Anda di halaman 1dari 23

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat syaraf dan otot. Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha. Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan , dimana masih terjadi di masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Sebagian besar pasien tetanus berusia > 3 tahun dan < 1 minggu. Dari seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya buruk. Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya. Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus). Bagi yang sudah dewasa sebaiknya menerima booster.

B. Tujuan Penulisan Setelah menyusun makalah ini diharapkan pembaca sekalian mengetahui gambaran umum tentang penyakit tetanus dan proses asuhan keperawatannya. C. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian tetanus 2. Apa penyebab tetanus 3. Apa saja tanda dan gejala tetanus 4. Bagaimana patofisologi tetanus 5. Bagaimana manisfestasi klinis tetanus 6. Apa pemeriksaan penunjang pada tetanus 7. Bagaimana penatalaksaan pasien dengan tetanus

8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien tetanus

D. Metode Adapun metode yang penulis gunakan dalam penyusunan materi makalah ini yaitu dari sumber buku dan internet.

BAB II PEMBAHASAN
I. KONSEP MEDIK A. Defenisi Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani, dimanifestasikan dengan kejang otot secara paroksimal dan diikuti kekakuan otot diseluruh badan (Battica Fransiska, 2008). Tetanus adalah gangguan neorologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani (Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam, 2007 oleh fakultas Kedokteran Universitas Indonesia). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Tetanus adalah penyakit infeksi dan gangguan neorologis yang di akibatkan toksin protein tetoonospasmin dari kuman Clostridium Tetani, yang ditandai dengan manisfestasi kliniknya meningkatnya tonus otot dan spasme.

B. Anatomi Dan Fisiologi Persarafan 1. Sistem ventrikular Ventrikel-ventrikel otak adalah ventriculus lateralis, ventriculus tertius, dan ventriculus quartus. Kedua ventriculus lateralis berhubungan dengan ventriculus tertius melalui foramen interventriculare(Monro). Ventriculus tertius dihubungkan dengan ventriculus quartus oleh aquedductus cerebri (aqueductus sylvii). Selanjutnya, venticulus quartus berlanjut menjadi canalis centralis medulla spinalis yang sempit dan dihubungkan dengan ruang subarakhnoid melalui tiga buah foramina pada atapnya. Canalis centralis mempunyai pelebaran kecil pada ujung inferiornya yang disebut sebagai ventriculus terminalis. Ventrikel-ventrikel tersebut berkembang dari rongga tubulus neuralis. Seluruh ventrikel dilapisi oleh ependima dan berisi cairan serebrospinal. a. Ventriculus lateralis Ada dua buah venticulus lateralis dan masing-masing terdapat di dalam setiap hemispherium cerebri. Venticulus secara kasar merupakan suatu rongga berbentuk huruf C dan dapat dibagi menjadi corpus yang menempati lobus parientalis; dan dari corpus ini, cornu anterius membentang ke dalam lobus frontalis, cornu posterius ke

dalam lobus occipitalis, dan cornu inferius ke dalam lobus temporalis. Venticulus lateralis berhubungkan dengan rongga venticulus tertius melalui foramen

interventriculare. Apertura ini terletak di bagian anterior dinding medial ventrikel bagian anteriornya dibatasi oleh columna anterior fornicis, sedangkan bagian posterior dibatasi oleh ujung anterior talamus. Corpus venticulus lateralis meluas ke posterior dari foramen interventriculare sampai ujung posterior talamus. Di sini, corpus venticulus lateralis memiliki atap, lantai, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh permukaan bawah corpus callosum. Lantai atau dibentuk oleh corpus nucleus caudatus dan margo lateralis thalamus. Bagian medial permukaan superior talamus ditutupi oleh corpus fornicis. Plexus choroideus venticulus lateralis menonjol ke dalam corpus venticulus melalui celah sempit diantara corpus fornicis dan permukaan superior talamus. Celah sempit ini dikenal sebagai fissura choroidea; melalui celah ini pembuluh darah pleksus

menginvaginasikan pis mater tela choroidea dan ependima ventriculus lateralis. Dinding medial dibentuk di sebelah anterior oleh septum pellucidum; di posterior, atap dan lantai bertemu di dinding medial. Cornu anterius ventriculi lateralis meluas ke depan ke dalam lobus frontalis. Ke arah posterior berlanjut dengan corpus venticulus pada foramen interventriculare. Cornu anterius mempunyai atap, lantai, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh permukaan bawah pars anterior corpus callosum; genu corporis callosi membatasi cornu anterius di anterior. Lantai dibentuk oleh caput nuclei caudati yang bulat, dan di sebelah medial sebagaian kecil dibentuk oleh permukaan superior rostrum corporis callosi. Dinding pellucidum dan columna anterior fornicis. Cornu posterius venticulus lateralis meluas ke posterior ke dalam lobus occipitalis. Atap dan dinding lateral dibentuk oleh serabut-serabut tapetum corporis callosi. Disebelah lateral tapetum terdapat serabut-serabut radiotio optica. Dinding medial cornu posterior memiliki dua buah tonjolan. Tonjolan superior disebabkan oleh serabut-serabut splenium corporis callosi disebut forceps major yang berjalan ke posterior menuju lobus occipitalis; tonjolan superior ini disebut bulbus cornus posterior. Tonjolan inferior dibentuk oleh sulcus calcarinus dan disebut calcar avis. Cornu inferius ventriculi lateralis meluas ke anterior ke dalam lobus temporalis. Cornu inferius memiliki atap dan lantai.

