuan lainnya dan melaksanakan berbagai macam kewajiban yang berhubungan dengan pekerjaan utamanya. Menempatkan pasien pada tandu dan mengisi tandu ke dalam ambulans, biasanya dengan bantuan dari petugas ambulans (pelayanan medis). Mengganti kain pengalas pada tandu. Melakukan pengangan pertama jika diperlukan. Dapat melaporkan fakta-fakta yang berhubungan dengan kecelakaan atau kegawatdaruratan kepada petugas rumah sakit atau penegak hukum. Seorang yang mengemudi kendaraan emergensi medis, ambulans atau pelayanan rumah sakit dapat membantu dalam mengangkut bayi di dalam ambulans.2,3,4 Sopir ambulans memegang posisi penting dalam sopir ambulansan dan pengobatan pasien. Ini adalah tanggung jawab dan kewajiban pengemudi untuk mengantar petugas dan ambulans ke TKP dengan cara yang aman, untuk memfasilitasi trasportasi pasien ke dalam ambulans,, untuk mengangkut pasien dan kru tetap mempertahankan platform kerja yang cocok untuk sopir ambulansan pasien yang efektif, dan mengembalikan kru ke tempat asalnya dengan aman dan profesional.4 3.3. Faktor-Faktor yang Dapat Menyebabkan Gangguan Kesehatan pada Sopir Ambulans2 a) Faktor fisik i. Meningkatnya risiko kecelakaan lalu lintas karena mengemudi dalam kecepatan tinggi dalam keadaan gawat darurat (termasuk melintasi
5

persimpangan selama lampu merah, mengemudi di trotoar dan lerang yang curam ketika mencoba untuk mencapai tujuan pada saat kemacetan lalu lintas) ii. Tergelincir, tersandung, dan jatuh (dari tangga atau ketinggian) ketika sedang membawa tandu dan mengangkut atau menolong pasien. iii. Cedera akibat dari melaksanakan bermacam-macam pekerjaan (tugas memperbaiki di lapangan, mengganti ban mobil, dan lain-lain) sebagai pengemudi kendaraan. iv. Kebocoran secara tiba-tiba dari gas bertekanan tinggi (misalnya oksigen atau gas anestetik) di dalam ambulans. v. Paparan terhadap kebisingan yang tinggi dari sirine ambulans vi. Paparan terhadap isotop radioaktif (di beberapa negara dimana ambulans digunakan untuk transportasi radioisotop ke rumah sakit) b) Faktor kimia i. ii. Paparan terhadap gas anestetik yang diberikan kepada pasien di dalam ambulans Dermatitis yang disebabkan oleh penggunaan bilasan yang berlebihan, membersihkan dan agen disinfektan. c) Faktor biologis i. ii. i. Paparan terhadap penyakit menular dari pasien Berpotensi terpapar oleh cairan tubuh pasien (misalnya : darah) Nyeri punggung dan masalah muskuloskeletal lainnya karena bekerja terlalu keras dan postur tubuh yang salah pada saat mengangkat dan sebaliknya ii. memindahkan pasien, mengemudi di jalan yang bergelombang, memperbaiki kendaraan di tengah jalan, dan lain-lain. Stres psikologis karena mengemudi yang berbahaya dalam tekanan waktu, berhubungan dengan korban kecelakaan, pasien gawat dan mayat, jadwal kerja yang tidak biasa, dan tingkat kewaspadaan yang tinggi. 3.4. Penyakit Akibat Kerja a) Dermatitis kontak iritan7
6

d) Faktor ergonomik dan sosial

Penyakit yang disebabkan oleh iritasi dikenal sebagai kontak dermatitis.Kontak dermatitis merupakan salah satu inflamasi kulit yang terjadi apabila sesuatu bahan menyentuh permukaan kulit yang menyebabkan iritasi dan reaksi allergi. Ini menyebabkan kemerahan dan ruam yang gatal namun tidak menyebar ke orang lain atau menyebabkan kematian tetapi dapat menyebabkan keadaan yang tidak enak. Antara sumber-sumber yang dapat menyebabkan kontak dermatitits adalah sabun, kosmetik, peralatan hiasan, dan lainlain.Keberhasilan terapi kontak dermatitis pada awalnya harus termasuk mengidentifikasikan agen/bahan iritan.Dengan menghindari agen atau bahan tersebut ruam dan kemerahan dapat hilang sendiri dalam masa 2 hingga 4 minggu. Ketika terkena paparan iritan, kulit menjadi radang, bengkak, kemerahan dan dapat berkembang menjadi vesikel kecil atau papul ( tonjolan ) dan mengeluarkan cairan bila terkelupas. Gatal , perih dan rasa terbakar terjadi pada bintik-bintik merah itu. b) Hepatitis 7 Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. c) Low back pain7 Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain). Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit. Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, d) Stress7 Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di tempat kerja kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal.
7

