Anda di halaman 1dari 49

A.

KONSEP MEDIS

1. Pengertian

Kejang demam atau febrile conculsion ialah bangkiran kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997).

Kejang demam (KD) adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (Lumbantobing, 2001 ).

Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi

intrakranial atau penyebab tertentu (Mansjoer, 2000)

Demam adalah meningkatnya temperatur tubuh secara abnormal lebih dari 37,5oC, merupakan respon tubuh terhadap kuman, bakteri dan virus penyebab penyakit yang masuk ke dalam tubuh (Suriadi, 2001).

Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neoronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Betz, 2002).

Gangguan kejang merupakan sindrom kronis dimana disfungsi neurologis pada jaringan serebral menghasilkan episode paraksosmal berulang (kejang) gangguan perilaku, suasana hati, sensasi, persepsi, gerakan dan tonus otot (Carpenito, 2000).

Kejang (konvulsi) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tibatiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik dan/atau gangguan fenomena sensori (Doengoes, 2000).

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Widodo, 2005 )

Kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa akan dengan prognosis sangat baik secara seragam, dapat menandakan penyakit infeksi akut serius (Nelson, 2000).

2. Etiologi

Menurut Lumbantobing,2001 Faktor yang berperan dalam menyebabkan kejang demam:

1) Demam itu sendiri

2)

Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak).

3) Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.

4) Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit

5)

Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau ensekalopati toksik sepintas.

6) Gabungan semua faktor tersebut di atas.

3. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan

perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler.

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ioniok. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektolit lainnya kecuali ion clorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalams el neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel. Maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran di neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NaK ATP-ase yang terdapat pada permulaan sel.

Keseimangan potensial membran ini dapat diubah oleh:

a.

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

b.

Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.

c.

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kerusakan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.

Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotrnasmitter: dan terjadi kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak akan menderita kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi bila suhu mencapai 4oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadipada anak dengan ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu berapa pasien menderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi

arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otakl meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuren otak selama brlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoxia sehingga meninggikan

permeabilitas kapiler dan timbul edema utak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.

Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.

(Ngastiah, 1997 : 299-230)

a.

Toxin bakteri

Resti infeksi

Pelepasan pirogenke dalam darah

Keseimbangan darimembran sel neuron berubah

Peningkatan suhutubuh

Menstimulasipusat termoregulasi (hipotalamus

Kenaikanmetabolisme basai

Ion K+dan Na+berdifusi melalui membran sel neural

Masukan tidakadekuat

Terjadi lepasmuatan

Meluas ke seluruhsel dan membran sel dengan bantuan neurotransmiter

Hospitalisasi

Kurangpengetahuan

Kurang informasi

Kejang

Kekuranganoksigen dalam darah

Saraf pengaturkelenjar air liur tidak terkontrol

Terhambatnyaaliran oksigen ke otak

Kerusakan sel-selpada otak

Peningkatanproduksi glandula saliva

Pengeluaran airliur berlebih

Bersihan jalannafas tidak efektif

Virus

Komplek imun

Patways

4. Manifestasi Klinis

Menurut Mansjoer,2004 manifestasi klinis adalah:

a.

Serangan kejang klonik atau tonik-tonik bilateral.

b. Mata terbalik ke atas.

c.

Kekuatan atau kelemahan.

d.

Berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit.

e.

Hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd).

5. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Putro Widodo, 2005 pemeriksaan penunjang:

a.

Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab seperti darah

perifer, elektrolit dan gula darah (level II.2 dan level III, rekomendasi O). Foto x-ray kepala dan neurppencitraan seperti jarang dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi.

b. Pungsi lumbal

Pemeriksaan

cairan

serebrospinal

dilakukan

untuk

menegakkan

atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis ialah 0,6%-6,7%.

Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:

1) Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.

2) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan.

3) Bayi lebih 18 bulan tidak rutin.

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

c.

Elektroensefalografi

Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berlangsungnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan (level II.2, rekomendasi E).

Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.

d. Pencitraan

Foto x-ray kepala dan neuropencitraan seperti computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi seperti:

1) Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2) Parese Nervus VI

3) Papiledema

6. Komplikasi

Menurut Ngastiah, 1997 adalah:

a.