Atap dibentuk oleh permukaan inferior tapetum corporis callosi dan oleh cauda nuclei caudati. Cauda nuclei caudati berjalan ke anterior dan berakhir pada nucleus amygdale. Di sebelah medial cauda nuclei caudati terdapat stria terminalis yang juga berakhir di anterior pada nucleus amygdalae. Lantai bagian lateral dibentuk oleh eminetia collateralis yang dibentuk oleh fissura collateral, dan disebelah medial oleh hippocampus. Ujung anterior hippocampus diperluas dan sedikit beralur untuk membentuk pes hippocampi. Hippocampus terdiri dari substantia grisea; namun, permukaan ventrikular

hippocampus diliputi oleh selapis tipis substantia alba yang disebut alveus, yang terbentuk dari akson sel-sel hippocampus. Akson-akson ini berkumpul di pinggir medial hippocampus untuk membentuk berkas yang disebut fimbria. Fimbria hippocampi bersambung di bagian posterior dengan columna posterior fornicis. Pada celah antara stria terminalis dan fimbria terdapat bagian temporal fissura choroidea. Di daerah ini, bagian bawah plexus choroideus venticulus lateralis menginvaginasi ependima dari sisi medial dan menutup fissura.

b. Plexus choroideus ventriculus lateralis Plexus choroideus menonjol ke dalam ventrikel pada aspek medialnya dan merupakan daerah tepi vaskular yang terdiri dari pia mater yang diliputi oleh lapisan ependima cavitas ventriculus. Pada kenyataannya, plexus choroideus merupakan tepi lateral tela choroidea yang iregular, yaitu lipatan pia mater berlapis ganda yang terletak di antara fornix di superior dan permukaan atas talamus. Pada pertemuan antara corpus dan cornu inferius dan menonjol melalui fissura choroidea. Fungsi plexus choroideus adalah menghasilkan cairan serebrospinal.

c. Ventriculus tertius Venticulus tertius adalah celah sempit di antara kedua talamus. Di anterior, ventrikel ini berhubungan dengan venticulus lateralis melalui foramen interventrikulare (Monro), sedangkan di posterior berhubungan dengan venticulus quartus melalui aqueductus cerebri (Sylvii).

d. Plexus choroideus venticulus tertius Plexus choroideus dibentuk oleh tela choroidea yang terletak diatas atap ventrikel. Tela choroidea yang bersifat vaskular menonjol ke bawah di setiap sisi garis 5

tengah, menginvaginasi atap ependima ventrikel. Kedua rigi atau jumbai vaskular yang tergantung dari atap venticulus tertius membentuk plexus choroideus. Fungsi plexus choroideus adalah membentuk cairan serebrospinal. Suplai darah ke tela choroidea serta plexus choroideus venticulus tertius dan lateralis berasal dari ramus choroideus arteria carotis interna dan arteria basilaris. Darah vena mengalir ke dalam venae internae cerebri, yang bergabung membentuk vena magna cerebri. Vena magna cerebri bergabung dengan sinus sagittalis inferior untuk membentuk sinus rectus.

e. Aqueductus cerebri (Aqueductus Sylvii) Aqueductus cerebri adalah sebuah kanal sempit berukuran panjang sekitar inci (1,8 cm) yang menghubungkan ventriculus tertius dengan venticulus quartus. Kanal ini dilapisi oleh epindima dan dikelilingi oleh selapis substantia grisea yang disebut grisea centralis. Arah aliran cairan serebrospinal adalah dari ventriculus tertius menuju venticulus quartus. Tidak ada plexus choroideus di dalam aqueductus cerebri.

f.

Venticulus quartus Venticulus quartus merupakan rongga berbentuk tenda yang berisi cairan serebrospinal. Ventrikel ini terletak di anterior cerebellum dan di posterior pons serta setengah bagian atas medulla oblongata. Rongga ini dilapisi oleh ependima dan ke atas berlanjut pada aqueductus cerebri di mesencepalon serta ke bawah pada canalus centralis di dalam medulla oblongata dan medula spinalis. Ventriculus quartus memiliki batas lateral, atap, dan lantai yang berbentuk jajaran genjang.

g. Batas-batas lateral Bagian kaudal masing-masing batas lateral dibentuk oleh cerebellaris inferior. Bagian cranial setiap batas lateral dibentuk oleh pendunculus cerebellaris superior.

h. Atap atau dinding posterior Atap berbentuk seperti tenda menonjol ke dalam cerebellum. Bagian superior dibentuk oleh pinggir medial kedua pedunculus cerebellaris superior dan sebuah lembar penghubung substantia alba yang disebut velum medullare superius. Bagian inferior atap dibentuk oleh velum medullare inferius yang terdiri dari lembaran jaringan 6

tipis tanpa saraf dan dibentuk oleh ependima venticulus serta bagian posteriornya dilapisi oleh pia mater. Bagian atap ini ditembus di garis tengah oleh aperture besar, aperture mediana atau foramen magendie. Recessus lateralis meluas ke lateral di sepanjang pinggir medulla oblongata dan terbuka ke anterior sebagai apertura

lateralis venticulus quartus, atau foramina Luschka. Dengan demikian, cavitas venticulus quartus berhubungan dengan ruang subarakhnoid melalui sebuah apertura mediana dan dua apertura lateralis. Apertura yang penting ini memungkinkan aliran cairan serebrospinal dari sistem ventrikular masuk ke dalam ruang subarakhnoid.

i.

