Anda di halaman 1dari 15

BAB I Laporan Kasus

Identitas Pasien Nama : Tn.Z

Jenis kelamin : Laki-laki Usia :72 tahun

Keluhan utama

: mata kanan merah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. :

Riwayat penyakit sekarang

mata kanan merah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. awalnya pasien menggunakan boorwater pada mata. (boorwater berisi asa boric). pasien baru menyadari mata memerah dan nyeri keesokan harinya setelah bangun tidur. Mata berair (+). pasien kemudian berobat ke RSUP.DR.MDjamil Padang.

Pemeriksaan fisik : Status Generalis : Keadaan Umum Nafas Suhu Tekanan Darah : sedang : 20 x /menit : 37 0C : 120/ 80 mmHg

Status Opthalmologi Visus tanpa koreksi Visus dengan koreksi

OD 6/20

OS 5/6

Refleks fundus Silia/supersilia

+ Trikriasis (-), Madarosis (-)

+ Trikriasis (-), Madarosis (-) Edem (-)

Palpebra superior

Edem (+), Erosi (+)

Palpebra inferior Margo palpebra Aparat lakrimalis Konjungtiva

Edem (+) Edem (+) Normal Hiperemis (+), injeksi diliar (+), injeksi konjungtiva (+) putih Erosi (+), ukuran10x6mm Cukup dalam

Edem (-) Edem (-) normal Hiperemis (-), injeksi diliar (-), injeksi konjungtiva (-) putih Bening Cukup dalam

Sklera Kornea Kamera Okuli Anterior Iris Pupil Lensa Korpus vitreus Tekanan bulbus okuli fundus : papil optikus

coklat, rugae (+) Bulat, reflek cahaya (+) Bening sulit dinilai Normal (palpasi) sulit dinilai

Coklat, rugae(+) Bulat, reflek cahaya (+) Bening bening normal (palpasi)

bulat batas, tegas, C/D 0,3-0,4

retina macula

perdarahn-,eksudatrf, fovea+

aa: vv Posisi bola mata Gerakan bulbus okuli Diagnosa kerja Ortho Bebas kesegala arah trauma kimia basa gred II Cendomycetri 2x1 Ulcori 6x1 Pathing Bkom 1x1 EDTA 4x1 Tetrasiklin 4x250 mg

2:3 Ortho Bebas kesegala arah -

BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Anatomi Mata Mata terdiri atas bola mata, rongga orbita, kelopak mata, pembuluh darah dan sistem persarafan. Bola mata berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior sekitar 24 mm. Bagian bola mata paling depan adalah kornea. Bola mata memiliki 2 kelengkungan yang berbeda akibat kornea mempunyai kelengkungan yang lebih tajam.1

Gambar 1. Anatomi Bola Mata

Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan yaitu: 1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan dan memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar disbanding sklera.1
4

2. Uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea dan sklera dibatasi oleh ruang yang potensial dimasuki darah apabila terjadi trauma yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea terdiri atas iris, corpus siliar dan koroid. Corpus siliar yang terletak dibelakang iris menghasilkan humor aqueous.1 3. Retina merupakan lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semi transparan yang terletak paling dalam dan berbatas dengan koroid. Retina terdiri atas 10 lapisan (dari dalam keluar): (1) membran limitans interna; (2) lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju N II; (3) lapisan sel ganglion; (4) lapisan pleksiform dalam yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar; (5) lapisan nukleus dalam badan-badan sel bipolar, amakrin dan horizontal; (6) lapisan pleksiform luar yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel horisontal dengan fotoreseptor; (7) lapisan nukleus luar sel fotoreseptor; (8) membran limitans eksterna; (9) lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut; (10) epitel pigmen retina.2 Kornea atau dalam bahasa latin disebut cornum yang berarti seperti tanduk adalah jaringan transparan pada mata yang tembus cahaya. Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitas dan deturgensinya. Dari anterior ke posterior, kornea terdiri atas 5 lapisan: lapisan epitel (berbatasan langsung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membrane Descemet dan lapisan endotel. Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh darah limbus, humor aqueous dan air mata.1,2 2.2 Definisi Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan penglihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.3 Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun zat basa pH > 7 yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda.3 Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan memakai bahan kimia serta paparan bahan kimia dari alat-alat rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang harus segera dilakukan. 1

2.3 Epidemiologi Berdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami gangguan penglihatan akibat trauma. 75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata, dan sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam penglihatan setiap tahunnya. Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di amerika Serikat menerima pengobatan medis karena trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap tahunnya.2,4 Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena traumamata 4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi bervariasi trauma asam:basa antara 1:1 sampai 1:4. Secara international, 80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan. Menurut United States Eye InjuryRegistry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun.4,5 2.4 Etiopatogenesis Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada wajah. Trauma pada mata yang disebabkan oleh bahan kimia disebabkan oleh 2 macam bahan yaitu bahan kimia yang bersifat asam dan bahan kimia yang bersifat basa. Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai pH > 7.6 2.4.1 Trauma Asam Bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, asam sulfit, asam hidroklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat.6,7 Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.3 Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk
6

insoluble complexes. Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ionfluoride memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala padajantung, pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik.3 Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa. Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bilakonsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.8

Gambar. 2 Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Asam Trauma Basa Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi.3
7

Gambar. 3 Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Basa/Alkali Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis.11 Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.3 Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan pendingin lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan pembersih dalam rumah tangga, soda kuat.6,7

2.5 Diagnosis9,10 Diagnosa pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis dan pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan anamnesa singkat.10 Anamnesis Umumnya pasien datan dengan keluhan ada cairan atau gas yang mengenai mata. Pada anamnesis perlu diketahui : Apa yang terjadi? Kapan kejadiannya? Apa cairan atau penyebab dari trauma? Bagaimana mekanisme bisa terkena mata? Dimana kejadiannya terjadi? Apakah ada saksi? Apakah trauma sudah diirigasi? Berapa lama? Apa terapi yang sudah diberikan? Bagaiamana nyerinya sekarang? Bagaimana efek terhdapa penglihatan?

Gejala : Tanda dan gejala awal dari trauma kimia mata dapat berupa: 1. Nyeri 2. Mata merah 3. Tanda-tanda iritasi 4. Keluarnya air mata yang berlebihan 5. Ketidakmampuan mempertahankan membuka kelopak mata 6. Merasa ada sesuatu pada mata 7. Pembengkakan kelopak mata 8. Penglihatan kabur Manifestasi trauma kimia dengan beberapa derajat keparahan11 Derajat trauma Kerusakan epitel kornea Kerusakan konjungtiva Kerusakan stroma Keterlibatan organ Prognosis
9

Ringan

-Keratitis pungtat superfisial -tidak ada erosi kornea

Sedang menuju berat

Erosi sebagian kornea hingga total

Berat

Erosi kornea total termasuk erosi epitel konjungtiva pada limbus

-epitel konjungtiva masih banyak yang intak -kemosis ringan (edem konjungtiva) -kemosis sedang -iskemia segmental dari pembuluh darah limbus -kemosis berat -iskemia total dari pembuluh darah limbus

kornea Bening

intraokuler Tidak ada

Penyembuhan baik tanpa kehilangan penglihatan

- kekeruhan ringan

Seluruh lapisan keruh (disebut cooked fish eye)

Iritasi ringan pada COA (sedikit eksudat seluler dan protein di COA) -iritasi berat pada COA - kerusakan pada iris, lensa, korpus siliaris, dan sudut kamera okuli anterior

Penyembuhan dengan defek dan penurunan fungsi serta mungkin terjadi simblefaron

- buruk -penyembuhan dengan defek dan penurunan fungsi termasuk kehilangan mata -simblefaron

Grading trauma kimia pada mata3 Grade Waktu Segera I Erosi Hyperemia Kemosis II Erosi III Erosi Nekrosis Kemosis dan merah konjungtiva Kekeruhan kornea Kornea porselen Atrofi iris Eksudat fibrin pada COA
10

IV

putih-

Perubahan pada kedua hari

Regenerasi

Perbaikan sirkulasi Regenerasi

Erosi persisten

yang Segmen t ng

anterior

Ulserasi kornea Vaskularisasi Pembentukan jaringan parut

Proliferasi Ulserasi luas Katarak Glaucoma Pembentukan parut yang difus

Klasifikasi Huges (Trauma Basa)

2.1. Penatalaksanaan9,12,13 2.1.1. Irigasi 1. Irigasi segera sebelum anamnesis dan pemeriksaan lebih lanjut. 2. Tidurkan pasien dan teteskan anestesi topicalseperti proxymetacine 0,5%, benoxinate 0,4% atau amethocaine 1.0% , untuk memudahkan akses dalam pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut 3. Irigasi mata dengan air atau garam fisiologis dengan jumlah yang berlebih. Sekurangnya harus 1 liter per mata atau selama 15-30 menit, terutama pada trauma kimia basa dengan 2 liter larutan garam fisiologis dengan drip set dengan tinggi sekitar 30-80 cm dari mata dengan aliran maksimum untuk memberikan irigasi yang baik. 4. Pastikan tidak ada partikel kimia yang tertinggal dilipatan konjungtiva antara kelopak mata bawah, seluruh konjungtiva dan kelopak mata atas dengan retractor atau spekulum kelopak
11

mata. Partikel bahan kimia harus dihapus dari permukaan mata dengan kapas aplikator berujung dan forsep. 5. Periksa pH dengan kertas lakmus dan hentikan irigasi apabila pH sudah netral sekitar 7,0. Jika kertas lakmus tidak tersedia, lebih baik untuk irigasi jangka waktu lama sampai perkiraan pH menjadi normal. 6. Tutup mata selama 24 jam 2.7.2. Penatalaksanaan selanjutnya 1. Periksa slitlamp, ketejaman penglihatan dan tekanan intraocular(bila IOP meninggi pemberian acetazolamide harus diberikan), ukur pH (dengan kertas lakmus sekitar 7,0) dan grade dari trauma. 2. Jika trauma Grade I atau II berikan kortikosteroid, asam askorbat, dan antibiotic dan lakukan evaluasi setiap harinya sampai perbaikan pada epitel kornea. 3. JIka trauma Grade III atau IV, irigasi harus dilanjutkan dengan menggunakan cairan fosfat seperti Isopto Mx atau Cotico-biciron, dan pasien harus dirawat. 4. Untuk mengurangi inflamasi dan parut, tiap jam tetskan kortikosteroid, asam askorbat dan antibiotic selama 2 minggu 5. Debridemen superficial harus dilakukan pada 2 kali sehari serta dibilas dengan cairan RL. 6. Jika insufisiensi regenerasi limbus tidak terjadi dalam 4 hari, amnion graft harus dilakukan untuk menjaga permukaan kornea dan memperbaiki penyembuhan. 7. Pada Grade IV, tujuan utama pengobatan adalah mencegah penyakit sekunder seperti glaucoma atau ulserasi dengan perforasi

2.2. Komplikasi Komplikasi Jangka Panjang Trauma Kimia 10,14 Glaukoma sudut tertutup Simblefaron Entropion Katarak traumatik Ftisis bola mata Sindroma mata kering
12

2.3. Prognosis Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosa yang buruk. Bentuk paling r t tr u tunju n ng n g r n cooked fish eye n prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.11 Trauma kimia sedang samapai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi inflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder.

13

14

Daftar Pustaka 1. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokter Universitas Indonesia. Jakarta. 2008. 2. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000. 3. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009. 4. Centers for Disease Control and Prevention. Work-related Eye Injuries diunduh pada tanggal 5 November 2013.http://www.c dc.gov/features/dsworkPlaceEye / 5. American Academy of Ophthalmology. 2006. Ocular Trauma Epidemiology andPrevention Ophtalmology, Basic and Cliical Science Course Section 13, p 121-134. 6. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular Complaints. Diunduh tanggal 5 November 2013.http://www.acep.org/content.aspx?id=26712 7. American Academy of Ophthalmology. Chemical Burn. Diunduh pada 5 November 2013. http://www.aao.org/theeyeshaveit/trauma/chemical-burn.cfm 8. Gerhard K. Lang. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd. Stuttgart New York. 2006. 9. Kuhn, Ference. Ocular Trautomology. Springer. Germany: 2008. Hal.489 10. Asbury Taylor, Sanitato James J. Trauma, dalam Vaughan Daniel G, Abury Taylor, Eva Paul Riordan. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. Hal: 372-78. 11. Gerhard K. Lang. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd. Stuttgart New York: 2006. 531 12. Kuhn, Ference dan Dante J.Paramici. Ocular Trauma. Principles and Practice. Thieme. New York: 2002. Hal. 81 13. Webb, Lenox A. Manual of Eye Emergencies, Diagnosis and Management. Butterworthheinemann. New York: 2004. Hal. 112

15

Anda mungkin juga menyukai