Meninghitis

b. Ensepalitis

c.

Epilepsi

d.

Hemiparesis terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung > 30 menit)

7. Penatalaksanaan

a. Cara Pemberantasan kejang

Segera berikan diazepan intravena, dosis rata- rata 0,3 mg/kg BB atau diazepam rektal dosis berat badan kurang kurang dari 10 kg, 5mg: lebih dar 10 kg, 10 mg.jika kejang tidak berhenti tunggu 15 menit dapat diulang dengan dosis dan cara yang sama. Setelah kejang berhenti maka diberikan dosis awal fenoborbital sebagai berikut:

Neonatus 30 mg intramuskulerdan

1 bulan 1 tahun: 50 mg intra muskular dan

Lebih dari 1 tahun 75 mg intramuskuler

Pengobatan rumat: 4 jam kemudian (setelah berhenti kejang) hari ke 1 + ke 2, fenobarbital 9-10 mg/kg BB dibagi dalam 2 dosis. Hari berikutnya fenobarbital 4-5 mg/kg BB dibagi dalam 2 dosis.

bila diazepam tidak tersedia, langsung dipakai fenobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan pengobatan rumat.

b. Tindakan pada saat kejang Berikan pasien di tempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kassa atau bila ada guedel lebih baik.

Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan ( mis, ikat pinggang, gurita, dll).

Isap lendir sampai bersih, berikan O2 boleh sampai 4 liter atau menit jika pasien jatuh apnue lakukan tindakan pertolongan

Bila suhu tinggi berikan kompres dingin secara intensif

Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat ( berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).

Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi dokter apakah perlu pemberian obat penenang( lihat di status mungkin ada petunjuk jika paien kejang lama atau berulang.

(Ngastiah, 1997)

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Biodata terdiri dari biodata pasien dan identitas penanggung jawab.

2. Riwayat kesehata keperawatan

Adalah data yang dikumpulkan tentang tingkat kesejahteraan klien (saat ini dan masa lalu), riwayat keluarga, perubahan dalam pola kehidupan, riwayat sosial

budaya, kesehatan spiritual dan reaksi mental serta emosi terhadap penyakit. (Potter, 2005: 156)

a.

Keluhan utama

Keluhan utama pada pasien kejang demam yaitu kejang yang terjadi dengan kenaikan suhu yang cepatdan biasanya berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 390C atau lebih. Kejang knas menyeluruh teknik-teknik lama beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat paca kejang.

(Nelson, 2000: 2058)

b. Riwayat kesehatan sekarang

Pada pasien kejang demam adanya faktor pencetus yang dapat menimbulkan kejang (misalnya: demam, infeksi), jatuh yang menyebabkan trauma kepala, ansietas, keletihan aktivitas (misal: hiperventilasi), kejadiankejadian di lingkungan (misal: pemanjanan pada stimulasi kuat seperti sinar terang, sinar berkilau atau suara yang keras).

c.

Riwayat kesehatan dahulu

Pada pasien kejang demam berkaitan dengan kejadian pranatal, perinatal dan neonatal contoh adanya infeksi, apnea, kolik atau menyusu yang buruk, informasi mengenai kecelakaan atau penyakit serius sebelumnya.

(Wong, 2004: 576)

d. Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orangtua, menunjukkan kecenderungan genetik. (Nelson, 2000: 2059)

3. Pola pengkajian fungsional menurut Gordon

Alasan penulis menggunakan pola pengkajian fungsional menurut Gordon adalah bahwa pola fungsional Gordon ini mempunyai aplikasi luas untuk para perawat dengan latar belakang praktek yang beragam. Model pola fungsional kesehatan terbentuk dari hubungan antara klien dan lingkungan dan dapat digunakan untuk perseorangan, keluarga dan komunitas. Setiap pola merupakan suatu rangkaian perilaku yang membantu perawat mengumpulkan, mengorganisasikan dan memilah-milah data.

(Potter. A, 1996: 15) Pola-pola Fungsional Kesehatan Gordons:

a. Pola Persepsi Kesehatan dan Manajemen Kesehatan.