3.5. Alat Pelindung Diri (APD) yang Digunakan Saat Bekerja Alat pelindung diri adalah suatu alat yang diapakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahay kecelakaan kerja. Jadi alat pelindung diri adalah merupakan salah satu cara untuk mencegah kecelakaan dan secara teknis APD tidaklah sempurna dapat melindungi diri akan tetapi dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan yang terjadi.8 Jenis alat-alat pelindung diri yang digunakan oleh sopir ambulans di rumah sakit adalah Masker, topi, kacamata, sarung tangan, sepatu Peralatan pelindung diri tidak menghilangkan atau pun mengurangi bahaya yang ada. Peralatan ini hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan cara penempatan penghalang antara tenaga kerja dengan bahaya.8,9 3.6. Rambu-Rambu Kesehatan Rambu-rambu keselamatan adalah peralatan yang bermanfaat untuk membantu melindungi knesehatan dan keselamatan para karyawan dan pengunjung yang sedang berada di tempat kerja. Rambu-rambu keselamatan berguna untuk, menarik perhatian terhadap adanya bahaya kesehatan dan keselamatan kerja, menunjukkan adanya potensi bahaya yang mungkin tidak terlihat, menyediakan informasi umum dan memberikan pengarahan, mengingatkan para karyawan dimana harus menggunakan peralatan perlindungan diri, mengindikasikan dimana peralatan darurat keselamatan berada, memberikan peringatan waspada terhadap beberapa tindakan yang atau perilaku yang tidak diperbolehkan. Warna yang menarik perhatian dapat juga digunakan untuk keperluan lainnya yang menyangkut keselamatan. Misalnya, warna untuk mengindikasikan isi aliran pipa dan bahaya yang terkandung di dalamnya. Pemilihan warna juga menuntut perhatian terhadap kemungkinan keadaan bahaya yang menyebabkan celaka. Misalnya, potensi akan adanya bahaya dikomunikasikan dengan warna kuning. Bilamana karyawan menyadari akan adanya bahaya di sekelilingnya, kemudian melakukan tindakan pencegahan dini, sehingga kemungkinan terjadinya kecelakaan, luka, cacat atau kehilangan yang lainnya dapat diminimalisir. Bagaimanapun juga, manfaat dari rambu-rambu keselamatan adalah memberikan sikap waspada akan adanya bahaya, tetapi tidak dapat mengeliminasi atau mengurangi bahaya tersebut pada saatnya terjadi. Panduan ini akan membantu kita, sebagai pemberi kerja, supervisor, komite maupun anggota dari penyelenggara kesehatan & keselamatan kerja di
8

perusahaan, untuk dapat menggunakannya secara efektif dalam menerapkan rambu-rambu keselamatan di tempat kerja.10 3.7 Pemeriksaan Kesehatan11 Pengurus diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi mental, dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifatsifat pekerjaan yang diberikan kepadanya. Mengenai jenis pemeriksaan kesehatan kerja tertuang dalam Permenakertrans No.: Per-02/MEN/1980 Tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja, dimana jenis-jenis pemeriksaan kesehatan kerja terdiri dari : 3.7.1 Pemeriksaan Kesehatan sebelum kerja11 Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja diterima untuk melakukan pekerjaan. Bertujuan agar tenaga keria yang diterima berada dalam kondisi kesehatan yang setinggi- tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan mengenai tenaga kerja lainnya, dan cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukannya sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan dan tenaga kerja lain-lainnya juga dapat dijamin. Semua perusahaan sebagaimana tersebut dalam pasal 2 ayat (2) Undangundang No. 1 Tahun 1970 harus mengadakan Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja.

