Anda di halaman 1dari 28

DEFISIENSI IMUN

INAWATI

Defisiensi Imun
Adanya defisensi imun di klinik harus dicurgai bila ditemukan tanda-tanda dari peningkatan kerentanan terhadap infeksi. Defisiensi imun primer atau kogenital diturunkan, tetapi defisiensi imun sekunder atau didapat ditimbulkan berbagai faktor setelah lahir. Penyakit defisiensi imun tersering mengenai sistem imun seperti limfosit, komplemen dan fagosit seperti terlihat pada Tabel 19.

I. Defisiensi imun non-spesifik

A. Defisiensi komplemen
Komponen komplemen diperlukan untuk membunuh kuman, opsonisasi, kemotaksis, pencegahan penyakit autoimun dan eliminasi kompleks antigen-antibodi.

1.

2.

Defisiensi komplemen kogenital Defisiensi komplemen kongenital biasanya mengakibatkan infeksi yang berulang atau penyakit kompleks imun seperti lupus eritematosus sistematik dan glomerulonefritis. Defisiensi komplemen didapat Defisiensi komplemen didapat disebabkan oleh depresi sintesis misalnya pada sirosis hati dan malnutrisi protein/ kalori. Pada anemia sckle cell ditemukan gangguan aktivasi komplemen sehingga meninggikan risiko terhadap infeksi salmonella dan pneumococ.

Lanjutan
Defisiensi Clq, r, s. Defisiensi Clq, r, s, telah dilaporkan bersamaan dengan penyakit autoimun, terutama pada penderita dengan SLE. Penderita ini sensitif terhadap infeksi bakteri. Defisiensi C4 Defisiensi C4 telah ditemukan pada beberapa penderita SLE. Defisiensi C2 Defisiensi C2 merupakan defisiensi komponen yang paling sering terjadi. Defisiensi tersebut tidak menunjukkan gejala dan terdapat pada penderita SLE.

Lanjutan
Defisiensi C3 Penderita dengan defisiensi C3 menunjukkan infeksi bakteri rekuren. Pada beberapa penderita disertai dengan glomerulonefritis kronik. Defisiensi C5-C8 Penderita dengan defisiensi C5 sampai C8 menunjukkan kerentanan yang meningkatkan terhadap infeksi terutama Neisseria. Defisiensi C9 Defisiensi C9 sangat jarang. Anehnya penderita tersebut tidak menunjukkan tanda infeksi rekuren. Meskipun perlahan-lahan lisis dapat terjadi atas pengaruh C8 tanpa C9.

B. Defisiensi Interferon dan lisozim


1. Defisiensi kongenital Defesiensi interferon kongenital dapat menimbulkan infeksi mononukleosis yang fatal. 2. Defisiensi didapat Defisiensi interferon dan lisozim dapat ditemukan pada malnutrisi protein/ kalori.

C. Defisiensi kogenital
1. Defisiensi sel NK kongenital telah dilaporkan pada penderita dengan osteopetrosis (defek osteoklas dan monosit). Kadar IgG, IgA dan kekerapan autoantibodi biasanya meninggi. 2. Defisiensi didapat Defisiensi sel NK yang didapat terjadi akibat imunosupresi atau radiasi.

II. Defisiensi imun spesifik


Gangguan dalam sistem imun spesifik dapat terjadi kongenital fisiologik dan didapat.

A. Defisiensi imun spesifik kogenital

1. Defisiensi imun primer sel B


Defisiensi sel B dapat berupa gangguan perkembangan sel B. berbagai akibata dapat ditemukan seperti tidak adanya semua Ig atau satu kelas atau subkelas Ig. Penderita dengan defisiensi semua jenis IgG akan lebih mudah menjadi sakit dibanding dengan yang hanya menderita defisiensi kelas Ig tertentu saja.

Tabel 21. Defisiensi kongenital sel B dab sel T primer


1. Defisiensi sel B atau antibodi a. X-linked hypogammaglobulinemia b. Transient hypogammaglobulinemia c. Common variable hypogammaglobulinemia d. Selective Ig deficiencies Defisiensi sel T a. Congenital thymic aplasia (Digeorge Syndrome) b. Chronic mucocutaneous candidiasis Defisiensi sel B dan T a. Severe combined immunodeficiency disorders Penyakit yang disertai dengan kelainan lain Wiskott-Aldrich syndrome Ataxia telingiectasia Defisiensi adenosin deaminase

2.

3. 4. a. b. c.

a. X-linked hypogamaglobulinemia
Bruton pada tahun 1952 menggambarkan penyakit yang disebutnya agamaglobulinemi Brutons yang X-linked dan hanya terjadi pada bayi laki-laki. Penyakit biasanya nampak pada usia 5-6 bulan sewaktu IgG asal ibu mulai menghilang.

b. Hypogamaglobulinemia yang sementara


Pada usia 5-6 bulan kadar IgG yang berasal dari ibu mulai menurun dan bayi pun mulai memproduksi IgG sendiri. Kadang-kadang bayi tidak mampu memproduksi IgG dengan cukup meskipun kadar IgM dan IgA adalah normal.

c. Common Variabel hypogammaglobulinemia


CVH dapat mengenai pria dan wanita sebabnya belum diketahui. Penyakit dapat timbul setiap saat, biasanya antara usia 15-35 tahun. Penderita menunjukkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi kuman piogenik. Selain itu sering ditemukan pula penyakit autoimun.

d. Defisiensi Ig yang selektif


Ada beberapa sindrom yang disebabkan defisiensi Ig selektif, di anatarnya disertai dengan peningkatan kadar Ig yang lain misalnya IgM meningkat pada defisiensi IgG atau IgA.

2. Defisiensi sel T
Penderita dengan defisiensi sel T kongenital sangat rentan terhadap infeksi virus, jamur dan protozoa.

a. Aplasi timus kongenital (sindrom Di George)


Sindrom Di george adalah desifisiensi sel T yang terpenting. Defisiensi tersebut disebabkan oleh defek dalam perkembangan embrio dari lengkung farings ke-3 dan 4, yang terjadi pada sekitar 12 minggu sesudah gestasi.

b. Candidiasis mukokutan kronik (CMK)


CMK adalah infeksi jamur biasa yang nonpatogenik seperti C, albicans pada kulit dan selaput lendir yang disertai dengan gangguan fungsi sel T yang selektif. Penderita tersebut mempunyai imunitas selular yang normal terhadap mikrooragnisme lain selain Candida dan imunitas humoralnya normal.

3. Severe Combined Imunodeficiency Disease (SCID)


SCID merupakan penyakit akibat gangguan sel T dan B. Penderita dengan SCID rentan terhadap infeksi virus, bakteri, jamur, protozoa terutama CMV,Pneumocystis carini dan Candida.

4. Penyakit yang berhubungan dengan kelainan lain


a. Wiskott-Aldrich Sundrome (WAS) WAS mengenai usia muda dengan gejala tromboditopenia, eksim dan infeksi rekuren. Sering terjadi pendarahan dan infeksi bakteri yang rekuren dan menimbulkan otitis media, meningitis dan pneumoni sebagai akibat kadar IgM dalam serum yang rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penderita tidak mampu memberikan respon terhadap antigen polisakarida. Disamping itu ditemukan kerentanan terhadap leukemia.

Lanjutan
b. Atacia telangiectasi (AT) AT adalah penyakit dengan gejala neurologis (staggering gair), pelebaran caskuler berupa spider (telangiectasi), limfopenia dan penurunan IgA, IgE dan kadang-kadang IgG. c. Defisiensi adenosin deaminase Adenosin deaminase tidak ditemukan dalam semua sel. Hal ini berbahaya oleh karena bila hal itu terjadi kadar bahan toksik berupa ATP dan deoxy-ATP dalam sel limfoid akan meningkat. Pengobatannya ialah dengan tranplantasi sumsum tulang.

B. Defisiensi imun spesifik fisiologik


1. Kehamilan Defisiensi imun selular dapat ditemukan pada kehamilan. Keadaan ini mungkin diperlukan untuk kelangsungan hidup fetus yang merupakan allograft dengan antigen paternal. Usia lanjut Pada usia lanjut, jarinagn timus menjadi atrofis. Kejadian itu disertai dengan penurunan sel T baik dalam jumlah maupun dalam fungsi. Defisiensi selular tersebut sering disertai dengan meningkatkan kejadian kanker, kepekaan terhadap infeksi dan fenomen autoimun, penyakit autoimun yang sering timbul pada usia lanjut disebabkan oleh penurunan aktivitas sel T.

2.

C. Defisiensi imun spesifik didapat


1. Malnutrisi Anak dengan malnutrisi protein/ kalori menunjukkan atrofi timus dan jaringan limfoid sekunder, depresi respons sel T terhadap mitogen dan sel alogeneik, pengurangan sekresi limfokin, gangguan respons terhadap uji kulit hipersensitivitas tipe lambat dan antigen lingkungan seperti PPD dan Candida.

Lanjutan
2. Infeksi Pada beberapa keadaan, infeksi virus dan bakteri dapat menekan sistem imun. Kehilangan imunitas selular terjadi pada penyakit campak, mononukleosis, hepatitis virus, sifilis, bruselosis, lepra, tuberkulosis miliar dan parasit.

Lanjutan
3. Sindrom defisiensi imun didapat (AIDS) Penyakit AIDS ditemukan pada homoseks dan biseks baik pada pasangan seksual maupun anaknya, pecandu obat dan mereka yang sering mendapaat transfusi darah atau produk darah seperti hemofilik. 4. Obat Obat-obat imunosupresi dan antibotik dapat menekan sistem imun. Beberapa contoh seperti obat sitotoksik, genyamycin, amaikasin, tobramisin, dapat menggangu kemotaksis neutrofil. Tetrasiklin dapat menkan imunitas selular.

Lanjutan
5. Penyinaran Dalam dosis tinggi, penyinaran menekan seluruh jaringan limfoid, sedang dalam dosis rendah dapat menekan aktivitas sel Ts secara selektif. 6. Penyakit berat Uremia dapat menkan sistem imun dan menimbulkan defisiensi imun.

Lanjutan
7. Kehilangan imunoglobuli/ leukosit Imunoglobulin dan leukosit dapat keluar dari badan melalui saluran cerna pada limfangiektasi intestinal. Imunoglobulin juga dapat keluar dari badan melalui ginjal pada sindrom nefrotik. 8. Agamaglobulinemi dengan timoma Agamaglobulinemi dengan timoma disertai dengan menghilangnya sel B total dari sirkulasi. Eosinopenia atau aplasia sel darah merah dapat pula menyertai agamaglobulinemia.

Anda mungkin juga menyukai