KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Kejang demam atau febrile conculsion ialah bangkiran kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997).
Kejang demam (KD) adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (Lumbantobing, 2001 ).
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi
Demam adalah meningkatnya temperatur tubuh secara abnormal lebih dari 37,5oC, merupakan respon tubuh terhadap kuman, bakteri dan virus penyebab penyakit yang masuk ke dalam tubuh (Suriadi, 2001).
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neoronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Betz, 2002).
Gangguan kejang merupakan sindrom kronis dimana disfungsi neurologis pada jaringan serebral menghasilkan episode paraksosmal berulang (kejang) gangguan perilaku, suasana hati, sensasi, persepsi, gerakan dan tonus otot (Carpenito, 2000).
Kejang (konvulsi) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tibatiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik dan/atau gangguan fenomena sensori (Doengoes, 2000).
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Widodo, 2005 )
Kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa akan dengan prognosis sangat baik secara seragam, dapat menandakan penyakit infeksi akut serius (Nelson, 2000).
2. Etiologi
2)
Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak).
5)
Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau ensekalopati toksik sepintas.
3. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ioniok. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektolit lainnya kecuali ion clorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalams el neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel. Maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran di neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NaK ATP-ase yang terdapat pada permulaan sel.
a.
b.
Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
c.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kerusakan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotrnasmitter: dan terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak akan menderita kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi bila suhu mencapai 4oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadipada anak dengan ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu berapa pasien menderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otakl meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuren otak selama brlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoxia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edema utak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.
a.
Toxin bakteri
Resti infeksi
Peningkatan suhutubuh
Kenaikanmetabolisme basai
Masukan tidakadekuat
Terjadi lepasmuatan
Hospitalisasi
Kurangpengetahuan
Kurang informasi
Kejang
Virus
Komplek imun
Patways
4. Manifestasi Klinis
a.
c.
d.
Berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit.
e.
5. Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab seperti darah
perifer, elektrolit dan gula darah (level II.2 dan level III, rekomendasi O). Foto x-ray kepala dan neurppencitraan seperti jarang dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi.
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan
cairan
serebrospinal
dilakukan
untuk
menegakkan
atau
Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
c.
Elektroensefalografi
Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berlangsungnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan (level II.2, rekomendasi E).
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan
Foto x-ray kepala dan neuropencitraan seperti computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi seperti:
2) Parese Nervus VI
3) Papiledema
6. Komplikasi
a.
Meninghitis
b. Ensepalitis
c.
Epilepsi
d.
Hemiparesis terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung > 30 menit)
7. Penatalaksanaan
Segera berikan diazepan intravena, dosis rata- rata 0,3 mg/kg BB atau diazepam rektal dosis berat badan kurang kurang dari 10 kg, 5mg: lebih dar 10 kg, 10 mg.jika kejang tidak berhenti tunggu 15 menit dapat diulang dengan dosis dan cara yang sama. Setelah kejang berhenti maka diberikan dosis awal fenoborbital sebagai berikut:
Neonatus 30 mg intramuskulerdan
Pengobatan rumat: 4 jam kemudian (setelah berhenti kejang) hari ke 1 + ke 2, fenobarbital 9-10 mg/kg BB dibagi dalam 2 dosis. Hari berikutnya fenobarbital 4-5 mg/kg BB dibagi dalam 2 dosis.
bila diazepam tidak tersedia, langsung dipakai fenobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan pengobatan rumat.
b. Tindakan pada saat kejang Berikan pasien di tempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kassa atau bila ada guedel lebih baik.
Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan ( mis, ikat pinggang, gurita, dll).
Isap lendir sampai bersih, berikan O2 boleh sampai 4 liter atau menit jika pasien jatuh apnue lakukan tindakan pertolongan
Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat ( berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).
Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi dokter apakah perlu pemberian obat penenang( lihat di status mungkin ada petunjuk jika paien kejang lama atau berulang.
(Ngastiah, 1997)
B. KONSEP KEPERAWATAN
Adalah data yang dikumpulkan tentang tingkat kesejahteraan klien (saat ini dan masa lalu), riwayat keluarga, perubahan dalam pola kehidupan, riwayat sosial
budaya, kesehatan spiritual dan reaksi mental serta emosi terhadap penyakit. (Potter, 2005: 156)
a.
Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien kejang demam yaitu kejang yang terjadi dengan kenaikan suhu yang cepatdan biasanya berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 390C atau lebih. Kejang knas menyeluruh teknik-teknik lama beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat paca kejang.
Pada pasien kejang demam adanya faktor pencetus yang dapat menimbulkan kejang (misalnya: demam, infeksi), jatuh yang menyebabkan trauma kepala, ansietas, keletihan aktivitas (misal: hiperventilasi), kejadiankejadian di lingkungan (misal: pemanjanan pada stimulasi kuat seperti sinar terang, sinar berkilau atau suara yang keras).
c.