3.7.2 Pemeriksaan kesehatan Berkala11 Pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter. Bertujuan untuk mempertahankan derajat kesehatan tenaga keria sesudah berada dalam pekerjaannya serta menilai kemungkinan adanya pengaruh pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan. Semua perusahaan sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (2) tersebut di atas harus melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 tahun sekalikecuali ditentukan lain oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja.

3.7.3 Pemeriksaan Kesehatan Khusus11 Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu.Bertujuan untuk menilai adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan-golongan tenaga kerja tertentu. Apabila terdapat keluhan- keluhan di antara tenaga kerja, atau atas pengamatan pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja, atau atas penilaian Pusat Bina Hyperkes dan Keselamatan dan Balai- balainya atau atas pendapat umum di masyarakat. Pemeriksaan Kesehatan Khusus dilakukan pula terhadap: 1. tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan sopir ambulansan yang lebih dari 2 (dua) minggu. 2. tenaga kerja yang berusia di atas 40 (empat puluh) tahun atau tenaga kerja wanita dan tenaga kerja cacat serta tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu. tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguan-gangguan kesehatannya perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai dengan kebutuhan. 3.8. Organisasi K3 di tempat kerja1 Pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggun jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggun jawab penyuluhan kepada semua petugas bimbingan dan latihan serta penegakan disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana K3 RS secara spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya masalah bersama unitunit kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya dan mengomunikasikannya kepada unitunit kerja, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program untuk menilai sejauh mana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya. a) Tugas dan fungsi organisasi / unit pelaksana K3 rumah sakit a. Tugas pokok :

10

i. memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3 ii. merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur iii. membuat program K3RS b. Fungsi : i. mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang berhubungan dengan K3 ii. membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3, pelatihan dan penilaian K3 di rumah sakit iii. pengawasan terhadap pelaksanaan program K3 iv. memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif v. koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS vi. memberi nasihat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan vii. investigasi dan melaporkan kecelakaan dan merekomendasikan sesuai kegiatannya viii. berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan gedung dan proses.

11

BAB IV METODOLOGI SURVEI 4.1 Bahan dan Cara 4.1.1 Bahan Bahan yang digunakan untuk survei ini antara lain alat tulis menulis, kertas, alat perekam suara, dan kamera 4.1.2 Cara Survei ini dilakukan dengan menggunakan metode walkthrough survei yaitu dengan menggunakan tabel check list. 4.2 Lokasi Survei Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo 4.3 Jadwal Survei Penelitian ini dilakukan 1 minggu dimulai dengan memahami konsep kesehatan dan keselamatan kerja pada sopir ambulans. 29 Juli 2013 30 31 Juli 2013 Melapor di RS Ibnu Sina dan membuat referat mengenai higiene industri dan walk-through survei Membuat proposal penelitian mengenai aspek kesehatan dan keselamatan kerja sopir ambulans di RSUP DR. Wahidin 1 Agustus 2013 2 Agustus 2012 sudirohusodo Melakukan survei di lokasi penelitian Membuat laporan hasil penelitian

12

CHECK LIST ASPEK KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA SOPIR AMBULANS DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO

Faktor Fisik Faktor fisik Ada/ya Apakah terdapat faktor fisik ( misalnya kebisingan, getaran , cahaya, temperature, tekanan) di tempat kerja? Berapa meter sumbernya faktor fisik dari tempat kerja? Apakah sumber faktor fisik berlangsung pada saat bekerja? Apakah sumber faktor fisik mempengaruhi kosentrasi dalam pelaksanaan tugas? Apakah sumber faktor fisik mempengaruhi kesehatan? Apakah sopir ambulans menggunakan alat pelindung diri berupa sarung tangan, penutup telinga, dll? Tidak

Faktor Kimia Faktor kimia Ada / ya Apakah sopir ambulans mengalami iritasi pada saat mengunakan disinfektan? Apakah sopir ambulans ketahui bahan kandungan disinfektan yang digunakan? Apakah sopir ambulans mengunnakan disinfektan setiap kali sebelum memegang pasien? Apakah sopir ambulans mengunnakan Tidak

disinfektan setiap kali setelah memegang pasien? Apakah terdapat gas berbahaya dalam ambulans?