Lantai atau fossa rhomboidea Lantai yang berbentuk wajik dibentuk oleh permukaan posterior pons dan setengah bagian kranial medulla oblongata. Lanati terbagi menjadi dua bagian yang simetris oleh sulcus medianus. Pada masing-masing sisi sulcus, terdapat elevasi yang disebut eminentia mediana yang berada disebelah lateral dan dibatasi oleh sulcus lain, yaitu sulcus limitans. Di sebelah lateral sulcus limitans terdapat daerah yang dikenal sebagai area vestibularis. Nuclei vestibulares terletak di bawah area vestibularis. Colliculus facialis merupakan tonjolan kecil diujung inferior eminentia mediana yang dibentuk oleh serabut-serabut dari nucleus motorius nervus facialis yang berbelok di atas nucleus abducens. Diujung superior sulcus limitans terdapat area yang berwarna abu-abu kebiruan yang dibentuk oleh kelompok saraf yang mengandung pigmen melanin; kelompok sel ini disebut substantia ferruginea. Pita serabut-serabut saraf disebut striae medullares yang berasal dari nuclei arcuatus muncul dari sulcus medianus serta berjalan ke lateral di atas eminentia mediana dan area vestibularis, kemudian masuk ke pedunculus cerebellaris inferior untuk mencapai cerebellum. Di inferior stria medullaris dapat ditemui struktur-struktur berikut pada lantai venticulus. Struktur yang paling medial adalah trigonum nervi hypoglossi yang menunjukkan posisi nucleus hypoglossus yang ada di bawahnya. Di sebelah lateral trigonum ini terdapat trigonum nervi vagi dan di bawahnya terletak nucleus motorius dorsalis nervus vagus. Area postrema merupakan area sempit di antara trigonum nervi vagi dan pinggir lateral venticulus, tepat rostral tehadap pintu masuk ke dalam canalis centralis. Bagian inferior area vestibularis juga terletak di lateral trigonum nervi vagi. 7

j.

Plexus choroideus ventriculus quartus Plexus choroideus berbentu huruf T; bagian vertikal huruf T ada dua. Plexus bergantung pada setengah bagian inferior atap ventrikel dan terbentuk dari tela choroidea yang vaskularisasinya sangat jelas. Tela choroidea adalah lipatan dualapis pia mater yang menonjol melalui atap ventrikel dan diliputi oleh ependima. Pembuluh darah yang menuju pleksus berasal dari arteria inferior posterior cerebelli. Fungsi plexus choroideus adalah menghasilkan cairan serebrospinal.

k. Canalis centralis medulla spinalis dan medulla oblongata Di superior, canalis centralis terbuka ke dalam ventriculus quartus. Di inferior, canalis centralis terbentang melalui setengah bagian inferior medulla oblongata dan sepanjang medulla spinalis. Di conus medullaris medulla spinalis, canalis centralis meluas untuk membentuk ventriculus terminalis. Canalis centralis tertutup pada ujung bawahnya, berisi cairan serebrospinal, dan dilapisi oleh ependima. Canalis centralis dikelilingi oleh substantia grisea yang disebut commissura grisea. Tidak ada plexus choroideus di dalam canalis centralis.

l.

Ruang subarakhnoid Ruang subarakhoid adalah ruangan di antara arachnoidea mater dan pia mater sehingga ditemukan ditempat meninges membungkus otak dan medulla spinalis. Ruangan ini berisi cairan serebrospinal dan pembuluh-pembuluh darah besar pada otak. Ruangan ini dilintasi oleh jaringan trabekula halus yang dibentuk oleh jaringan ikat yang halus. Ruang subarakhnoid mengelilingi seluruh otak dan membentang sepanjang nervus olfactorius hingga mukaperiosteum hidung. Ruang subarakhnoid ini juga terbentang di sepanjang pembuluh-pembuluh darah serebri saat pembuluh darah tersebut masuk, meninggalkan jaringan otak, kemudian berakhir ketika pembuluh darah itu menjadi arteriola atau venula. Pada keadaan tertentu di sekitar dasar otak, arachnoidea mater tidak berada dekat dengan permukaan otak sehingga ruang subarakhnoid meluas dan membentuk cisterna subarakhnoidea. Cisterna cerebellomedullaris, cisterna pontis, dan cisterna interpeduncularis yang merupakan cisterna terbesar.

Di inferior, ruang subarakhnoid membentang melewati ujung bawah medulla spinalis dan di dalamnya terdapat cauda equina. Di bawah, ruang subarakhnoid berakhir setinggi celah antara vertebra sacralis II dan III. Ruang subarakhnoid mengelilingi saraf kranial dan saraf spinalis serta mengikuti sampai titik saraf-saraf tersebut meninggalkan kranium dan canalis vertebralis. Disini, arachnoidea mater dan pia mater menyatu dengan perineurium masing-masing saraf.