Pada pasien kejang demam berkaitan dengan kejadian pranatal, perinatal dan neonatal contoh adanya infeksi, apnea, kolik atau menyusu yang buruk, informasi mengenai kecelakaan atau penyakit serius sebelumnya.
Adanya riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orangtua, menunjukkan kecenderungan genetik. (Nelson, 2000: 2059)
Alasan penulis menggunakan pola pengkajian fungsional menurut Gordon adalah bahwa pola fungsional Gordon ini mempunyai aplikasi luas untuk para perawat dengan latar belakang praktek yang beragam. Model pola fungsional kesehatan terbentuk dari hubungan antara klien dan lingkungan dan dapat digunakan untuk perseorangan, keluarga dan komunitas. Setiap pola merupakan suatu rangkaian perilaku yang membantu perawat mengumpulkan, mengorganisasikan dan memilah-milah data.
Menggambarkan
pola
pemahaman
klien
tentang
kesehatan
dan
Menggambarkan konsumsi relatif terhadap kebutuhan metabolik dan suplai gizi, meliputi pola konsumsi makanan dan cairan, keadaan kulit, rambut, kuku, dan membran mukosa, suhu tubuh tinggi dan berat badan.
c. Pola Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi ekskresi (usus besar, kandung kemih, dan kulit); termasuk pola individu sehari-hari, perubahan atau gangguan dan metode yang digunakan untuk mengendalikan ekskresi.
menggambarkan pola olah raga, aktivitas, pengisian waktu senggang dan rekreasi, termasuk aktivitas kehidupan sehari-hari, tipe dan kualitas olah raga dan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas (seperti otot saraf, respirasi dan sirkulasi)
Menggambarkan pola tidur, istirahat dan relaksasi dan setiap bantuan untuk merubah pola tersebut.
Menggambarkan pola persepsi sensori dan pola kognitif; meliputi keadekuatan bentuk sensori (penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, dan penghidu), pelaporan mengenai persepsi nyeri dan kemampuan fungsi kognitif.
Menggambarkan
bagaimana
seseorang
memandang
dirinya
sendiri;
Menggambarkan pola keterikatan peran dengan hubungan meliputi persepsi terhadap peran utama dan tanggung jawab dalam situasi kehidupan saat ini.
i.
Menggambarkan kepuasan atau ketidakpuasan dalam seksualitas; termasuk status reproduksi wanita.
j.
Pola Koping-Toleransi-Stres
Menggambarkan pola koping umum dan keefektifan ketrampilan koping dalam mentoleransi stress.
Menggambarkan pola nilai tujuan atau kepercayaan (termasuk kepercayaan spiritual) yang mengarahkan pilihan dan keputusan gaya hidup.
(Potter A, 1996)
4. Pemeriksaan Fisik
Adalah mengukur tanda-tanda vital dan pengukuran lainnya serta pemeriksaan semua bagian tubuh dengan menggunakan teknik inspeksi, populasi, perkusi dan auskultasi (Potter, 2005)
a. Aktivitas motorik
perawat harus mencatat bagian tubuh yang terlibat menentukan apakah kedua sisi kanan dan kiri terkena. Pada bagian tubuh mana kejang dimulai, bagian kemajuannya apakah kaku, berkedut atau renjatan.
perawat harus mencatat apakah ada penyimpangan pada mata dan lidah pada salah satu sisi atau lainnya.
c. Status kesadaran
Kebangkitan adalah penting, apakah pasien dapat disadarkan selama kejang atau segera setelah kejang selesai? Apakah terjadi ketidaksadaran
durasi dari periode tersebut harus dicatat. Apakah terjadi kebingungan atau kesadaran dan ingatan yang jelas tentang kejadian kejang setelah itu.
a.
Pupil
Perawat harus mencatat setiap perubahan pupil, ukuran, bentuk atau ekualitas pupil dan reaksinya terhadap cahaya atau setiap penyimpangan dari salah satu sisi.
b. Gigi
c.
Pernafasan
Frekuensi, kualitas atau tidak adanya nafas serta adanya sianosis harus diamati.
d. Aktivitas tubuh
Inkontinens, mutah, slivasi dan perdarahan dari mulut atau lidah harus dilaporkan.
e.
Disraktibilitas
Perawat harus menentukan apakah pasien memberikan respons terhada lingkungan selama kejang seperti ketika ia dipanggil namanya.
f.
Setelah kejang
Kadang setelah kejang terjadi analisis transien, kelemahyan, kebas, semutan, disfasia, cedera lain, periode postikal atau amnesia mengenai kejang dan peristiwa sebelum dan setelah kejang(Hudak, 1997).
g. Integritas ego
Gejala: stresor eksternal/internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan; peka rangsang; perasaan tidak ada harapan/tidak berdaya.
1. Karakteristik Fisik
a.
Berat badan
b. Panjang badan
c.
Lingkar kepala
a.
c.
Menjelajah
e.
f.
Merangkak
a.
c.
Melambaikan tangan
e.
f.
i.
j.
