Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia

(SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu faktor dominan dalam menentukan potensi dan kemampuan (fisik dan intelektual) manusia adalah keadaan gizi dan derajat kesehatannya.1 Keadaan gizi seseorang adalah manifestasi dari apa yang dikonsumsi pada masa lalu. Kekurangan salah satu zat gizi dapat menimbulkan konsekuensi penyakit defisiensi atau mengurangi kemampuan fungsi tubuh. Karena itu agar tercapainya derajat kesehatan yang optimal, seseorang harus mengonsumsi zat gizi dalam tubuh yang sesuai dengan kecukupan yang dianjurkan.1 Salah satu indikator status gizi masyarakat adalah prevalensi anemia gizi. Anemia gizi merupakan masalah gizi yang besar dan luas diderita oleh penduduk di seluruh dunia. Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari normal untuk kelompok orang yang bersangkutan.2 Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia akibat kekurangan zat besi untuk sintesis hemoglobin dan merupakan defisiensi nutrisi yang paling banyak pada anak dan menyebabkan masalah kesehatan yang paling besar di seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang termasuk Indonesia.1 Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 menyatakan bahwa prevalensi anemia gizi pada balita 40,5%, ibu hamil 50,5%, ibu nifas 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun 57,1% dan usia 19-45 tahun 39,5%.1 Prevalensi anemia di Propinsi Jawa Tengah tahun 2008 yaitu terdapat 54,7% menderita anemia dan sebanyak 35,3% normal.3

BAB II PERMASALAHAN Permasalahan Anemia gizi besi dapat diderita semua usia. Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) yang dilaksanakan oleh Seksi Pembinaan Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Brebes terhadap remaja putri (siswi SMP dan SMA) menunjukkan 40,13% (tahun 2006) remaja putri menderita anemia.4 Hasil pemeriksaan petugas Dinas Kesehatan 2009 di enam kecamatan wilayah Kabupaten Brebes menunjukkan, 79% ibu hamil terkena penyakit anemia.5 Secara umum tingginya prevalensi anemia gizi besi antara lain disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: kehilangan darah secara kronis, asupan zat besi tidak cukup, penyerapan yang tidak adekuat dan peningkatan kebutuhan akan zat besi.4 Anemia gizi besi kaitannya dengan asupan gizi dari makanan kita sehari-hari, karena itu memperbaiki pola makan merupakan jurus paling penting untuk mengatasi anemia. Terapkan pola makan yang sehat, dengan selalu memperhatikan jumlah, jadwal dan jenisnya. Jumlah yang dimaksud adalah sesuai dengan kebutuhan tubuh.3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA Anemia adalah keadaan berkurangnya sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin (Hb) di bawah nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin. Poplack dan Varat menyatakan, bahwa anemia ditegakkan bila konsentrasi Hb di bawah persentil tiga sesuai usia dan jenis kelamin berdasarkan populasi normal. Diagnosis anemia ditegakkan berdasarkan temuan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas. Klasifikasi anemia pada anak menurut World Health Organization (WHO) tahun 2006 adalah berdasarkan usia (tabel 1.1). Berdasarkan derajat dari anemia maka WHO dan National Cancer Institute (NCI) mengklasifikasikan anemia menjadi 4 kelompok, yang secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.2.1 Tabel 1.1 Konsentrasi hemoglobin pada anak menurut WHO Usia 6 bulan - < 5 tahun > 5 tahun - 14 tahun Hemoglobin (g/dL) < 11 < 12

Suatu anemia berat yang kronis dikatakan bila konsentrasi Hb 7 g/dL selama 3 bulan berturut-turut atau lebih. Anemia berat dapat bersifat akut dan kronis. Anemia kronis dapat disebabkan oleh anemia gizi besi, sickle cell anemia (SCA), talasemia, spherocytosis,

anemia aplastik dan leukemia. Anemia berat kronis juga dapat dijumpai pada infeksi kronis seperti tuberkulosis (TBC) atau lainnya.
1

infeksi parasit yang lama, seperti malaria, cacing dan

Tabel 1.2 Pembagian derajat anemia menurut WHO dan NCI Derajat NCI Derajat 0 (nilai normal) WHO > 11.0 g/dL NCI Perempuan 12.0 - 16.0 g/dL Laki-laki Derajat 1 (ringan) Derajat 2 (sedang) Derajat 3 (berat) Derajat 4 (mengancam jiwa) 9.5 - 10.9 g/dL 8.0 - 9.4 g/dL 6.5 - 7.9 g/dL < 6.5 g/dL 14.0 - 18.0 g/dL

10.0 g/dL - nilai normal 8.0 - 10.0 g/dL 6.5 - 7.9 g/dL < 6.5 g/dL

Anemia gizi besi merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Hal ini didukung oleh penelitian di Indonesia, bahwa anemia yang sering ditemukan sama dengan negara berkembang lainnya yakni anemia oleh karena kekurangan gizi yaitu zat besi.1 Gejala-gejala yang disebabkan oleh pasokan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ini, bervariasi. Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung.6 Pencegahan anemia defisiensi besi atau vitamin lain dengan makanan yang sehat, variasi makanan, termasuk:7 1. Besi, sumber terbaik zat besi adalah daging sapi dan daging lainnya. Makanan lain yang mengandung zat besi antara lain : kacang-kacangan, sayuran berdaun hijau tua. 2. Folat, dan bentuk sintetik asam folat, dapat ditemukan di jus jeruk, pisang, sayuran berdaun hijau, kacang polong. 3. Vitamin B12, banyak terdapat did aging dan susu. 4. Vitamin C, seperti jeruk, melon dan beri, meningkatkan penyerapan zat besi.

BAB IV INTERVENSI Perencanaan dan Pemilihan Intervensi Penulis memilih metode promosi kesehatan dengan cara penyuluhan karena metode ini praktis dan dapat menyampaikan informasi yang langsung kepada pendengarnya dan diakhir penyuluhan terdapat proses umpan balik misalnya proses tanya jawab. Penyuluhan dilakukan dengan cara membagi leaflet kepada peserta, karena leaflet merupakan media yang sederhana, dapat dibaca dan dipahami dengan cepat oleh peserta, dapat disimpan lama dan jika lupa dapat dilihat kembali.

BAB V PELAKSANAAN KEGIATAN Pelaksanaan Kegiatan Hari/Tanggal Waktu Tempat Topik Peserta Pemateri : Rabu, 27 Juni 2012 : Pukul 09.00 WIB : Puskesmas Tanjung : Anemia : Semua pasien rawat jalan : dr. Reni Pawestuti Ambari

Pelaksanaan kegiatan penyuluhan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: 1. Tahap perkenalan dan penggalian pengetahuan audiens 2. Tahap penyajian materi 3. Tahap penutupan 4. Tahap tanya jawab Foto kegiatan

BAB VI KESIMPULAN Kesimpulan Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia akibat kekurangan zat besi untuk sintesis hemoglobin dan merupakan defisiensi nutrisi yang paling banyak pada anak, remaja, wanita hamil dan menyebabkan masalah kesehatan yang paling besar di seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Anemia gizi besi kaitannya dengan asupan gizi dari makanan kita sehari-hari, karena itu memperbaiki pola makan merupakan jurus paling penting untuk mengatasi anemia. Terapkan pola makan yang sehat, dengan selalu memperhatikan jumlah, jadwal dan jenisnya. Jumlah yang dimaksud adalah sesuai dengan kebutuhan tubuh. Dengan pengetahuan masyarakat tentang anemia gizi besi dan perbaikan pola makan diharapkan dapat mencegah anemia gizi besi di wilayah kerja Puskesmas Tanjung.

DAFTAR PUSTAKA 1. www.respiratory.usu.ac.id 2. Diba, Vicka Farah. 2010. Anemia Defisiensi Besi. www.kompas.com 3. Arsyak. 2011. Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat Dgn Perilaku Pencegahan Anemia. 4. Gunatmaningsih, Dyan. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di Sma Negeri 1 Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes Tahun 2007. UNNES. Semarang 5. www.basecomanalisis.com 6. www.wikipedia.com 7. www.medicastore.com

Anda mungkin juga menyukai