2. CAIRAN SEREBROSPINAL Cairan serebrospinal terdapat di dalam ventrikel otak serta di ruang subarakhnoid di sekeliling otak dan medula spinalis. Cairan ini jernih dan tidak berwarna; mengandung larutan garam-garam anorganik yang sama dengan yang terdapat dalam plasma darah. Kadar glukosa kira-kira setengah kadar glukosa yang ada di dalam darah dan hanya terdapat sedikit protein. Hanya terdapat sedikit sel dan sel-sel tersebut adalah limfosit. Jumlah limfosit normal adalah 0 sampai 3 sel per milimeter kubik. Tekanan cairan serebrospinal dipertahankan konstan. Pada posisi dekubitus lateral, tekanan yang diukur saat pungsi lumbal berkisar antara 60 dan 150 mm air. Tekanan ini dapat meningkat karena regangan, batuk, atau tekanan pada vena jugularis interna di daerah leher. Volume total cairan serebrospinal di dalam ruang subarakhnoid dan di dalam ventrikel adalah sekitar 130 ml. Tabel 1 meringkas serebrospinal. Tabel 1 Penampilan Volume Kecepatan produksi Tekana (pungsi lumbal dengan posisi pasien dekubitus lateral) komposisi Protein Glukosa Klorida Jumlah sel 15-45 mg/100 mL 50-85 mg/100 mL 720-750 mg/100 mL 0-3 limfosit/ mm3 Karekteristik Fisik dan Komposisi Cairan Serebrospinal Jernih dan tidak berwarna 130 mL 0,5 mL/menit 60-150 mm air karakteristik fisik dan komposisi cairan

a. Fungsi Cairan serebrospinal yang membasahi permukaan internal dan eksternal otak serta medulla spinalis-berfungsi sebagai bantalan antara susunan saraf pusat dan tulang-tulang yang mengelilinginya. Oleh karena itu, cairan ini melindungi otak dari trauma mekanik. Cairan ini memberikan daya apung mekanik dan menyangga otak karena densitas otak hanya sedikit lebih besar daripada densitas cairan serebrospinal. Hubungan erat cairan serebrospinal dengan jaringan saraf dan darah memungkinkan cairan tersebut berperan sebagai tempat penampungan dan membantu regulasi isi kranium. Misalnya, jika volume otak atau volume darah meningkat, volume cairan serebrospinal berkurang. Cairan ini mungkin berperan aktif dalam pemberian nutrisi kepada jaringan saraf karena cairan serebrospinal merupakan substrat fisiologis yang ideal; serta cairan ini juga mengangkut zat-zat hasil metabolisme neuron. Kemungkinan sekret glandula pinealis juga memengaruhi aktivitas kelenjar hipofisis dengan cara bersirkulasi melalui cairan serebrospinal di dalam ventriculuc tertius. Kotak 1 meringkas fungsi-fungsi cairan serebrospinal. Kotak 1 Fungsi Cairan Serebrospinal

1. Sebagai bantalan dan pelindung susunan saraf pusat dari trauma. 2. Memberikan daya apung mekanik dan menyangga otak. 3. Berfungsi sebagai tempat penampungan dan membantu regulasi isi kranium. 4. Memberi nutrisi untuk susunan saraf. 5. Mengangkut zat-zat metabolit dari susunan saraf pusat. 6. Berfungsi sebagai lintasan sekret glandula pinealis untuk mencapai kelenjar hipofisis.

b. Produksi Cairan serebrospinal terutama dihasilkan di dalam plexus choroideus pada ventriculuc lateralis, ventriculus tertius, dan ventriculus quartus; sebagian kecil berasal dari sel ependima yang melapisi ventrikel dan dari jaringan otak melalui ruang perivaskular. Plexus choroideus memiliki permukaan yang berlipat-lipat dan masing-masing lipatan terdiri dari jaringan ikat vaskular sebagai intinya yang dibungkus oleh epitel ependim yang berbentuk kubus. Pada pemeriksaan sel epitel dengan mikroskop 10

elektron, diketahui bahwa permukaan bebas sel ditutupi oleh mikrovili. Darah yang terdapat di dalam kapiler dipisahkan dari lumen ventrikel oleh endotel, membran basalis, dan epitel permukaan. Sel-sel epitel berpori dan permeabel terhadap molekul yang besar. Plexus choroideus secara aktif mensekresi cairan serebrospinal dan pada saat yang sama plexus ini mengangkut zat-zat metabolit susunan saraf pusat secara aktif dari cairan serebrospinal ke dalam darah. Transpor aktif ini juga menjelaskan mengapa kadar kalium, kalsium, magnesium, bikarbonat, dan glukosa di dalam cairan serebrospinal lebih rendah daripada kadarnya di dalam plasma darah. Cairan serebrospinal diproduksi terus-menerus dengan kecepatan 0,5 ml per menit dan volume total sekitar 130 ml; hal ini dicapai dalam waktu sekitar 5 jam.