Menggambarkan

pola

pemahaman

klien

tentang

kesehatan

dan

kesejahteraan dan bagaimana kesehatan mereka diatur.

b. Pola Metabolik dan Nutrisi

Menggambarkan konsumsi relatif terhadap kebutuhan metabolik dan suplai gizi, meliputi pola konsumsi makanan dan cairan, keadaan kulit, rambut, kuku, dan membran mukosa, suhu tubuh tinggi dan berat badan.

c. Pola Eliminasi

Menggambarkan pola fungsi ekskresi (usus besar, kandung kemih, dan kulit); termasuk pola individu sehari-hari, perubahan atau gangguan dan metode yang digunakan untuk mengendalikan ekskresi.

d. Pola Aktivitas Olahraga

menggambarkan pola olah raga, aktivitas, pengisian waktu senggang dan rekreasi, termasuk aktivitas kehidupan sehari-hari, tipe dan kualitas olah raga dan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas (seperti otot saraf, respirasi dan sirkulasi)

e. Pola Tidur dan Istirahat

Menggambarkan pola tidur, istirahat dan relaksasi dan setiap bantuan untuk merubah pola tersebut.

f. Pola Persepsi dan Kognitif

Menggambarkan pola persepsi sensori dan pola kognitif; meliputi keadekuatan bentuk sensori (penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, dan penghidu), pelaporan mengenai persepsi nyeri dan kemampuan fungsi kognitif.

g. Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri

Menggambarkan

bagaimana

seseorang

memandang

dirinya

sendiri;

kemampuan mereka, gambaran diri dan perasaan.

h. Pola Hubungan dan Peran

Menggambarkan pola keterikatan peran dengan hubungan meliputi persepsi terhadap peran utama dan tanggung jawab dalam situasi kehidupan saat ini.

i.

Pola Reproduksi dan Seksualitas

Menggambarkan kepuasan atau ketidakpuasan dalam seksualitas; termasuk status reproduksi wanita.

j.

Pola Koping-Toleransi-Stres

Menggambarkan pola koping umum dan keefektifan ketrampilan koping dalam mentoleransi stress.

k. Pola Nilai dan Kepercayaan

Menggambarkan pola nilai tujuan atau kepercayaan (termasuk kepercayaan spiritual) yang mengarahkan pilihan dan keputusan gaya hidup.

(Potter A, 1996)

4. Pemeriksaan Fisik

Adalah mengukur tanda-tanda vital dan pengukuran lainnya serta pemeriksaan semua bagian tubuh dengan menggunakan teknik inspeksi, populasi, perkusi dan auskultasi (Potter, 2005)

Pada kejang demam, ditemukan pada pemeriksaan fisik yaitu:

a. Aktivitas motorik

perawat harus mencatat bagian tubuh yang terlibat menentukan apakah kedua sisi kanan dan kiri terkena. Pada bagian tubuh mana kejang dimulai, bagian kemajuannya apakah kaku, berkedut atau renjatan.

b. Mata dan lidah

perawat harus mencatat apakah ada penyimpangan pada mata dan lidah pada salah satu sisi atau lainnya.

c. Status kesadaran

Kebangkitan adalah penting, apakah pasien dapat disadarkan selama kejang atau segera setelah kejang selesai? Apakah terjadi ketidaksadaran

durasi dari periode tersebut harus dicatat. Apakah terjadi kebingungan atau kesadaran dan ingatan yang jelas tentang kejadian kejang setelah itu.

a.

Pupil

Perawat harus mencatat setiap perubahan pupil, ukuran, bentuk atau ekualitas pupil dan reaksinya terhadap cahaya atau setiap penyimpangan dari salah satu sisi.

b. Gigi

Perawat harus mengamati apakah gigi pasien terkunci atau terbuka.

c.

Pernafasan

Frekuensi, kualitas atau tidak adanya nafas serta adanya sianosis harus diamati.

d. Aktivitas tubuh

Inkontinens, mutah, slivasi dan perdarahan dari mulut atau lidah harus dilaporkan.

e.

Disraktibilitas

Perawat harus menentukan apakah pasien memberikan respons terhada lingkungan selama kejang seperti ketika ia dipanggil namanya.

f.