4. Perkembangan Bahasa
a.
c.
e.
f.
Berespon terhadap panggilan dan orang-orang yang merupakan anggota keluarga dekat.
i.
a.
c.
Bermain-interaksi dengan pemberi asuhan membentuk dasar-dasar perkembangan hubungan dikemudian hari.
d.
Peran orang tua-bayi merumuskan sikap dasar terhadap kehidupan berdasarkan pengalamannya bersama orang tua: orang tua dapat dianggap sebagai seseorang yang dapat dipercaya, konsisten, selalu ada dan penyayang (rasa percaya) atau sebagai kebalikannya yang negatif (rasa tidak percaya).
6. Perilaku sosialisasi
a.
c.
e.
Lebih menyukai figur pemeri asuhan dari pada anoreksia dewasa lainnya.
f.
D. Fokus Intervensi
1)
Resti cedera berhubungan dengan keterbatasan kognitif/perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot besar atau kecil.
Tujuan
Kriteria Hasil : bahaya kejang tidak terjadi (pertukaran lidah tergigit) pasien tampak nyaman, koordinasi otot besar dan kecil terkendali, kesadaran composmentis.
Intervensi:
a.
Rasional
b.
Masukan jalan nafas buatan yang terbuat dari plastik agar klien menggigit benda lunak antara gigi (jika kurang dalam relaxasi): miringkan kepala ke salah satu sisi/lakukan penghisapan pada jalan nafas sesuai indikasi
Rasional
c.
Rasional
Rasional : Meningkatkan kenyamanan klien dan dapat segera memberi penanganan jika klien tiba-tiba kejang kembali.
e.
(Doengoes, 2000)
2)
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, obstruksi trakeobronkial, kerusakan persepsi/kognitif
Tujuan
Kriteria
Respirai normal, pasien dapat bernafas dengan normal, tidak terdapat pernafasan yang sehat dan dalam, tidak terdapat sekresi/air liur yang menyumbat saluran pernafasan.
Intervensi:
a.
Bantu klien dalam mengosongkan mulut dari benda/zat tertentu ketika terjadi kejang
Rasional :
b. Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang
Rasional
c.
Tanggalkan pakaian yang ketat terutama pada leher, dada dan abdomen
Rasional :
Rasional :
e.
Rasional :
yang menurun.
(Doenges, 2000)
3)
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi
Tujuan
Kriteria
: Frekuensi pernafasan normal, tidak sianosis, secara mental sadar dan terorientasi.
Intervensi:
a.
R/
R/
Memudahkan bernafas
c.
R/
R/
4)
Hipertermi berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder terhadap toksin pada hipotalamus
Tujuan
Kriteria
: Suhu tubuh normal (36-37oC), tidak ada benda dan gejala hipertermi seperti takikardi, kulit kemerahan.
Intervensi:
a.
R/
R/
c.
R/
Dapat menurunkan suhu tubuh dan mengganti cairan yang hilang akibat hipotermi
R/
(Carpenito, 2000)
5)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang kurang adekuat
Tujuan
Kriteria
: Suhu tubuh normal (36-37oC), tidak ada benda dan gejala hipertermi seperti takikardi, kulit kemerahan.
Intervensi:
a.
R/
R/
c.
R/
R/
: hipotalamus.
Mengurangi
demam
dengan
aksi
sentralnya
pada
(Carpenito, 2000)
6)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang kurang adekuat.
Tujuan
Kriteria
Intervensi:
a.
R/
R/
c.
R/
untuk makan.
R/
Tujuan
tidak pasti
Kriteria tenang.
Intervensi:
a.
Kaji perilaku koping baru dan ajarkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu
R/
Mekanisme
koping
yang
berhasil
pada
aktu
lalu
b.
Jelaskan prosedur dan tujuan semua tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan diagnostik
c.
R/
mengurangi kecemasan.
e.
R/
menenangkan klien.
f.
g.
R/
(Doengoes, 2000)
8) Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interpretasi, kurang informasi, keterbatasan kognituif dan kegagalan untuk berubah
Tujuan
Kriteria
Intervensi:
a.
Jelaskan mengenai pengertian, penyebab, gejala dan cara perawatan, kejang demam.
b.
R/
c.
Tinjau kembali obat-obat yang didapat, penting sekali memakai obat sesuai petunjuk
d.
R/
terjadinya kejang.
e.
Berikan petunjuk yang jelas pada keluarga untuk minum obat bersamaan dengan makan jika memungkinkan.
f.
R/
h. R/
(Doengoes, 2000)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner& suddath. Buku Ajar M edikal Bedah vol.3. Penerbit Buku kedokteran .ECG.Jakarta.2001
Doenges,merilyn E,dkk.1999.Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Alih Bahasa, I made kariasa, Ni Made sumarwati. Editor Edisi Bahasa Indonesia Monika Ester. EGC: Jakarta Betz,cecily C & sowden linda A. 2002 . Buku Saku Keperawatan
Pediatrik.Jakarta:EGC