Faktor biologis
13

Faktor biologi Apakah sopir

Ada / ya ambulans ketahui cara

Tidak

menangani sampah medik yang benar Apakah sopir ambulans menggunakan APD waktu menangani pasien Apakah sopir ambulans dapat mengisolasi sampah medis dan non medis

Faktor ergonomi Faktor ergonomic Ada /ya Apakah sopir ambulans mengetahui posisi yang benar sewaktu mengangkat pasien Apakah tenaga sopir ambulans cukup ketika mengangkat pasien Apakah sopir ambulans mengetahui beban maksimal yang bisa diangkat Pernakah sopir ambulans merasakan Tidak

keluhan pada saat mengangkat pasien

Faktor psikososial Faktor psikososial Ada/ ya Apakah sering mengalami stres selama bekerja sebagai sopir ambulans Apakah sering mengalami masalah dengan para pasien Apakah stres yang dialami mempengaruhi kesehatan? tidak

Alat Pelindung diri Alat pelindung diri Ada / ya Apakah sopir ambulans tahu jenis-jenis APD Apakah ada APD yang disediakan Apakah sopir ambulans tahu dimana tempat penyimpanan APD Apakah sopir ambulans tahu kegunaan dari
14

Tidak

APD Apakah sopir ambulans menggunakan APD saat bekerja

Pemeriksaan Kesehatan Pemeriksaan kesehatan Ada / ya Apakah ada pemeriksaan kesehatan yang dilakukan secara rutin Apakah sopir ambulans tahu tujuan dari pemeriksaan kesehatan Apakah ada peraturan khusus dari rumah sakit yang berkaitan dengan pemeriksaan kesehatan Tidak

Rambu-rambu kesehatan Rambu-rambu kesehatan Ada / ya Apakah ada petugas K3? Apakah ada rambu-rambu penggunaaan APD? Apakah ada Rambu kebersihan? Apakah ada Rambu dilarang merokok? Apakah ada Rambu cuci tangan yang benar? Apakah ada rambu pengunaan masker Tidak

15

DAFTAR PUSTAKA 1. Fadilah S. Pedoman manajeman kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di rumah sakit. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432/MENKES/SK/IV/2007. Jakarta 2. ILO. Encyclopaedia of occupational health and safety , 4th edition. Geneva : ILO. 1998. 3. ILO, International Hazard Datasheets on Occupation. Geneva : ILO. 2012. 4. O'Donnell, Mark H. RPI Ambulance Standard Operating Procedures. New York : Rensselaer Polytechnic Institute. 2012. 5. Buraena S. Keselamatan kerja [bahan kuliah]. 2010. 6. Uhud A, Kurniawati, Harwasih S, dan Indiani SR. Buku pedoman pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja untuk praktek dan praktikum [online]. 2008 [cited 2013 July 30]. Available from: URL: www.fkg.unair.ac.id/filer/buku%20pedmn %20K3PSTKG.pdf
7. Anoymous [online]: Penyakit Akibat Kerja di RumahSakit

[cited 2013 juli 30 ].

Available fromURLhttp://duniaperawatdankesehatan.blogspot.com/2012/12/penyakit -akibat-kerja-di-rumahsakit.html 8. Erliana. Hubungan karakteristik Individu dan penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja paving block CV. F. Lhoksumawe tahun 2008. Universitas Sumatera Utara. 2009. 9. Anoymous [online]: Jenis alat pelindung diri di rumah sakit [cited 2013 juli 30 ]. Available fromURL: http://alat2kesehatan.com/jenis-alat-pelindung-diri-di-rumahsakit.php
10. Anoymous [online]. Rambu-rambu Kesehatan Keselamatan Kerja. [cited 2013 juli 24]

Available

from

URL

:http://toyibatul-ilmi.blogspot.com/2012/07/rambu-rambu-

kesehatan-keselamatan-kerja.html 11. Wahyuddin. [online]. Jenis Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja. [cited 2013 Juli 24]. Available from URL :http://abunajmu.wordpress.com/2012/11/13/jenispemeriksaan-kesehatan-tenaga-kerja/
16

17

Anda mungkin juga menyukai