c. Sirkulasi Sirkulasi dimulai dengan sekresi cairan serebrospinal dari plexus choroideus di dalam ventrikel dan produksinya dari permukaan otak. Cairan mengalir dari ventriculus lateralis ke dalam ventriculus tertius melalui foramen interventriculare. Selanjutnya, cairan mengalir ke dalam ventriculus quartus melalui aqueductus cerebri. Sirkulasi dibantu oleh pulsasi arteri pada plexus choroideus dan silia sel-sel ependimal yang melapisi ventrikel. Dari ventruculus quartus, cairan berjalan melalui apertura mediana dan foramen lateralis di recessus lateralis ventriculi quarti, kemudian masuk ke ruang subarakhnoid. Cairan perlahan-lahan bergerak melalui cisterna cerebellomedullaris dan cisterna pontis, lalu mengalir ke superior melalui incisura tentorii dari tentorium cerebelli untuk mencapai permukaan inferior cerebri. Selanjutnya, cairan

serebrospinal berjalan ke atas melalui aspek lateral masing-masing hemispherium cerebri. Sebagian cairan serebrospinal berjalan ke inferior di dalam ruang subarakhnoid di sekeliling medulla spinalis dan cauda equina. Denyut arteri serebri dan spinalis serta gerakan-gerakan columna vertebralis, pernapasan, batuk, dan perubahan posisi tubuh akan memfasilitasi aliran cairan secara bertahap. Cairan serebrospinal tidak hanya membasahi permukaan ependima serta pia mater otak dan medulla spinalis, tetapi juga berpenetrasi ke dalam jaringan saraf di sepanjang pembuluh darah.

11

d. Absorpsi Tempat utama untuk absorpsi cairan serebrospinal adalah villi arachnoidales yang menonjol ke dalam sinus venosus duramatris, terutama sinus sagittalis superior. Villi arachnoidales cenderung berkelompok untuk membentuk elevasi yang dikenal sebagai granulationes arachnoideae. Secara struktural, masing-masing villus arachnoidale merupakan sebuah diventriculum spatii subarachnoidei yang menembus dura mater. Divertriculum arachnoidea ditudungi oleh selapis sel tipis, yang selanjutnya akan ditutupi oleh endotelium sinus venosus. Pertambahan jumlah dan ukuran granulationes arachnoideae seiring dengan pertambahan usia dan cenderung mengalami kalsifikasi pada usia tua. Absorpsi cairan serebrospinal ke dalam sinus venosus terjadi bila tekanan cairan serebrospinal lebih besar daripada tekanan di dalam sinus. Pemeriksaan dengan mikroskop elektron pada villi arachnoidales menunjukkan bahwa tubulustubulus halus yang dilapisi oleh endotel memungkinkan aliran cairan langsung di ruang subarakhnoid di dalam lumen sinus venosus. Jika tekanan di dalam vena meningkat dan melebihi tekanan cairan serebrospinal, kompresi pada ujung-ujung villi akan menutup tubulus dan mencegah refluks darah ke dalam ruang subarakhnoid. Villi arachnoidales berfungsi sebagai katup. Sebagian cairan serebrospinal kemungkinan diabsorpsi langsung ke dalam vena di dalam ruang subarakhnoid dan sebagian lagi mungkin keluar melalui pembuluh limfe perineural saraf kranial dan saraf spinal. Oleh karena cairan sereberospinal dari plexus choroidalis diproduksi secara konstan, kecepatan absorpsi cairan serebrospinal melalui villi choroidales mengontrol tekanan cairan serebrospinal.

e. Peluasan Ruang Subarakhnoid Selaput ruang subarakhnoid membentang di sekeliling nervus opticus ke belakang bola mata. Di sini, aracnoidea mater dan pia mater menyatu dengan sklera. Arteria dan vena centralis retinae menyilang selubung ini sebelum masuk ke dalam nervus opticus, dan pembuluh darah tersebut dapat mengalami kompresi pada peningkatan tekanan cairan serebrospinal. Ruang subarakhnoid juga sedikit meluas di sekeliling saraf kranial dan saraf spinal lain. Di tempat ini dapat terjadi hubungan antara subarakhnoid dan pembuluh limfe perineural. 12

Ruang subarakhnoid juga meluas di sekeliling arteri dan vena-vena otak serta medulla spinalis di tempat masuknya ke dalam jaringan saraf. Akan tetapi, pia mater segera bergabung dengan selubung luar pembuluh darah di bawah permukaan otak dan medulla spinalis sehingga menutup ruang subarakhnoid.

3. SAWAR DARAH-OTAK DAN SAWAR DARAH-CAIRAN SEREBROSPINAL Susunan saraf pusat memerlukan lingkungan yang sangat stabil untuk dapat berfungsi secara normal. Stabilitas ini diperoleh dengan memisahkan susunan saraf dari darah dengan adanya sawar darah-otak dan sawar darah-cairan serebrospinal.