Setelah kejang

Kadang setelah kejang terjadi analisis transien, kelemahyan, kebas, semutan, disfasia, cedera lain, periode postikal atau amnesia mengenai kejang dan peristiwa sebelum dan setelah kejang(Hudak, 1997).

g. Integritas ego

Gejala: stresor eksternal/internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan; peka rangsang; perasaan tidak ada harapan/tidak berdaya.

Tanda: perubahan rentang respons emosional (Doengoes, 2000).

C. KONSEP TUMBUH KEMBANG

Menurut Betz, 2002 konsep tumbuh kembang adalah:

1. Karakteristik Fisik

Usia 6-12 bulan

a.

Berat badan

1) Berat badan menjadi tiga kali lipat pada usia 1 tahun.

2) Perkiraan berat badan pada usia 1 tahun adalah 10 kg.

3) Bayi menambah berat badannya 0,45 kg per tahun.

b. Panjang badan

1) Bagian tubuh yang mengalami pertumbuhan terpesat ialah badan.

2) Bayi bertumbuh 1,25 cm per bulan.

3) Panjang badan total meningkat 50% pada usia 1 tahun.

c.

Lingkar kepala

1) Lingkar kepala meningkat 0,6 cm per bulan.

2) Lingkar kepala pada usia 1 tahun adalah 50 cm.

2. Perkembangan motorik kasar

Usia 8-12 bulan

a.

Duduk dari posisi tegak tanpa bantuan

b. Dapat berdiri tegak dengan bantuan

c.

Menjelajah

d. Berdiri tegak tanpa bantuan walaupun hanya sebentar

e.

Membuat posisi merangkak

f.

Merangkak

g. Berhjalan dengan bantuan

3. Perkembangan motorik halus

Usia 8 sampai 12 bulan

a.

Melepas objek dengan jari lurus

b. Mampu menjepit benda

c.

Melambaikan tangan

d. Menggunakan tangannya untuk bermain

e.

Menempatkan objek ke dalam wadah

f.

Makan biskuit sendiri

g. Minum dari cangkir dengan bantuan

h. Menggunakan sendok dengan bantuan

i.

Makan dengan jari

j.

Memegang krayon dan membuat coretan-coretan di atas kertas.

4. Perkembangan Bahasa

Usia 8-12 bulan

a.

Mengucapkan kata-kata pertama

b. Menggunakan bunyi untuk mengidentifikasi objek, orang dan aktivitas

c.

Menirukan berbagai bunyi kata

d. Dapat mengucapkan serangkaian suku kata

e.

Memahami arti larangan seperti jangan.

f.

Berespon terhadap panggilan dan orang-orang yang merupakan anggota keluarga dekat.

g. Menunjukkan infleksi kata-kata yang nyata

h. Menggunakan tiga kosa kata

i.

Menggunakan kalimat satu kata

5. Perkembangan, psikososial (percaya Vs tidak percaya)

a.

Tugas perkembangan-perkembangan rasa percaya terhadap pemberi asuhan primer.

b. Krisi perkembangan-disapih dari ASI atau susu botol.

c.

Bermain-interaksi dengan pemberi asuhan membentuk dasar-dasar perkembangan hubungan dikemudian hari.

d.

Peran orang tua-bayi merumuskan sikap dasar terhadap kehidupan berdasarkan pengalamannya bersama orang tua: orang tua dapat dianggap sebagai seseorang yang dapat dipercaya, konsisten, selalu ada dan penyayang (rasa percaya) atau sebagai kebalikannya yang negatif (rasa tidak percaya).

6. Perilaku sosialisasi

Usia 8 sampai 12 bulan

a.

Bermain permainan yang sederhana (cilukba)

b. Menangis jika dimarahi

c.

Memuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh

d. Menunjukkan peningkatan ansietas terhadap perpisahan

e.

Lebih menyukai figur pemeri asuhan dari pada anoreksia dewasa lainnya.

f.

Mengenali anggota keluarga.

D. Fokus Intervensi

1)

Resti cedera berhubungan dengan keterbatasan kognitif/perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot besar atau kecil.

Tujuan

Tidak terjadi cedera

Kriteria Hasil : bahaya kejang tidak terjadi (pertukaran lidah tergigit) pasien tampak nyaman, koordinasi otot besar dan kecil terkendali, kesadaran composmentis.

Intervensi:

a.

Kaji kebersamaan klien dan keluarga hal yang menyebabkan kejang

Rasional

Berbagai obat dan stimulasi lain dapat meningkatkan

aktivitas otak yang akan dapat menimbulkan resiko terjadinya kejang.

b.

Masukan jalan nafas buatan yang terbuat dari plastik agar klien menggigit benda lunak antara gigi (jika kurang dalam relaxasi): miringkan kepala ke salah satu sisi/lakukan penghisapan pada jalan nafas sesuai indikasi

Rasional

Mencegah resiko terjadinya trauma mulut, juga

membantu mempertahankan jalan nafas

c.

Catat tipe dan aktivitas kejang serta frekuensi terjadinya

Rasional

Membantu untuk melokaliasi daerah otak yang terkena.

d. Tinggal bersama klien beberapa menit setelah kejang berhenti

Rasional : Meningkatkan kenyamanan klien dan dapat segera memberi penanganan jika klien tiba-tiba kejang kembali.

e.

Berikan obat sesuai indikasi fenobarbital (luminal)

Rasional : Meningkatnya efek untuk menekan terjadinya kejang.

(Doengoes, 2000)

2)

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, obstruksi trakeobronkial, kerusakan persepsi/kognitif

Tujuan

: Bersihan jalan nafas efektif

Kriteria

Respirai normal, pasien dapat bernafas dengan normal, tidak terdapat pernafasan yang sehat dan dalam, tidak terdapat sekresi/air liur yang menyumbat saluran pernafasan.

Intervensi:

a.

Bantu klien dalam mengosongkan mulut dari benda/zat tertentu ketika terjadi kejang

Rasional :

Menurunkan resiko aspirasi/masuknya suatu benda asing ke faring.

b. Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang

Rasional

Meningkatkan aliran skret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat nafas.

c.

Tanggalkan pakaian yang ketat terutama pada leher, dada dan abdomen

Rasional :

Menfasilitasi usaha bernafas/ekspansi dada

d. Lakukan penghisapan lendir sesuai indikasi

Rasional :

Menurunkan resiko aspirasi/asfiksia

e.

Kolaborasi pemberian oksigen/ventilasi manual sesuai kebutuhan

Rasional :

Dapat menurunkan hipoksia cerebral sebagai akibat sifkologi

yang menurun.

(Doenges, 2000)

3)

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi

Tujuan

: Pertukaran gas adekuat

Kriteria

: Frekuensi pernafasan normal, tidak sianosis, secara mental sadar dan terorientasi.

Intervensi:

a.

Pantau status pernafasan dan tanda vital setiap 2 jam

R/

Mengevaluasi keefektifan therapi

b. Tempatkan pada posisi semiflowler

R/

Memudahkan bernafas

c.

Pertahankan tirah baring sampai gejala distres pernafasan membaik

R/

Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan

d. Kolaorasi pemberian O2 melalui nasal kanal sesuai kebutuhan

R/

Mengurangi bila terjadi distress pernafasan

(Carpenito, Linda Juall, 2000)

4)

Hipertermi berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder terhadap toksin pada hipotalamus

Tujuan

: Hipertermi tidak terjadi

Kriteria

: Suhu tubuh normal (36-37oC), tidak ada benda dan gejala hipertermi seperti takikardi, kulit kemerahan.

Intervensi:

a.

Pantau suhu klien

R/

: Suhu yang tinggi menunjukkan proses penyakit infeksi

b. Berikan kompres hangat

R/

Dapat mengurangi demam karena terjadi vasodilatasi sehingga mempercepat evaporasi

c.

Anjurkan pada keluarga untuk memberi minum sesuai kebutuhan

R/

Dapat menurunkan suhu tubuh dan mengganti cairan yang hilang akibat hipotermi

d. Kolaborasi pemberian antipiretik

R/

: Mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

(Carpenito, 2000)

5)

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang kurang adekuat

Tujuan

: Hipertermi tidak terjadi

Kriteria

: Suhu tubuh normal (36-37oC), tidak ada benda dan gejala hipertermi seperti takikardi, kulit kemerahan.