4. SAWAR DARAH-OTAK Percobaan yang dilakukan oleh Paul Ehrlich pada tahun 1882 memperlihatkan bahwa apabila hewan-hewan percobaan yang hidup disuntikkan zat pewarna vital secara intravena, seperti trypan-blue, terjadi pewarnaan seluruh jaringan tubuh kecuali otak dan medulla spinalis. Selanjutnya, percobaan ini juga menunjukkan bahwa walaupun sebagian besar otak tidak terwarnai setelah penyuntikkan trypan blue secara intravena, ternyata area-area berikut ini ikut terwarnai: glandula pinealis, lobus posterior glandula pituitaria, tuber cinereum, dinding recessur opticus, dan area vaskular postrema du ujung bawah ventriculus quartus. Observasi-observasi ini mengarah pada konsep sawar darah-otak (sebenarnya istilah yang paling tepat adalah sawar darahotak-medulla spinalis). Permeabilitas sawar darah-otak berbanding terbalik dengan ukuran molekul dan berhubungan langsung dengan sifat kelarutan lemak. Gas dan air lebih mudah melintasi sawar, sedangkan glukosa dan elektrolit lebih lambat melewati sawar. Sawar hampir impermeabel terhadap protein plasma dan molekul organik lain yang lebih besar. Senyawa dengan berat molekul sekitar 60.000 atau lebih tetap berada di dalam sirkulasi darah. Hal ini dapat menjelaskan mengapa zat warna trypan blue-yang cepat terikat dengan albumin protein plasma-tidak masuk ke dalam jaringan saraf di sebagian besar otak pada percobaan-percobaan sebelumnya. Struktur Percobaan susunan saraf pusat dengan mikrograf elektron memperlihatkan bahwa lumen kapiler darah dipisahkan dari ekstraselulae di sekitar neuron dan neuroglia oleh struktur-struktur berikut: (1)sel-sel endotel di dalam dinding kapiler, (2) membrana 13

basalis utuh yang melingkari kapiler di luar sel-sel endotel, dan (3) processus-processus kaki astrosit yang melekat pada permukaan luar dinding kapiler. Penggunaan marker padat elektron (elektron-dense marker) seperti lanthanum dan horseradish peroxidase (Brightman dan Reese, 1969) menunjukkan bahwa zat-zat tersebut tidak berpenetrasi melalui celah antar sel-sel endotel kapiler karena terdapat taut kedap yang membentuk sabuk di sekeliling sel. Ketika marker padat dimasukkan ke dalam ruang ekstraseluler neuropil, zat-zat tersebut melintasi celah antar processusprocessus kaki perivaskuler astrosit hingga mencapai endotel yang melapisi kapiler. Berdasarkan bukti ini, sekarang diketahui bahwa taut kedap di antara sel yang berdekatan atau antara astrosit yang berdekatan sehingga ruang ekstraseluler jaringan saraf hampir berhubungan langsung dengan ruang subarakhnoid. Perpanjangan ruang subarakhnoid ke dalam jaringan susunan saraf pusat segera berakhir di bawah permukaan otak, yaitu tempat terjadinya fusi antara selubung luar pembuluh darah dengan pia yang menutupi jaringan saraf. Permukaan ventrikel otak diliputi oleh sel-sel ependim kolumnar dengan taut kedap setempat. Terdapat saluran-saluran interseluler yang memungkinkan komunikasi bebas antara rongga ventrikel dengan ruang ekstraseluler neuron. Ependima tidak memiliki membrana basalis dan tidak terdapat processus kaki artrosit khusus karena sel-sel neurolglia tersusun longgar.

5. FUNGSI

PENTING

SAWAR

DARAH-OTAK

DAN

SAWAR

DARAH-CAIRAN

SEREBROSPINAL Dalam keadaan normal, kedua sawar impermeabel yang penting ini melindungan otak dan medulla spinalis dari zat-zat yang yang berpotensi membahayakan tetapi memungkinkan gas dan nutrisi lain masuk ke dalam jaringan saraf.

C. Etiologi Clostridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya tetanus ini terutama oleh Clostridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah. Factor predisposisi: Umur tua atau anak-anak. 14

Faktor presipitasi: 1. Luka tusuk yang dalam misalnya luka yang disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak. 2. Belum terimunisasi.

D. Patofisiologi Biasanya penyakit ini terjadi setelah luka tusuk yang dalam misalnya luka yang disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, karena luka tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka laserasi yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat luka bakar dan patah tulang yang terbuka juga akan mengakibatkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan clostridium tetani. Tetanus terjadi sesudah pemasukan spora yang sedang tumbuh, memperbanyak diri dan mneghasilkan toksin tetanus pada potensial oksidasi-reduksi rendah (Eh) tempat jejas yang terinfeksi. Plasmid membawa gena toksin.Toksin yang dilepas bersama sel bakteri sel vegetative yang mati dan selanjutnya lisis.Toksin tetanus (dan toksin batolinium) di gabung oleh ikatan disulfit. Toksin tetanus melekat pada sambungan neuromuscular dan kemudian diendositosis oleh saraf motoris,sesudah ia mengalami pengangkutan akson retrograt kesitoplasminmotoneuron-alfa. Toksin keluar motoneuron ke dalam medulla spinalis dan selanjutnya masuk ke interneuron menghambat spinal. Dimana toksi ini menghalangi pelepasan neurotransmitter .toksin tetanus dengan demikian meblokade hambatan normal otot antagonis yang merupakan dasar gerakan yang disengaja yang di koordinasi, akibatnya otot yang terkena mempertahankan kontraksi maksimalnya, system saraf otonom juga dibuat tidak stabil pada tetanus. Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat

diionisasi.Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sumsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan.Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari. 15

E. Manifestasi Klinis Masa inkubasi clostridium tetani adalah 4-21 hari.Semakin lama masa inkubasi,maka prognosisnya semakin baik.Masa inkubasi tergantung dari jumlah bakteri,virulensi,dan jarak tempat masuknya kuman (port dentre) dengan SPP, maka prognosisnya akan semakin serius dan semakin jelek.Misalnya,luka di telapak kaki dan leher bila sama-sama terserang basil tetanus,yang lebih baik prognosisnya adalah luka yang di kaki. Umumnya penyakit tetanus mudah menyerang pada mereka yang belum pernah menerima vaksinasi tetanus atau pada mereka yang pernah mendapatkan vaksinasi namun lebih dari 10 tahun yang lalu. Pasien yang terkena penyakit tetanus harus dirawat di Rumah Sakit untuk mendapatkan perawatan yang intensif. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan : a. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris. b. Kaku kuduk sampai opistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki). c. Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dari abdomen akut). d. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat kornu anterior. e. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi). f. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering merupakan gejala dini. g. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan ektensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermiten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramuscular karena kontaraksi yang kuat. h. Afaksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernafasan dan laring. Retensi urin dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktura kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat. i. j. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.

16

F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang. 2. Pemeriksaan laboratium: a. Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L b. Kadang-kadang terjadi peningkatan TIK. c. Pada pemeriksaan bakteriologis (kultur jaringan) di daerah luka ditemukan Clostridium tetani. d. Liquor Cerebri normal e. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium. f. Analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan.

3. Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler.

G. Penatalaksanaan Medis 1. Tindakan pencegahan Tindakan pencegahanyang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: a. Imunisasi aktif dengan pendirian DPT, booster dose (untuk balita). Jika terjadi luka lagi, booster ulang. b. Imunisasi pasif, pemberian ATS profilaksis 1500-4500 UI (dapat bertahan 7-10 hari). Pemberian imunisasi ini sering menyebabkan syok anafilaksis sehingga dilakukan skin test terlebih dahulu. Jika pada lokasi skin test tidak terjadi kemerahan, gatal, dan pembengkakan maka imunisasi dapat diinjeksikan, anak-anak diberikan setengah dosis (750-1250 UI). HyperTet 250 UI dan dosis untuk anak-anak diberikan setengahnya (125 UI) bila tidak tahan ATS. c. Pencegahan pada luka, toiletasi (pembersihan luka) memakai perhidrol (hidrogen peroksida-H2O2), debridement, bilas dengan NaCl, dan jahit. d. Injeksi penisilin (terhadap hasil anaerob dan basil simbiosis). 2. Rincian Terapi a. Untuk menetralisi toksin, berikan ATS secara IV 100.000-200.000 UI atau HyperTet 3000-6000 UI. b. Di sekitar luka berikan ATS 10.000 UI secara IM c. Setiap hari berikan ATS 10.000 UI secara IM di derah gluteal sampai gejala hilang. d. Untuk membunuh basil di tempat luka , injeksikan penisilin 10 20 juta UI secara Iv. e. Untuk mengurangi stimulus, isolasi klien di tempat tenang dan tertutup : berikan obat obatan sedative : Lumina , Largaktil , Lytiskoksiil ( campuran Phenergan , 17

Phenitidin/Luminal IV ; umtuk anak anak obat obatan tersebut tidak boleh dicampur , karena terjadi koagulasi. Jadi pemberian injeksi dilakukan secara terpisah.. f. Untuk menghilangkan gejala kejang , berikan muscle relaxan , injeksi Valium 10 mg IV setiap hari sampai kejang hilang. Jika terjadi kejang hebat , diberikan kurare untuk melumpuhkan otot otot kejang. g. Luka luka terbuka pada tetanus boleh dilakukan debrimen satu jam setelah seroterapi ( suntikan ATS ) dengan anestesi pentotal , dibersihkan dengan Perhidrol , luka tetap dibiarkan terbuka dan jangan dibalut agar keadaan luka tetap aerob. h. Pemberian makanan dngan NGT. i. j. Jika perlu pada saat sesak lalkukan trakeostomi. Pasang kateter Dower.

3. Pembedahan a. Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas. b. Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.

H. Komplikasi 1. Pada saluran pernapasan . Oleh karena spasme otot otot pernapasan dan otot laring dan seringnya kejang menyebabkan terjadinya aspfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva serta sukarnya menelan air liur dan makanan/minuman sehingga terjadi aspirasi pneumonia. Atelektasis akibat obstruksi oleh sekret. Pneumothoraks dan mediastinal empisema biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi. 2. Pada kardiovaskuler. Komplikasi berupa aktivitas simpatis ynag meningkat antara lain berupa takikardia, hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium. 3. Pada tulang dan otot. Pada otot karena spasme yang berkepanjangan dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan dalam otot. 4. Laserasi lidah akibat kejang. Dekubitus karena penderita berbaring lama dalam satu posisi saja. Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. 5. Penyebab kematian penderita tetanus adalah akibat komplikasi Bronkopneumonia; cardiac arrest; septisemia dan pneumothoraks.

18

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Pengkajian berdasarkan pola Gordon: 1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan a. Keluhan utama: Yang sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran. b. Riwayat penyakit saat ini: Faktor riwayat penyakit sangat penting di ketahui karena untuk mengetahui predisposisi penyebab sumber luka. Disini harus di tanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk di lakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang telah di berikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. c. Riwayat penyakit dahulu Pengkajian penyakit yang pernah di alami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami tubuh terluka dan luka tusuk yang dalam misalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang menjadi kotor; karena terjatuh di tempat yang kotor dan terluka atau kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran juga luka bakar dan patah tulang terbuka. Adakah porte dentre lainnya seperti luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah dan gigi berlubang di koreng dengan benda yang kotor. 2. Pola nutrisi dan metabolic Pasien mengalami kesulitan menelan akibat terjadinya spasme otot pada daerah mulut, lidah dan faring. Serta pasien mengalami konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus. 3. Pola aktivitas dan latihan Pasien tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasanya akibat adanya kekakuan otot. 4. Pola tidur dan istirahat Pasien dapat mengalami susah tidur akibat gelisah dan dapat pula timbul rasa nyeri kepala, nyeri anggota badan sering merupakan gejala dini. Pasien juga akan mengalami sesak yang dapat mengganggu pola tidur pasien. 19

2. Diagnosis keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sputum dalam jumlah yang berlebihan. 2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan disfungsi neuromuskular. 3. Hipertermia berhubungan dengan penyakit. 4. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neuromuscular.. 5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan..

3. Intervensi 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sputum dalam jumlah yang berlebihan. Noc: pembersihan jalan napas efektif. Nic: a. Kaji status pernapasan meliputi: frekuensi, kedalaman, dan upaya pernpasan. R/: Memantau keefektifan jalan napas. b. Kaji keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain. R/: Memantau pemenuhan oksigen secara optimal. c. Lakukan teknik pengisapan secret pada jalan napas dengan hati-hati. R/: Membersihkan jalan napas dari penumpukan secret dan secara hati-hati untuk mengurangi rangsangan yang menyebabkan kejang. d. Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam untuk memudahkan pengeluaran secret. R/: Membantu dalam mengeluarkan secret. e. Berikan udara/oksigen yang telah dihumidifikassi (dilembapkan) sesuai dengan kebijakan institusi. R/: Memenuhi suplay oksigen yang dibutuhkan. f. Lakukan atau bantu dalam terapi aerosol, nebulizer ultrasonic, dan perawatan paru lainnya sesuai kebijakan dan protokol institusi. R/: Memudahkan pengeluaran secret dari jalan napas.

20

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan disfungsi neuromuskular. Noc: pola nafas efektif Nic: a. Pantau tanda-tanda vital pasien. Terutama pernapasan (kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernapasan). R/: Indikasi adanya penyimpangan atau kelainan dari pernapasan. b. Pantau adanya pucat atau sianosis. R/: Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan suplay O2 pada jaringan tubuh perifer. c. Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan pernapasan, seperti posisi semi fowler. R/: Meingkatkan luas lapang paru. Jalan napas yang longgar dan tidak ada sumbatan membuat proses respirasi dapat berjalan dengan lancer. d. Intruksikan kepada keluarga bahwa tidak boleh merokok di dalam ruangan. R/: Mencegah pasien menjadi tambah sesak akibat asap dari rokok tersebut. e. Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah. R/: Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat mengakibatkan terjadinya asidosis respiratory. f. Berikan obat (mis: bronkodilator) sesuai dengan program atau protocol. R/: Dilatasi bronkus.

3. Hipertermia berhubungan dengan penyakit. Noc: suhu tubuh normal (36,5-37,5oC) Nic: a. Pantau suhu tubuh pasien. R/: Suhu 38,9 41,1 C menunujukkan proses penyakit infeksius. b. Berikan kompres hangat. R/: Dapat membantu mengurangi demam. c. Anjurkan untuk menggunakan pakaian tipis sesuai indikasi. R/: Mempertahankan suhu mendekati normal. d. Anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter perhari. R/: Menjaga keseimbangan cairan dan mencegah terjadinya dehidrasi. e. Berikan antipiretik jika perlu R/: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus. 21

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular. Noc: kemampuan untuk mobilisasi terpenuhi. Nic: a. Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan. R/: Mengidentifikasi kerusakan fungsi dan menentukan pilihan intervensi. b. Kaji kemampuan fisik dan tingkat imobilisasi menggunakan skala tingkat ketergantungan. R/: Mengidentifikasikan tingkat ketergantungan pasien, apakah hanya

memerlukan bantuan minimal, memerlukan bantuan sebagian, atau memerlukan bantuan komplit dari perawat dan klien yang memerlukan pengawasan khusus. c. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpidah secara teratur. R/: Perubahan posisi teratur dapat mendidtribusikan berat badan secara menyeluruh dan memfasilitasi peredaran darah serta mencegah dekubitus. d. Atur posisi pasien dengan kesejajaran tubuh yang benar. R/: Mencegah terjadinya kontraktur serta dapat mempercepat pengambilan fungsi tubuh.

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan. Noc: kebutuhan nutrisi terpenuhi. Nic: a. Kaji dan dokumentasi derajat kesulitan mengunyah dan menelan. R/: Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien yang mengalami kesulitan menelan dan kadang timbul reflek balik atau tersedak. b. Ubah posisi pasien semi fowler atau high fowler untuk memudahkan menelan. R/: Memudahkan makanan masuk menuju lambung. c. Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah. R/: Meningkatkan keinginan pasien untuk makan. d. Ketika memberikan makan pasien, gunakan spuit jika perlu, untuk memudahkan menelan. R/: NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan 22

obat. e. Kolaborasi bersama ahli gizi jika diperlukan, jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. R/: Diit yang diberikan disesuaikan dengan keadaan pasien dari tingkat membuka mulut dan proses mengunyah (mis: diit TKTP).

23

Anda mungkin juga menyukai