Intervensi:

a.

Pantau suhu klien

R/

Suhu yang tinggi menunjukkan proses penyakit infeksi.

b. Berikan kompres hangat

R/

Dapat mengurangi demam karena terjadi vasodilatasio

sehingga mempercepat evaporasi

c.

Anjurkan pada keluarga untuk memberi minum sesuai kebutuhan

R/

Dapat menurunkan suhu tubuih dan mengganti cairan yang

hilang akibat hipertensi.

d. Kolaborasi pemberian antipiretik

R/

: hipotalamus.

Mengurangi

demam

dengan

aksi

sentralnya

pada

(Carpenito, 2000)

6)

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang kurang adekuat.

Tujuan

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi

Kriteria

BB ideal, turgor kulit baik, membran mukosa lembab.

Intervensi:

a.

Kaji pola nutrisi klien dengan sistem A, B, C, D

R/

Menentukan keadaan nutrisi yang dialami oleh klien dari

perbandingan selama dan sebelum sakit

b. Timbang BB setiap hari dalam waktu timbangan yang sama

R/

Dapat untuk menentukan derajat nutisi klien.

c.

Anjurkan keluarga untuk membantu klien saat makan

R/

Bertambahnya perhatian dapat merangsang keinginan klien

untuk makan.

d. Pertahanan oral hygiene pada klien

R/

Dapat menghilangkan rasa mual dan tidak enak sewaktu

makan karena bau mulut.

7) Ansietas berhubungan dengan dampak hospitalisasi

Tujuan

Klien dapat mengungkapkan rasa takut terhadap hasil yang

tidak pasti

Kriteria tenang.

Melaporkan perasaan cemas berkurang, klien tampak

Intervensi:

a.

Kaji perilaku koping baru dan ajarkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu

R/

Mekanisme

koping

yang

berhasil

pada

aktu

lalu

memungkinkan besar juga akan berhasil saat ini.

b.

Jelaskan prosedur dan tujuan semua tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan diagnostik

c.

R/

Pengetahuan tentang apa yang diharapkan membantu

mengurangi kecemasan.

d. Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat

e.

R/

Keluarga dan orang terdekat akan membantu

menenangkan klien.

f.

Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari

g.

R/

Agar klien dapat menerima lingkungan dengan

mengalihkan perhatiannya dengan bermain.

(Doengoes, 2000)

8) Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interpretasi, kurang informasi, keterbatasan kognituif dan kegagalan untuk berubah

Tujuan

Pasien terutama keluarga akan bertambah pengetahuan.

Kriteria

Pasien terutama keluarga mampu memahami kondisi dan

aturan pengobatan, tidak terjadi kesalahan interpretasi, mau untuk berubah.

Intervensi:

a.

Jelaskan mengenai pengertian, penyebab, gejala dan cara perawatan, kejang demam.

b.

R/

Memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi

kesalahan, persepsi dan keadaan penyakit.

c.

Tinjau kembali obat-obat yang didapat, penting sekali memakai obat sesuai petunjuk

d.

R/

Penggunaan obat yang tidak tepat dapat menyebabkan

terjadinya kejang.

e.

Berikan petunjuk yang jelas pada keluarga untuk minum obat bersamaan dengan makan jika memungkinkan.

f.

R/

Memudahkan untuk mau minum obat.

g. Jelaskan pentingnya kebersihan mulut dan perawatan gigi yang teratur

h. R/

Menurunkan resiko infksi mulut.

(Doengoes, 2000)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner& suddath. Buku Ajar M edikal Bedah vol.3. Penerbit Buku kedokteran .ECG.Jakarta.2001

Doenges,merilyn E,dkk.1999.Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Alih Bahasa, I made kariasa, Ni Made sumarwati. Editor Edisi Bahasa Indonesia Monika Ester. EGC: Jakarta Betz,cecily C & sowden linda A. 2002 . Buku Saku Keperawatan

Pediatrik.Jakarta:EGC

Donna, L.Wong.2004.Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Alih Bahasa Monika Ester.Jakarta:ECG

Ngastiah.2005.perawatan anak sakit edisi 2.jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai